Kerangka Teori Pengaturan Penggunaan Dan Pengawasan Label Halal Terhadap Produk Makanan Perspektif Perlindungan Konsumen

Jadi penelitian ini dapat disebut “asli”, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk dikritisi yang sifatnya konstruktif sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapan memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan perlindungan konsumen di Indonesia. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pengusaha, praktisi, dan seluruh konsumen, serta Majelis Ulama Indonesia yang berwenang menerbitkan sertifikasi label halal terhadap produk makanan, agar perlindungan konsumen dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Interaksi hubungan sosial kemasyarakatan tidak terlepas dari kepentingan, baik kepentingan yang sama maupun kepentingan yang berbeda. Dalam konteks kepentingan tersebut, sering terjadi pertentangan kepentingan yang pada akhirnya dapat melanggar hak-hak masyarakat lainnya. Hal ini juga dapat terjadi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi, maka pada posisi ini dibutuhkan peraturan-peraturan untuk melindungi hak-hak setiap masyarakat. Universitas Sumatera Utara Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan rechtsgerechtigheid, kemanfaatan rechtsutiliteit, dan kepastian hukum rechtszekerheid. 25 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan justice, selanjutnya Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungai diri dari kerugian” the end of the justice to secure from the injury. 26 Menurut GW Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur kehendak the element of will. 27 Keadilan adl merupakan nilai paling asasi dalam ajaran Islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya QS 57:25. Keadilan sering kali diletakkan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan QS 5:8. Seluruh ulama terkemuka sepanjang sejarah Islam menempatkan keadilan sebagai unsur paling utama dalam maqashid syariah. ”Ibn Taimiyah menyebut keadilan sebagai nilai utama dari tauhid, sementara Muhammad Abduh menganggap kezaliman zulm sebagai kejahatan yang paling buruk aqbah al-munkar dalam kerangka nilai-nilai Islam. Sayyid Qutb menyebut keadilan sebagai unsur pokok yarig komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan”. 28 25 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosialogis, Jakarta : Gunung Agung, 2002, hal. 85 26 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Medan, Universitas Sumatera Utara, 2004, h. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, Adam Smith on Law, Vavariso University Law Review, Vol. 15, 1981, hal. 244 27 George Whitercross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, Second Edition, London, Oxford University Press, 1951, hal. 221 28 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta bekerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2008, hal. 59 Universitas Sumatera Utara Dalam perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan revolusi industri, terjadi perkembangan yang pesat dengan teknologi dalam kehidupan masyarakat sehingga kemajuan usaha tidak cukup hanya dilakukan secara individual, melainkan sudah harus bekerja secara berkelompok. 29 Dilain pihak, kemajuan dunia usaha tersebut juga diikuti dengan peningkatan produktifitas, yang justru pada satu sisi menguntungkan konsumen dan pada sisi lain merugikan konsumen. Menguntungkan konsumen, karena konsumen dapat memilih produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya dari sejumlah variasi produk yang beredasr di pasar. Namun hal tersebut juga dapat merugikan konsumen jika perkembangan produktifitas produsen tidak diikuti dengan perkembangan pengaturan hukumnya serta penegakan hukumnya, sehingga konsumen kesulitan untuk memilih produk mana yang layak dan tidak layak untuk dikonsumsi, atau produk mana yang halal atau haram. Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh syari’at Islam. Bahan makanan dan minuman yang diharamkan syari’at Islam adalah; bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah QS. Al-Baqarah : 173. Sedangkan minuman yang diharamkan adalah semua bentuk khamar danatau minuman berakohol QS. Al-Baqarah : 219. Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik, ternetur, jatuh tertanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala 29 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 4 Universitas Sumatera Utara QS. Al-Maidah : 3, jika hewan-hewan ini sempat disembelih dengan menyebut nama Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali diperuntukan bagi berhala. Sesungguhnya pengaturan penggunaan label halal perspektif perlindungan konsumen memiliki dua fungsi sekaligus; Pertama, fungsi pengawasan terhadap produsen, Pengaturan penggunaan label halal tidak dimaksudkan untuk mematikan ataupun melemahkan produktifitas perusahaan, tetapi justru sebaliknya pengaturan lebel halal diharapkan mampu mendorong iklim persaingan usaha sehat dan melahirkan perusahaan yang tangguh melalui penyediaan barang dan jasa yang berkualitas. Kedua, fungsi perlindungan hak-hak konsumen, kepedulian dan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat adalah untuk kepentingan perusahaan itu sendiri yang diperloleh dari kepercayaan publik dan kemudian bergerak ke arah pemetikan hasil dari kepercayaan publik tersebut. Berdasarkan hal di atas, maka kerangka teori yang diambil sebagai bagian dari penelitian ini adalah dengan menggunakan teori keadilan, dan halalan-thayyiban. Teori keadilan yang dimaksudkan dalam penelitian ini untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 30 Lebih jauh lagi, keamanan dan keselamatan konsumen juga diperuntukkan bagi keamanan dan keselamatan akidah konsumen dalam mengkonsumesi barang dan jasa. Demikian juga halnya dengan keamanan dan keselamatan lahiriah dan batiniah konsumen. 30 Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara Dalam Islam, hukum perlindungan konsumen mengacu kepada konsep halal dan haram, 31 serta keadilan ekonomi, berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip ekonomi Islam. 32 Aktifitas ekonomi Islam dalam perlindungan konsumen meliputi perlindungan terhadap zat, proses produksi, distribusi, tujuan produksi, hingga pada akibat menkonsumsi barang danatau jasa tersebut. Maka dalam ekonomi Islam, barang danatau jasa yang halal dari segi zatnya dapat menjadi haram, ketika cara memproduksi dan tujuan mengkonsumsinya melanggar ketentuan-ketentuan syara’. Karena itu pula, tujuan konsumen muslim dalam mengkonsumsi barang danatau jasa bertujuan untuk mengabdi dan merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah SWT. Fuqaha’ memberikan empat tingkatan bagi konsumen, yakni: 33 1. Wajib, mengkonsumsi sesuatu untuk menghindari dari kebinasaan, dan jika tidak mengkonsumsi kadar ini -padahal mampu- akan berdosa. 2. Sunnah, mengkonsumsi lebih dari kadar yang menghindarkan dari kebinasaan, dan menjadikan seorang muslim mampu shalat berdiri dan mudah berpuasa. 3. Mubah, sesuatu yang lebih dari sunnah sampai batas kenyang. 31 Terkait dengan makanan dan minuman, pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh syari’at Islam. Bahan makanan dan minuman yang diharamkan syari’at Islam adalah; bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah QS. Al-Baqarah: 173. Sedangkan minuman yang diharamkan adalah semua bentuk khamar danatau minuman berakohol QS. Al-Baqarah: 219. Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik, terbetur, jatuh tertanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala QS. Al-Maidah: 3, jika hewan-hewan ini sempat disembelih dengan menyebut nama Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali diperuntukan bagi berhala. 32 Muhammad dan Alimin, Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta : BPFE, 2004, hal. 132 33 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab, Terjemahan Asmuni Solihan Zamakhsyari, Yakarta : Khalifa, 2008, hal. 138 Universitas Sumatera Utara 4. Konsumsi yang melebihi batas kenyang. Dalam hal ini terdapat dua pendapat, salah satunya menyatakan makruh, dan yang lain menyatakan haram. Secara etimologi, kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Sedangkan thayyib berarti makanan yang tidak kotor atau rusak dari segi zatnya, atau tercampur benda najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengundang selera konsumennya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya, dalam Al-Quran, kata halalan selalu diikuti kata thayyib. 34 Al-Qur’an menyebutkan tentang makanan thayyibãt dalam beberapa ayat, yakni Al-Baqarah: 57, 168, 172, Al-Ma’idah: 4, 5, 88, Al-A’raf: 157, 160, An- Nahl: 72, 114, Al-Isra’: 70, Al-Mu’minun: 51. Makanan yang halalan dan thayyiban harus diterjemahkan lebih jauh lagi, yakni halalan dan thayyiban terhadap asal dan jenis bahan baku, campuran, proses pembuatan, pemasaran serta akibat dari menkonsumsi makanan tersebut.

2. Kerangka Konsepsi