a. Penyulingan dengan air water distillation
Digunakan bahan yang tidak rusak oleh pendidihan. Minyak terpentin didapatkan dengan metode ini. Minyak terpentin terdiri atas terpen yang tidak
dipengaruhi oleh pemanasan Tyler, et al., 1976. Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan yang berbentuk bubuk
akar, kulit, kayu dan sebagainya harus disuling dengan metode ini bahan tercelup dan bergerak bebas dalam air. Jika disuling dengan metode uap langsung,
bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan Guenther, 1987; Ketaren, 1985.
b. Penyulingan dengan air dan uap water and steam distillation
Digunakan untuk bahan tanaman yang rusak oleh pendidihan. Bahan tanaman yang menggunakan metode ini adalah kayu manis dan cengkeh Tyler et
al., 1976. Pada metode penyulingan ini, bahan olahan diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air
berada tidak jauh di bawah saringan Guenther, 1987.
c. Penyulingan dengan uap langsung steam distillation
Bahan tanaman yang menggunakan metode ini adalah peppermint. Pada sistem ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam “boiler” yang letaknya
terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Uap menembus bahan tanaman membawa tetes
minyak ke kondensor. Destilasi uap yang baik memiliki kecepatan difusi uap menembus bahan tanaman yang tinggi sehingga meminimalkan hidrolisis dan
dekomposisi Tyler, et al., 1976.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Metode Pengepresan
Minyak atsiri yang diperoleh dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki
kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan
mengalir ke permukaan bahan Ketaren, 1985. Minyak lemon diperoleh dengan cara pengepresan Tyler et al., 1976.
2.4.3 Metode Ecuelle
Metode mengeluarkan minyak jeruk dengan menusuk kelenjar minyak dan menggelindingkan buah pada wadah yang memiliki tonjolan tajam yang berjejer.
Tonjolan tersebut cukup panjang untuk menembus epidermis. Tetes minyak yang jatuh pada wadah kemudian dikumpulkan Tyler et al., 1976.
2.4.4 Metode Enfleurage
Minyak atsiri yang diperoleh dari mahkota bunga sangat sedikit maka digunakan metode enfleurage. Lemak yang tidak berbau dan tidak menguap
dilapiskan tipis pada pelat kaca. Mahkota bunga diletakkan di atas lemak selama bebeerapa jam. Setelah lemak mengabsorbsi aroma, minyak atsiri diekstraksi dari
lemak dengan ekstraksi alkohol. Proses tersebut disebut enfleurage yang sejak dulu digunakan secara luas untuk menghasilkan parfum dan pomade Tyler et al.,
1976.
2.4.5 Metode Ekstraksi
Menggunakan pelarut yang dapat melarutkan minyak atsiri seperti petroleum eter dan benzene. Kekurangan metode ini dibandingkan dengan
destilasi adalah proses ekstraksi dilakukan pada temperature 50
o
C sehingga
Universitas Sumatera Utara
minyak atsiri yang dihasilkan memiliki aroma yang lebih alami dibandingka n minyak atsiri hasil penyulingan yang dapat mengalami kerusakan pada temperatur
yang tinggi. Metode ini penting bagi industri parfum. Metode ini memerlukan biaya produksi yang tinggi dibandingkan metode penyulingan sehingga metode
ekstraksi tidak akan diterima di industri penghasil minyak atsiri Tyler et al., 1976.
2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit karena minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah
menguap pada suhu kamar. Setelah ditemukannya kromatografi gas GC, kendala dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC,
efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang
merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan
spectrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sample sedangkan spectrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan oleh kromatografi gas Agusta, 2000.
2.5.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dalam suatu campuran.
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu komponen dan semua interaksi yang mungkin terjadi antara komponen dengan fase diam. Fase
Universitas Sumatera Utara
bergerak berupa gas akan mengelusi campuran dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor Sudjadi, 2007. Komponen dipisahkan secara
elusi kemudian dideteksi. Komponen-komponen dibedakan dengan perbedaan waktu ketika melewati kolom yang disebut waktu retensi waktu tambat Willet,
1987.
Waktu tambat Retention Time, Rt, menunjukkan beberapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom yang diukur mulai saat penyuntikan sampel
sampai saat elusi terjadi dihasilkan puncak Gritter, dkk., 1991; Pavia, et al., 2001. Hal-hal yang mempengaruhi waktu retensi:
1. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama
dan sebaliknya. 2.
Temperatur kolom, semakin rendah temperature maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
3. Aliran gas pembawa, semakin lemah aliran gas maka senyawa semakin lama
tertahan dan sebaliknya. 4.
Sifat senyawa sampel, semakin sama kepolaran molekul senyawa dengan kolom fase diam dan semakin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih
lama di kolom dan sebaliknya Pavia, et al., 2001; Willet, 1987. Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,
kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.5.1.1 Gas Pembawa
Fase gerak pada kromatografi gas disebut dengan gas pembawa. Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain tidak reaktif, murni dan dapat
disimpan dalam tangki bertekanan tinggi Sudjadi, 2007. Gas pembawa yang
Universitas Sumatera Utara
dipakai adalah Helium, Nitrogen, Argon, Hidrogen dan Karbon dioksida Willet, 1987.
2.5.1.2 Sistem Injeksi
Sampel yang akan dikromatografi, dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum
atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri terpisah dari kolom dan biasanya 10-15
o
C lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan Gritter, dkk.,
1991.
2.5.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Ada dua jenis kolom dalam kromatografi gas yaitu
kolom kemas packing column dan kolom kapiler capillary column Sudjadi,
2007.
Kolom kemas terbuat dari gelas, logam tahan karat, tembaga atau aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 1-5 m. Kolom kemas terdiri atas fase
cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar diameter 1-3 mm. Fase diam hanya dapat
dilapiskan saja pada penyangga atau terikat secara kovalen pada penyangga yang menghasilkan fase terikat. Kolom kapiler dibuat dari silica yang dilelehkan atau
kaca. Panjang kolom kapiler 5-60 m. Kolom kapiler jauh lebih kecil 0,02-0,2 mm dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam
cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus Gritter, dkk., 1991; Sudjadi, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.4 Fase Diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya yaitu nonpolar, sedikit polar, semi polar, polar dan sangat polar Willet, 1987. Berdasarkan kepolaran
minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan fase diam pada kolom yang bersifat sedikit polar seperti
fenil metal polisiloksan Sudjadi, 2007.
2.5.1.5 Suhu
Pada gas kromatografi terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda yaitu suhu injektor, suhu kolom dan suhu detektor.
Suhu injektor
Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat sehingga dihasilkan puncak yang sempit dan baik Willet,
1987. Tetapi penguraian dapat terjadi jika suhu ruang suntik terlalu tinggi Gritter, dkk., 1991.
Suhu kolom
Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap isotermal, atau pada suhu yang berubah secara terkendali suhu diprogram, temperature programming. GC
isotermal paling banyak dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik
adalah suhu beberapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu
lainnya dengan laju yang diketahui dan terkendali pada waktu tertentu Gritter, dkk., 1991.
Universitas Sumatera Utara
Suhu detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atu hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun Sudjadi, 2007.
2.5.1.6 Detektor
Ada dua detektor yang popular yaitu detektor hantar panas dan detektor ionisasi nyala Gritter, dkk., 1991; Pavia, et al., 2001.
Detektor hantar panas Thermal Conductivity Detector
Kecepatan penghantaran panas ini tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar panas yang kecepatannya
merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Pada suhu tertentu merupakan fungsi dari berat molekul gas. Gas yang mempunyai berat molekul
rendah mempunyai daya hantar lebih tinggi.
Detektor ionisasi nyala Flame Ionization Detector
Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan di atas nyala dan mengukur
hantaran nyala. Dengan hydrogen murni, hantaran sangat rendah, tetapi ketika senyawa organik dibakar, hantaran naik dan arus yang mengalir dapat diperkuat
ke perekam Sudjadi, 2007.
2.5.2 Spektrometer Massa
Molekul senyawa organik pada spectrometer massa, ditembak dengan berkas electron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energy
yang tinggi karena lepasnya electron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil. Spectrum massa merupakan gambaran antara limpahan relative
lawan perbandingan massamuatan Sastrohamidjojo, 1985.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.1 Sistem Pemasukan Cuplikan
Bagian ini terdiri dari suatu alat untuk memasukkan cuplikan, sebuah makromanometer untuk mengetahui jumlah cuplikan yang dimasukkan, sebuah
alat pembocor molekul untuk mengatur cuplikan ke dalam kamar pengion dan sebuah sistem. Cuplikan berupa cairan dimasukkan dengan menginjeksikan
melalui karet silicon kemudian dipanaskan untuk menguapkan cuplikan ke dalam sistem masukan. Silverstein, 1986.
2.5.2.2 Ruang Pengion dan Percepatan
Arus uap dari pembocor molekul masuk ke dalam kamar pengion tekanan 10
-6
-10
-5
mmHg ditembak pada kedudukan tegak lurus oleh seberkas elektron dipancarkan dari filament panas. Satu dari proses yang disebabkan oleh tekanan
tersebut adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu electron dan terbentuk ion molekul positif, karena molekul senyawa organik
mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu electron menghasilkan ion radikal Silverstein, 1986.
2.5.2.3 Tabung Analisis
Tabung yang digunakan adalah tabung yang dihampakan 10
-8
-10
-7
Torr berbentuk lengkung tempat melayangnya berkas ion dari sumber ion ke
pengumpul Silverstein, 1986.
2.5.2.4 Pengumpul Ion dan Penguat
Pengumpul terdiri satu atau lebih celah serta silinder Faraday. Berkas ion membentur tegak lurus pada plat pengumpul dan isyarat yang timbul diperkuat
dengan pelipat ganda elektron Silverstein, 1986.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.5 Pencatat
Spektrum massa biasanya dibuat dati massa rendah ke massa yang tinggi. Pencatat yang banyak digunakan mempunyai 3-6 galvanometer yang mencatat
secara bersama-sama. Cara penyajian yang lebih jelas dari puncak-puncak utama dapat diperoleh dengan membuat harga mz terhadap kelimpahan relatif
Silverstein, 1986. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
metode ini lebih sensitif untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola
fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena
memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat tertinggi pada spektrum, disebut puncak dasar base peak, dinyatakan dengan
nilai 100 dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut Silverstein, 1986.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi dan identifikasi komponen-komponen kimia
minyak atsiri simplisia rimpang lengkuas merah secara GC-MS.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gas Chromatograph- Mass Spectrometer GC-MS model Shimadju QP 2010 S, seperangkat alat Stahl,
seperangkat alat destilasi uap Steam Destillation, Piknometer, Refraktometer Abbe, alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar Ohaus, dan neraca listrik
Mettler Toledo.
3.2 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah simplisia rimpang lengkuas merah, natrium sulfat anhidrat pro analisis E. Merck,
kloralhidrat E. Merck, kloroform E. Merck, etanol 95, toluen pro analisis E. Merck, dan air suling.
3.3 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi tumbuhan, dan pengolahan sampel.
3.3.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diperoleh dari Jl. Karya Wisata
Gang Tani Kecamatan Medan Johor, Medan Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor
3.3.3 Pengolahan Sampel Pembuatan Simplisia
Sampel yang digunakan adalah rimpang lengkuas merah Galangae rhizoma dengan usia kurang lebih 3 bulan. Rimpang dibersihkan dari tanah yang
melekat dan dicuci dengan air hingga bersih, lalu ditiriskan. Kemudian rimpang dirajang secara melintang dengan ketebalan 0,5-1cm, lalu ditimbang. Selanjutnya
dikeringkan pada suhu ruangan di lemari pengering sampai kering sekitar satu minggu kemudian ditimbang.
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia rimpang lengkuas merah.
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rimpang lengkuas merah. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi
dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Sedangkan untuk pemeriksaan pati, serbuk simplisia yang telah
ditaburkan di atas kaca objek ditetesi dengan air suling lalu ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan Toluen
Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling kemudian dipasang alat penampung dan pendingin,
Universitas Sumatera Utara
dan didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05
ml. b. Penetapan Kadar Air Simplisia
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1992.
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
liter dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat
pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara Depkes RI, 1989.
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95 dalam labu bersumbat sambil dikocok
sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95 dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1989.
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600
o
C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
Depkes RI, 1995.
3.4.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1989.
3.4.8 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.
Universitas Sumatera Utara
Caranya: sebanyak 15 g serbuk simplisia rimpang lengkuas merah dimasukkan ke dalam labu alas bulat berleher pendek, ditambahkan air suling
sebanyak 300 ml, labu diletakkan dalam pemanas listrik. Labu dihubungkan dengan pendingin dan alat penampung berskala. Diisi buret dengan air hingga
penuh. Didihkan isi labu dengan pemanas yang sesuai untuk menjaga agar pendidihan berlangsung lambat tetapi teratur sampai minyak atsiri terdestilasi
sempurna dan tidak bertambah lagi dalam alat penampung berskala 6 jam. Setelah penyulingan selesai, dibiarkan tidak kurang dari 15 menit, dicatat volume
minyak atsiri pada buret. Kadar minyak atsiri dihitung dalam vb Depkes RI, 1995.
3.5 Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan uap steam distillatiom. Penyulingan dilakukan dengan menggunakan alat destilasi uap.
Caranya: Sebanyak 200 g sampel dimasukkan dalam labu alas bulat berleher panjang 2 L yang telah dirangkai dalam perangkat alat destilasi uap. Destilasi
dilakukan selama 4-5 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah lalu dipisahkan antara minyak dengan air. Kemudian minyak atsiri yang
diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap. Minyak
yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC-MS. Kemudian dilakukan penetapan parameter fisika yang meliputi penentuan indeks bias dan penentuan
bobot jenis.
3.6 Identifikasi Minyak Atsiri 3.6.1 Penetapan Parameter Fisika