Kompositum Bahasa Simalungun

(1)

KOMPOSITUM BAHASA SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH

EVA MARIATI SARAGIH

NIM 070701033

DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVEERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain , kecuali yang secara tertulis diacu oleh naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar , saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan , Juni 2011


(3)

KOMPOSITUM BAHASA SIMALUNGUN

Eva Mariati Saragih

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis kompositum/ kata majemuk bahasa Simalungun yang bertujuab untuk meneliti bentuk, pola, dan makna kata majemuk bahasa Simalungun. Metode dan teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah metode simak dan teknik yang digunakan adalah teknik sadap dan dilanjutkan dengan teknik simak libat cakap. Metode dan teknik menganalisis data digunakan metode padan dan metode agih. Metode padan diwujudkan dengan teknik pilah unsur penentu sedangkan metode agih diwujudkan dengan menggunakan teknik dasar yaitu teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutannya adalah teknik lesap, teknik ganti dan teknik sisip. Adapun dasar pemikiran yang digunakan dalam menganalisis kata majemuk bahasa Simalungun adalah bahwa kata majemuk merupakan gabungan dari dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru. Gabungan kata tersebut tidak dapat disisipi oleh kata atau unsur lain.

Dari hasil penelitian kata majemuk bahasa Simalungun ini dapat disimpulkan bahwa bentuk kata majemuk ada tiga yaitu kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan , dan kata majemuk berulang. Pola kata majemuk bahasa Simlungun ada berpola D-D, berpola D-M ,dan berpola M-D. Makna yang ditimbulkan kata majemuk bahasa Simalungun yaitu ‘alat’, ’tempat’, ‘jamak’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘memiliki’, ‘menanam’, ‘memelihara’, ‘kausatif’, ‘berulang-ulang’ dan ‘ sifat’.


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan anugrah-Nya yang dicurahkan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara hingga selesainya skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini , penulis mendapat banyak bantuan berupa dorongan, perhatian, bimbingan maupun nasihat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. , Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya ,Universitas Sumatera Utara, serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III yang telah memberikan fasilitas belajar selama dalam perkuliahan.

2. Prof. Dr. IKhwanuddin Nasution, M.Si. , sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia , Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P , sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Dra. Ida Basaria, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih banyak buat kerja keras Ibu dalam membimbing penulis dengan semua nasehat dan saran yang Ibu berikan selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur mendapat kesempatan menjadi mahasiswa bimbingan Ibu karena Ibu selalu mengajari saya untuk mandiri.


(5)

5. Dra. Dardanila, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan petunjuk, pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Amhar Kudadiri, sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis yang terus memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, khususnya Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia yang telah mengajar berbagai mata kuliah selama penulis mengikuti perkuliahan. 8. Ayahanda M. Saragih dan Ibunda P. Purba yang sangat saya kasihi yang telah

menjadi inspirator terhebat buat penulis. Terima kasih buat doa, dukungan moral dan juga material selama hidup penulis hingga penyelesaian skripsi ini, kiranya Ayahanda dan Ibunda semakin diberkati Tuhan dan selalu ada dalam lindungan-Nya. Saya bangga punya orang tua seperti Ayah dan Ibu.

9. Saudara –saudaraku yang sangat saya sayangi yaitu b’ Rinto, k’ henny , b’ pardi, k’ mak Jesika, kaha pak Jesika, d’ Jefri dan adekku yang jugul Jhonrianto. Keponakanku yang lucu dan imoet imoet yaitu Jesika, Roy, dan Danuarta. Terimakasih buat doa dan dukungan kalian semua.

10.Kakak Pembina rohaniku, kak Lasma yang selalu mendoakan dan

mengarahkan penulis dalam pembentukan karakter penulis. Terimakasih banyak buat kasih yang tulus yang kakak berikan buat saya, terima kasih telah menjadi contoh buat saya.

11.Sahabat akrabku Rudianto Tarigan yang telah memberi banyak perhatian , dukungan, semangat kepada penulis.

12.Teman satu pemuridan saya yaitu k’ Helen , k’ Ibeth, Irna dan Ester yang telah menjadi saudara dan sahabat buat penulis.


(6)

13.Teman –teman satu perjuangan stambuk ’07 yaitu Hase, Karolina, Lela, Lisa ,Nani, Laoli, Bunga, Uphe, Achi, Chandra , Semy, dan teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Adik adik stambuk ’08 dan senior’ 06.

14.Teman –teman kosku yang sangat luar biasa ada Marlina , k’ Renti, b’ Soni, Mei, Johanes, Hebron, b’ Mantes, k’ Runggu, Berlian ,Ega. Terima kasih untuk semua konflik kecil yang sering terjadi, itu yang akan membuat kita saling mengenal dan semakin dewasa.

15.Teman –teman satu pelayanan di YOUTH GKB BLESSING COMMUNITY, terima kasih buat semua kasih dan ajarannya. Tetap semangat dan antusias memenangkan jiwa buat Tuhan.

Akhirnya , penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai Kompositum Bahasa Simalungun.

Medan, Juni 2011 Penulis

Eva Mariati Saragih


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

ABSTRAK

PRAKATA ……… i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.1.1 Latar Belakang ... ... .. 1

1.1.2 Masalah ……… ... 4

1.2 Batasan Masalah ……… ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... . 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... ... . 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... ... .. 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ... 6


(8)

2.1.2 Kata Majemuk ...6

2.2 Landasan Teori ... 6

2.2.1 Defenisi Kata Majemuk ...6

2.2.2 Bentuk Kata Majemuk ... ……… 7

2.2.3 Pola Kata Majemuk ... .. 8

2.2.4 Makna Kata Majemuk ... ...9

2.3 Tinjauan Pustaka ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 12

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Populasi dan Sampel ... 12

3.2.1 Populasi………. ... 12

3.2.2 Sampel ……… 12

3.3 Metode dan Teknik Penelitian ……… .. .14

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 14

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 15

BAB IV HASIL PENELITIAN ………20

4.1 Bentuk Kompositum ……….20

4.1.1 Kata Majemuk Dasar ……… 20 4.1.1.1 Kata Benda Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk….20 4.1.1.2 Kata Kerja Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk …23 4.1.1.3 Kata Sifat Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk…24


(9)

4.1.1.4 Kata Bilangan Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk26

4.1.2 Kata Majemuk Berimbuhan ………27

4.1.2.1 Awalan /mar-/ ... ……… 27

4.1.2.2 Awalan /maN-/ ... 31

4.1.2.3 Awalan /marsi-/ ... 31

4.1.2.4 Awalan /paN-/ ... 32

4.1.2.5 Awalan /par-/ ... 33

4.1.2.6 Akhiran /-an/ ... 35

4.1.3 Kata Majemuk Berulang ………36

4.1.3.1 Kata Majemuk Berulang Sebagian ... 36

4.1.3.2 Kata Majemuk Berulang Seluruhnya ... 37

4.2 Pola Kata Majemuk ………38

4.2.1 Kata Majemuk Berpola D-D ………39

4.2.1.1 Kata Majemuk Berpola D-D Bersinonim ………39

4.2.1.2 Kata Majemuk Berpola D-D Berantonim ………40

4.2.1.3 Kata Majemuk Berpola D-D Setara ………40

4.2.2 Kata Majemuk Berpola D-M ………41

4.2.3 Kata Majemuk Berpola M-D ………43

4.3 Makna Kata Majemuk ……… 45

4.3.1 Makna Kata Majemuk Kata Benda ……… 45


(10)

4.3.1.2 Makna yang Timbul karena Reduplikasi ……… 47

4.3.2 Makna Kata Majemuk Kata Kerja ………48

4.3.2.1 Makna yang Timbul karena Afiksasi ……… 48

4.3.2.2 Makna yang Timbul karena Reduplikasi ……… 51

4.3.3 Makna kata Majemuk Kata Sifat ……….51

4.3.3.1 Makna yang Timbul karena Afiksasi ………51

4.3.3.2 Makna yang Timbul karena Reduplikasi ………52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………. 53

5.1 Simpulan ……… 53

5.2 Saran ………54 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2


(11)

KOMPOSITUM BAHASA SIMALUNGUN

Eva Mariati Saragih

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis kompositum/ kata majemuk bahasa Simalungun yang bertujuab untuk meneliti bentuk, pola, dan makna kata majemuk bahasa Simalungun. Metode dan teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah metode simak dan teknik yang digunakan adalah teknik sadap dan dilanjutkan dengan teknik simak libat cakap. Metode dan teknik menganalisis data digunakan metode padan dan metode agih. Metode padan diwujudkan dengan teknik pilah unsur penentu sedangkan metode agih diwujudkan dengan menggunakan teknik dasar yaitu teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutannya adalah teknik lesap, teknik ganti dan teknik sisip. Adapun dasar pemikiran yang digunakan dalam menganalisis kata majemuk bahasa Simalungun adalah bahwa kata majemuk merupakan gabungan dari dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru. Gabungan kata tersebut tidak dapat disisipi oleh kata atau unsur lain.

Dari hasil penelitian kata majemuk bahasa Simalungun ini dapat disimpulkan bahwa bentuk kata majemuk ada tiga yaitu kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan , dan kata majemuk berulang. Pola kata majemuk bahasa Simlungun ada berpola D-D, berpola D-M ,dan berpola M-D. Makna yang ditimbulkan kata majemuk bahasa Simalungun yaitu ‘alat’, ’tempat’, ‘jamak’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘memiliki’, ‘menanam’, ‘memelihara’, ‘kausatif’, ‘berulang-ulang’ dan ‘ sifat’.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia pada umumnya, tetapi bila ditinjau secara sempit bahasa hanya merupakan suatu sistem lambang yang

berupa bunyi ujaran yang dipergunakan oleh manusia sebagai penyampaian perasaan dan pikiran. Jadi dapat dikatakan hanya manusialah yang menggunakan bahasa.

Bahasa Indonesia yang dipakai oleh bangsa Indonesia sebagai bahasa nasional diresmikan pada hari sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Untuk membina dan mengembangkan serta menjaga kelestarian bahasa, kita harus mempelajari aspek bahasa tersebut. Untuk itu,diperlukan penyajian yang diperoleh dari setiap aspek kebahasaan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak terlepas dari bahasa daerah. Bahasa Simalungun adalah salah satu bahasa daerah yang terdapat di propinsi Sumatera Utara yang dipergunakan oleh penuturnya sebagai bahasa penghubung sehari-hari di samping sebagai bahasa Indonesia. Sama seperti bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, bahasa Simalungun memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Simalungun, baik di wilayah pemakaiannya maupun di wilayah lainnya yang didiami masyarakat Simalungun. Di wilayah pemakaiannya, bahasa Simalungun merupakan bahasa sehari-hari dan bahasa dalam upacara adat. Sementara itu di luar wilayah pemakaiannya, bahasa Simalungun digunakan sebagai pemarkah jati diri bagi masyarakatnya, khususnya di dalam konteks bilingual maupun multilingual.

Suku Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama di sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Barang kali tidak banyak orang non-Batak yang mengenal


(13)

keberadaan suku ini .Secara struktur kesukuan,suku Simalungun ini merupakan salah satu suku dalam suku batak diantara lima sub lainnya yakni Toba, Karo, Pakpak,

Angkola dan Mandailing. Kabupaten Simalungun terletak antara

02°36’-03°1’ Lintang Utara, dan berbatasan dengan lima kabupaten tetangga yaitu : Kabupaten Serdang Berdagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Toba,Kabupaten Samosir dan Kabupaten Asahan.Wilayah kabupaten Simalungun mempunyai luas 4.386.6 km2 atau 6,2% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara.Jumlah penduduknya 841.189 jiwa. Sekarang kabupaten ini terdiri dari 31 kecamatan ,dan 302 desa

( nagori).

Meskipun Kabupaten Simalungun adalah tanah leluhur masyarakat Simalungun, namun belakangan ini secara statistik masyarakat Simalungun hanyalah penduduk peringkat mayoritas ketiga, setelah masyarakat jawa dan masyarakat yang berasal dari Toba. Masyarakat Simalungun justru diperkirakan lebih banyak yang berdomisili di luar wilayah Simalungun. Kecilnya jumlah populasi orang Simalungun di tanah leluhurnya membawa masalah tersendiri yaitu semakin terdesaknya keberadaan budaya Simalungun. Oleh karena itu ,dalam mempertahankan budaya dan bahasa Simalungun perlu dilakukan penelitian untuk menambah pengetahuan tentang Simalungun.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Simalungun telah banyak dilakukan penelitian terhadap struktur bahasa Simalungun oleh para ahli bahasa. Namun, dalam penelitian tersebut belum ada yang membahas kompositum (kata majemuk) bahasa batak Simalungun. Jadi , peneliti tertarik untuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kata majemuk bahasa Simalungun. Dengan harapan agar data-data tertulis tentang kata majemuk dalam bahasa Simalungun lebih mudah diperoleh orang –orang yang membutuhkannya baik sebagai data penelitian maupun


(14)

untuk keperluan komunikasi. Selain itu peneliti sendiri beretnis Simalungun, sehingga peneliti sebagai sumber data dengan sadar dan aktif memanfaatkan kemampuan sebagai informan.

Kompositum (kata majemuk) merupakan salah satu kajian dalam bidang morfologi. Morfologi adalah cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk- beluk struktur kata serta pemgaruh perubahan –perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata ( Ramlan, 1978 : 2). Morfologi mempunyai tiga bidang kajian yaitu proses pengimbuhan atau afiksasi, kata ulang atau reduplikasi, dan kata majemuk atau kompositum. Dari ketiga bidang kajian morfologi itu kata majemuk merupakan bidang kajian yang paling rumit (Kridalaksana, 1988:30). Hal tersebut dapat kita buktikan dengan melihat banyaknya ahli bahasa yang memberikan tanggapan dan pendapat tentang apa dan bagaimana kata majemuk itu. Namun , dari berbagai pendapat belum ada suatu kesimpulan yang memadai tentang kata majemuk itu. Pada umumnya para ahli bahasa berusaha membedakan kata majemuk dengan frase. Hal tersebut sengaja dilakukan dengan maksud agar masalah kata majemuk tidak timpang tindih dengan frase.

Objek penelitian ini adalah kompositum(kata majemuk) bahasa Batak Simalungun yang meliputi bentuk, pola dan makna. Kata Majemuk merupakan dua buah kata atau lebih yang menimbulkan makna baru (Badudu, 1978). Makna yang baru pada kata majemuk tersebut dapat dipastikan apabila di antara gabungan tersebut tidak dapat disisipi kata yang. Dasar penilaian terpenting untuk membedakan kata majemuk dengan frase terletak pada konsep satu pengertian. Kontruksi ini tidak lagi menonjolkan makna pada komponennya secara terpisah, tetapi menonjolkan makna yang ditimbulkan oleh gabungan komponen itu sekaligus.Misalnya gabungan kata


(15)

pusok ‘pusat’ dengan kata uhur ‘ hati’ akan menimbulkan makna secara sekaligus

yaitu pusok uhur ’ duka cita’.

Kita mengetahui bahwa bahasa daerah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia adalah bahasa pertama atau bahasa ibu yakni bahasa yang pertama sekali dikenal dan digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama. Demikian juga halnya terjadi di daerah –daerah yang didiami suku Batak Simalungun. Mereka menggunakan bahasa Simalungun sebagai bahasa ibu dan bahasa sehari-harinya. Bahkan dalam dunia pendidikan khususnya anak Sekolah Dasar yang masih duduk di kelas satu sampai kelas tiga lebih banyak dibimbing dengan menggunakan bahasa Simalungun.

Oleh karena itu, penelitian mengenai kata majemuk dalam bahasa Batak Simalungun sangat perlu dilakukan untuk mengetahui bentuk, pola, dan maknanya. 1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini,maka masalah yang dibicarakan adalah :

1. Bagaimanakah bentuk kata majemuk dalam bahasa Simalungun? 2. Bagaimanakah pola kata majemuk dalam bahasa Simalungun? 3. Bagaimanakah makna kata majemuk dalam bahasa Simalungun? 1.2 Batasan Masalah

Penelitian bahasa Simalungun merupakan masalah yang sulit karena

membutuhkan latar belakang suatu pengetahuan yang holistik , jadi banyak segi yang dapat ditinjau. Oleh karena itu, perlu pembatasan masalah dalam suatu penelitian agar penelitian itu memberikan gambaran objektif sehingga deskripsi penelitian dapat diuraikan secara sistematika. Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan “Kompositum Bahasa Simalungun” sebagai objek penelitian. Peneliti membatasi objek penelitian ini


(16)

hanya mencakup bentuk, pola, dan makna dari kata majemuk yang dipergunakan dalam bahasa Batak Simalungun. Di samping itu, daerah penelitian ini dibatasi, yaitu di Desa Nagori hutasaing , Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dibicarakan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mendeskripsikan bentuk kata majemuk dalam bahasa Simalungun, b. Mendeskripsikan pola kata majemuk dalam bahasa Simalungun, dan

c. Mendeskripsikan makna kata majemuk dalam bahasa Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat antara lain:

a. Menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat Batak Simalungun tentang kata majemuk yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari;

b. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang kata majemuk dalam kalimat bahasa Batak Simalungun;

c. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain, khususnya bagi peneliti bahasa Batak Simalungun;

d. Memperkenalkan bahasa Batak Simalungun kepada masyarakat sebagai salah


(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

2.1.1 Morfologi

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang menbicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan –perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. ( Ramlan , 2001:21)

2.1.2 Kata Majemuk

Kata majemuk adalah hasil dari proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. (A. Chaer, 2007:187-188)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Defenisi kata majemuk

Bloomfield (1995:219) menyebutkan kata majemuk sebagai dua kata bebas di antara konstituen-konstituen langsungnya. Setelah kedua kata bebas itu digabungkan maka tidak tersisip lagi dengan kata yang lain. Kridalaksana (1996) menyebutkan kata majemuk dengan istilah pemajemukan atau komposisi yaitu proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Out put dari proses ini disebut paduan


(18)

leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Deskripsi tersebut jelas menempatkan kata majemuk sebagai satuan yang berbeda dengan frase. Frase adalah gabungan kata, bukan gabungan leksem. Yang mengelola kata –kata sehingga menjadi frase adalah proses sintaksis sedangkan kata majemuk berasal dari kompositum. Samsuri (1994) menyebutkan bahwa kata majemuk adalah konstruksi yang terdiri dari dua morfem atau dua kata atau lebih. Konstruksi ini bisa berupa : akar + akar, pokok + pokok, atau akar + pokok ( pokok + akar) yang membentuk satu pengertian. Ramlan (1985) menyebutkan kata majemuk dengan istilah persenyawaan berupa penggabungan dua kata yang menimbulkan satu kata baru. Keraf (1978) mengatakan bahwa kata majemuk mula-mula berbentuk seperti urutan kata yang bersifat sintaksis ,dengan arti yang sepenuh-penuhnya sebagai satu kata dengan arti baru yang di dukung bersama serta frekuensi pemakaiannya tinggi.

Dalam penelitian ini teori didasarkan pada pendapat Badudu. Menurut Badudu (1978) dasar penelitian terpenting untuk membedakan majemuk dan frase terletak pada konsep satu pengertian. Kontruksi ini tidak lagi menonjolkan makna yang ditimbulkan oleh gabungan komponen itu sekaligus. adapun pegangannya adalah antara komponen komponen kata majemuk itu tidak dapat disisipkan unsur lain sebab hal ini akan memecahkan sifat pemajemukan. Kontruksi majemuk terdiri atas dua kata atau lebih. Jadi menurut ketentuan ini orang tua merupakan kata majemuk sedangkan orang yang tua merupakan frase.

2.2.2 Bentuk Kompositum(Kata Majemuk)

Kata majemuk merupakan salah satu kajian dalam morfologi. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk skruktur kata serta pengaruh perubahan –perubahan struktur kata terhadap golongan atau arti kata (Ramlan,1972:2). Morfologi mempunyai empat bidang kajian yaitu


(19)

proses pengimbuhan atau afiksasi, kata ulang atau reduplikasi, kata majemuk atau kompositum dan sintaksis atau kalimat.

Bentuk kata majemuk bahasa Indonesia dapat berupa bentuk bebas (kata majemuk dasar) yaitu bentuk bahasa yang dapat berdiri sendiri ,yang belum mengalami proses morfologis, bentuk bentukan ( kata majemuk berimbuhan dan kata majemuk berulang) yaitu bentuk bahasa yang sudah mengalami proses morfologis, dan bentuk unik adalah bentuk yang hanya dapat berkombinasi dengan bentuk bentuk

bebas tertentu. (Azmah,1995:44-45) Hassan Alwi ( 1998 : 151-156)

menyebutkan kata majemuk terdiri dari kata majemuk dasar,kata majemuk berimbuhan dan kata majemuk berulang.Kata majemuk dasar yakni gabungan dua kata dasar atau lebih berupa kata benda(KB), kata kerja (KK) , kata sifat (KS) dan kata bilangan ( KBil). Kata majemuk berimbuhan(KMBi) terdapat imbuhan berupa preposisi yang melekat pada komponen pertama. Imbuhan yang melekat adalah ber-, meN,di-, peN, dan ke-an.Bentuk kata majemuk berulang dapat dibagi atas kata majemuk berulang sebagian( KMBseb) dan kata majemuk seluruhnya(KMBsel).

Apabila kita bandingkan pendapat kedua ahli bahasa diatas tampak banyak persamaan. Bentuk bentukan yang disebutkan oleh Azmah sama dengan bentuk berimbuhan dan bentuk berulang yang disebutkan oleh Hassan Alwi karena kedua bentuk ini terjadi karena adanya proses morfologis. Jadi, dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Hassan Alwi.

2.2.3 Pola Kata Majemuk ( kompositum)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pola didefinisikan sebagai gambaran atau susunan yang tetap. Zain (1954: 27-29) membagi kata majemuk ke dalam dua bagian yakni (1) berasal dari bahasa Indonesia sejati dan (2) berasal dari bahasa asing. Kata majemuk bahasa Indonesia sejati dapat dibagi kedalam tiga bagian : (a) kedua


(20)

bagian sama derajatnya atau sama – sama berkedudukan sebagai inti dan keduanya harus disatukan,misalnya suami istri, tua muda,dan hutan rimba; (b) bagian yang pertama sebagai inti sedangkan kata yang kedua sebagai atributif atau menerangkan bagian yang pertama,misalnya pesawat terbang, rumah sakit, dan jambu air; (c) bagian yang kedua merupakan inti sedangkan bagian yang pertama berfungsi sebagai atributif, biasanya arti kata yang pertama itu bukan arti sebenarnya melainkan arti kiasan , misalnya keras kepala, tangan besi, dan naik darah. Kata majemuk bahasa Indonesia memiliki pola yang dibedakan berdasarkan inti atau tidak intinya sebuah satuan lingual. Satuan lingual inti merupakan satuan lingual yang kuat kedudukannya. Apabila satuan lingual yang mendukung atrubutif dilepaskan , satuan lingual yang inti tersebut tetap terterima secara gramatikal atau samantis.

Kata Majemuk bahasa Indonesia, juga dapat digolongkan kedalam tiga pola yakni:

1. Kata majemuk yang berpola D-D (koordinatif)

2. Kata majemuk yang berpola D-M ( subordinatif progressif) 3. Kata majemuk berpola M-D ( subordinatif regresif)

2.2.4 Makna Kompositum ( Kata Majemuk)

Makna kata dibatasi sebagai hubungan antara bentuk dengan hal atau barang yang diwakilinya atau referennya ( Keraf 1985 :25). Makna kata majemuk dibedakan menurut kelas kata kata majemuk. Perubahan makna yang terjadi pada kata majemuk ditimbulkan oleh proses morfologis seperti afiksasi dan reduplikasi.

Kata majemuk kata benda dapat bermakna jamak atau lebih dari satu, jumlah, tempat ,alat, dan menyerupai. Kata majemuk kata kerja dapat bermakna intensitas frekuentif, memiliki, memakai ,berusaha, menanam, resiprok, dan kausatif. Kata


(21)

majemuk kata sifat dapat bermakna sifat dan jamak. Kata majemuk kata bilangan hanya memiliki makna yang menyatakan jumlah. (Nur Azmah,1995 :55-60)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 : 1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 : 912).

Nurismilyda (1980) dalam skripsinya berjudul Kata Majemuk di dalam Bahasa Minangkabau menjelaskan unsur-unsur kata majemuk dalam bahasa Minangkabau,dan struktur pola susunan kata majemuk. Nurismilyda menyimpulkan ada sepuluh unsur kata majemuk dan terdiri dari tiga struktur pola susunan kata majemuk dalam bahasa Minngkabau. Minah Sitepu(1986), dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kata Majemuk dan Frasa dalam Bahasa Batak Karo menyimpulkan bahwa kata majemuk merupakan gabungan dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti dan tidak dapat disisipkan kata lain di antara unsur –unsurnya. Dengan kata lain arti dari unsur -unsur kata majemuk itu sudah bergeser menjadi suatu pengertian baru yang didukung oleh kedua unsur tersebut.

Nur Azmah (1995) dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Deskripsi frase dan kata majemuk dalam bahasa Indonesia menyimpulkan kata majemuk adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang mempunyai satu pengertian baru. Cirri – cirri kata majemuk antara lain : terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk satu pengertian baru, gabungan kata itu dalam hubungannya keluar membentuk satu pusat yang menarik keterangan atas kesatuan itu, dan tidak dapat disisipi bentuk lain. Bentuk yang menjadi pendukung kata majemuk tersebut dapat berupa bentuk bebas,


(22)

bentuk jadian dan bentuk unik. Perubahan arti kata majemuk dapat terjadi karena proses morfologis.

Rosdiana Sihite (2007) dalam skripsinya yang berjudul Kata Kajemuk dalam Bahasa Batak Toba menyimpulkan bahwa kata majemuk Bahasa Batak Toba adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru dan gabungan kata tersebut tidak dapat disisipi kata lain, misalnya kata na ‘yang’. Kata majemuk bahasa batak Toba mempunyai tiga ciri yaitu ciri prakategorial, ciri morfologis dan ciri sintaksis. Wujudnya berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan ,dan kata majemuk berulang. Sedangkan polanya ada yang berpola D-D, D-M, dan M-D. maknanya adalah jamak,jumlah ,tempat, alat, menyerupai, berulang-ulang ,memakai , memiliki, menanam, memelihara, saling , kausatif dan sifat.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Nagori Hutasaing, Kecamatan Dolok Silau , Kabupaten Simalungun. Desa Nagori Hutasaing terdiri dari lima dusun yaitu Nagori Bosi, Bosi Sinombah, Raya Dolok, Silau Marawan, dan Hutasaing. Penelitian dilakukan pada tanggal 14 Maret – 27 April 2011.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Menurut Malo, dkk.(1985: 149) kata polulasi bukanlah diartikan sebagai penduduk seperti halnya dalam studi kependudukan. Polulasi dalam hal ini berarti sekumpulan unsur yang menjadi objek penelitian. Elemen populasi itu biasanya merupakan satuan anasisis. Populasi dapat berupa kumpulan semua kota di Indonesia, semua wanita di daerah pedesaan, semua siswa di Medan atau apa saja. Pada dasarnya populasi adalah himpunan semua hal yang ingin diketahui. Populasi penelitian ini adalah penutur bahasa Simalungun di Desa Nagori Hutasaing, Kecamatan Dolok Silau , Kabupaten Simalungun.

3.2.2 Sampel

Setelah populasi dirumuskan dengan jelas, barulah kita dapat menetapkan apakah mungkin untuk meneliti seluruh elemen populasi ataukah perlu mengambil sebagian saja dari populasi yang sering disebut sebagai sampel. Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi data sebenarnya dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel sebanyak 20 informan dari 200 populasi yang ada. Tiga orang dari dusun Nagori Bosi, empat orang dari dusun Bosi Sinombah, tiga


(24)

orang dari dusun Raya Dolok, tiga orang dari dusun Silau marawan, dan lima orang dari dusun Hutasaing.

Penetapan populasi dan sampel diatas didasarkan pada pendapat Arikunto (1998:120) yang menyatakan “ Jika subjeknya ( polulasi yang ada) besar ( lebih dari seratus), maka sampel yang dianggap baik ( diambil ) diatara 10-15 % atau 15- 20 % atau lebih. Sehingga dapatlah ditentukan rumusnya sebagai berikut :

Sampel = 10% x 200 = 20 informan.

Maka, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 20 informan.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan bersifat purposive sampling yang berarti bahwa unit sampel yang diambil akan disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan agar mengarah kepada pencapaian penelitian ( Nawawi dan Martini 1993:157). Dalam penelitian ini unit sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria- kriteria tertentu yaitu :

1. Berjenis kelamin Pria atau Wanita ; 2. Berusia antara 25-65 tahun ( tidak pikun);

3. Orang tua, istri ,atau suami lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;

4. Berpendidikan maksimal tamat Pendidikan Dasar ( SD-SLTP);

5. Berstatus sosial menengah dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya; 6. Memiliki kebanggaan terhadap kebudayaaan yang dimilikinya;

7. Sehat jasmani dan rohani; dan

8. Pengetua adat atau orang yang mengetahui seluk beluk bahasa dan budaya masyarakat tersebut.

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan dua data yaitu: a. Data Primer


(25)

Data primer ialah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya.dalam hal ini , data diperoleh dari transkripsi penyimakan terhadap penggunaan kata majemuk dalam bahasa Simalungun.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung , tetapi melalui buku-buku bacaan dan referensi yang berhubungan dengan kata majemuk dalam bahasa Simalungun seperti buku karangan M.D Purba yang berjudul Parumpasa na tarambilan.

3.3 Metode dan Teknik Penelitian

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan. Pengumpulan data adalah suatu tindakan untuk memperoleh data yang benar dan terjamin kesahihannya. Data diperoleh dari data tulisan dan data lisan. Data tulisan diperoleh dengan menggunakan metode penelitian pustaka (library research) yaitu mencari dari buku-buku yang membahas tentang masalah tersebut. Data lisan sebagai data primer diperoleh dari informan yang menggunakan bahasa Simalungun. Sebagai wakil dipilih beberapa penutur asli bahasa Simalungun yaitu guru Sekolah Dasar dan ketua adat. Peneliti memilih guru sebagai informan karena aspek yang diteliti merupakan bagian dari struktur bahasa yang khusus sehingga bagi penutur biasa sangat sulit memberikan contoh yang diinginkan. Pengumpulan data lisan ini dilakukan di Desa nagori Hutasaing kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini juga menggunakan metode simak yaitu peneliti menyimak atau memperhatikan penggunaan bahasa Simalungun (Sudaryanto, 1993:133). Sejalan dengan prinsip metode tersebut digunakan teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap. Peneliti menggunakan segenap


(26)

kemampuan untuk menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang yang menggunakan bahasa Simalungun. Kata majemuk bahasa Simalungun paling banyak digunakan dalam acara –acara adat seperti pesta adat pernikahan, pesta adat kematian dan memestakan rumah baru. Teknik sadap ini sangat baik digunakan untuk menyadap kata majemuk dari pantun atau pepatah yang selalu dilantunkan dalam acara adat tersebut. Menurut pengamatan peneliti kadar kemurnian bahasa yang mengandung kata majemuk dalam pesta adat tersebut relatif tinggi. Teknik lanjutan yang dipergunakan teknik simak libat cakap, yaitu peneliti ikut berpartisipasi dalam pembicaraan ( Sudaryanto, 1993 : 133). Peneliti terlibat dalam dialog sekaligus memancing lawan bicara agar diperoleh data yang maksimal.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang dipakai dalam penganalisisan data ini adalah metode padan dan agih ( Sudaryanto,1993:21). Metode padan diwujudkan dalam teknik pilah unsur penentu dengan menggunakan kemampuan mental peneliti untuk menentukan bahwa data-data yang terkumpul itu dapat dipilih menjadi kata majemuk.

Metode agih yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengagihkan atau mengelompokkan kata ke dalam satuan-satuan lingual.Teknik dasar yang dipakai adalah ternik bagi unsur langsung. Teknik lanjutannya adalah teknik lesap,teknik ulang, dan teknik sisip.Teknik bagi unsur langsung dilakukan dengan cara membagi kata menjadi beberapa bagian atau beberapa unsur satuan lingual.

Contoh: 1. malas uhurni mangidah inang anggian. Senang hatinya melihat tante


(27)

Kalimat di atas terdiri atas empat unsur: malas ‘senang’, uhurni ‘hatinya’, mangidah ‘melihat’ inang anggian ‘ tante’.

Pengklasifikasian kata majemuk atau tidak dibedakan dari timbul atau tidaknya makna yang baru apabila kedua kata atau lebih mengalami proses penggabungan. Untuk mendukung analisis data tersebut digunakan teknik sisip ( Sudaryanto, 1993 :38) dengan menyisipkan kata na ‘yang’ kedalam gabungan dua kata atau lebih. Apabila penyisipan kata na tidak terterima secara semantik dan gramatikal maka gabungan kata tersebut bisa dikelompokkan kedalam kata majemuk. Akan tetapi, apabila penyisipan kata na terterima secara semantik dan gramatikal maka gabungan dua kata atau lebih tersebut tidak tergolong kedalam kata majemuk. Dengan menggunakan teknik sisip ini dapat dipastikan bahwa data tersebut termasuk kata majemuk atau tidak.

Contoh : 2.a Sigundal + bolon = sigundal bolon ‘ kain besar ‘ = kain bekas

b * sigundal +na + bolon = kain yang besar ‘kain yang besar’ = kain yang besar

Gabungan kata sigundal + bolon membentuk gabungan kata sigundal bolon termasuk ke dalam kata majemuk karena menimbulkan makna yang baru. Apabila kita sisipkan kata na maka tidak dapat lagi dimasukkan kedalam kata majemuk karena sigundal na

bolon tidak mempunyai makna dalam bahasa Simalungun. Berbeda dengan gabungan

kata horbou bolon ‘kerbau besar’ bisa disisipkan kata na menjadi horbou na bolon ‘ kerbau yang besar’ maka gabungan kata itu adalah frase.

Teknik lanjutan yang berupa teknik lesap juga digunakan untuk menganalisis data . teknik lesap adalah teknik yang digunakan dengan cara menghilangkan atau melesapkan unsure satuan lingual ( Sudaryanto, 1993:4). Teknik ini bertujuan untuk


(28)

mengetahui kadar keintian yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal maka unsur yang dilesapkan itu memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti. Sebaliknya , jika hasil dari pelesapan itu masih gramatikal maka unsur yang dilesapkan itu tidak bersifat inti.teknik lesap ini digunakan untuk menentukan pola kata majemuk dalam bahasa Simalungun.

Contoh : 3.a mangan modom dassa horjani bapa ai. Makan tidur saja kerjanya bapak itu. ‘bapak itu kerjanya hanya makan tidur.’ a.1 mangan dassa horjani bapa ai.

Makan saja kerjanya bapak itu. ‘ bapak itu kerjanya hanya makan. a.2 modom dassa horjani bapa ai. Tidur saja kerjanya bapak itu. ‘bapak itu kerjanya hanya tidur.’

Kata majemuk mangan modom ‘ makan tidur ‘ pada kalimat 3.a diatas terterima secara gramatikal dan semantik yaitu berupa kata majemuk koordinatif. Pada kalimat 3.a1 dan 3.a.2 digunakan teknik lesap yakni pelesapan salah satu gabungan kata mangan modom. Hasil pelesapan itu masih tetap gramatikal . maka dapat dikatakan mangan modom ‘ makan tidur’ merupakan gabungan dua kata yang berfungsi sebagai inti sehingga disebut kata majemuk berpola D-D ( koordinatif). Inti dalam kata majemuk biasanya disimbolkan menjadi D (Diterangkan ) sedangkan tidak inti disimbolkan menjadi M ( menerangkan ). Kata majemuk progressif mempunyai pola Diterangkan – Menerangkan (D-M).

Contoh: 4.a Manuan gadung julur ompung ai. Menanam ubi jalar kakek itu.


(29)

‘Kakek itu menanam ubi jalar.’ a.1 Manuan gadung ompung ai.

Menanam ubi kakek itu. ‘Kakek itu menanam ubi.’ a.2 * Manuan julur ompung ai. Menanam jalar kakek itu. ‘Kakek itu menanam jalar.’

Dengan menggunakan teknik lesap dapat ditentukan bahwa gadung adalah inti karena kalimat 4.a.1 masih gramatikal , sedangkan kalimat 4.a.2 tidak gramatikal. Jadi,

gadung julur ‘ ubi kayu ‘ merupakan kata majemuk yang berpola D-M.

Kata majemuk yang berpola M-D ( regressif) juga kita temukan dalam kata majemuk bahasa Simalungun.

Contoh: 6.a Manatap do ia hu nagori atas. Menatap dia ke desa atas. ‘Dia menatap ke langit’ a.1 *Manatap do ia hu nagori. Menatap ia ke desa.

‘Dia menatap ke desa.’ a.2 Manatap do ia hu atas.

Menatap dia ke atas. ‘Dia menatap ke langit’

Atas ‘ atas ‘ merupakan inti dari kata majemuk nagori atas ‘langit’. Jadi, nagori

atas ‘ langit’ merupakan kata majemuk subordinatif yang berpola M-D.

Teknik ulang dapat juga digunakan sebagai teknik lanjutan. Teknik ulang adalah teknik analisis data dengan cara mengulang sebagian atau keseluruhan satuan lingual


(30)

( Sudaryanto, 1993 : 92). Teknik ulang digunakan untuk menentukan bentuk kompositum bahasa Simalungun. Kompositum bahasa Simalungun mengalami pengulangan total secara keseluruhan dan pengulangan sebagian.

Contoh : 7.a Mohop –mohop sisilon do parburian in. Panas- panas kuku cuci tangan itu.

‘ cuci tangan itu hangat - hangat kuku.’

7.b Domma bolah Hudon tanoh –hudon tanoh ni ai. Sudah pecah periuk tanah –periuk tanahnya itu.


(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

KOMPOSITUM BAHASA SIMALUNGUN 4.1. Bentuk Kompositum ( Kata Majemuk) Bahasa Simalungun

Bentuk kata majemuk bahasa Simalungun berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan dan kata majemuk berulang. Kata majemuk berimbuhan dan kata majemuk berulang disebut juga sebagai kata majemuk bentukan.

4.1.1 Kata Majemuk Dasar

Kata majemuk dasar adalah gabungan dari dua kata dasar atau lebih . Kata dasar tersebut dapat berupa kata benda ( KB), kata kerja (KK), kata sifat (KS), dan kata bilangan (KBil). Posisi kata dasar tersebut bisa menduduki komponen pertama atau komponen kedua dan seterusnya.

4.1.1.1 Kata Benda Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk

Kata benda adalah kata yang menyatakan sesuatu benda atau yang dibendakan ( Keraf, 1985:12). Kata benda dasar bahasa Simalungun dapat berposisi sebagai komponen pertama yang diikuti komponen kedua berupa kata benda dasar ,kata kerja dasar , kata sifat dasar, dan kata bilangan dasar.

(1) Kata benda dasar diikuti dengan kata benda dasar (KB + KB)

Contoh: 7

Nagori Dolok ‘ Nagori Dolok’ Bulung gadung ‘daun ubi’

Hudon tanoh ‘periuk yang terbuat dari tanah’ Bulung galuh ‘ daun pisang’

Gadung hayu ‘ ubi kayu’ Harang manuk ‘ kandang ayam’


(32)

Harang babi ‘ kandang babi’

Kata dolok pada gabungan kata nagori dolok , gadung pada gabungan kata bulung

gadung , tanoh pada gabungan kata hudon tanoh, hayu pada gabungan kata gadung hayu, manuk pada kata harang manuk dan babi pada gabungan harang babi

merupakan kata benda dasar yang berfungsi sebagai komponen kedua atau komponen yang mengikuti komponen pertama.

(2) Kata benda dasar diikuti dengan kata kerja dasar ( KB + KK)

Contoh :8

Gadung julur ‘ubi jalar’ Indahan soak ‘ nasi goreng’ Ianan modom ‘ tempat tidur’ Ianan hundul ‘ tempat duduk’ Ianan mangan ‘ tempat makan’ Jagul tutung ‘ jagung bakar’

Kata julur pada gabungan kata gadung julur, saok pada gabungan kata indahan soak,

modom pada gabungan kata ianan modom , hundul pada gabungan kata ianan hindul, mangan pada gabungan kata ianan mangan, tutung pada gabungan jagul tutung merupakan kata kerja dasar yang mengikuti kata benda dasar.

(3) Kata benda dasar diikuti dengan kata sifat dasar (KB + KS)

Contoh : 9

aek bolon ‘sungai besar/ nama tempat’ Purba tua bolag ‘Purba tua bolag’


(33)

Bapa tongah ‘bapak tengah/ adik dari ayah’ Bapa tua ‘ bapak tua/ ’

Bapa anggi ‘ bapak anggi’ Inang anggi ‘ tante’ Sihala bolon ‘ pohon rias’ Sigundal bolon ‘ kain bekas’

Kata bolon, tua ,tongah anggi ,merupakan komponen kedua dalam gabungan kata kata majemuk dan termasuk kata sifat dasar . Dari contoh diatas terlihat bahwa kata benda dasar yang diikuti kata sifat dasar merupakan kata majemuk kata benda dan sangat banyak ditemukan dalam bahasa Simalungun.

(4) Kata benda dasar diikuti dengan kata bilangan (KB + KBil) Contoh : 10

Simpang opat ‘Simpang empat’ Simpang tolu ‘ simpang tiga’

Kata opat pada gabungan simpang opat, dan kata tolu pada gabungan kata simpang

tolu merupakan kata bilangan yang menduduki posisi sebagai komponen kedua kata

majemuk. Kata benda dasar yang diikuti dengan kata bilangan sangat terbatas ditemukan dalam bahasa Simalungun dan maknanya merupakan tempat.

4.1.1.2 Kata Kerja Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk

Kata kerja adalah kata yang menyatakan suatu tindakan atau suatu pekerjaan (Kridalaksana,1989: 43). Kata kerja dasar bahasa Simalungun dapat menduduki posisi sebagai komponen pertama kata majemuk yang diikuti kata kerja dasar , kata benda dasar dan kata sifat dasar sebagai komponen kedua.


(34)

Mangan modom ‘ makan tidur atau bersenang-senang’ Huatas hutoruh ‘ naik turun’

Hujai hujon ‘ kesana kemari’

Dari contoh di atas terlihat bahwa gabungan kata kata kerja diatas merupakan kata majemuk kata kerja.

(2) Kata kerja dasar diikuti kata benda dasar ( KK + KB)

Contoh : 12

Ngilngil siratan ‘tertawa terbahak-bahak’ Pitpit mata ‘tutup mata atau tertidur’ Mardang omei ‘menebar padi’

Marani omei ‘panen padi’ Goreng gadung ‘ goreng ubi’

Kata siratan ‘ gigi’ pada gabungan kata ngilngil siratan, mata ‘mata’ pada gabungan kata pitpit mata , omei ‘padi’ pada kata mardang omei dan marani omei dan gadung pada kata goreng gadung merupakan kata benda yang menduduki posisi sebagai komponen kedua. Jadi, kata majemuk bahasa Simalungun dapat terdiri dari kata kerja dan diikuti kata benda.

(3) Kata kerja dasar diikuti oleh kata sifat dasar (KK + KS) Contoh : 13

Horja banggal ‘perjamuan kudus’ Diatei tupa ‘ terima baik / terima kasih’

Kata banggal pada kata horja banggal , dan kata tupa’ baik’ pada gabungan kata

diatei tupa merupakan kata sifat dasar yang berfungsi sebagai komponen kedua atau


(35)

oleh kata sifat dasar yang termasuk dalam kata majemuk bahasa Simalungun sangat sedikit ditemukan oleh peneliti.

4.1.1.3 Kata Sifat Dasar Sebagai Komponen Pertama Kata Majemuk

Kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau keadaan suatu benda ( Kridalaksana, 1989 : 45). Kata sifat dasar dalam bahasa Simalungun komponen pertama dapat menduduki posisi sebagai komponen pertama dan diikuti komponen kedua berupa kata sifat dasar, kata benda dasar , dan kata benda dasar.

(1) Kata sifat dasar diikuti kata sifat dasar (KS + KS)

Contoh : 14

Godang bolon ‘tinggi besar’ Gerger lopak ‘ merah putih’

Dari contoh di atas terlihat bahwa gabungan kata kata sifat dan diikuti kata sifat tersebut membentuk kata majemuk kata sifat.

(2) Kata sifat dasar diikuti oleh kata benda dasar (KS + KB)

Contoh : 15

Bolak babah ‘ besar mulut / pembual’ Gijang uhur ‘tinggi hati’

Ganjang nahei ‘panjang kaki/ suka jalan-jalan’ Godang dilah ‘panjang lidah/ pembohong’ Etek uhur ‘ kecil hati/kecewa’

Subil uhur ‘ iri hati’

Dari contoh di atas terlihat bahwa kata sifat dasar yang diikuti kata benda dasar (KS + KB) merupakan kata –kata yang ter masuk pada kata majemuk yang mempunyai makna kiasan. Gabungan kata tersebut membentuk kata majemuk kata sifat.


(36)

Contoh : 16

Murah tangis ‘mudah menangis’ Banggal magou ‘ pemalas’

Dari contoh diatas terlihat bahwa kata majemuk yang terbentuk dari kata sifat dasar dan diikuti kata kerja dasar membentuk kata majemuk kata sifat. Kata majemuk tang terbentuk dari struktur ini sangat sedikit ditemukan.

4.1.1.4 Kata Bilangan Dasar Sebagai Komponen Pertama kata majemuk

Kata bilangan adalah kata yangmenyatakan jumlah atau tingkatan. Kata bilangan bisa menduduki posisi sebagai komponen pertama yang diikuti dengan kata bilangan dasar,kata benda dasar dan morfem unik.

(1) Kata bilangan dasar diikuti kata bilangan dasar (Kbil + Kbil)

Contoh:17

Dua tolu ‘dua tiga’ atau ‘ sedikit’

Gabungan kata di atas termasuk pada kata majemuk kata sifat. Kata majemuk yang terbentuk dari kata bilangan dan diikuti kata bilangan sangat sedikit ditemukan dalam bahasa Simalungun.

(2) Kata bilangan dasar diikuti oleh kata benda dasar (Kbil + KB)

Contoh: 18

Sada daroh ‘satu darah/ saudara’ Dua uhur ‘dua hati/ragu’ Sada uhur ‘satu hati/sepakat’ Sada saong ‘satu atap’


(37)

Dari contoh di atas terlihat bahwa kata sada, dua merupakan kata bilangan sebagai komponen pertama kata majemuk dan diikuti oleh kata benda sebagai komponen kedua.

(3) Kata bilangan dasar diikuti oleh morfem unik (Kbil + MU)

Contoh : 19

Dua bolas dua bolas

‘dua belas’ ‘dua belas’

Morfem unik dalam bahasa Simalungun sangat sedikit ditemukan. Morfem bolas merupakan morfem unik yang berfungsi sebagai komponen kedua . Morfem bolas hanya dapat dipadankan dengan kata dua yaitu dua bolas ‘dua belas’.

4.1.2 Kata Majemuk Berimbuhan

Kata majemuk berimbuhan merupakan kata majemuk yang sudah mendapat imbuhan (afiksasi). Dalam bahasa Simalungun terdapat beberapa kata majemuk berimbuhan. Dalam bahasa Simalungun terdapat kata majemuk yang komponen pertamanya mendapat awalan dan akhiran. Awalan yang melekat pada komponen pertama tersebut yaitu, / mar-/, / maN-/ , marsi-/, /par-/ , dan paN-/. Akhiran yang melekat pada komponen pertama yaitu /-an/.

4.1.2.1 Awalan /mar-/

Kata majemuk berimbuhan mempunyai awalan /mar-/ melekat pada komponen pertamanya. Awalan /mar-/ bisa melekat pada kata benda, kata kerja, dan kata bilangan.

(1) Awalan /mar-/ melekat pada kata benda dan diikuti dengan kata benda

(/mar-/ + KB + KB ) Contoh : 20


(38)

Marharang babi ‘berkandang babi’ Marhudon tano ‘berperiuk tanah’ Marharang manuk ‘ berkandang ayam’ Margadung hayu ‘ berubi kayu’

Markasang tanoh ‘ berkacang tanah’ Mardalan nahei ‘ berjalan kaki’

Imbuhan /mar-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti juga dengan kata benda berfungsi mengubah kelas kata benda tersebut menjadi kata kerja.

(2) Awalan /mar-/ melekat pada kata benda dan diikuti dengan kata kerja

(/mar-/ + KB + KK) Contoh : 21

Margadung julur ‘berubi jalar’ Marindahan saok ‘ bernasi goreng’ Marianan modom ‘ bertempat tidur’

Marboras saok ‘ berberas sangrai/ menggunakan obat yang terbuat dari beras sangrai’ Awalan / mar-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti dengan kata kerja pada gabungan kata kata majemuk berfungsi mengubah kelas kata benda menjadi kata kerja.

(3) Awalan /mar-/ melekat pada kata benda dan diikuti oleh kata sifat

(/ mar-/ + KB + KS ) Contoh : 22

Maranak poso ‘beranak kecil’ ( hewan) Maranggi etek ‘beranak bayi’ ( manusia) Marsaluar godang ‘bercelana panjang’ Mardekke birong ‘ berikan hitam’


(39)

Marbapa tua ‘ berbapak tua’ Marinang tua ‘ berinang tua’

Imbuhan /mar-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti dengan kata kerja berfungsi mengubah kelas kata benda tesebut menjadi kata kerja.

(4) Awalan /mar-/ melekat pada kata bilangan dan diikuti dengan kata benda

(/Mar-/+ KBil + KB) Contoh : 23

Marsada uhur ‘ bersatu hati’

Mardua uhur ‘ berdua hati/ragu’

Madua holong ‘ berdua hati/mempunyai dua orang yang dikasihi’

Imbuhan /mar-/ yang melekat pada kata bilangan dan diikuti oleh kata benda berfungsi mengubah kelas kata sifat menjadi kata kerja.

(5) Awalan /mar-/ melekat pada kata kerja dan diikiti dengan kata sifat

(/mar-/ + KK + KS) Contoh : 24

Maradu gogo ‘beradu kuat’

Marhorja banggal ‘ perjamuan kudus’ Mardiatei tupa ‘ berterima kasih’

Imbuhan /mar-/ yang melekat pada kata kerja dan diikuti kata sifat pada gabungan kata majemuk di atas tidak mempunyai fungsi karena awalan /mar-/ yang melekat pada kata tersebut tidak mengubah kelas kata yang dimasukinya yaitu tetap kata kerja.

(6) Awalan /mar-/ melekat pada kata benda dan diikuti morfem unik (/mar-/ + KB + MU)


(40)

Marunte mungkur ‘berjeruk purut’

Imbuhan /mar-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti dengan morfem unik berfungsi mengubah kelas kata benda menjadi kata kerja. Gabungan kata diatas sangat sedikit ditemukan dalam bahasa Simalungun.

Dari semua contoh di atas terlihat bahwa imbuhan /mar-/ yang melekat pada kata kata benda, dan kata bilangan mampu mengubah kelas kata yang dimasukinya menjadi kata kerja. Jadi, imbuhan /mar-/ mempunyai fungsi.

4.1.2.2 Awalan /maN-/

Awalan / maN- / bisa melekat pada kata kerja sebagai komponen pertama kata majemuk dan diikuti kata benda sebagai komponen kedua (/maN-/ + KK + KB)

Contoh : 26

Manjomur ipon ‘ menjemur gigi/ tertawa’ Manuan omei ‘menanam padi’

Manggotil omei ‘ memetik padi’ Manabi duhut ‘ memotong rumput’

Imbuhan /maN-/ hanya bisa melekat pada kata kerja dan diikuti dengan kata benda. Imbuhan /maN-/ tidak mengubah kelas kata yang dimasukinya ( tetap kelas kata kata kerja).

4.1.2.3 Awalan /marsi-/

Awalan /marsi-/ bisa melekat pada kata kerja, kata benda dan kata sifat sebagai komponen pertama kata majemuk yang diikuti kata benda sebagai komponen kedua.

(1) Awalan /marsi-/ melekat pada kata kerja dan diikuti kata benda


(41)

Contoh: 27

Marsiboan hata ‘ricuh/ kacau’

Marsialopan uhur ‘ menjemput hati/saling memaafkan’ Marsiboan uhur ‘ suka –suka’

Marsiboan dalan ‘ membawa jalan masing-masing’

(2) Awalan /marsi-/ melekat pada kata benda dan diikuti oleh kata benda

(/marsi-/ + KB + KB) Contoh: 28

Marsijoloman tangan ‘bergandengan tangan’ Marsitatapan bohi ‘ bertatapan wajah’

Awalan /marsi-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti kata benda mempunyai fungsi membentuk kelas kata kata kajemuk kata benda.

(3) Awalan /marsi-/ melekat pada kata sifat diikuti dengan kata benda

( /marsi-/ +KS + KB) Contoh : 29

Marsibanggalan sahap ‘besaran kata/berantam’ Marsietekan uhur ‘ saling kecewa’

Awalan /marsi-/ yang melekat pada kata sifat dan diikuti kata benda membentuk kata majemuk kata kerja.

Imbuhan /marsi-/ yang melekat pada kata benda, kata kerja dan kata sifat pada gabungan kata majemuk akan membentuk kelas kata kata majemuk kata kerja.

4.1.2.4 Awalan /paN-/


(42)

KK + KB). Kelas lata kerja yang dilekati oleh awalan /paN-/ akan berubah menjadi kata benda.

Contoh : 30

Panangko gadung ‘pencuri ubi’ Panuhor boras ‘pembeli beras’ Pamahan horbou ‘penggembala kerbau’ Panangko horbou ‘ pencuri kerbau’ Panaok boras ‘ penggoreng beras’

Awalan /paN-/ dapat mengubah kelas kata kata yang dilekatinya. Kata tangko ‘ curi’, tuhor ‘beli’ , mahan ‘menggembala’ dan soak ‘ goreng’ tergolong kata kerja dan setelah melekat pada awalan /paN-/ maka kata itu akan berubah menjadi kata benda, biasanya akan menimbulkan nosi orang yang melakukan tindakan yang disebut pada kata dasar.

4.1.2.5 Awalan / par-/

Awalan /par-/ bisa melekat pada komponen pertama dan komponen kedua kata majemuk bahasa Simalungun. Awalan /par-/ melekat pada kata benda, kata kerja dan kata sifat.

(1) Awalan /par-/ melekat pada kata benda dan diikuti kata benda ( /par-/ + KB + KB)

Contoh : 31

Parkodei tuak ‘ pemilik kedai tuak’ Pargadung hayu ‘ pemilik ubi kayu’ Parbulung gadung ‘ pemilik daun ubi’ Parjuma sabah ‘ pemilik ladang sawah’ Parnagori dolok ‘ orang nagori dolok’


(43)

Partanun bosi ‘ orang talun bosi’ Parnagori bosi ‘ orang nagori bosi’

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa awalan /par-/ mempunyai makna pemilik dan menyatakan orang jika melekat pada kata benda dan diikuti dengan kata benda. Awalan /par-/ pada contoh kata majemuk di atas tidak mempunyai fungsi mengubah kelas kata yang dilekatinya.

(2) Awalan /par-/ melekat pada kata benda dan diikuti kata sifat ( /par-/ + KB + KS)

Contoh : 32

Parjabu toruh ‘tetangga jauh/ orang lain’ Parutang busuk ‘penghutang busuk/penipu’ Parboras pihir ‘ memilik beras untuk doa’

Awalan /par-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti kata sifat di atas mempunyai makna pemilik atau orang yang disebut pada kata yang dilekatinya dan membentuk kata majemuk kata benda.

(3) Awalan /par-/ melekat pada kata benda dan diikuti kata kerja(/par-/ + KB + KK)

Contoh: 33

Pargadung julur ‘pemilik ubi jalar’ Parindahan soak ‘ pemilik nasi goreng’

Awalan /par-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti kata kerja mempunyai nosi orang/ pemilik yang disebut pada kata dasar dan membentuk kata majemuk kata benda.


(44)

( /par-/ + KB +Kbil) Contoh :34

Paruhur sada ‘Berhati satu/ polos’ Parhata sada ‘berkata satu/egois’

Imbuhan /par-/ yang melekat pada kata benda dan diikuti oleh kata bilangan mempunyai nosi orang yang disebut pada kata dasar dan membentuk kelas kata kata majemuk kata sifat. Awalan /par-/ yang melekat pada kata benda, kata kerja dan kata sifat dapat mengubah kelas kata yang dilekatinya. Awalan /par-/ mempunyai fungsi yaitu membentuk kata majemuk kata benda.

(5) Awalan /par-/ melekat pada kata kerja dan diikuti oleh kata benda

(/ par-/ + KK + KB) Contoh : 35

Pargoreng pisang ‘pemilik goreng pisang’ Pargoreng gadung ‘ pemilik goring ubi’ Parholong atei ‘pengasih’

Imbuhan /par-/ setelah melekat pada kata kerja dan diikuti kata benda mempunyai nosi pemilik/ orang yang disebut pada kata dasar dan membentuk kata benda.

4.1.2.6 Akhiran /-an/

Kata majemuk berimbuhan yang mempunyai akhiran /-an/ sangan sedikit ditemukan dalam bahasa Simalungun. Akhiran /-an/ melekat pada komponen pertama kata majemuk bahasa Simalungun. Akhiran /-an / melekat pada kata kerja dan kata sifat.

(1) Akhiran /an-/ melekat pada kata kerja dan diikuti kata sifat (KK + /-an/ + KS


(45)

Panganan banggal ‘makanan adat’

Gabungan kata kata kerja dengan kata sifat yang mempunyai akhira/-an/ pada komponen pertamanya di atas membentuk kata majemuk kata benda.

(2) Akhiran /-an/ melekat pada kata sifat dan diikuti dengan kata benda

(KS + /-an/ + KB) Contoh : 37

Boratan rumah ‘mengandung’

Gabungan kata di atas merupakan kata majemuk yang bermakna kiasan dan membentuk kata majemuk kata kerja.

4.1.3 Kata Majemuk Berulang

Pada dasarnya kata majemuk itu membentuk suatu kesatuan makna maka bentuk ulangnya harus diulang seluruhnya. Tetapi sering kali ditemukan hal –hal sebaliknya yaitu perulangan dilakukan bukan atas keseluruhan tetapi sebagian saja. Sehingga peneliti membagi bentuk kata majemuk berulang bahasa Simalungun atas kata majemuk berulang sebagian (KMUseb) dan kata majemuk berulang seluruhnya(KMUsel).

4.1.3.1 Kata Majemuk Berulang Sebagian (KMUseb)

Kata Majemuk berulang sebagian adalah kata majemuk yang mengalami perulangan pada salah satu komponen kata majemuk. Kata majemuk berulang sebagian mempunyai bentuk sebagai berikut.

(1) Kata benda diulang dan diikuti dengan kata benda (KBu + KB)

Contoh : 38


(46)

Kapal- kapal hortas ‘kapal –kapal kertas’ Ulos – ulos batak ‘ ulos –ulos batak’

(2) Kata kerja diulang dan diikuti dengan kata kerja (KKu + KK )

Contoh : 39

Mangan- mangan modom ‘ bersenang- senang’

Mengkel- mengkel tangis ‘tertawa-tertawa menangis/terharu’ (3) Kata sifat diulang dan diikuti dengan kata kerja (KSu + KK)

Contoh : 40

Banggal- banggal magou ‘ pemalas’

(4) Kata sifat diulang dan diikuti dengan kata benda (KSu + KB)

Contoh : 41

Mohop - mohop sisilon ‘hangat – hangat kuku’

4.1.3.2 Kata Majemuk Berulang Seluruhnya (KMUsel)

Kata majemuk berulang seluruhnya adalah kata majemuk yang mengalami perulangan secara seluruhnya atau kedua komponen yang membentuk kata majemuk tersebut mengalami perulangan. Kata majemuk berulang sebagian sebagian besar dapat kita ubah menjadi kata majemuk berulang seluruhnya dengan cara mengulang komponen pertama ( kata pertama) dan komponen kedua ( kata yang mengikutinya) sebanyak dua kali. Dengan demikian akan tercipta kata majemuk berulang seluruhnya ( KMUsel).

Contoh : 42


(47)

Mangan modom = mangan modom –mangan modom Gadung julur = gadung julur – gadung julur

Dalam penelitian ini tidak semua kata majemuk berulang sebagian dapat diubah menjadi kata majemuk seluruhnya karena terlihat sangat jarang dipakai atau janggal digunakan. Misalnya kata mohop- mohop sisilon, tidak bisa kita ulang secara keseluruhan menjadi mohop sisilon - mohop sisilon.

4.2 Pola Kata Majemuk

Zain (1954: 27-29) membagi kata majemuk ke dalam dua bagian yakni (1) berasal dari bahasa Indonesia asli dan (2) berasal dari bahasa asing. Kata majemuk yang berasal daribahasa Indonesia asli dapat dibagi kedalam tiga bagian : (a) kedua bagian sama derajatnya atau sama – sama berkedudukan sebagai inti dan keduanya harus disatukan ( berpola D-D),misalnya suami istri, tua muda,dan hutan rimba; (b) bagian yang pertama sebagai inti sedangkan kata yang kedua sebagai atributif atau menerangkan bagian yang pertama ( berpola D-M),misalnya pesawat terbang, rumah sakit, dan jambu air; (c) bagian yang pertama berfungsi sebagai atributif sedangkan bagian kedua merupakan inti (berpola M-D), biasanya arti kata yang pertama itu bukan arti sebenarnya melainkan arti kiasan , misalnya keras kepala, tangan besi, dan naik darah. Kata majemuk bahasa Indonesia memiliki pola yang dibedakan berdasarkan inti atau tidak intinya sebuah satuan lingual. Satuan lingual inti merupakan satuan lingual yang kuat kedudukannya. Apabila satuan lingual yang mendukung atrubutif dilepaskan , satuan lingual yang inti tersebut tetap terterima secara gramatikal atau samantis.

Pendapat Zain tentang kata majemuk bahasa Indonesia diatas dapat juga digunakan untuk mengklasifikasikan pola kata majemuk bahasa Simalungun. Maka


(48)

kata majemuk bahasa Simalungun dapat dibagi tiga bagian yakni (1) kata majemuk berpola D-D, (2) kata majemuk berpola D-M, dan (3) kata majemuk berpola M-D. 4.2.1 Kata Majemuk Berpola D-D

Kata majemuk berpola D-D disebut kata majemuk koordinatif. Kata koordinatif berasal dari bahasa Inggris yang terbentuk dari tiga penggalan kata yaitu

co ‘ kumpulan atau lebih dari satu’ ; ordinat ‘ inti pusat’ ; if ‘ bersifat’ maka

coordinatif atau kordinatif adalah kumpulan dari dua komponen atau lebih yang bersifat inti ( Zain 1954 : 25). Kata majemuk koordinatif mutlak berpola D-D( Diterangkan – Diterangkan). Kata majemuk yang berpola D-D dibagi kedalam tiga bagian , yakni (1) bersinonim, (2) berantonim, dan (3) setara. Inti kata majemuk disimbolkan dengan D ( diterangkan ), sedangkan atributnya disimbolkan dengan M (menerangkan).

4.2.1.1 Kata Majemuk Berpola D-D Bersinonim

Kata majemuk berpola D-D dikatakan bersinonim karena pembentukannya merupakan hasil dari penggabungan dua kata yang maknanya kurang lebih sama. Jadi kedua kata tersebut sama kuat dan sama fungsinya. Kata majemuk ini ada dalam bahasa Simalungun.

Contoh : 43

Piso + balati piso balati

D D ‘ pisau kecil yang tajam’

Juma + sabah juma sabah

D D ‘ladang sawah’

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kata piso ‘pisau’ dan kata balati ‘pisau kecil’ merupakan dua kata yang maknanya bersinonim dan kedua-duanya merupakan inti. Demikian juga dengan kata juma ‘ladang’ dan sabah ‘sawah’, kedua kata ini


(49)

maknanya hampir sama karena jika orang menyebutkan juma berarti tempat untuk menanam tanaman, sabah berarti tempat menanam tanaman yang ada pengairanya. Jadi jika kita gabungkan juma sabah berarti ladang atau lahan untuk menanan tanaman baik yang ada pengairannya maupun tidak. Kedua kata ini merupakan inti.

Kata majemuk D-D bersinonim di atas termasuk dalam kata majemuk kata benda dasar karena tidak melekat imbuhan. Jika ada imbuhan yang melekat pada kata majemuk berpola D-D bersinonim di atas maka kelas katanya akan berubah, misalnya

marjuma sabah ‘ berladang sawah’ adalah kata majemuk kata kerja.

4.2.1.2 Kata Majemuk Berpola D-D Berantonim

Antonim adalah kata-kata yang memiliki makna kurang lebih berlawanan ( Chaer 1997: 28). Kata majemuk berpola D-D berantonim ada dalam bahasa Simalungun.

Contoh : 44

Arian + borngin arian borngin

D D ‘ siang malam’

Kaka + anggi kaka anggi

D D ‘ kakak adik’

Kata arian ‘siang’ dan kata borngin ‘malam’ mempunyai makna yang berlawanan dan kedua kata ini merupakan inti karena sama kuat dan sama fungsinya. Sama halnya dengan gabungan kata kaka anggi ‘kakak adik’

4.2.1.3 Kata Majemuk Berpola D-D Setara

Kata majemuk berpola D-D setara adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang selalu berdampingan atau setara. Kata tersebut tidak tergolong pada morfem terikat dan bentuk pasangan unik karena masing –masing kata baik komponen pertama maupun komponen yang kedua sudah mempunyai makna leksikal.


(50)

Contoh : 45

Dalahi + daboru dalahi daboru

D D ‘ laki-laki perempuan’

Bapa + inang bapa inang

D D ‘ bapak ibu’

Nini + nono nini nono

D D ‘ cicit buyut’

Dari contoh di atas dapat dilihat ternyata gabungan kata majemuk yang bermakna setara termasuk pada kata majemuk kata benda dasar karena tidak dilekati oleh imbuhan. Apabila kata majemuk berpola D-D setara diatas dilekati oleh imbuhan maka gabungan kata tersebut berubah kelas katanya, misalnya marbapa inang

‘berbapak ibu’, dan marnini nono ‘bercicit buyut’ termasuk pada kata majemuk kata

kerja.

4.2.2 Kata Majemuk Berpola D-M

Kata majemuk berpola D-M disebut juga kata majemuk subordinatif proggesif. Kata majemuk subordinatif adalah kata majemuk yang bertingkat atau kata msjemuk yang tidak sama derajatnya ( Ramlan, 1978 : 46-51). Kata majemuk subordinatif terbentuk dari dua gabungan kata atau lebih yang tidak sama kekuatannya atau keintiannya. Artinya, komponen pertama bisa berfungsi sebagai inti (D) sedangkan komponen kedua berfungsi sebagai atribuf ( M). pembentukan seperti inilah yang berpola D-M atau disebut kata majemuk subordinatif progressif. Istilah

pro, pre, dan pra diambil dari bahasa Latin yang berarti ada pada posisi awal. Maka

kata majemuk subordinatif progresif adalah kata majemuk yang bagian pertama sebagai inti sedangakan kata kedua atau kata yang mengikutinya berfungsi sebagai atributif atau menerangkan bagian pertama. Maka polanya adalah Diterangkan –


(51)

Menerangkan (D-M). Kata majemuk berpola D-M ini yang paling banyak atau dominan ditemukan dalam bahasa Simalungun.

Contoh : 46

Unte + mungkur unte mungkur

D M ‘jeruk purut’

Bulung + gadung bulung gadung

D M ‘daun ubi’

Gadung + julur gadung julur

D M ‘ ubi jalar’

Hudon + tanoh hudon tanoh

D M ‘periuk tanah’

Inang + tua inang tua

D M ‘ mak tua’

Dari contoh di atas dapat diketahui ternyata kata majemuk yang berpola D-M termasuk pada kata majemuk kata benda karena tidak dilekati oleh imbuhan. Apabila pada kata majemuk di atas melekat imbuhan maka kelas katanya akan berubah, misalnya marhudon tanoh ‘ berperiuk tanah’ , dan margadung julur ‘berubi jalar’ termasuk pada kelas kata kata kerja.

4.2.3 Kata Majemuk Berpola M-D

Kata majemuk berpola M-D disebut Kata majemuk subordinatif regresif. Kata majemuk subordinatif regresif terbentuk dari komponen pertama sebagai atributif (M) dan komponen kedua sebagai intinya (D). Kata majemuk berpola M-D juga ditemukan dalam Bahasa Simalungun walaupun tidak sebanyak kata majemuk berpola D-M.


(52)

Nagori + atas nagori atas

M D ‘langit’

Godang + dilah godang dilah

M D ‘ pembohong’

Gijang + uhur gijang uhur

M D ‘ tinggi hati’

Untuk menentukan yang mana inti atau atributif, dapat dimasukkan kata majemuk tersebut kedalam kalimat secara sekaligus kemudian dihilangkan salah satu komponen dari kata majemuk tersebut. Apabila kalimat tersebut masih berterima secara semantik dan gramatikal maka kata itu adalah inti. Sebaliknya, apabila kalimat tersebut tidak berterima secara semantik dan gramatikal maka kata itu adalah atributif. Contoh : 48

Sigundal + bolon = Domma ialokkon ni sigundal bolon ai. D M ‘ sudah dibuangnya kain bekas itu.’

a. Domma ialokkonni sigundal ai. ‘ sudah dibuangnya kain itu.’ b. *Domma ialokkonni bolon ai.

‘ sudah dibuangnya besar itu.’

Contoh : 49

Nagori + atas = Inang ai manatap hu nagori atas. M D ‘ Ibu itu menatap ke langit’

a. *Inang ai manatap hu nagori’ ‘Ibu itu menatap ke desa.’ b. Inang ai manatap hu atas.


(53)

Untuk menentukan inti atau atributif kata majemuk idiomatis, ternyata tidak bisa digunakan teknik lesap seperti di atas karena gabungan kata majemuk idiomatik tersebut menimbulkan makna kiasan atau makna konotasi yang berbeda dari makna dasar kata yang membentuknya. Gabungan dua kata atau lebih tersebut saling melengkapi sehingga terbentuk makna kiasan yang tidak dapat lagi dipecah. Salah satu cara untuk menentukan polanya adalah dengan melihat salah satu kata yang memiliki makna yang dekat atau berhubungan dengan makna dari gabungan kata tersebut.

Contoh : 50

Godang + dilah = godang dilah

M D ‘pembohong’

Boratan + rumah = boratan rumah

M D ‘ mengandung’

Kata dilah ‘lidah’ merupakan inti karena berhubungan/ maknanya dekat dengan gabungan kata godang dilah ‘ pembohong’. Demikian juga kata rumah merupakan inti karena kata tersebut berhubungan dengan gabungan kata boratan rumah ‘ mengandung’.

4.3 Makna Kata Majemuk

Makna kata dibatasi sebagai hubungan antara bentuk dengan hal atau barang yang diwakilinya atau referennya ( Keraf 1985 :25). Makna kata majemuk dalam bahasa Simalungun dapat diuraikan menurut kelas kata kata majemuk. Makna kata majemuk bahasa Simalungun sudah dapat kita lihat dari contoh – contoh yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam hal ini, Peneliti menguraikan bagaimana perubahan makna kata majemuk tersebut. Perubahan makna yang terjadi pada kata majemuk ini ditimbulkan oleh proses afiksasi dan reduplikasi.


(54)

4.3.1 Makna Kata Majemuk Kata Benda.

Kata majemuk kata benda yaitu kata majemuk yang menyatakan sesuatu benda atau yang dibendakan( Keraf, 1985 : 12). Makna kata majemuk kata benda ditimbulkan oleh adanya proses morfologis seperti afiksasi dan reduplikasi.

4.3.1.1 Makna yang Timbul karena Afiksasi

Afiksasi adalah proses melekatnya afiks atau imbuhan pada sebuah kata. Jika afiks melekat pada sebuah kata maka akan timbul makna yang berbeda sebelum melekat afiks. Demikian juga terjadi pada kata majemuk kata benda. Makna yang timbul karena afiksasi antara lain:

(1) Menyatakan ‘Alat’

Makna afiks pada kata majemuk akan timbul setelah melekatnya afiks tersebut pada kata majemuk. Adapun makna afiks tersebut yaitu menyatakan ‘Alat’.

Contoh :51

Buat lobei panjungkit mangga ai! ‘Tolong ambilkan pengait mangga itu!’ Domma ituhor bapa pamotong hayu. ‘Sudah bapak beli pemotong kayu.’

Kata majemuk kata benda yang bermakna ‘alat’ terdapat pada kata majemuk yang dilekati awalan / paN-/.

(2) Menyatakan‘ tempat’

Makna menyatakan ‘tempat’ pada kata majemuk timbul karena melekatnya afiks pada kata majemuk tersebut.

Contoh : 52


(55)

‘Bapak itu ternyata orang nagori dolok.’ Domma roh parsaribu dolok ai.

‘ sudah datang orang seribu dolok itu.’

Kata majemuk kata benda yang bermakna ‘tempat’ terdapat pada kata majemuk yang dilekati awalan /par-/.

4.3.1.2 Makna yang Timbul karena Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pengulangan. Pengulangan yang terjadi pada sebuah kata akan memunculkan makna yang berbeda debelum mengalami pengulangan. Demikian juga terjadi pada kata majemuk kata benda jika diulang akan mengalami perubahan makna. Makna yang timbul akibat reduplikasi antara lain :

(1) Menyatakan ‘Jamak’

Makna menyatakan ‘jamak’ timbul pada kata majemuk karena adanya reduplikasi atau proses pengulangan pada kata majemuk tersebut.

Contoh : 53

Hudon- hudon tanoh ai domma bolah.

‘ periuk –periuk tanah itu telah pecah.’

Gadung hayu – gadung hayu ai lang lahou be.

‘Ubi kayu - ubi kayu itu tidak laku lagi.’

Kata majemuk kata benda yang bermakna ‘jamak’ timbul setelah mengalami proses pengulangan sebagian dan pengulangan seluruhnya.

(2) Menyatakan ‘Menyerupai’

Makna yang menyatakan ‘menyerupai’ akan muncul pada kata majemuk setelah adanya proses pengulangan pada kata majemuk tersebut.


(56)

Anggiku marosuh mambaen solu – solu hortas. ‘Adikku suka membuat sampan – sampan kertas.’

Makna ‘menyerupai’ ditemukan pada kata majemuk kata benda dengan pengulangan sebagian kata majemuk kata benda tersebut.

4.3.2 Makna Kata Majemuk Kata Kerja

Kata majemuk kata kerja adalah kata majemuk yang menyatakan suatu tindakan atau suatu pekerjaan. Makna kata majemuk kata kerja yang timbul akibat adanya proses afiksasi dan reduplikasi.

4.3.2.1 Makna yang Timbul karena Afiksasi

Afiksasi adalah proses melekatnya afiks atau imbuhan pada sebuah kata. Jika afiks melekat pada sebuah kata maka akan timbul makna yang berbeda sebelum melekat afiks. Demikian juga terjadi pada kata majemuk kata kerja. Makna yang timbul karena afiksasi antara lain:

(1) Menyatakan ‘Memakai’

Makna menyatakan ‘memakai’ timbul pada kata majemuk setelah melekat afiks pada kata majemuk tersebut.

Contoh : 55

Marhudon tanoh do ompung ai mardahan.

‘Memakai periuk tanahnya nenek itu memasak.’

Makna ‘memakai’ yang ditemukan pada kata majemuk kata kerja ini terbentuk dari kata majemuk yang komponen pertamanya dilekati awalan / mar-/.

(2) Menyatakan ‘Memiliki’

Makna menyatakan ‘memiliki’ akan timbul pada kata majemuk karena adanya afiks yang melekat pada kata majemuk tersebut.


(57)

Contoh : 56

Maranggi etek do ia sonari.

‘ Mempunyai bayi kecil dia sekarang.’

Makna ‘memiliki’ yang ditemukan pada kata majemuk kata kerja timbul karena melekatnya awalan / mar-/ pada komponen pertama kata majemuk tersebut.

(3) Menyatakan ‘Menanam’

Makna yang menyatakan ‘Menanam’ akan timbul pada kata majemuk karena adanya afiks yang melekat pada kata majemuk tersebut.

Contoh : 57

Margadung julur do ompungta sonari.

‘ Menanam ubi jalar nenek kita sekarang.’

Makna ‘menanam’ yang ditemukan pada kata majemuk kata kerja timbul karena melekatnya awalan /mar-/ pada komponen kata majemuk tersebut.

(4) Menyatakan ‘Memelihara’

Makna yang menyatakan ‘memelihara’ akan muncul pada gabungan kata majemuk karena adanya afiks yang melekat pada kata majemuk tersebut.

Contoh : 58

Bapaku marpinahan horbou i juma. ‘Bapakku memelihara kerbau di ladang.’

Makna ‘memelihara’ yang ditemukan pada kata majemuk kata kerja timbul karena melekatnya awalan /mar-/ pada komponen pertama kata majemuk tersebut.

(5) Menyatakan ‘Kausatif ‘

Makna yang menyatakan ‘Kausatif’ akan muncul pada gabungan kata majemuk karena adanya afiks yang melekat pada kata majemuk tersebut.


(58)

Contoh : 59

Doding in do pasonang uhurni inang ai. ‘ Lagu itu menyenangkan hati ibu itu.’ Parlahou ni ai pamalas uhurhu.

‘ Kelakuannya itu membuat saya senang.’

Makna ‘kausatif’ yang ditemukan pada kata majemuk kata kerja timbul karena komponen pertama kata majemuk tersebut dilekati awalan /paN-/.

4.3.2.2 Makna yang Timbul karena Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pengulangan. Pengulangan yang terjadi pada sebuah kata akan memunculkan makna yang berbeda sebelum mengalami pengulangan. Demikian juga terjadi pada kata majemuk kata kerja jika diulang akan mengalami perubahan makna. Makna yang timbul akibat reduplikasi yaitu Menyatakan ‘berulang – ulang’.

Contoh : 60

Mangan modom – mangan modom dassa horjamu.

‘Makan tidur saja kerjamu.’

Makna berulang –ulang ditemukan pada kata majemuk kata kerja yang terbentuk dari penggabungan KK+KK yang diulang seluruhnya.

4.3.3 Makna Kata Majemuk Kata Sifat

Kata majemuk kata sifat adalah kata majemuk yang menyatakan sifat atau keadaan suatu benda ( Kridalaksana 1989 : 45 ). Makna kata majemuk kata sifat timbul akibat adanya proses morfologis yaitu afiksasi dan reduplikasi.

4.3.3.1 Makna yang Timbul karena Proses Afiksasi

Afiksasi adalah proses melekatnya afiks atau imbuhan pada sebuah kata. Jika afiks melekat pada sebuah kata maka akan timbul makna yang berbeda sebelum


(59)

melekat afiks. Demikian juga terjadi pada kata majemuk kata sifat. Makna yang timbul karena afiksasi yaitu Menyatakan ‘Sifat’

Contoh : 61

Seng dear marsubil uhur bani halak. ‘ Tidak baik beriri hati pada orang.’ Ulang pala mardua uhur ham! Jangan ragu kamu!

Makna ‘ sifat’ yang ditemukan pada kata majemuk kata sifat timbul karena melekatnya awalan /mar-/ pada komponen pertama kata majemuk tersebut.

4.3.3.2 Makna yang Timbul karena Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pengulangan. Pengulangan yang terjadi pada sebuah kata akan memunculkan makna yang berbeda sebelum mengalami pengulangan. Demikian juga terjadi pada kata majemuk kata sifat, jika diulang akan mengalami perubahan makna. Makna kata majemuk kata sifat yang timbul akibat reduplikasi yaitu Menyatakan ‘Jamak’

Contoh : 62

Godang bolon - godang bolon tene garama-garama ai.

‘Tinggi besar- tinggi besar pria-pria itu.’

Banggal magou –banggal magou dassa hanima ganup.

‘pemalas –pemalas kalian semua.’

Makna ‘jamak’ yang ditemukan pada kata majemuk kata sifat timbul karena pengulangan pada kata majemuk tersebut secara keseluruhannya.


(60)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis kata majemuk dalam bahasa Simalungun, maka dapat disimpulkan bahwa kata majemuk bahasa Simalungun adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru dan gabungan kata tersebut tidak dapat disisipkan kata yang lain misalnya kata na ‘ yang’.

1. Bentuk kata majemuk bahasa Simalungun terdiri dari : Kata majemuk dasar yang berupa gabungan dari KB+KB, KB+KK,KB + KSl, KB+ KBil, KK + KK , KK+ KB , KK + KS , KS + KS , KS + KB ,KS + KK, KBil + KBil, KBil + KB, dan KBil + MU; kata majemuk berimbuhan terdiri dari imbuhan /mar-/, /maN-/mar-/, /marsi-/mar-/, /paN-/mar-/, /par-/ dan /-an/; dan kata majemuk berulang terdiri dari kata majemuk berulang sebagian(KMUseb) dan kata majemuk seluruhnya(KMUsel).

2. Pola kata majemuk bahasa Simalungun terdiri tiga bagian yaitu kata majemuk yang berpola Diterangkan – Diterangkan (D-D) yang terdiri dari kata majemuk berpola D-D bersinonim, kata majemuk berpola D-D berantonim, dan kata majemuk berpola D-D setara; kata majemuk berpola Diterangkan – Menerangkan ( D-M) ; dan kata majemuk berpola Menerangkan – Diterangkan (M-D). kata majemuk yang berpola D-M adalah kata majemuk yang paling dominan ditemukan dalam bahasa Simalungun.

3. Makna kata majemuk bahasa Simalungun diuraikan menurut kelas kata kata majemuk. Makna kata majemuk timbul akibat adanya proses morfologis yaitu afiksasi dan reduplikasi. Perubahan makna kata majemuk kata benda timbul karena proses afiksasi yaitu ‘alat’ dan ‘tempat’, dan perubahan makna karena


(61)

proses reduplikasi yaitu ‘jamak’ dan ‘menyerupai’. Perubahan makna kata majemuk kata kerja timbul karena proses afiksasi yaitu ‘ memakai’ ,’memiliki’, ‘menanam’, ‘memelihara’, dan ‘kausatif’. Makna kata majemuk kata kerja karena proses reduplikasi yaitu ‘berulang-ulang’. Makna kata majemuk kata sifat karena proses afiksasi yaitu ‘sifat’. Makna kata majemuk kata sifat yang timbul karena proses reduplikasi yaitu ‘jamak’.

5.2 Saran

Bahasa bersifat dinamis yaitu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Demikian juga dengan bahasa Simalungun juga mengalami perkembangan dan perubahan karena banyaknya bahasa asing yang masuk dan bercampur dengan bahasa Simalungun. Oleh karena itu , peneliti berharap agar peneliti- peneliti lain tertarik untuk meneliti hal- hal yang berhubungan dengan bahasa Simalungun mengingat sangat minimnya buku- buku yang membahas tentang bahasa Simalungun. Khusus untuk kompositum bahasa Simalungun masih perlu dilakukan penelitian lanjutan karena dalam penelitian ini belum membahas tentang bagaimana ciri-ciri kompositum dan bagaimana fungsi kompositum ( konsep sintaksis) dalam bahasa Simalungun.

Setiap hasil penelitian yang dilakukan terhadap bahasa-bahasa daerah itu terus dilakukan dan ada baiknya disebarkan ke segala penjuru supaya setiap warga suku yang ada di setiap pelosok dapat membaca dan menikmati keindahan yang terkandung dalam bahasa daerah tersebut dan sekaligus dapat melihat perbedaan dan persamaan yang ada di kepulauan Indonesia.

Diharapkan kepada setiap warga suku supaya menanamkan rasa harga menghargai terhadap setiap bahasa seperti menghargai bahasa daerah kita sendiri.


(62)

Semoga saran-saran di atas dapat menggugah hati para ahli bahasa dan juga para peminat/ pecinta bahasa untuk lebih giat lagi meneliti bahasa.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hassan.1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia . Jakarta : Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ( Edisi

Keempat). Jakarta : Airlangga.

Badudu, J.S. 1991. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Badudu,J.S. 1978. “ Adakah kata majemuk dalam bahasa Indonesia?”. Dalam Bunga

Rampai

Ilmu Sastra. No. 3. Bandung. Fak. Sastra –Universitas padjajaran.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.Jakarta : Rineka Cipta. Chaer, Abdul.1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Djajasudarma,HJ.T. Fatimah.1993. Metode Linguistik.Bandung : Refika Aditama. Keraf, Gorys. 1973. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1989. Beberapa Prinsip perpaduan Leksem dalam Bahasa

Indonesia.Yogyakarta : Kanisius.

Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Malo, Manase dkk.1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Karunia Terbuka. Nawawi, Hasan Martini. 1993. Penelitian Terapan. Yogyakarta : UGM Press.

Parera,J.D. 1977. Pengantar Linguistik Umum Bidang Morfologi. Ende Flores: Nusa Indah.

Ramlan, M. 1978. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi: Suatu Tinjauan Deskripsi: Yogyakarta:


(64)

Universitas Gajah Mada.

Ramlan .M. 1982. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yokyakarta : up Karyono. Saragih, Sortaman.2008. Orang Simalungun. Citama Vigora : Depok.

Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

Universitas Press.

Tarigan,Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis.Bandung : Angkasa. Zain, St. M. 1954. Djalan Bahasa Indonesia. Jakarta : Fasco.

Kamus

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Pusat Bahasa Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Skripsi

Azmah. 1995. “ Tinjauan Deskripsi Frase dan Kata Majemuk dalam Bahasa Indonesia.” Medan : Fakultas Sastra USU.

Nurismilyda. 1980. “ Kata Majemuk dalam Bahasa Minangkabau.” Medan : Fakultas Sastra USU.

Sihite,Rosdiana.2007. “ Kata Majemuk dalam Bahasa Batak Toba.” Medan : Fakultas Sastra USU.

Sitepu, Minah.1986.”Analisis Kata majemuk dan Frasa dalam Bahasa Batak Karo.” Medan : Fakultas Sastra USU.


(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Maliamson Saragih

Usia :49 tahun

Jenis kelamin : laki laki

Alamat : dusun nagori bosi

Pekerjaan : petani

Pendidikan : SMP

2. Nama : Pastiana Purba

Usia : 48 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : dusun nagori bosi

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : Sekolah Dasar

3. Nama : Masriani Saragih

Usia : 28 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Nagori Bosi

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

4. Nama : Kasianta Purba

Usia : 50 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Bosi Sinombah


(2)

Pendidikan : Sekolah Dasar

5. Nama : Rusti Purba

Usia : 46 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Bosi Sinombah

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

6. Nama : Tomas Sipayung

Usia : 28 Tahun

Jenis kelamin : Laki -laki

Alamat : Dusun Bosi Sinombah

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

7. Nama : Parulian Sinaga

Usia : 54 tahun

Jenis kelamin : Laki- laki

Alamat : Dusun Bosi Sinombah

Pekerjaan : Bertani dan Pengetua adat

Pendidikan : SMP

8. Nama : Jarisen Saragih

Usia : 63 Tahun

Jenis kelamin : Laki- laki

Alamat : Dusun Silau Marawan


(3)

Pendidikan : SD

9. Nama : Eko Purba

Usia : 19 Tahun

Jenis kelamin : Laki- laki

Alamat : Dusun Silau Marawan

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

10. Nama : Jeki Sipayung

Usia : 27 Tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Dusun Silau Marawan

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

11. Nama : Agus Saragih

Usia : 29 Tahun

Jenis kelamin : Laki -laki

Alamat : Dusun Silau Marawan

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SD

12. Nama : Kosmas Sipayung

Usia : 28 Tahun

Jenis kelamin : Laki –laki

Alamat : Dusun Silau Marawan


(4)

Pendidikan : SMP

13. Nama : Asan Purba

Usia : 48 Tahun

Jenis kelamin : Laki -laki

Alamat : Dusun Huta Saing

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SD

14. Nama : Lerhan Purba

Usia : 60 Tahun

Jenis kelamin : Laki – laki

Alamat : Dusun Huta Saing

Pekerjaan : Pengetua Adat dan Bertani

Pendidikan : SD

15. Nama : Mesti Saragih

Usia : 34 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Huta Saing

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

16. Nama : Rasnidawaty Girsang

Usia : 39 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Huta Saing


(5)

Pendidikan : SMP

17. Nama : Rohmauli Purba

Usia : 53 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Huta Saing

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SD

18. Nama : Radisman Saragih

Usia : 30 Tahun

Jenis kelamin : Laki -laki

Alamat : Dusun Raya Dolok

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SMP

19. Nama : Bungainim Purba

Usia : 60 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Raya Dolok

Pekerjaan : Bertani

Pendidikan : SD

20. Nama : Marina Purba

Usia : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Raya Dolok


(6)