BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Otonomi daerah Otda dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi daerah kepada suatu daerah yaitu
untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Sebenarnya pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah adalah perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat
menghendaki keterbukaan dan kemandirian desentralisasi. Selain itu keadaan luar negeri yang juga menunjukkan bahwa semakin maraknya globalisasi yang menuntut
daya saing tiap negara, termasuk daya saing pemerintah daerahnya. Daya saing pemerintah daerah ini diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian
pemerintah daerah. Selanjutnya peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah. Tujuan program otonomi daerah
adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih
efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab
pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan
kota. Daerah kabupaten dan kota berkedudukan sebagai daerah otonomi yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan
kebijakan menurut prakarsa dan partisipasi masyarakat. Demikian pula pada penjelasan umum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah tersebut diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan
pemerintah daerah dalam rangka perimbangan ini dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam
Undang-Undang ini adalah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat serta
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan semangat dan
nilai-nilai yang telah sesuai dengan tuntutan dalam mewujudkan otonomi daerah melalui penekanan aspek-aspek demokrasi, keadilan pemerataan, peran serta
masyarakat, serta pengelolaan potensi dan keanekaragaman daerah yang juga memberikan makna baru terhadap sifat ruang lingkup otonomi daerah yaitu berupa
otonomi yang luas dan utuh.
Arah pengembangan ini antara lain terlihat dari menguatkan peranan Pemerintah Daerah dan DPRD dalam membuat kebijakan daerah dengan melibatkan
partisipasi masyarakat sesuai dengan potensi dan karakter masyarakatnya. Bila dikaji secara lebih cermat, otonomi daerah yang luas dan utuh tidak saja berarti sebagai
peluang, tetapi juga sebagai tantangan bagi Pemerintah Daerah dan DPRD untuk mampu mengatur, melayani, dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagai satu
argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah bahwa pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaraan otonominya. Keberhasilan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah di bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator
penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Reformasi anggaran dalam konteks otonomi memberikan paradigma baru
terhadap anggaran daerah yaitu bahwa anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik, dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna serta mampu
memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. Anggaran daerah dikelola berdasarkan performance oriented untuk seluruh
jenis pendapatan dan belanja, sehingga mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi terkait, serta dapat memberikan keleluasaan bagi para
pelaksanapengelola untuk dapat lebih memaksimalkannya berdasarkan prinsip value for money.
Dalam konteks otonomi, daerah dituntut mandiri diberbagai aspek pembangunan terutama kemandirian di dalam mendanai pelaksanaan pembangunan
daerahnya. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber
keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupatenkota yang merupakan prasyarat dalam
sistem pemerintahan daerah. Sebagai konsekuensi di dalam menjalankan otonomi daerah, Kabupaten kota
di Propinsi Sumatera Utara dituntut untuk mampu meningkatkan pendapatan asli daerah PAD yang merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam
menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah, dikarenakan PAD merupakan cerminan kemandirian suatu daerah dan penerimaan murni daerah yang merupakan
modal utama bagi daerah dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan di daerahnya.
Kemandirian suatu daerah dalam bidang keuangan dapat dilihat dari seberapa besar kontribusi PAD terhadap APBD daerah tersebut. Pada prinsipnya semakin
besar sumbangan PAD kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Kebutuhan belanja daerah dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Peningkatan belanja pemerintah ini digunakan untuk membiayai pembangunan diberbagai bidang dan sektor, baik pembangunan fisik dan
non fisik. Tingginya belanja daerah ini perlu diimbangi dengan peningkatan penerimaan keuangan daerah termasuk dari pendapatan pajak dan retribusi daerah.
Walaupun PAD diharapkan menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, namun pada saat ini kondisinya masih sangat
kurang memadai, dalam arti bahwa kontribusi yang dapat disumbangkan PAD terhadap total penerimaan daerah TPD masih relatif sangat rendah. Keadaan
kemampuan keuangan daerah Kabupaten kota di Propinsi Sumatera Utara dalam menggali PAD melalui pajak dan retribusi daerah dirasa masih belum optimal karena
adanya beberapa faktor penyebab diantaranya adalah kemajuan dari sektor usaha dalam memberikan sumbangan terhadap kemampuan keuangan daerah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor manusia pelaksana, keuangan, peralatan, organisasi dan
manajemen. Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi pendapatan daerah yang akurat,
sehingga belum dapat dipungut secara optimal. Bersamaan dengan semakin sulitnya keuangan negara dan pelaksanaan
otonomi itu sendiri, maka setiap daerah dituntut harus dapat membiayai diri sendiri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peranan pemerintah daerah di
dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber pendapatan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah.
Dari fenomena di atas dalam konteks otonomi daerah, semestinya kemampuan untuk menyelenggarakan otonomi tersebut ditunjukkan dengan peranan pendapatan
asli daerahnya yang signifikan di dalam membiayai belanja daerahnya yang tercermin pada kontribusi PAD terhadap APBD daerah yang bersangkutan. Melihat kontribusi
PAD yang masih sangat minim tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui tentang sejauh mana kemampuan keuangan daerah Kabupatenkota di Propinsi
Sumatera Utara dalam membiayai belanja daerahnya.
1.2. Rumusan Masalah