Lahirnya Sebuah Gagasan Sejarah Berdirinya LEMKA

41

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA KALIGRAFI AL-QURAN LEMKA

A. Sejarah Berdirinya LEMKA

1. Lahirnya Sebuah Gagasan

Ide pertama untuk mendirikan LEMKA berasal dari Drs. Didin Sirojuddin AR, seorang dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri UIN Jakarta. Dimulai dari keinginan yang sebetulnya mirip khayalan itu, untuk mendirikan semacam organisasi atau lembaga untuk mengembangkan seni kaligrafi atau khat yang menjadi hobi nya. “Khayalan” itu muncul pada tahun 1975, ketika Sirojuddin akan menamatkan masa belajar enam tahun sebagai santri Pondok Modern Gontor. 1 Tahun 1976 Sirojuddin resmi menjadi mahasiswa Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keinginan itu bertambah kuat, setelah ternyata di Jakarta lebih leluasa menyalurkan bakat menulis khatnya di pelbagai penerbitan dan badan-badan lain. Tetapi, sampai menamatkan kuliah pada 1982, khayalan masih tetap sebagai khayalan. Meskipun telah diusahakan mencari teman-teman sesama khatat para penulis khat untuk sepakat membuat wadah “tempat bernaung”, gagasan itu sama sekali tidak menarik perhatian mereka. Mencari kawan-kawan yang kurang commit terhadap kaligrafi, lebih mustahil lagi. Namun, rasa penasaran masih terus bergolak. Sementara itu, melukis dan melukis “hanya 1 Wawancara Pribadi dengan D. Sirajuddin AR, Ciputat, 10 Maret 2011 untuk diri sendiri” terasa membosankan, meskipun diakuinya telah menghasilkan banyak uang. 2 Setahun kemudian, tahun 1983, ada panggilan mengajar pada mata kuliah yang secara kebetulan adalah kaligrafi. Dengan demikian, dosen kaligrafi di Fakultas Adab menjadi dua orang, yang sebelumnya hanya Prof. H.M. Salim Fachry. Masa mengajar pada tahun-tahun pertama kerap dipenuhi kebingungan, karena tidak adanya petunjuk pelaksanaan dan BCO Basic Course Outline yang jelas. Sedangkan pengetahuan tentang sejarah kaligrafi, demikian diakui sendiri oleh Sirojuddin, sama sekali tidak dimilikinya karena pada waktu itu buku-buku mengenai kaligrafi sulit didapat dan masalah semacam itu belum dipopulerkan. Di tahun 1983 itu, Sirojuddin bersama Prof. H.M. Salim Fachry dan Ustadz K.H.M. Abd. Razzaq Muhili al-Khattat dari Tangerang sama-sama diangkat menjadi Dewan Hakim Sayembara Kaligrafi MTQ Nasional ke-13 di Padang. Kedua orang tersebut merupakan guru kaligrafi Sirojuddin. K.H.M. Abdur Razzaq dikenal sebagai penulis khat professional paling terkemuka di Indonesia yang goresan tangannya terentang di antara ratusan buku agama di Tanah Air. Sedangkan Prof. H.M. Salim Fachry adalah penulis Al- Qur’an Pusaka atas pesanan almarhum Presiden Soekarno. Saat terbang di pesawat menuju Padang, keinginan Sirojuddin itu dikemukakan kepada kedua gurunya itu yang serta merta disambut ucapan “Alhamdulillah”. Bahkan, Prof. H.M. Salim Fachry kemudian mengatakan, bahwa sesungguhnya ia pun sudah lama menginginkan adanya asosiasi para khattat, tapi bagaimana mewujudkannya? Ia pun mendesak 2 LEMKA Online, “Sekilas Kelahiran Lemka,” diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari http:lemkaonline.blogspot.com200902sekilas-kelahiran-lemka.html Sirojuddin untuk segera melaksanakan rencana itu. Sayang, rencana itu lagi-lagi terlantar sampai dua tahun kemudian. 3 Bukan karena “salah bunda mengandung” jika rencana itu berulang-ulang tertunda. Pasalnya, terkait dengan siapa-siapa saja orang-orang yang akan dihimpun dan bagaimana teknisnya? Apa program yang akan dilaksanakan? Siapa tutor-tutor kaligrafinya? Ke mana sayap organisasi harus dikembangkan? Setelah gagasan itu mulai marak dan berbunga, kesulitan untuk memetik dan menerapkannyalah yang muncul. Jika organisasi itu lahir, bagaimana mekanisme kerjanya, sedangkan pada waktu itu Prof. H.M. Salim Fachry yang berusia lebih 80 tahun sudah mulai uzur, K.H.M. Abd. Razzaq sendiri sudah mendekati 70 tahunan. Di Jakarta, mencari khattat-khattat muda yang berpengalaman dalam organisasi juga sulit. 4 Sambil menunggu adanya jalan keluar, Sirojuddin iseng-iseng menyusun diktat kuliah kaligrafi. Modalnya: dari tidak tahu sama sekali “hakekat” kaligrafi. Ia mondar-mandir dan meminjam beberapa buku refrence kepada K.H.M. Abd. Razzaq di Tangerang. Di luar dugaan, diktat yang direncanakan maksimal 50 halaman, berkembang tak terkendali sampai 430 halaman. Di situ ia menghentikan karangannya. Dari luasnya isi diktat itu, ada kesimpulan sangat penting yang jadi renungan: bahwa kaligrafi itu sangat filosofis dan strategis untuk dikembangkan. Kejutan selanjutnya, ketika diktat itu iseng-iseng dilemparkan ke penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta, kemudian dicetak 5.000 eksemplar, ternyata habis dalam 7 bulan saja. Akhirnya Sirojuddin semakin yakin, 3 LEMKA Online, “Sekilas Kelahiran Lemka,” diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari http:lemkaonline.blogspot.com200902sekilas-kelahiran-lemka.html 4 Wawancara Pribadi dengan D. Sirajuddin AR, Ciputat, 10 Maret 2011 bahwa massa yang akan digarap memang benar-benar ada, dan mereka benar- benar menunggu pembinaan, terbukti dari puluhan surat yang diterimanya yang mengeluh tentang sulitnya mengembangkan bakat di daerah. Tidak ada lagi yang harus ditung gu. Kali ini Sirojuddin terpaksa “nekad”. Caranya sangat sederhana. Di malam hari dibuat coret-coretan tata tertib dan acuan job alakadarnya, hanya dua lembar. Seorang mahasiswanya yang paling akrab kepadanya karena sering meminjam buku, bernama Ece Abidin, dipanggil menghadap. Ece, kelahiran Sukabumi, pada waktu itu baru duduk di semester II Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Ece disuruh menghubungi kawan-kawan sekelasnya yang telah ditentukan untuk menjalin aliansi kerjasama. Diskusi antar dua orang ini terjadi di malam menjelang bulan sabit 24 Rajab 1405 Hijriyah atau 15 April 1985. Semula kawan-kawan Ece menyatakan gamang, karena sadar tahu apa mereka tentang kaligrafi. Tapi, Ece yang membawa pesan gurunya itu meyakinkan dengan penuh semangat, bahwa yang penting organisasi itu terbentuk dahulu. Soal nanti, jangan dipusingkan sekarang. Sementara Ece melobi kawan-kawan mahasiswanya yang belum berpengalaman organisasi itu, Sirojuddin merancang rencana-rencana lebih lanjut. 5 Para tanggal 17 April 1985 26 Rajab 1405 H, semua komponen pengurus siap menerima “gagasan besar” tersebut, dan hari itu pula ditentukan sebagai hari dan tanggal kelahiran LEMKA. Kemudian pada tangal 20 April 1985 29 Rajab 1405 H, Dekan Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Abd. Muthalib Sulaiman, memberikan pengukuhannya di ruang sidang Fakultas Adab. 5 LEMKA Online, “Sekilas Kelahiran Lemka,” diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari http:lemkaonline.blogspot.com200902sekilas-kelahiran-lemka.html Selain Pengurus Harian yang diketuai oleh Drs. D. Sirojuddin AR, hadir pada pertemuan itu Prof. H.M. Salim Fachry yang kemudian menjabat sebagai pembina utama. Sedangkan K. H. M. Abd. Razzaq Muhili berhalangan. Acara bersejarah tersebut diliput wartawan Panji Masyarakat Moh. Nazi yang memuatnya pada majalah edisi ke 466. Sangatlah luar biasa, bahkan “setengah aneh” sebuah lembaga yang diperun tukkan bagi pembinaan penyandang bakat “se-Tanah Air” hanya dikendalikan oleh para Pengurus yang terdiri dari seorang dosen muda dan para mahasiswa tingkat I. pada waktu itu, semuanya berkomentar: “Benar-benar langkah nekad ” 6 Oleh Ketua LEMKA, para mahasiswa pengurus angkatan pertama itu dianggap sebagai orang- orang yang berjasa “memberi kekuatan moral”, sehingga asosiasi yang semula hanya merupakan khayalan pribadi wujud jadi kenyataan dan milik bersama. Selengkapnya, nama-nama para mahasiswa itu adalah: 1. Ece Abidin 2. M. Hamid Ibrahim 3. Badriati 4. Ikhwan Azizi 5. Ahmad Ghazali Zhahir 6. Gustiri Ibnu Ahmad 6 Tim 7 LEMKA, Pak Didin: Menabur Ombak Kaligrafi, Jakarta: Studio LEMKA, 2006, h. 80 7. Nani Nur’aini 8. Rd. Siti Sa’adah 9. M. Amin Anwar 10. Liga Bukra 11. Darta 12. M. Nur Muvid 13. Mudrik Qori Indra semester IV Empat hari setelah pengukuhan, yaitu tanggal 24 April 1985 4 Sya’ban 1405 H, berhasil disusun ADART LEMKA dengan Tim Perumus: Drs. D. Sirojuddin AR, Badri Yatim, Asep Usman Ismail, Ece Abidin, Mudrik Qori Indra dan Fuad Jabali. Lima nama tersebut terakhir adalah para mahasiswa Fakultas Adab UIN Jakarta. Setelah itu komposisi Pengurus pun mulai disempurnakan. Sampai saat ini, LEMKA terus berjalan dan berkembang, yang sampai saat ini pembelajaran sudah mencapai gelombang ke-50, dan telah melahirkan ribuan khattat maupun pelukis kaligrafi yang menyebar di seluruh Tanah air Indonesia.

2. Nama dan Tujuan Lembaga