Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap muslim diwajibkan untuk berdakwah, saling menyeru dan mengingatkan kepada kebenaran. Pada umumnya, dakwah dilakukan di depan mimbar dengan berceramah. Padahal, banyak cara untuk menegakkan kalimat Allah Azza wa Jalla di muka bumi ini. Dakwah adalah segala usaha untuk mengajak manusia untuk memahami, meyakini, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam sebagai pedoman hidup dan keyakinannya .” 1 Pengertian dakwah juga dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, salah satu di antaranya Arifin yang mengatakan dakwah adalah suatu ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya, yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara kelompok supaya timbul dalam dirinya, pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai massage yang disampaikan tanpa ada unsur-unsur paksaan. 2 Berbagai cara dapat dilakukan untuk berdakwah. Cara-cara tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta kebutuhan mad’u. Adanya variasi dalam metode dakwah memberikan peluang bagi da’i untuk memilih alternatif penyampaian dakwah yang tepat bagi mereka. 1 Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Transformasi Sosial Budaya Yogyakarta: LPM, 1985, h. 12 2 Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi Jakarta : Bulan Bintang, 1977, h.17 Dari segi cara, metode, atau secara teknis, dakwah dapat dilakukan dalam berbagai cara, yakni secara lisan dakwah bil lisan, keteladanan atau perbuatan dakwah bil hal, dan dengan tulisan dakwah bil qolambit tadwin. Dakwah bil lisan adalah penyampaian pesan dakwah melalui lisan atau verbal, seperti ceramah, dialog, termasuk siaran keislaman di radio dan televisi. Dalam metode dakwah ini, dibutuhkan keahlian atau keterampilan komunikasi communication skill, yakni keterampilan public speaking yang membekali seorang juru dakwah dengan teknik berbicara yang baik, tidak membosankan, menarik, dan sebagainya. Para juru dakwa h bil lisan dituntut mampu “menguasai mimbar dan audiens ”. Dakwah bil hal adalah dakwah yang mengedepankan aksi nyata atau keteladanan. Hal ini dimaksudkan agar si penerima atau objek dakwah mad’u mengikutinya. Termasuk dakwah bil hal adalah aksi sosial, seperti santunan fakir miskin dan yatim piatu, beasiswa kepada kaum dhuafa, dan aksi kemanusiaan. Dakwah bil qolam atau disebut juga bit tadwin dan bil kitabah yaitu dakwah melalui tulisan. Contohnya di media massa seperti koran, tabloid, majalah, buletin, website, blog, dan media publik lainnya seperti emailmilis, facebook, dan twitter. Bisa juga melalui buku, atau media lain seperti seni kaligrafi. Dakwah melalui media sangat efektif karena daya jangkau dan pengaruhnya lebih luas dan kuat. Kelebihan lain dari dakwah bil qolam ini antara lain abadi dan terdokumentasi, karena pesan-pesan yang disampaikan dalam dakwah melalui metode ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada. Dalam tulisannya, Asmuni Syukir mengatakan, “Berdakwah dalam segala bentuknya adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim, beramar ma’ruf nahi munkar, berjihad, juga memberikan nasihat kepada sesamanya. Syariat atau hukum Islam tidak mewajibkan bagi umatnya untuk selalu mendapatkan hasil semaksimalnya, akan tetapi usahanyalah yang diwajibkan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya”. 3 Adalah suatu kemunduran bagi umat Islam jika menganggap dakwah adalah ceramah keagamaan di masjid saja. Dakwah tidak hanya dapat dilakukan melalui ucapan semata. Salah satu cara yang kini bisa menjadi pilihan aktivis dakwah yaitu melalui metode dakwah yang sudah dijelaskan di atas, yaitu dakwah bil qolam. Dakwah yang satu ini, kini mulai sering dijadikan sebagai salah satu penopang kesuksesan target dakwah. Karena pada dasarnya, dakwah Islam tidak hanya dilakukan dengan menggunakan kata-kata bijak, tetapi juga bisa dilakukan dengan tulisan qolam, pun dengan karya-karya seni, seperti seni kaligrafi. M enurut Sidi Gazalba, ”Kesenian itu mengandung daya tarik yang berkesan kenapa tidak memanfaatkannya untuk berdakwah sehingga dakwah dapat menarik sasarannya dan pemanfaatan seni bertujuan untuk menimbulkan kesenangan yang bersifat estetik dan senang kepada keindahan merupakan naluri atau fitrah manusia”. 4 3 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 27 4 Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian Jakarta: Pustaka al-Husna, 1998, h. 186 Hal tersebut didukung oleh pengertian dakwah menurut pendapat Endang S. Anshori yang dikutip oleh Siti Muriah adalah bahwa dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada manusia secara lisan, tulisan, maupun lukisan. Sedangkan dakwah dalam pengertian luas adalah pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan manusia termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial pendidikan ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan, dan sebagainya. 5 Allah menciptakan manusia untuk bisa menilai dan mencintai keindahan. Salah satu keindahan yang dicintai manusia adalah seni. Seni merupakan fitrah insani dan kebutuhan emosional manusia. Islam adalah agama yang menanamkan rasa suka dan cinta akan keindahan dalam lubuk hati setiap muslim. Seni merupakan perkara yang sangat penting karena berhubungan dengan hati dan perasaan manusia. Seni berusaha membentuk kecenderungan dan perasaan jiwa manusia dengan alat-alat yang beraneka ragam seperti alat-alat yang dapat didengar, dibaca, dilihat, dirasakan, maupun dipikirkan. 6 Al- Qur’an pun mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengingatkan pikiran dan kalbunya untuk melihat keindahan yang khas dari bagian-bagian alam dan berbagai detailnya. 7 Naluri manusia terhadap seni dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk. Sebagian ada yang lewat pandangan mata. Ada pula lewat pendengaran berupa suara alam dan suara audio visual, bahkan ada pula goresan-goresan tangan berupa lukisan dan ukiran. Dalam 5 Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, cet. I Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, h. 4 6 Yusuf Al-Qardawi, Islam dan Seni Bandung: Pustaka Hidayah, 2000, h. 13 7 Ibid, h. 10 dakwah Islam lukisan juga bisa menjadi daya tarik yang tentunya tidak membosankan audien. Seni menulis indah huruf, kata, atau kalimat berbahasa Arab disebut kaligrafi. Kata kaligrafi berasal dari bahasa Yunani kalios: indah; graphia: tulisan. Seni ini diciptakan dan dikembangkan oleh kaum muslim sejak kedatangan Islam. Meskipun bermacam-macam pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, namun pada dasarnya tujuan ungkapan tersebut mengarah kepada arti tulisan yang indah. Dapat juga dikatakan suatu tulisan yang dirangkai dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran atau ide dan diwujudkan melalui benda materi alat tulis yang diikat oleh aturan dan tata cara tertentu. Jadi seni kaligrafi itu sebuah kepandaian menulis tulisan indah dengan mengikuti metode-metode tertentu untuk mempelajarinya. Kaligrafi Islam adalah seni ruhani. “Islamic Calligraphy is a spiritual geometry brought about with material tools”, demikian Yaqut al-Musta’shimi, sang maestro klasik, menggambarkan keagungan warisan tamaddun Islam ini. Kaligrafi Islam memang bukan sembarang karya seni rupa, karena diyakini memancarkan pesona spiritualitas. Ia pun dipersonifikasikan sebagai media ampuh yang dapat mengkomunikasikan ide-ide, sehingga Ubaidillah bin Abbas menyebutnya dengan lisan al-yad atau “lidahnya tangan”. Kaligrafi Islam mempunyai kedudukan yang istimewa di antara cabang- cabang seni Islam yang lain. Tidak seperti cabang seni Islam yang lain musik, arsitektur misalnya, yang dalam beberapa hal banyak dipengaruhi oleh gaya-gaya lokal dan sejumah seniman non muslim kaligrafi mencapai puncak keindahannya di tangan-tangan piawai seniman muslim sepenuhnya, tanpa campur tangan pihak lain. Tanpa Islam barangkali huruf Arab tidak akan berarti apa-apa. Hal ini dapat dilihat dari perhatian umat Islam terhadap tulisan yang berawal dari perhatian mereka terhadap Al- Qur’an. Wahyu Allah yang turun melalui Nabi Muhammad SAW adalah kalimat suci yang merupakan bahasa Tuhan kepada hamba-Nya. Pertalian langsung antara tulisan dengan nilai-nilai keagamaan yang sakral menjadikan umat Islam selalu termotivasi untuk terus mengembangkannya. Pandangan ini kemudian dipertegas lagi dengan kenyataan bahwa bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa liturgis umat Islam. Tulisan Arab menjadi terangkat fungsi dan statusnya, bukan sekedar sebagai alat komunikasi antar manusia, tetapi juga merupakan tulisan religius yang sakral. Allah SWT menyukai sesuatu yang indah dan Ia suka agar hambanya berbuat yang baik dan indah sesuai dengan pikiran akal sehat mereka. Maka seni bukan hanya untuk sekedar kepuasan bagi hati manusia. Tapi lebih dari itu, seni termasuk juga kaligrafi merupakan sarana dakwah yang ampuh karena telah merambah ke masyarakat luas demi penyebaran agama Islam. Itu adalah salah satu ibadah, pengabdian kita kepada Allah SWT maka kaligrafi harus diilhami dengan hidayah Allah SWT agar tidak salah arah. Kaligrafi Islam merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam berdakwah. Kaligrafi merupakan media dakwah yang ampuh karena telah merambah ke masyarakat luas demi penyebaran agama Islam. Karena kaligrafi merupakan salah satu ibadah, pengabdian kita kepada Allah SWT, maka kaligrafi harus diilhami dengan hidayah Allah SWT agar tidak salah arah. Seiring dengan perkembangan zaman, seni kaligrafi pun turut berkembang. Sayangnya perkembangan itu terasa lambat di Indonesia karena tidak ada wadah yang menjadi tempat untuk mengembangkan kreativitas seni kaligrafi. Hal itulah yang mendorong D. Sirajuddin AR, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendirikan sebuah lembaga yang mengembangkan kaligrafi khususnya kaligrafi Al- Qur’an yang diberi nama Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA. LEMKA yang berdiri tahun 1985 yang dipimpin D. Sirajuddin AR ini adalah sebuah wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kecintaan pada generasi muda terhadap seni kaligrafi Islam di Indonesia melalui kegiatan- kegiatan pembinaan kreativitas, pengembangan minat dan bakat, kursus kaligrafi terpadu, kompetisi, pergelaran dan pameran, pengembangan galeri dan diskusi wawasan seni budaya. 8 Sampai sekarang LEMKA terbukti telah berhasil berprestasi dalam berbagai pentas lokal, nasional, ASEAN, bahkan internasional. Di LEMKA juga diajarkan bahwa Kaligrafi adalah sebuah bentuk seni yang memakai isyarat berupa simbol, untuk menyampaikan makna. Simbol ini tidak bisa dilepaskan dari agama Islam yang menjadi pijakan awal tumbuhnya seni kaligrafi. Makna yang terkandung dari simbol tersebut merupakan bagian dari tafsir seniman. Itulah sebabnya kaligrafi dapat menjadi salah satu media dakwah yang menarik untuk melukiskan bagaimana indahnya agama Islam. Pak Didin panggilan akrab D. Sirajuddin juga mengatakan bahwa seni kaligrafi merupakan dakwah bil qolam yang cukup efektif, baik bagi yang 8 D. Sirajuddin, AR, Kaligrafi: Peristiwa dan ide-ide pengembangannya Jakarta: Lemka studio, 1995 h.35 melihat, maupun bagi si pembuatnya. Di samping itu, LEMKA tidak hanya dianggap berdakwah dengan metode bil qolam saja, tetapi juga dengan metode bil lisan dan bil hal. Peran LEMKA dalam dakwah bil hal salah satunya yaitu LEMKA pernah mengadakan program beasiswa bagi mereka yang berprestasi di bidang kaligrafi. Dengan program beasiswa tersebut, diharapkan dapat membantu dan menambah semangat seseorang dalam mengembangkan seni kaligrafinya. Dakwah bil lisan di antaranya yaitu LEMKA selalu membuka kesempatan bagi para pecinta kaligrafi untuk melakukan dialog di LEMKA tentang seni kaligrafi, terutama dalam pemanfaatannya dalam dakwah bil qolam. Sampai saat ini, LEMKA menjadi lembaga yang terus konsisten menjadikan kaligrafi menjadi suatu media dakwah yang mempunyai nilai plus dalam mengembangkan nilai- nilai Islam. Dengan melihat latar belakang masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang dakwah melalui seni kaligrafi ini. Maka dari itu, penulis mengambil judul: “Peran Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA Dalam Dakwah Melalui Seni Kaligrafi Islam ”. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah LEMKA yang berdiri tahun 1985 yang dipimpin D. Sirajuddin AR ini, selain mengemban misi dakwah bil qolam, juga merupakan sebuah wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kecintaan pada generasi muda terhadap seni kaligrafi Islam di Indonesia melalui kegiatan-kegiatan pembinaan kreativitas, pengembangan minat dan bakat, kursus kaligrafi terpadu, kompetisi, pergelaran dan pameran, pengembangan galeri dan diskusi wawasan seni budaya. Tetapi dalam penelitian ini, penulis membatasi fokus penelitian pada peran LEMKA dalam dakwah melalui seni kaligrafi Islam. 2. Rumusan Masalah Sedangkan rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana peran LEMKA dalam dakwah melalui seni kaligrafi Islam? Berdasarkan teori tentang peran yang dipakai penulis, hal ini dapat dirinci sebagai berikut: a. Bagaimana peran Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA dalam makna fungsi? b. Bagaimana peran Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA dalam makna tugas? c. Bagaimana peran Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA dalam makna status?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian