Diagnosis Banding Terapi Pemeriksaan

I : T1 N0 M0 IIa : T2a N0 M0 IIb : T1-2a N1 M0, T2b N0-1 M0 III : T1-2b N2 M0, T3 N0-2 M0 IVa : T4 N0-2 M0 IVb : Semua T N3 M0 IVc : Semua T N0-3 M1 Tabel 2.6. Penelitian sebelumnya tentang stadium KNF Peneliti Tahun dan Tempat Hasil Penelitian Amiyanto Hadi Henny 1993, RSCM Jakarta 1999, RSUD dr. Soetomo, Surabaya 2006, RSUP HAM Medan Stadium III-IV 93,3 dari 30 kasus KNF Stadium III-IV 95,25 dari 129 kasus KNF Stadium III 50 dan IV 50

2.2.8 Diagnosis Banding

a. Angifibroma Juvenile, merupakan tumor yang terdiri dari 2 macam jaringan, yaitu jaringan vaskular dan jaringan fibrosa. Pada pemeriksaan radiologis dengan menggunakan foto polos didapatkan gambaran massa jaringan lunak di nasofaring ataupun dapat digunakan pemeriksaan yang lebih sensitif seperti CT Scan, MRI, dan angiografi Dhingra, 2004. Universitas Sumatera Utara b. Limfoma, terlihat licin, eksofitik, sub mucosal, non ulseratif. Limfoma yang terjadi di nasofaring biasanya dapat terdeteksi lebih cepat daripada di daerah lain, karena akibat dari oklusi tuba Eustachius menyebabkan munculnya penyakit otitis media serosa. c. Kordoma, biasanya memiliki komponen intrakranial terutama mengisi sphenoid, mengandung kalsifikasi ireguler dan dapat melibatkan jaringan retrofaringeal. d. Rhabdomyosarkoma, yang biasanya terjadi pada anak-anak dan invasi dasar tengkorak ditemukan pada 13 penderita dan biasanya melibatkan sinus kavernosus.

2.2.9 Terapi

Terapi standar KNF adalah radioterapi. Keuntungan dengan memberikan radioterapi sebagai regimen tunggal pada kanker stadium I dan II akan memberikan harapan hidup 5 tahun 90-95, namun kendala yang dihadapi adalah sebagian besar penderita datang dengan stadium lanjut stadium III dan IV, bahkan sebagian datang dengan keadaan yang sudah jelek Lin et al , 2003. Disamping itu KNF dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi untuk mengadakan metastase regional maupun jauh. Keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh stadium. Keterlambatan untuk mendapatkan penanganan yang adekuat menyebabkan hasil terapi jauh dari menggembirakan Mulyarjo, 2002. 1. Radioterapi Radioterapi sebagai terapi standar KNF sudah dimulai sejak lama sekitar tahun 1930-an. Hasil radioterapi untuk KNF stadium dini cukup baik dengan complete response sekitar 80-100 Kentjono,2003. Respon tumor terhadap radioterapi secara keseluruhan sebesar 25-65. Kegagalan radioterapi konvensional dalam memberantas sel kanker di nasofaring maupun anak sebarnya di kelenjar getah bening leher mencapai angka 40- 80. Selain itu, paska radioterapi cukup sering dijumpai metastase jauh dan komplikasi Universitas Sumatera Utara akibat lokasi tumor yang dekat dengan organ-organ dengan dosis radiasi terbatas seperti batang otak, medulla spinalis, aksis hipofise-hipotalamus, lobus temporalis, mata, telinga tengah dan telinga dalam, dan kelenjar parotis Kentjono, 2003; Wei dan Sham, 2005. Brachytherapy Radiasi Internal Radiasi interna pada karsinoma nasofaring bertujuan untuk memberikan dosis tinggi pada regio nasofaring dan bukan untuk kelenjar. Indikasinya adalah sebagai booster bila masih ditemukan residu dan sebagai pengobatan kasus kambuh Marzaini, 2002. 2. Kemoterapi Alternatif lain untuk mengobati penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan leher yang secara lokal berstadium lanjut adalah kemoterapi induksi diikuti dengan kemoradioterapi sebagai terapi radikal, terutama pada penderita dengan respon yang baik terhadap kemoterapi induksi. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi telah diterima oleh kebanyakan ahli onkologi sebagai terapi standar terapi KNF stadium lanjut Lin et al , 2003. Indikasi pemberian kemoterapi adalah untuk KNF dengan penyebaran ke kelenjar getah bening leher, metastase jauh, dan kasus-kasus residif Zakifman dan Harryanto, 2002. Dari banyak laporan penelitian, ternyata kemoradioterapi konkuren merupakan yang paling efektif dalam penanganan KNF Wei dan Sham, 2005. Dibandingkan dengan kemoterapi induksi yang diikuti dengan radioterapi, kemoradioterapi konkomitan lebih disukai Graf et al , 2006. Menurut Agulnik dan Siu 2005, dosis obat kemoterapi yang paling optimal hanya dapat dicapai dengan kemoterapi neoadjuvan. Universitas Sumatera Utara 3. Imunoterapi Imunoterapi dilakukan dengan memberikan vaksin anti virus Epstein-Barr pada populasi yang rentan sebelum terinfeksi virus Epstein-Barr untuk mencegah terjadinya KNF Mauer, 2005. 4. Pembedahan a. Diseksi leher radikal Hal ini dilakukan jika masih ada sisa kelenjar paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih. Adanya fibrosis dan reaksi jaringan paska radiasi sering menjadi sulit untuk memperkirakan perluasan penyakit pada kelenjar limfe servikal baik secara klinis maupun radiologi Wei, 2006. b. Nasofaringektomi Ketika tumor di nasofaring yang menetap atau berulang meluas ke dalam rongga paranasofaringeal, atau terlalu besar untuk radiasi interna, maka pilihan selanjutnya adalah operasi. Nasofaringektomi efektif dalam eradikasi penyakit- penyakit terlokalisir. Berbagai pendekatan pernah digunakan untuk mencapai nasofaring. Posisi otak dan korda vertebralis membuat pendekatan secara posterior dan superior menjadi tidak dapat dilakukan. Pendekatan-pendekatan anterior seperti ini, meskipun mengikutsertakan pematahan palatum durum hanya dapat memperlihatkan dinding posterior nasofaring sedangkan dinding lateral tidak terlihat. Nasofaring dapat dicapai secara inferior dengan teknik transpalatal, transmaksila, dan transservikal. Pendekatan-pendekatan ini berguna untuk tumor- tumor yang terletak di tengah dan dinding posterior nasofaring. Secara umum selama tumor menetap atau berulang dapat direseksi dengan batas yang jelas, maka hasilnya cukup memuaskan Wei, 2006. c. Terapi Gen Universitas Sumatera Utara Tujuan terapi gen adalah untuk mengenalkan materi genetik baru ke dalam sel kanker yang akan secara selektif membunuh sel kanker tanpa menyebabkan toksik pada sel-sel yang normal. Terapi gen digunakan untuk mengantar sekuensi DNA ke dalam sel dan kemudian DNA bergabung sendiri di dalam gen seluler dan menghasilkan protein yang mempunyai efek terapeutik.

2.2.10 Prognosa