lapisan lipid yang saling berdekatan dan mengandung tiga protein E1, E2, dan E3. Didalam kapsid terdapat
nukleokapsid dengan 162
kapsomer, tiap-tiap
kapsomer terdiri dari protein.
Tegumen terdapat di luar nukleokapsid merupakan lapisan amorf dengan struktur yang
fibrous. Tegumen
ini berada diantara nukleokapsid
dan envelop
. Di luar permukaan envelop
mengandung banyak spike yang terdiri dari glikoprotein Thomson et al
, 2004. VEB dapat berbentuk linear pada virion yang matur dan bentuk episomal sirkuler
pada sel yang terinfeksi secara laten. Waktu VEB menginfeksi sel, maka DNA sel akan menjadi bentuk episome sirkuler dengan sejumlah pengulangan pada terminal, tergantung
dari jumlah pengulangan terminal dalam gen induk. Jika infeksi meluas, maka terjadi infeksi laten tetapi tidak terjadi replikasi Thompson
et al , 2004.
2.3.2 Gambaran virus Epstein-Barr
VEB menginfeksi hanya dua bagian tipe sel utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel darah putih jenis limfosit B. Infeksi VEB pertama berkembang di dalam kelenjar saliva.
Jumlah virus banyak dilepas ke dalam saliva, dan dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Infeksi di dalam sel B mengakibatkan virus berproliferasi. Proses proliferasi sel virus
ini dikontrol oleh sistem imun sel T sitotoksik CTL. Ini dapat mengakibatkan infeksi mononukleosis
yang biasanya terjadi pada dewasa muda. Jika respon imun bekerja tidak baik, maka pada individu yang terinfeksi dengan VEB ini merupakan resiko untuk
terbentuknya sel kanker Margaret, 2001. Pengetahuan mengenai siklus hidup VEB penting untuk lebih mengerti dan
mengetahui gejala klinis serta diagnostik VEB. Setelah masuk ke dalam tubuh melalui kontak saliva virus
Epstein-barr akan menginfeksi sel B dan virus akan mengalami proliferasi
dan dapat mempertahankan hidupnya di sel B. VEB seperti golongan virus Herpes
lainnya menghasilkan infeksi yang lisis dan juga dapat menetap di dalam tubuh yang terinfeksi
dengan menginfeksi secara laten Damania, 2004.
Universitas Sumatera Utara
VEB menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B melalui reseptor reseptor CR2 complemen receptor type 2
atau molekul CD21 yang dapat berikatan atau menangkap VEB Young
et al , 1986. Molekul-molekul reseptor untuk setiap jenis virus berbeda-beda
yaitu berupa protein atau oligosakarida, dan terdapat pada membrane sel. Ada atau tidaknya reseptor, memainkan peran penting dalam menentukan pathogenesis virus.
Pengikatan reseptor dianggap menggambarkan homologi konfigurasi antara struktur permukaan virus dan komponen permukaan sel. VEB dapat dikultur dari darah tepi dan
dapat juga dideteksi pada cairan saliva selam bertahun-tahun. VEB akan melakukan replikasi di dalam sel epitel orofaring, kelenjar parotis dan servik uteri Billaut
et al , 1989.
Percobaan invitro membuktikan bahwa virus ini merupakan activator proliferasi poliklonal sel B, dan mengakibatkan sel B yang terinfeksi menjadi
immortal , selanjutnya
mengalami transformasi ganas. Walaupun dapat terjadi respon seluler atau respon humoral terhadap antigen yang disandi oleh virus DNA tersebut, ternyata hanya sel T spesifik
terhadap antigen tersebut lah yang dapat memperantarai penolakan terhadap tumor ganas tersebut
in vivo Jawetz
et al , 1996. Oleh sebab itu, untuk mengatasi infeksi VEB diperlukan
respon imun seluler atau respon sel T. Pada keadaan defisiensi respon imun seluler, dapat mengakibatkan sel yang terinfeksi VEB secara laten mengalami transformasi ganas Abbas
dan Lichtman, 2000. VEB dihubungkan dengan beberapa tumor ganas pada manusia dan berhubungan erat serta konsisten dengan KNF Anim
et al , 1991; Vasef
et al , 1997; Popat
et al
, 2000. Pada infeksi primer VEB, diproduksi tiga antibodi yaitu IgG, IgM, IgA untuk melawan
Viral Capsid Antigen VCA dari VEB, dua antibodi IgG dan IgA diproduksi untuk melawan
Early Antigen EA D, serta satu antibodi IgG untuk merespon
Early Antigen EA R
Thompson and Kurzrock, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa laten, VEB menghasilkan enam protein nuklear antigen
EBNA 1, 2, 3A, 3B, 3C, dan LP, dan tiga
Laten membran Protein LMP1, 2A, 2B, serta dua VEB
Non- Polyadenylated
RNAs EBERs Zheng et a
l, 2007
Gambar 2.4. Siklus hidup Epstein-Barr
virus journals.cambridge,2001
•
Infeksi Lisis
Didalam sel limfosit B, setelah VEB berikatan dengan reseptor CD21, maka VEB akan masuk ke dalam sel host dan akan mengalami penetrasi secara komplit. Virus akan
keluar dari sel yang mati dan akan menginfeksi sel yang lain. Di dalam sel tersebut virus mengalami replikasi dan akan dihasilkan genom virus dengan
double strand yang linier,
dimana sebelumnya genom virus berbentuk sirkuler. Fase lisis ini ditandai oleh ekspresi dari transkripsi protein virus yaitu salah satunya adalah
viral capsid antigen VCA Damania,
2004.
Universitas Sumatera Utara
•
Infeksi laten
Infeksi laten berasal dari kontak saliva, dimana VEB akan menginfeksi sel limfosit B dan akan menghasilkan sejumlah protein laten yaitu EBNA-1, EBNA-2, EBNA-
3 dan tiga protein membrane yaitu LMP-1, LMP-2A, dan LMP-2B Paul, 2001. Infeksi VEB pada sel B dimulai dengan penyerangan virus membran dengan
350220 bp yang mengandung glikoprotein terhadap komplemen reseptor molekul CD21 limfosit. Sebagai ko reseptor masuknya EBV ke dalam sel B adalah
Major Histocompatibility Complex
MHC molekul kelas B. Setelah penyerangan ini kompleks CD 21 menjadi
cross link , mentrigger sinyal aktifasi yang diduga untuk mempersiapkan
sel yang terinfeksi EBV. EBV yang berikatan dengan CD21 segera mengaktifkan tirosin kinase
lck dan memobilisasi kalsium. Hal ini akan diikuti oleh meningkatnya sintesis dari
mRNA, pembentukan sel blast, adhesi sel homotypik dan ekspresi CD23 ke permukaan sel limfosit kemudian akan dihasilkan
interleukin IL-6. Genom virus kemudian menjadi
tidak mempunyai penutup uncoating
dan akan menuju nukleus yang merupakan tempat virus bersirkulasi. Sirkulasi dan ekspresi dari W promoter memulai cascade untuk
mengekspresikan protein EBNA dan dua protein membran laten LMP. Gen virus yang diekspresikan ini mempertahankan genom virus tetap hidup di dalam sel limfosit B. Di
dalam sel limfosit B EBV akan hidup secara laten untuk kelangsungan hidupnya latensi II dan dapat juga hidup secara persisten latensi I Christian
et al , 2000.
2.3.3. Epstein-Barr Nuclear Antigen-1 EBNA-1