Jaringan Lunak yang Membentuk Rongga Nasofaring

sering mengalami hipertrofi dan hiperplasia, pertumbuhan ini menjadi lebih cepat pada usia 3-5 tahun dan sering menyebabkan sumbatan pernafasan melalui hidung dan tuba eustachius. Setelah usia 5 tahun besarnya relatif menetap dan akan mengalami involusi setelah masa pubertas, akan tetapi jaringan limfoid masih tetap ada. Dinding bawah inferior, merupakan permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring melalui bagian bawah nasofaring yang menyempit yang disebut dengan istmus faring. Dinding lateral nasofaring merupakan bagian yang terpenting, dibentuk oleh lamina faringobasilaris dari fasia faringeal dan muskulus konstriktor faring superior. Pada dinding lateral ini terdapat muara tuba Eustachius, tepi posterior merupakan tonjolan tulang rawan yang dikenal sebagai torus tubarius, sedangkan fossa Rosenmuller atau resesus lateralis terdapt pada supero-posterior dari tuba. Jaringan lunak yang menyokong struktur nasofaring adalah fasia faringobasilar dan muskulus konstriktor faringeus superior yang dimulai dari basis oksiput tepat di bagian anterior foramen magnum. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen spinosum, foramen jugularis, kanalis karotis, dan kanalis hypoglosus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke intrakranial Gustafson dan Neel, 1989.

2.1.3 Jaringan Lunak yang Membentuk Rongga Nasofaring

a. Selaput Lendir mukosa Nasofaring Selaput lendir yang meliputi rongga nasofaring permukaannya tidak rata tetapi mempunyai lekukan dan tonjolan. Pada orang dewasa luasnya kurang lebih 50 sentimeter persegi. Selaput lendir ini terdiri dari lapisan epitel, jaringan limfoid dan kelenjar saliva. Aliran limfe dari nasofaring bersifat bilateral dan langsung ke bagian lateral kelenjar limfe retrofaringeal dari Rouviere, kelenjar limfe jugulodigastrik, dan rantai kelenjar limfe Universitas Sumatera Utara spinalis. Jaringan epitel mukosa nasofaring bentuknya sangat bervariasi dan terdiri dari epitel skuamosa bertingkat, pseudoepitel bertingkat bersilia dan epitel tak beraturan. Selama masa kehidupan janin terdapat perubahan secara bertahap dari epitel saluran nafas bersilia sampai epitel skuamosa di bagian bawah dan belakang nasofaring. Kira-kira 60 dari seluruh epitel nasofaring merupakan epitel skuamosa bertingkat. Di sekitar koana dan atap nasofaring diliputi oleh epitel bersilia. Dinding lateral dan sebagian atap nasofaring terdiri dari kumpulan epitel skuamosa dan epitel bersilia bercampur dengan pulau-pulau kecil epitel, transisional. Dinding belakang sebagian besar terdiri dari epitel skuamosa. Berbeda dengan selaput lendir saluran nafas lainnya, selaput lendir nasofaring mengandung banyak sekali jaringan limfoid yang terletak didalam dan dibawah epitel yang merupakan kumpulan sel limfosit tipe B dan sedikit tipe T yang membentuk folikel-folikel dan pusat germinal tanpa kapsul. Struktur limfoid ini banyak terdapat di dinding lateral terutama di sekitar muara tuba Eustachius, dinding posterior dan bagian nasofaring di paltum molle. Struktur limfoid ini merupakan lengkung bagian atas dari cincin Waldeyer Gustafson dan Neel,1989; Chew, 1997. b. Jaringan Submukosa Nasofaring Dinding posterior dibentuk oleh 4 lapisan yaitu 1 mukosa faring, 2 aponeurosis faring, 3 otot konstriktor faringeus superior, 4 fasia bukofaringeal. Otot dinding nasofaring tidaklah lengkap, pada bagian atas dinding lateral hanya terdir atas 2 lapisan yaitu, mukosa dan aponeurosis faring. Daerah dengan struktur otot 2 lapis ini disebut sinus morgagni Aeckerman dan Del Regato, 1970. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Anatomi Nasofaring, dikutip dari Atlas Netter

2.1.4 Pendarahan dan Persarafan