Latar Belakang Peran Inhibitor HMG-CoA Reduktase Dalam Penurunan Interleukin-6 Terhadap Hasil Akhir Klinis Penderita Kontusio Serebri

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera otak merupakan persoalan besar bagi kesehatan dan tantangan sosioekonomi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat saja hampir 1,5 juta pasien menderita cedera otak setiap tahun, dan angka kematian pada cedera otak berat masih sangat tinggi yaitu 35-40. Statistik ini menekankan keperluan yang urgent terhadap modalitas terapi efisien untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas post trauma. Walaupun penelitian dasar dan klinis membaik dalam beberapa tahun terakhir, belum ada terapi farmakologi spesifik untuk cedera otak yang dapat diperoleh untuk memperbaiki hasil akhir pada pasien ini. Pengatahuan mengenai seluler dan molekuler, mekanisme patophisiologi yang mendasari peristiwa pasca cedera otak telah menghasilkan potensial baru untuk target terapi. Akan tetapi, eksplorasi dari data penelitian dasar untuk aplikasi klinis pada pasien cedera otak masih gagal dan hasil dari penelitian klinis prospektif masih mengecewakan Beauchamp et al, 2008 . Cedera kepala paling sering terjadi akibat terjatuh 40, kekerasan 20, dan kecelakaan lalulintas 13, cedera ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan tidak jarang berkaitan dengan konsumsi alcohol. Di Amerika Serikat kira-kira satu juta orang dengan cedera kepala tiap tahun datang ke unit gawat darat UGD.Hampir separuh dari mereka berumur kurang dari 16 tahun. Cedera kepala ringan 90 dapat dipulangkan dari UGD dengan aman, tetapi 100.000 dari mereka harus diopname dan 1 dari mereka perlu dirujuk ke ahli bedah saraf. 5000 orang tiap tahun di Amerika meninggal karena cedera kepala Greaves et al, 2008 . Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi akibat trauma. Hal ini terjadi akibat bertambahnya kendaraan dan industry, serta lalulintas yang masih belum teratur Satyanegara,1998. Universitas Sumatera Utara Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif, sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar dan rujukan yang terlambat. Pada salah satu studi prospektif cedera kepala berat dengan pemeriksaan CT Scan diperoleh hasil 30 normal dan 70 abnormal Japardi. I., 2004. Di Rumah Sakit Haji Adamalik Medan tahun 2011 jumlah penderita cedera kepala adalah 1462 orangtahun, antara lain cedera kepala ringan 937 orang64,1, cedera kepala sedang 402 orang27,5,cedera kepala berat 123 orang8,4. Di Indonesia data secara pasti mengenai kasus cedera kepala tidaklah mudah didapat, akibat pengumpulan data diberbagai sentra kesehatan tidak akurat.Selain itu ada perbedaan definisi dan kriteria diagnosis dalam membuat data epidemiologi. Faktor lain adalah tidak dilaporkannya pasien yang berobat ke RS swasta atau kepraktek pribadi Wahjoepramono.E.K., 2005 Terapi pada cedera kepala sebagian besar masih merupakan suportif, langsung mengarah kepada edema otak dan tekanan tinggi intrakranial melalui tindakan sementara, seperti pemberian obat osmotik, hiperventilasi, dan drainase ventrikel.Tidak satu pun intervensi ini secara definitif memperlihatkan perbaikan jangka panjang hasil akhir terapi secara fungsional. Mungkin ini disebabkan oleh heterogennya patologi cedera kepala yang meliputi: Cedera otak diffuse, perdarahan intracerebral, perdarahan subarachnoid, dan lain-lain. Cedera otak primer diperburuk oleh cascade neuroinflamsi sekunder dari hipoperfusi, iskemik, stress oxidatif, edema otak dan peningkatan tekanan dalam otak. Salah satu faktor yang merupakan pusat perhatian terhadap cedera kepala adalah faktor- faktor neuroprotektif yang berfungsi secara primer ataupun secara sekunder terutama yang memengaruhi cedera kepala sekunder dan berperan dalam ketidakpastian hasil akhir pengobatan penderita cedera kepala Teasdale et al, 1998.Oleh karena itu, untuk membatasi kerusakan jaringan otak sekunder diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai strategi neuroprotektif tersebut Kelly,1995; Jennet,1996. Universitas Sumatera Utara Dengan semakin majunya bidang kedokteran, kita dapat menegakkan diagnosis yang lebih tepat seperti, adanya CT Scan ataupun MRI di samping perlunya gejala klinis dan penentuan GCS. Dengan kemajuan pada bidang biomolekuler diharapkan kita dapat menentukan prognosis. Lebih penting lagi kita dapat mencegah memburuknya kondisi penderita ataupun kematian sel-sel otak dan pengetahuan tentang proses patologis neurokimia yang terjadi dan berapa banyak kerusakan dan kematian sel otak. Karena itu, kita dapat memperkirakan prognosis sedini mungkin yang membantu para dokter dalam mengambil keputusan terapi dengan cepat, tepat, dan benar Smith et al, 1996. Neuroproteksi bertujuan menyelamatkan sebanyak mungkin neuron atau jaringan otak setelah terjadi cedera. Hasil-hasil penelitian tentang keberhasilan neuroproteksi masih kontroversial dan banyak dibahas dalam berbagai artikel Chen.G et al, 2004. 3-hydroxy-3-methyglutaryl coenzyme A HMG CoA reduktase inhibitor, yang dikenal juga sebagai”statin” adalah calon ideal untuk terapi trauma otak akut dan trauma neuronal sekunder. Statin memunyai sifat vasoactive dan endotelial, anti oksidan, anti inflamsi anti excitoxicity, dan efek antitrombotik Wible et al, 2010. Molekul spesifik yang telah diidentifikasi berperan dalam kematian sel saraf setelah trauma medulla spinalis adalah akibat stimulasi yang berlebihan dari reseptor glutamat, akibatnya ion kalsium banyak masuk kedalam sel. Aktifasi berbagai enzim protease, caspase, phospholipase, dan endonuclease memudahkan kerusakan bahan dasar sel yang melibatkan membrane plasma. Inflamsi, cytokine dan matrix metalloproteinase MMPs dan juga jumlah jaringan yang rentan pada trauma medulla spinalis meningkat. Secara umum radikal bebas termasuk nitrix oxide NO, juga berperan secara signifikan dalam memediasi kematian sel Wells et al, 2003. Pro-inflamasi cytokine termasuk interleukin-6IL-6 adalah mediator penting dari neuroinflamasi dan dihasilkan pada trauma otak akut oleh astrocyte, sel makrofagemikroglia, neuron, dan endotelium SSP. Puncak peningkatan Interleukin-6 IL-6 mRNA dan protein telah dijumpai pada 6-8 jam pascacedera kepala tertutup. Universitas Sumatera Utara Penelitian terakhir telah mendokumentasikan peningkatan Interleukin-6 IL-6, soluble Interleukin-6 IL-6 reseptor dan TNF- α dalam CSF, plasma atau parenkim pasien cedera kepala sampai tujuh hari setelah trauma. Ekspresi kronis berlebihan dari TNF- α dan IL-6 dapat menyebabkan neurodegeneratif inflamasi encephalopathy dan IL-6 dapat mempromosikan demyelinasi, trombosis, infiltrasi leukosit dan rusaknya sawar darah otak dan dapat mengganggu neurogenesis pada dewasa Marklunda, 2005. Respon neuroinflamsi setelah cedera kepala menyebabkan kematian sel neuron sekunder subakut melalui excitotoxic injury, lipid perosidasi, kerusakan sawar darah otak dan edema cerebri.Pada percobaan preklinis cedera kepala menunjukkan upregulasi dari mediator inflamasi.Lebih-lebih lagi, tumor necrosis faktor TNF- α, interleukinn-6 IL-6, dan IL-1 β dapat meningkat dan berhubungan dengan hilangnya integritas sawar darah otak yang memberi kontribusi terhadap edema otak. Baik terapi pre injury maupun post injury pada hewan percobaan, statin dapat menurunkan kadarIL-1 β, TNF α , IL- 6 and ICAM-1 pada akut dan subakut setelah cedera otak traumatik. Mikroglia marker mediator inflamasi meningkat setelah percobaan trauma otak mencapai puncak pada 24 jam pascatrauma, dan menetap untuk 7 hari Wible, 2010 1.2RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pemberian inhibitor HMG-CoA reduktase Statindapatmemperbaiki hasil akhir klinis penderita kontusio serebri ? 2. Apakah kadar interleukin-6 serum dapat memengaruhi hasil akhir klinis kontusio serebri ? 3. Apakah pemberian inhibitor HMG-CoA reduktase Statinuntuk menurunkan kadar interleukin-6IL-6 akan memengaruhi hasil akhir klinis kontusio serebri ? Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan penelitian