1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum :untuk menganalisi apakah perbedaan hasil akhir klinis
dengan pemberian inhibitor HMG-CoA reduktase Statinyang dinilai dengan skala prognosis GOS, Barthel’s, dan MMSE penderita kontusio serebri pada
kelompok dengan dan tanpa pemberian neuroprtektiveinhibitor HMG-CoA reduktase dibandingkan dengan pengobatan standar
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk menganalisis pemberian inhibitor HMG-CoA reduktase
Statindalammemperbaiki hasil akhir klinis penderita kontusio serebri atau tidak?
2. Untuk menganalisis kadar interleukin-6 serum memengaruhi hasil akhir klinis
kontusio serebri atau tidak?
3. Untuk menganalisis pemberian inhibitor HMG-CoA reduktase Statin dalam
menurunkan kadar interleukin-6IL-6 akan memengaruhi hasil akhir klinis penderita kontusio serebri atau tidak?
1.4 Manfaat Penelitian
1. Inhibitor HMG-CoA reduktase Statin yangselama ini dipakai sebagai obat
penurun kolesterol ternyata memunyai efek lain sebagai neuroprotektor sehingga dapat dikonfirmasi juga pada kontusio serebri.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pengobatan standar kontusio serebri.
3. Kadar interleukin-6 serum pada penderita kontusio serebri diharapkan menjadi
salah satu faktor prognostik.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cedera Otak
Cedera kepala dapat didefinisikan secara luas yang meliputi setiap hal berikut ini: 1.
Bukti riwayat pukulan terhadap kepala 2.
Bukti trauma terhadap kulit kepala dalam bentuk bengkak, lecet ataupun memar 3.
Bukti patah pada tulang kepala dengan foto schedel atau CT Scan kepala atau bukti cedera otak dengan CT Scan yang dibuat segera setelah trauma.
4. Bukti klinis patah tulang dasar tengkorak
5. Bukti klinis cedera otak hilang atau terganggunya kesadaran, lupa ingatan, defisit
neurologis, kejang Selladurai et al, 2007.
Definisi cedera otak adalahproses patologis pada jaringan otak yang bukan bersifat degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat kekuatan mekanis dari luar yang
menyebabkan gangguan fisik, fungsi kognitif dan psikososial yang sifatnya menetap atau sementara dan disertai dengan hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran Narayan et
al, 1996
2.2 Klasifikasi cedera otak
Berat tidaknya cedera otak paling umum digunakan modalitas dari GCS Glasgow Coma Scale post resusitasi, yaitu ringan GCS 13-15, Sedang GCS 9-12 dan Berat
GCS ≤8. Bila berdasarkan mekanismenya cedera otak dibagi atas tumpul dan
tembustajam penetrating head injury Narayan et al, 1996.
2.3 Patofisiologi cedera otak
Perubahan patofisiologi setelah cedera kepala adalah kompleks. Trauma bisa disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, dan sering berkombinasi. Perubahan-
Universitas Sumatera Utara
perubahan setelah trauma adalah terjadi pada tingkat molekuler, biokimia, seluler, dan
pada tingkat makroskopis Selladurai et al, 2007.
2.3.1 Cedera Otak Primer dan Kontusio Serebri
Cedera otak primer disebabkan oleh kerusakan mekanik pada jaringan otak dan pembuluh darah pada saat terjadinya trauma. Pada tingkat makroskopis bisa terlihat
terputusnya jaringan otak; pada tingkat mikroskopik bisa terlihat kerusakan parenkhim sel sel neuron, axon, dan glia dan mikrosirkulasi arteriol, capiler, dan venula
Selladurai,et al,2007.
Kontusio serebri adalah tipe kerusakan otak fokal terutama disebabkan oleh kontak antara permukaan otak dan tonjolan permukaan tulang dasar tengkorak, menuerut
ICD-9 kontusio cerebri adalah luka memar pada otak akibat tubrukan impact terhadap kepala atau suatu trauma accelerationdeceleration Narayan et al,1996.
Diantara banyak peristiwa molekouler paskacedera otak hal yang paling penting adalah Sur-1 yang memberi kontribusi berkembangnya kontusio serebri. Secara umum
area kontusio serebri dibagi tiga yaitu; Epicenter, Pericotusional penumbra, dan Parapenumbra area. Pada epicenter terputusnya pembuluh darah terjadi segera.Pada
penumbra dan parapenumbra area pukulan energi tidak merobek jaringan, tetapi mengawali peristiwa molekuler sensitif-mekanik yang mengiduksi overexpresi dari Sur-
1. Sur-1 adalah regulator subunit dari non-selektif kation channel NCCa-ATP yang ditemukan oleh Simard group dan berimplikasi pada patophisiologi edema serebri dan
bertransformasi dari kontusio menjadi hemoragic. Induksi overekspresi Sur-1 meningkatkan pembengkakan sel dan kematian onkotik sel astrocyte, neuron, dan sel
endothelial. Pecahnya endotelial sel mengakibatkan microhemoragic yang berakibat terbentuknya perdarahan baru dan konsekuensi perdarahan menjadi progresif pada
traumatik kontusio serebri Kurland.D., 2012. Gambaran CT scan pada kontusio serebri lokasi biasanya tanpak pada permukaan
korteks dan terlibat gray matter, pada sentral area terlihat hiperdense dan bercampur dengan area hipodense yang merupakan bagian dari hemoragic necrosis atau bagian
jaringan otak yang rusak dan bagian otak yang edema pericontusional edema Selladurai.B., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada aliran darah pada area sentral kontusio serebri dan pengurangan aliran darah pada daerah perikontusional edema, dimana autoregulasi terganggu vasoparalysis. Oleh
karena itu pada daerah perilesional ada kerusakan parsial sel yang rentan terhadap setiap pengurangan perfusi oleh pengurangan MAP mean arterial pressure, peningkatan
tekanan intrakranial atau vasokonstriksi setelah hipocapnia akibat dari hiperventilasi Selladurai.B., 2007.
Perkembangan dari lesi kontusio serebri adalah 1 Komponen perdarahan berkembang; penyatuan fokus –fokus perdarahan kecil dapat terjadi; komponen
perdarahan dari kontusio serebri dapat mencapai maximal dalam waktu 12 jam pascatrauma pada 84 pasien; koangolopati dan alkoholik dapat memperbesar risiko
bertambahnya komponen perdarahan pada kontusio serebri, 2 Meningkatnya pembengkakan zona sentral kontusio dan zona perikontusional; kerusakan parsial sel
parenkim pada sentral kontusio juga pada zona perikontusional bisa menyebabkan bengkak cytotoxic edema. Pada area nekrotik dari kontusio makromolekuler yang
didegradasi menjadi molekul yang lebih kecil dapat meningkatkan osmolaritas jaringan dan bisa menyebabkan perpindahan cairan dari intravasculer ke area necrosis kontusio
osmolar edema.Pembengkakan area sentral kontusio menyebabkan penekanan zona perikontusional dan menyebabkan iskhemik lebih lanjut dan edema. Perikontusional
edema dapat mencapai maximal 48-72 jam setelah cedera Selladurai.B., 2007.
2.3.2 Cedera Otak Sekunder
Cedera otak sekunder merujuk kepada efek setelah peristiwa cedera primer, secara klinis efek diaplikasikan setelah postraumatik hematom intrakranial, edema otak
dan peningkatan tekanan intrakranial dan pada fase lebih lambat hidrocephalus dan infeki. Cedera otak sekunder adalah peristiwa sistemik yang terjadi setelah trauma yang
potensial cedera ini dapat menambah kerusakan neuron, axon, dan pembuluh darah otak. Cedera otak sekunder yang terpenting adalah hipoxia ,hipotensi, hipercarbia, hiperexia,
dan gangguan elektrolit Selladurai et al, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 : Faktor-Faktor yang memengaruhi Prognosis Setelah Cedera Otak Vollmer.D.G., 1993.
2.4 Penilaian Tingkat Kesadaran pada Cedera Otak
Teasde dan Jannet telah mengevaluasi secara hati-hati pasien-pasien dengan cedera kepala dan gangguan kesadaran. Hasil yang mereka kembangkan telah dikenal
sebagai Glasgow Coma Scale pada 1974. Pada skala ini dilnilai tingkat numerik respon buka mata, motoric, dan verbal dengan rentang nilai 3-15 Becker et al, 1989.
Universitas Sumatera Utara
a . Respon buka mata
Nilai Spontan
4 Atas perintah suara
3 Rangsangan nyeri
2 Tidak ada
1
b.Respon Motorik