Peran ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 Dan Inhibitor HMG-COA Reduktase Dalam Peningkatan BCL-2 Dan BDNF Terhadap Hasil Akhir Klinis Penderita Kontusio Serebri
PERAN ACTH
4-10PRO8-GLY
9-PRO
10DAN INHIBITOR
HMG-COA REDUKTASE DALAM PENINGKATAN
BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL AKHIR KLINIS
PENDERITA KONTUSIO SEREBRI
SIDANG TERTUTUP
Rr. Suzy Indharty
088102009
PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERAN ACTH4-10PRO
8-GLY
9-PRO
10DAN INHIBITOR
HMG-COA REDUKTASE DALAM PENINGKATAN
BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL AKHIR KLINIS
PENDERITA KONTUSIO SEREBRI
DISERTASI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Doktor dalam Program Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dibawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), SpA(K)
untuk Dipertahankan Dihadapan Sidang Terbuka Senat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
Rr. SUZY INDHARTY
088102009
PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PROMOTOR
Profesor Dr. dr. Iskandar Japardi, Sp.BS(K).
Guru Besar Tetap Ilmu Bedah Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan
KO-PROMOTOR
Profesor dr. RM Padmosantjojo,Sp.BS(K).
Guru Besar Tetap Ilmu Bedah Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
KO-PROMOTOR
dr. Gino Tann, PhD, SpPK.
Staf Pengajar Luar Biasa Ilmu Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan
(4)
Judul penelitian
: PERAN ACTH
4-10PRO
8-GLY
9-PRO
DAN INHIBITOR HMG COA
REDUKTASE DALAM PENINGKATAN
BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL
AKHIR KLINIS PENDERITA
KONTUSIO SEREBRI
10
Nama Mahasiswa
: Rr. Suzy Indharty
Nomor Pokok
: 088102009
Progam
: Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran
Menyetujui Komisi Pembimbing
(
Promotor
Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, Sp.BS(K))
(
Prof.dr. RM Padmosantjojo, Sp.BS(K)
Ko-Promotor
)
(dr. Gino Tann, PhD, SpPK
Ko-Promotor
)
Ketua Progam Studi
Dekan
(5)
PANITIA PENGUJI DISERTASI:
Ketua
: Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, Sp.BS(K)
Anggota
: Prof. dr. RM Padmosantjojo Sp.BS(K)
dr. Gino Tann, PhD, SpPK
Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, Sp.FK
Prof. Kuntoro, dr; MPH, DrPH
Dr. dr. Renindra Ananda Aman, SpBS(K)
Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, SpPK
(6)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Rr. Suzy Indahrty
Nim : 088102009
Progam Studi : Ilmu Kedokteran Jenis Karya : Disertasi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul:
PERAN ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10DAN INHIBITOR HMG-COA
REDUKTASE DALAM PENINGKATAN BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL AKHIR KLINIS PENDERITA KONTUSIO SEREBRI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan Pada tanggal
Yang menyatakan
(7)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
hasil penelitian ini merupakan karya sendiri, dan semua sumber yang diambil maupun dirujuk telah sesuai dengan yang sebenarnya.
Nama
: Rr. Suzy Indharty
(8)
Bismillahirrohmanirrohiim, Ku persembahkan Kepada kedua orang tuaku, Dan anakku tercinta Sebagai hadiah yang terindah
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,bacalah & Tuhanmulah yang Maha Mulia yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”
(Al-Alaq 1-5)
Nabi Musa berkata pada Khidhr “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan padaku (ilmu yang benar) yang telah digunakan padamu (untuk menjadi) petunjuk?”
(Al-Kahf 66)
“kamu tidak berada dalam suatu keadaan & tidak membaca suatu ayat dari AlQuran & kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak luput dari Tuhanmu biarpun sebesar biji Zarrah (atom) yang di bumi atau di langit, tidak yang lebih kecil & lebih besar melainkan ( semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) (Yunus 61)
“Apabila Sholat telah dilaksanakan maka bertebarlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah & ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung” (Al-Jumuah 10)
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (Al-Isra 36) “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan, Kami telah menghilangkan darimu bebanmu. Yang memberatkan punggungmu. Dan, Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka, apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan, hanya kepada Tuhanmu hendaknya kamu berharap.”
(9)
PERAN ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 DAN INHIBITOR HMG COA
REDUKTASE DALAM PENINGKATAN BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL AKHIR KLINIS PENDERITA KONTUSIO SEREBRI
ABSTRAK
Latar belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita cedera kepala masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran.Apoptosis pada proses cedera kepala sekunder berperan dalam perluasan kerusakan jaringan otak. Protein Bcl-2 dan BDNF mempunyai peran penting dalam memodulasi proses apoptosis. Peningkatan kadar Bcl-2 an BDNF akan memberikan efek anti-apoptosisdan meningkatkan plastisitas otak.Efek ACTH4-10Pro8-Gly9 -Pro10dan HMG CoA reduktase pada cedera kepala masih belum diketahui.
Tujuan: Untuk menganalisis peran ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10 dan inhibitor HMG CoA reduktase dalam peningkatan Bcl-2dan BDNF terhadap hasil akhir klinis penderita kontusio serebri.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian true experimental study pre-post test control group design dengan single blind yang di lakukan di Departemen Bedah Saraf dan Departemen Patologi Klinik FK-USU/RS HAM.Penelitianini dilakukan pada 60 penderita cedera kepala sedang (CKS) dan 60 penderita cedera kepala berat (CKB) yang tidak diindikasikan tindakan operasi.Pemeriksaan Bcl-2 dan BDNF serum dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Subjek terpilih terdiri dari kelompok CKS dan CKB. Kedua kelompok ini dibagi lagi berdasarkan perlakuan dalam tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari 20 orang. Serum diambil dari semua subjek pada hari pertama dan kelima untuk dilakukan pemeriksaan kadar Bcl-2 dan BDNF.
Pada penderita CKS, kadar Bcl-2 hari pertama (standar: 1.68 ± 1,34ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 1,93 ± 1.35ng/mL; inhibitor HMG
CoA reduktase: 1.83 ± 1,15ng/mL) dan hari kelima (standar: 1.66± 1.06ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:3.81± 1.0ng/mL, inhibitor HMG CoA
reduktase: 2.13± 0.56ng/mL). Kadar BDNF hari pertama (standar: 866,79 ± 478,52 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 955,81 ± 445,68 pg/mL; inhibitor
HMG CoA reduktase: 1015,71 ± 493,34 pg/mL) dan hari kelima (standar: 1026,19 ± 546,66 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Pada penderita CKB, kadar Bcl-2 hari pertama (standar: 1,49 ± 1,00 ng/mL; ACTH
: 1764,69 ± 559,69 pg/mL, inhibitor HMG CoA reduktase: 1179,02 ± 417,22 pg/mL).
4-10Pro8Gly9Pro10: 1,72±1.40ng/mL; inhibitor HMG CoA
(10)
ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:4,02 ± 1,119 ng/mL, inhibitor HMG CoA
reduktase: 2,00 ± 0,91 ng/mL). Kadar BDNF hari pertama (standar: 941,39 ± 486,84 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 990,30 ± 454,03pg/mL; inhibitor
HMG CoA reduktase: 953,83 ± 459,50 pg/mL) dan hari kelima (standar: 1028,45 ± 564,51 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 1769,80 ± 597,48
pg/mL, inhibitor HMG CoA reduktase: 1221.73 ± 390,66 pg/mL). Berdasarkan perhitungan statistik terdapat peningkatan kadar Bcl-2 dan BDNF yang signifikan pada kelompok perlakuan ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
Pada penelitian ini didapati korelasi yang lemah antara kadar Bcl-2 dan BDNF dengan Barthel indeks dan Mini Mental Score Examination (MMSE), tetapi dijumpai perbedaan lama rawatan antara ketiga kelompok perlakuan. Lama rawatan paling singkat adalah pada kelompok ACTH dibandingkan dengan perlakuan standar dan inhibitor HMG CoA reduktase.
4-10Pro8Gly9Pro10,baik pada CKS maupun CKB (p<0,05; CI 95%).
Kesimpulan: Pemberian ACTH4-10Pro8Gly9Pro10secara signifikan
meningkatkan kadar serum Bcl-2 dan BDNF dibandingkan dengan kelompok standar dan kelompok inhibitor HMG CoA reduktase baik pada CKS dan CKB. Pemberian ACTH4-10Pro8Gly9Pro10secara signifikan juga
menurunkan lama rawatan di rumah sakit.
Kata kunci: Bcl-2, BDNF, ACTH4-10Pro8Gly9Pro10, inhibitor HMG CoA
(11)
ROLE OF ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 AND HMG COA REDUCTASE
INHIBITOR IN INCREASING BCL-2 AND BDNF WITH CLINICAL OUTCOME OF CEREBRAL CONTUSION PATIENTS
ABSTRACT
Background: Traumatic brain injury (TBI) is a major public health concern in developing and developed countries. Treatment and improvement of clinical outcome are still a challenge in medical science. Apoptosis in secondary brain injury process involves in elaboration of brain damage. Bcl-2 (B Cell Lymphoma-2) and BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor) proteins have an important role in modulating apoptosis process. Bcl-2 and BDNF level escalation will give anti-apoptotic effect and brain plasticity escalation.
Purpose: To compare the effect between standard therapy, standard therapy with ACTH4-10Pro8Gly9Pro10, and standard therapy with HMG CoA
reductase inhibitor of serum Bcl-2 and BDNF level, clinical outcome and length of stay.
Methods: This research is a true experimental study pre-post test control group design with single blind that conducted at Department of Neurosurgery and Department of Clinical Pathology University of Sumatera Utara/ H. Adam Malik Hospital with 60 patients with moderate head injury and severe head injury which did not have any indication for surgery. Serum Bcl-2 and BDNF measurements have been done with ELISA method.
Results: The subjects were divided into two groups of moderate head injury and severe head injury. Both of the groups divided again into 3 groups according to the treatment which contain 20 subjects in each groups. Serum was taken from each respondent on day one and day five for Bcl-2 and BDNF level measurement.
Moderate head injury subjects, Bcl-2 level on day one (standard: 1.68 ± 1,34ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 1,93± 1.35ng/mL; inhibitor HMG
CoA reductase: 1.83 ± 1,15ng/mL) and day five (standard: 1.66± 1.06ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:3.81± 1.0ng/mL, inhibitor HMG CoA
reductase: 2.13± 0.56ng/mL). BDNF level on day one (standard: 866,79 ± 478,52 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 955,81 ± 445,68 pg/mL; inhibitor
HMG CoA reductase: 1015,71 ± 493,34 pg/mL) and day five (standard: 1026,19 ± 546,66 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Severe head injury subjects, Bcl-2 level on day one (standard: 1,49 ± 1,00 ng/mL; ACTH
: 1764,69 ± 559,69 pg/mL, inhibitor HMG CoA reductase: 1179,02 ± 417,22 pg/mL).
4-10Pro8Gly9Pro10: 1,72±1.40ng/mL; inhibitor HMG CoA
reductase: 1,55 ± 0,98 ng/mL) and day five (standard: 1,64 ± 0,61 ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:4,02 ± 1,119 ng/mL, inhibitor HMG CoA reductase:
(12)
2,00 ± 0,91 ng/mL). BDNF level on day one (standard: 941,39 ± 486,84 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 990,30 ± 454,03pg/mL; inhibitor HMG
CoA reductase: 953,83 ± 459,50 pg/mL) and day five (standard: 1028,45 ± 564,51 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
This research found weak correlation between Bcl-2 and BDNF with Barthel index and Mini Mental Score Examination (MMSE), but there is significant difference length of stay between three groups of treatment. The shortest length of stay on moderate head injury and severe head injury is group with ACTH
: 1769,80 ± 597,48 pg/mL, inhibitor HMG CoA reductase: 1221.73 ± 390,66 pg/mL).
4-10Pro8Gly9Pro10 therapy (p<0,05; CI 95%).
Conclusion: ACTH4-10Pro8Gly9Pro10 therapy significantly increased Bcl-2
and BDNF serum level compared with standard group and HMG CoA reductase inhibitor group on moderate head injury and severe head injury. ACTH4-10Pro8Gly9Pro10 therapy also significantly decrease length of stay.
Keywords: Bcl-2, BDNF,ACTH4-10Pro8Gly9Pro10, HMG CoA reductase
(13)
UNGKAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Puji serta syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Ar-Rohman Ar-Rohim, atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada kami sekeluarga. Salam serta shalawat saya sampaikan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan terang berupa teladan bagi ummatnya.
Saya menyadari bahwa proses penyelesaian disertasi dan tercapainya promosi doktor saya ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah dengan tulus memberikan bantuan, bimbingan, masukan, dukungan, pengertian, perhatian, bahkan pengorbanan bagi saya mulai awal hingga akhir. Oleh karena itu perkenankan saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih dengan segala kerendahan dan ketulusan hati kepada seluruh pihak yang telah membantu saya.
Saya mulai dengan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus Kepada Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu DTM&H, MsC, SpA(K), Rektor Universitas Sumatera Utara. Saya ucapkan terima kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengajukan disertasi dan menyelesaikan pendidikan program doktor di Universitas Sumatera Utara.
Kepada Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD (K), dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan program doktor ini. Demikian juga Pembantu Dekan I Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan pendidikan S-3.
Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Program Doktor FK USU dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara, di sela kesibukan menjalankan tugasnya masih bersedia memberikan bimbingan dan dorongan. Prof. DR. Dr. Delfitri Munir,
(14)
SpTHT-KL(K) selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Kedokteran Program Doktor FK USU dan Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini mulai dari saya menjalani pendidikan sampai saya menyelesaikan semuanya.
Prof. DR. Dr. Iskandar Japardi, SpBS (K) Guru Besar dan kepala bagian Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.Tiada kata yang terucap selain syukur Alhamdullillah atas kesediaan dengan ikhlas menjadi Promotor.Kebijakan, ketegasan, konsistensi dan pengalaman beliau sangat membantu saya dalam mempelajari dan membangun dasar keilmuan. Pandangan beliau yang jauh ke depan, sistematika dan logika beliau merupakan mutiara ilmu yang memberikan inspirasi bagi saya. Dorongan dan sifat tegas beliau menjadikan beliau seperti orang tua bagi saya. Saya sungguh bangga dan beruntung masih dibimbing oleh beliau, sosok luar biasa sebagai salah satu pendiri Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Prof.dr. RM. H Padmosantjojo, SpBS(K)sebagai ketua Kolegium Bedah Saraf Indonesia yang bersedia menjadi Ko-Promotor saya. Saya sangat bangga dapat dibimbing oleh tokoh sekaliber beliau yang benar-benar dapat menjadi panutan sebagai seorang pendidik sejati dengan kedalaman dan keluasan ilmu beliau sebagai sesepuh Ilmu Bedah Saraf Indonesia.
DR. dr. Gino Tann, SpPK, Phd sebagai ko-promotor saya. Beliau telah dengan tekun dan sabar mendampingi saya semenjak penyusunan proposal, mendesain bentuk penelitian, membimbing dan mendengar serta mengoreksi presentasi berkala saya. Kesibukan dan kedudukan beliau yang tinggi tidak menjadi kendala dalam membimbing saya, bahkan beliau selalu menempatkan saya sebagai rekan dan selalu menjadikan permasalahan yang berat menjadi mudah dan lebih sederhana.
Selanjutnya kepada:
Penguji disertasi Prof. Dr. Aznan Lelo SpFK, Ph.Dpengetahuannya yang luas dan kepakarannya di bidang ilmu farmakologi,Prof. H. Kuntoro,
(15)
dr., MPH., Dr., PH sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, DR. Dr. Rosita Sembiring, SpPK, Dr. dr. Renindra Ananda Aman, SpBS(K) sebagai ketua progam studi Departemen Ilmu Bedah Saraf Universitas Indonesia, yang telah bersedia memberikan penilaian dan masukan demi sempurnanya disertasi ini.
Prof. Dr. Abdul Gofar Sastrodiningrat, SpBS (K) dan Prof. Dr. Adril Arsyad Hakim, SpBS (K). Sosok beliau-beliau yang sejuk dan penuh kebijakan memberikan motivasi dan ketentraman bagi saya. Pandangan dan pengetahuan beliau-beliau yang luas memacu saya untuk semakin memperbaiki diri dalam mendalami falsafah kelimuan.
Drs. Sutarman, MSc, PhD, Drs. Abdul Jalil, M.Kes, Dr. Ir. Erna Mutiara, dr. Putri C. Eyanoer, MS. Epi. Ph.D. selaku pembimbing saya di bidang statistik untuk kesabaran beliau-beliau dalam membimbing saya di bidang statistik, mulai membimbing saya mengenai dasar statistik sampai membimbing saya mengenai pengolahan data dan interpretasi hasil.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Dr.HAzwan Hakim Lubis SpA M.Kes, Direktur Utama RS.H. Adam Malik Medan beserta jajarannya yang memberikan tempat bagi saya untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan pendidikan Doktor ini.
Kepada para pemberi kuliah S-3 Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA (K), Prof. Dr. Sumono, MS; Drs. Sutarman, MSc, PhD; Prof. dr. Iskandar Zulkarnaen Lubis, SpA(K); Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain Hamid, MS, SpFK; Dr. drs. Ridwan Siregar, M.Lib; atas pengajaran, bimbingan dan diskusi selama saya mengikuti pendidikan S-3.
Kepada para anak didik saya yang tidak henti-hentinya membantu saya dalam pengeditan disertasi saya ucapkan terima kasih banyak.
Sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tulus dan cinta yang tak habis-habisnya saya ucapkan kepada orang tua saya, H.R. Suyoto R. Yusuf dan dr. Asmah Yusuf SpRad atas segala pengorbanan, cinta, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada saya. Saya tidak mungkin menyelesaikan pendidikan Doktor ini tanpa peran beliau-beliau yang sangat saya sayangi. Demikian juga kepada ayah dan ibu angkat saya,
(16)
Brigjen (TNI) Iskandar Samioen, SE dan Nyimas Tiktik Dartika dan keluarga besar saya ucapkan beribu terima kasih atas doa yang tiada henti dan segala dukungannya kepada saya.
Kepada anakku tercinta, Aditya yang sudah bahagia di alam barzah, mama yakin nak, kamu ikut hadir merasakan kebahagiaan ini.
Kepada kakanda dr. H. R Yusa Herwanto, SpTHT-KL, M.Ked yang sedang mengikuti pendidikan doktor dan adinda dr. Rr. Shinta Irina, SpAn, terima kasih saya ucapkan atas segala dukungannya. Disertasi ini merupakan pembangkit semangat kakanda dan adinda tercinta.
Kepada dr. Jan Husada dari PT Semax Axomedika dan kepada PT Kalbe Farma Tbk, saya ucapkan terima kasih banyak atas segala bantuan yang sudah diberikan.
Yuli Handayani yang telah banyak membantu menyediakan bahan-bahan referensi ilmiah dalam penyelesaian disertasi saya.
Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian pendidikan Doktor dan penerbitan disertasi ini; juga para sahabat yang tidak bisa saya sebut satu per satu, dengan tulus hati saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara dan kerabat sekalian dengan pahala yang berlipat ganda.Amin Ya Robbalalamin.
Wabillahi taufiq wahidayah, wassalamu’alaikum warrahmatulalahi wabarokaatuh.
(17)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rr. Suzy Indharty
NIP :
Tempat/tgl lahir : Medan, 20-02-1973 19730220 200501 2 001
Agama : Islam
Pekerjaan : Sekretaris Departemen Ilmu Bedah Saraf Pangkat/Gol : Penata / IIIc
Jabatan : Lektor Kepala
Instansi : Fakultas Kedokteran USU
Alamat Kantor : Departemen Bedah Saraf FK USU/ RSUP HAM Jl. Bungalow no 17, Medan
Alamat : Kompleks Taman Setia Budi blok VV no 133, Medan Nama Ayah : dr. Asmah SpRad binti Ahmad Yusuf
Nama Ibu : H.R. Suyoto bin R. Yusuf
Nama Abang : dr. H.R Yusa Herlambang, MKed, SpTHT-KL Nama Adik : dr. Rr. Shinta Irina, SpAn
RIWAYAT PENDIDIKAN NASIONAL
1979-1985 : SD Methodist II Medan 1985-1988 : SMP Negeri I Medan 1988-1991 : SMA Negeri I Medan
1992-1997 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2002-2008 : PPDS I Ilmu Bedah Saraf FK UNPAD
2004-2008 : Progam Pendidikan Combined Degree FK UNPAD
Kursus & Pelatihan:
1991 : Alliance Francaise, Paris, France
2006 : Neurosurgery Fellowship, Kurume University, Japan
2006 : Cerebrovascular Fellowship, Daini Redcross H, Nagayo, Japan 2006 : Spine & Gamma Knife Centre, Koyo Hospital, Wakayama, Japan 2006 : TNT Bandung
(18)
2008 : Skullbase surgery, spine surgery and neuroendoscopic surgery clinical courses, Xuanwu hospital, Beijing
2008 : Cadaver dissection course, Samii Skullbase Training Center, International Neuroscience Institute of China, Beijing
2010 : Hands on Cadaver Dissection: Anterior Cervical and Posterior Lumbar Instrumentation, 1st WFNS-ICASS, 14th ICSM, 15th
2010 : Neuro-Surgical Pain Management &Assessment , 1 PERSBEBSI
st
WFNS-ICASS, 14th ICSM, 15th
2010 : A Comprehensive hands-on course of minimally invasive and endoscopic neurosurgery, Aesculap Academy
PERSBEBSI
Riwayat pekerjaan:
1998-2001 : Dokter PTT, RS Jiwa Pusat, Medan 1999-2002 : Medical Officer, RS. Gleneagles, Medan
2008-Sekarang: Sekretaris Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/ RSUP HAM
Karya Ilmiah:
2003 : “Restrospective study of bifide spine in Hasan Sadikin Hospital” di PIT Universitas Padjadjaran 2003, Bandung, Indonesia
2003 : “Prevalence of Meningomyelocele in Hasan Sadikin Hospital’. Di Asian Congress Neurosurgery (ACNS) conjunction WFNS
education and Women in Neurosurgery (WINS) meeting 2003, Karawaci, Indonesia.
2005 : “Ist it recurrent Mix Tumor or Radiotherapy Induced Tumor?” di PIT PERSPEBSI, 2005, Yogyakarta
2006 : “STA enlargement after STA-MCA anastomosis in brain
infarction” Poster Winner di Pit PERSPEBSI conjunction WFNS education, Bali
2007 : “Is it Meningioma or Glioma?” di PIT PERSBEBSI, Makassar 2007 : Hasil akhir penderita dengan diffuse brain injury yang dirawat di
(19)
Neurosurgical Critical Unit RSHS, Bandung.Majalah Kedokteran Nusantara volume 40.
2009 : Primary Ewing Sarcoma, Majalah Kedokteran Nusantara volume 41
2009 : Falcotentorial Meningioma, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41
2009 : Trigeminal Neuralgia, Majalah Kedokteran Nusantara volume 42 2009 : Anastomosis superficial Temporal Artery (STA) – Middle Cerebral
Artery (MCA), Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42
2009 : Meningioma Ganas Intraserebral, Majalah Kedokteran Nusantara volume 42
(20)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Abstrak ... vii
Abstract ... ix
Ucapan Terima Kasih ... xi
Daftar Isi ... xvii
Daftar gambar ... xxi
Daftar Tabel ... xxii
Daftar Grafik ... xxiii
Daftar Singkatan ... xxv
1. 2. ... B AB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 ... L atar Belakang Penelitian ... 1
1.2 ... P erumusan masalah ... 8
1.3 ... T ujuan Penelitian ... 9
1.3.1 ... T ujuan Umum ... 9
1.3.2 ... T ujuan Khusus ... 9
1.4 ... K egunaan Penelitian ... 10
1.4.1 ... K egunaan Teoritis ... 10
1.4.2 ... K egunaan Metodologis ... 11
1.4.3 ... Kegunaan Aplikatif Praktisi ... 11
(21)
1.4.4 ... K egunaan Aplikatif Masyarakat ... 11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 12 2.1 ... Definisi Cedera Otak ... 12 2.2 ... Patofisiologi Cedera Otak ... 12 2.2.1 ... C
edera Otak Primer ... 13 2.2.2 ... K
ontusio Serebri (memar otak) ... 14 2.2.3 ... D
iffuse Axonal Injury ... 16 2.2.4 ... C
edera Otak Sekunder ... 17 2.3 ... Penilaian Tingkat Kesadaran Cedera Otak ... 18 2.4 ... Skala Fungsional Barthel’s Index ... 20 2.5 ... Mini Mental State Examination (MMSE) ... 20 2.6 ... Konsep Neuroproteksi pada Traumatik Penumbra ... 22 2.7 ... Kematian Neuron ... 29 2.8 ... Apoptosis ... 36 2.8.1 ... C
(22)
2.8.2 ... C aspase-Independent Apoptosis ... 44 2.9 ... BCL-2 Family Protein ... 46 2.10 Polimorfisme Gen BCL-2 ... 50 2.11 Polimorfisme Genetik ... 52 2.12 Autofagositosis ... 53 2.13 Nekrosis ... 56 2.14 Struktur BDNF ... 58 2.15 Polimorfisme Gen BDNF ... 62 2,16 Plastisitas otak ... 62 2.17 Neuroproteksi ... 63 2.17.1 Neuropeptida ... 65 2.17.2 Statin ... 70 2.18 Harapan Ke Depan ... 76 2.19 Kerangka Teori Penelitian ... 77
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA ... 78 3.1 ... K
erangka Konseptual ... 78 3.2 ... K
erangka Pemikiran ... 78 3.3 ... H
ipotesis ... 79 3.3.1 ... H
ipotesis mayor ... 79 3.3.2 ... H
ipotesis minor ... 79 3.4 ... R
ancangan Penelitian ... 80 3.5 ... T
(23)
3.5.1 ... T empat Penelitian ... 80 3.5.2 ... W
aktu Penelitian ... 81 3.6 ... P
opulasi dan Subjek Penelitian ... 81 3.6.1 ... P
opulasi Penelitian ... 81 3.6.2 ... S
ubjek Penelitian ... 81 3.7 ... K
riteria Penerimaan dan Penolakan ... 81 3.7.1 ... K
riteria Penerimaan ... 81 3.7.2 ... K
riteria Penolakan ... 82 3.8 ... B
esar Sampel ... 84 3.9 ... C
ara Pengambilan Sampel ... 85 3.10 ... Cara Kerja Penelitian ... 85 3.11 ... Prosedur Pemeriksaan Serum Darah ... 88 3.11.1 Cara Pengukuran Kadar BCL-2 dalam serum ... 88 3.11.2 Cara Pengukuran Kadar BDNF dalam serum ... 91 3.12 ... Ethical Clearance ... 94 3.13 ... Alur Penelitian/ Kerangka Operasional ... 95 3.14 ... V
(24)
3.15 ... D efinisi Operasional Variabel... 96 3.16 ... A
nalisis Data ... 102
BAB IV HASIL PENELITIAN... 103
4.1 Kontrol Kualitas ... 104 4.2 Uji Pendahuluan ... 105 4.2.1 Perbandingan Kadar BCL-2 Pada Kelompok Orang Normal,
Kelompok CKS, dan Kelompok CKB ... 107 4.2.2 Perbandingan Kadar BDNF Pada Kelompok Orang Normal,
Kelompok CKS, dan Kelompok CKB ... 109 4.3 Perubahan Bcl-2 dan BDNF pada kelompok cedera kepala sedang ... 110 4.4 Pola Perubahan Bcl-2 dan BDNF pada Cedera Kepala Sedang ... 114 4.4.1 Kelompok Perlakuan Standar ... 114 4.4.2 ... P
erlakuan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
4.4.3 Perlakuan Inhibitor HMG CoA reduktase ... 118 ... 116
4.5 Hari Rawatan ... 119 4.6 Perubahan BCL-2 dan BDNF pada Kelompok Cedera Kepala
Sedang ... 121 4.7 ... Pola Perubahan Bcl-2 dan BDNF Pada Cedera Kepala Sedang ... 125 4.7.1 ... Kelompok Perlakuan Standar ... 125 4.7.2 ... K
elompok Perlakuan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
4.7.3 ... P erlakuan Inhibitor HMG CoA Reduktase ... 128
... 126
4.8 Mortalitas ... 129 4.9 Pola Sekresi dan outliers ... 130
(25)
4.9.1 Kelompok dengan Pola Peningkatan Kadar Bcl-2 ... 130 4.9.2 Kelompok dengan pola sedikit perubahan kadar Bcl-2 ... 131 4.9.3 Kelompok dengan pola penurunan kadar Bcl-2 ... 131 4.9.4 Kelompok dengn pola peningkatan kadar BDNF ... 134 4.9.5 Kelompok dengan pola sedikit perubahan kadar BDNF ... 134 4.9.6 Kelompok dengan pola penurunan Kadar BDNF ... 135
BAB V PEMBAHASAN ... 137 5.1 Perubahan Bcl-2 pada CKS dan CKB ... 141 5.1.1 Kelompok perlakuan standar ... 141 5.1.2 Kelompok perlakuan dengan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
5.1.3 Kelompok perlakuan dengan Inhibitor HMG CoA Reduktase ... 142 ... 141
5.2 Perubahan BDNF pada CKS dan CKB ... 142 5.2.1 Kelompok perlakuan standar ... 142 5.2.2 Kelompok perlakuan dengan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
5.2.3 Kelompok perlakuan dengan Inhibitor HMG CoA Reduktase ... 144 ... 143
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 148
(26)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Mekanisme terjadinya kontusio kepala ... 15 Gambar 2.Perbedaan nekrosis dan Apoptosis ... 30 Gambar 3.Beberapa cara kematian sel ... 32 Gambar 4.Aktivasi apoptosis dari dalam sel(IntrinsicPathway) ... 40 Gambar 5.Aktivasi apoptosis dari luar sel(Extrinsic Pathway) ... 42 Gambar 6.Jaras apoptosis Intrinsic dan extrinsic ... 43 Gambar 7.Jaras caspase independent apoptosis ... 45 Gambar 8.Famili Bcl-2 yang Anti-apoptotik dan Pro-apoptotik ... 47 Gambar 9.The Intrinsic Mitochondrial Apoptosis Pathway ... 48 Gambar 10.Struktur Bcl-2 ... 49 Gambar 11. Gen BCL2 dengan tSNP pada Kromosom 18q21 ... 51 Gambar 12.Perbedaan kematian sel Apoptosis dan Autofag ... 55 Gambar 13.Peranan autofagi setelah TBI ... 56 Gambar 14. Struktur Brain-derived neurotrophic factor ... 59 Gambar 15. Proses Signaling dalam persarafan ... 60 Gambar 16. Skema Pemberian Obat Secara Intranasal ke CNS/Blood
Brain
Barrier ... 69 Gambar 17. Struktur kimia Simvastatin ... 71 Gambar 18. Skematik mekanisme statin dalam signalingSelulerdan
neuroproteksi ... 72 Gambar 19. Beberapa Mekanisme Brose Perpindahan Molekul melalui
Membran Sel ... 73 Gambar 20. Farmakokinetik statin ... 74 Gambar 21. Efek Statin dalam Cedera Kepala Traumatik ... 75
(27)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi penderita Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Pada
cedera kepala sedang dan berat ... 103 Tabel 4.2 Kadar Bcl-2 pada kelompok orang normal, CKS, dan CKB ...108 Tabel 4.3 Kadar BDNF pada kelompok orang normal, CKS, dan CKB ... 110 Tabel 4.4 Kadar Bcl-2 CKS pada hari pertama dan hari kelima ... 113 Tabel 4.5 Kadar BDNF CKS pada hari pertama dan hari kelima ... 113 Tabel 4.6 Perbedaan hari rawatan antarkelompok perlakuan pada CKS
Dan CKB ... 119 Tabel 4.7 Kadar Bcl-2 CKB pada hari pertama dan hari kelima ... 122 Tabel 4.8 Kemaknaan perbedaan kadar Bcl-2 CKS pada hari pertama
dan hari kelima ... 122 Tabel 4.9 Kadar BDNF CKB pada hari pertama dan hari kelima ... 124 Tabel 4.10 Kemaknaan perbedaan kadar BDNF CKB pada hari pertama
dan hari kelima ... 124 Tabel 4.11 Kadar Bcl-2 dan BDNF pada penderita CKS dan CKB
yang meninggal ...130 Tabel 4.12 Gambaran hari rawatan dan hasil akhir klinis menurut pola
Perubahan kadar Bcl-2 ... 133 Tabel 4.13 Gambaran hari rawatan dan hasil akhir klinis menurut pola
(28)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 A. Kurva konsentrasi-absorben standar Bcl-2 ... 104 Grafik 4.1 B. Kurva konsentrasi-absorben standar BDNF ... 105 Grafik 4.2 A. Distribusi nilai Bcl-2 pada kelompok orang normal... 106 Grafik 4.2 B. Distribusi nilai BDNF pada kelompok orang normal ... 106 Grafik 4.3 Perbedaan rerata Bcl-2 pada kelompok orang normal, kelompok
cedera kepala sedang, dan kelompok cedera kepala berat ... 107 Grafik 4.4. Perbedaan rerata BDNF pada kelompok orang normal,
kelompok
cedera kepala sedang, dan kelompok cedera kepala berat (tidak ada
outlier) ... 109 Grafik 4.5 Kadar Bcl-2 antarkelompok perlakuan pada hari pertama (A)
dan
Hari kelima (B) pada cedera kepala sedang ... 110 Grafik 4.6 Kadar BDNF antarkelompok perlakuan pada hari pertama (A)
Dan hari kelima (B) pada cedera kepala sedang ...112 Grafik 4.7 Perubahan nilai Bcl-2 pada kelompok cedera kepala sedang
Dengan perlakuan standar ... 114 Grafik 4.8 Perubahan nilai BDNF pada kelompok cedera kepala sedang
Dengan perlakuan standar ... 115 Grafik 4.9 Perubahan nilai Bcl-2 pada kelompok cedera kepala sedang
Dengan perlakuan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Grafik 4.10 Perubahan nilai BDNF pada kelompok cedera kepala sedang
... 116
Dengan perlakuan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Grafik 4.11 Perubahan nilai Bcl-2 pada kelompok cedera kepala sedang
... 117
Dengan perlakuan Inhibitor HMG CoA Reduktase ... 118 Grafik 4.12 Perubahan nilai BDNF pada kelompok cedera kepala sedang
Dengan perlakuan Inhibitor HMG CoA Reduktase ... 119 Grafik 4.13 kadar Bcl-2 antarkelompok perlakuan pada hari pertama
(29)
Grafik 4.14 kadar Bcl-2 antarkelompok perlakuan pada hari pertama
dan hari kelima pada cedera kepala berat ... 123 Grafik 4.15 Perubahan nilai Bcl-2 pada kelompok cedera kepala berat
Dengan perlakuan standar ... 125 Grafik 4.16 Perubahan nilai BDNF pada kelompok cedera kepala berat
Dengan perlakuan standar ... 126 Grafik 4.17 Perubahan nilai Bcl-2 pada kelompok cedera kepala berat
dengan perlakuan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Grafik 4.18 Perubahan nilai BDNF pada kelompok cedera kepala berat dengan sebuah
outlier ... 126
dengan perlakuan ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Grafik 4.19 Perubahan nilai Bcl-2 pada kelompok cedera kepala berat dengan sebuah
outlier ... 127
dengan perlakuan inhibitor HMG CoA Reduktase ... 128 Grafik 4.20 Perubahan nilai BDNF pada kelompok cedera kepala berat
(30)
DAFTAR SINGKATAN
ADL Activities of Daily Living ADP Adenosine Di-Phosphate AIF Apoptosis Inducing Factor
APAF-1 Apoptotic Protease Activating Factor ApoE Apolipoprotein E
ATLS Advanced Trauma Life Support ATP Adenosine Tri-Phosphate BBB Blood Brain Barrier
Bcl-2 B-cell lymphoma 2
BDNF Brain Derived Neurotrophic Factor
BH Bcl-2 homology
CBF Cerebral Blood Flow CNS Central Nervous System CPP Cerebral Perfusion Pressure
CRADD Caspase and RIP-adaptor with Death Domain CT scan Computed Tomography scan
DAI Diffuse Axonal Injurys
dATP deoxyadenosine triphosphate DISC Death-Inducing Signaling Complex DNA Deoxyribonucleic Acid
DRS Disability Rating Scale EAA Excitatory Amino Acid
ELISA Enzyme-linked Immunosorbent Assay ER endoplasmic reticulum
FADD Fas Associated Death Domain FK Fakultas kedokteran
(31)
GOS Glasgow Outcome Scale IAP Inhibitor of Apoptosis Protein ICE Interleukine-1β Converting Enzyme ICP Intra Cranial Pressure
IL Interleukin
IL-1β Interleukin-1β
LNGFR Low-affinity Nerve Growth Factor Receptor MEHFPGP ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro
MPT mitochondrial permeability transitions
10
mPTP membrane permiability transition pore MPTP Mitochondrial Permiability Transition Pore MRI Magnetic Resonance Imaging
mRNA messenger Ribonucleic acid NGF Nerve Growth Factor
NMDA / R N-Methyl-D-Aspartate / Receptor NOS Nitric Oxide Synthese
NRS-R Neurobehavioral Rating Scale-Revised
NT Neurotrophin
PARP Poly (ADP-ribose) Polymerase PCD Program Cell Death
PET Positron Emission Tomography PT Permiabilitas Transisi
RIP Receptor Interacting Protein RNAi RNA interference
RNS Reactive Nitrogen Species ROS Reactive Oxygen Species RSHAM Rumah Sakit Haji Adam Malik
SMAC Second Mitochondrial Activator of Caspases SRMD Stress Related Mucosal Damage
TBI Traumatic Brain Injury TH Tyrosine Hydroxylase TNF-α Tumor Necrosis Facor-α
(32)
TM Transmembrane
TRADD TNF-receptor Associated Death Domain
TRAIL Tumor necrosis factor Related Apoptosis-Inducing Ligand
tSNP tagging Single Nucleotide Polymorphisms TTIK Tekanan Tinggi Intra Kranial
TUNEL terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated biotinylated deoxyuridine triphosphate nick end labeling
USU Universitas Sumatera Utara XIAP X-chromosome-linked IAP
(33)
PERAN ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 DAN INHIBITOR HMG COA
REDUKTASE DALAM PENINGKATAN BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL AKHIR KLINIS PENDERITA KONTUSIO SEREBRI
ABSTRAK
Latar belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita cedera kepala masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran.Apoptosis pada proses cedera kepala sekunder berperan dalam perluasan kerusakan jaringan otak. Protein Bcl-2 dan BDNF mempunyai peran penting dalam memodulasi proses apoptosis. Peningkatan kadar Bcl-2 an BDNF akan memberikan efek anti-apoptosisdan meningkatkan plastisitas otak.Efek ACTH4-10Pro8-Gly9 -Pro10dan HMG CoA reduktase pada cedera kepala masih belum diketahui.
Tujuan: Untuk menganalisis peran ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10 dan inhibitor HMG CoA reduktase dalam peningkatan Bcl-2dan BDNF terhadap hasil akhir klinis penderita kontusio serebri.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian true experimental study pre-post test control group design dengan single blind yang di lakukan di Departemen Bedah Saraf dan Departemen Patologi Klinik FK-USU/RS HAM.Penelitianini dilakukan pada 60 penderita cedera kepala sedang (CKS) dan 60 penderita cedera kepala berat (CKB) yang tidak diindikasikan tindakan operasi.Pemeriksaan Bcl-2 dan BDNF serum dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Subjek terpilih terdiri dari kelompok CKS dan CKB. Kedua kelompok ini dibagi lagi berdasarkan perlakuan dalam tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari 20 orang. Serum diambil dari semua subjek pada hari pertama dan kelima untuk dilakukan pemeriksaan kadar Bcl-2 dan BDNF.
Pada penderita CKS, kadar Bcl-2 hari pertama (standar: 1.68 ± 1,34ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 1,93 ± 1.35ng/mL; inhibitor HMG
CoA reduktase: 1.83 ± 1,15ng/mL) dan hari kelima (standar: 1.66± 1.06ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:3.81± 1.0ng/mL, inhibitor HMG CoA
reduktase: 2.13± 0.56ng/mL). Kadar BDNF hari pertama (standar: 866,79 ± 478,52 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 955,81 ± 445,68 pg/mL; inhibitor
HMG CoA reduktase: 1015,71 ± 493,34 pg/mL) dan hari kelima (standar: 1026,19 ± 546,66 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Pada penderita CKB, kadar Bcl-2 hari pertama (standar: 1,49 ± 1,00 ng/mL; ACTH
: 1764,69 ± 559,69 pg/mL, inhibitor HMG CoA reduktase: 1179,02 ± 417,22 pg/mL).
4-10Pro8Gly9Pro10: 1,72±1.40ng/mL; inhibitor HMG CoA
(34)
ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:4,02 ± 1,119 ng/mL, inhibitor HMG CoA
reduktase: 2,00 ± 0,91 ng/mL). Kadar BDNF hari pertama (standar: 941,39 ± 486,84 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 990,30 ± 454,03pg/mL; inhibitor
HMG CoA reduktase: 953,83 ± 459,50 pg/mL) dan hari kelima (standar: 1028,45 ± 564,51 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 1769,80 ± 597,48
pg/mL, inhibitor HMG CoA reduktase: 1221.73 ± 390,66 pg/mL). Berdasarkan perhitungan statistik terdapat peningkatan kadar Bcl-2 dan BDNF yang signifikan pada kelompok perlakuan ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
Pada penelitian ini didapati korelasi yang lemah antara kadar Bcl-2 dan BDNF dengan Barthel indeks dan Mini Mental Score Examination (MMSE), tetapi dijumpai perbedaan lama rawatan antara ketiga kelompok perlakuan. Lama rawatan paling singkat adalah pada kelompok ACTH dibandingkan dengan perlakuan standar dan inhibitor HMG CoA reduktase.
4-10Pro8Gly9Pro10,baik pada CKS maupun CKB (p<0,05; CI 95%).
Kesimpulan: Pemberian ACTH4-10Pro8Gly9Pro10secara signifikan
meningkatkan kadar serum Bcl-2 dan BDNF dibandingkan dengan kelompok standar dan kelompok inhibitor HMG CoA reduktase baik pada CKS dan CKB. Pemberian ACTH4-10Pro8Gly9Pro10secara signifikan juga
menurunkan lama rawatan di rumah sakit.
Kata kunci: Bcl-2, BDNF, ACTH4-10Pro8Gly9Pro10, inhibitor HMG CoA
(35)
ROLE OF ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 AND HMG COA REDUCTASE
INHIBITOR IN INCREASING BCL-2 AND BDNF WITH CLINICAL OUTCOME OF CEREBRAL CONTUSION PATIENTS
ABSTRACT
Background: Traumatic brain injury (TBI) is a major public health concern in developing and developed countries. Treatment and improvement of clinical outcome are still a challenge in medical science. Apoptosis in secondary brain injury process involves in elaboration of brain damage. Bcl-2 (B Cell Lymphoma-2) and BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor) proteins have an important role in modulating apoptosis process. Bcl-2 and BDNF level escalation will give anti-apoptotic effect and brain plasticity escalation.
Purpose: To compare the effect between standard therapy, standard therapy with ACTH4-10Pro8Gly9Pro10, and standard therapy with HMG CoA
reductase inhibitor of serum Bcl-2 and BDNF level, clinical outcome and length of stay.
Methods: This research is a true experimental study pre-post test control group design with single blind that conducted at Department of Neurosurgery and Department of Clinical Pathology University of Sumatera Utara/ H. Adam Malik Hospital with 60 patients with moderate head injury and severe head injury which did not have any indication for surgery. Serum Bcl-2 and BDNF measurements have been done with ELISA method.
Results: The subjects were divided into two groups of moderate head injury and severe head injury. Both of the groups divided again into 3 groups according to the treatment which contain 20 subjects in each groups. Serum was taken from each respondent on day one and day five for Bcl-2 and BDNF level measurement.
Moderate head injury subjects, Bcl-2 level on day one (standard: 1.68 ± 1,34ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 1,93± 1.35ng/mL; inhibitor HMG
CoA reductase: 1.83 ± 1,15ng/mL) and day five (standard: 1.66± 1.06ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:3.81± 1.0ng/mL, inhibitor HMG CoA
reductase: 2.13± 0.56ng/mL). BDNF level on day one (standard: 866,79 ± 478,52 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 955,81 ± 445,68 pg/mL; inhibitor
HMG CoA reductase: 1015,71 ± 493,34 pg/mL) and day five (standard: 1026,19 ± 546,66 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Severe head injury subjects, Bcl-2 level on day one (standard: 1,49 ± 1,00 ng/mL; ACTH
: 1764,69 ± 559,69 pg/mL, inhibitor HMG CoA reductase: 1179,02 ± 417,22 pg/mL).
4-10Pro8Gly9Pro10: 1,72±1.40ng/mL; inhibitor HMG CoA
reductase: 1,55 ± 0,98 ng/mL) and day five (standard: 1,64 ± 0,61 ng/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10:4,02 ± 1,119 ng/mL, inhibitor HMG CoA reductase:
(36)
2,00 ± 0,91 ng/mL). BDNF level on day one (standard: 941,39 ± 486,84 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10: 990,30 ± 454,03pg/mL; inhibitor HMG
CoA reductase: 953,83 ± 459,50 pg/mL) and day five (standard: 1028,45 ± 564,51 pg/mL; ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
This research found weak correlation between Bcl-2 and BDNF with Barthel index and Mini Mental Score Examination (MMSE), but there is significant difference length of stay between three groups of treatment. The shortest length of stay on moderate head injury and severe head injury is group with ACTH
: 1769,80 ± 597,48 pg/mL, inhibitor HMG CoA reductase: 1221.73 ± 390,66 pg/mL).
4-10Pro8Gly9Pro10 therapy (p<0,05; CI 95%).
Conclusion: ACTH4-10Pro8Gly9Pro10 therapy significantly increased Bcl-2
and BDNF serum level compared with standard group and HMG CoA reductase inhibitor group on moderate head injury and severe head injury. ACTH4-10Pro8Gly9Pro10 therapy also significantly decrease length of stay.
Keywords: Bcl-2, BDNF,ACTH4-10Pro8Gly9Pro10, HMG CoA reductase
(37)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia khususnya Medan semakin bertambah banyak serta mobilitas penduduk yang meningkat (jumlah kendaraan yang meningkat dan kesadaran dalam mematuhi rambu lalu-lintas yang masih rendah) menyebabkan angka cedera kepala juga meningkat. Pada tahun 2010 penderita cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Haji Adam Malik (RS.HAM) Medan adalah 1627 penderita, yang terdiri atas 1021 penderita cedera kepala ringan (CKR),444 penderita cedera kepala sedang (CKS), dan 162 penderita cedera kepala berat (CKB). Dari jumlah ini yang dilakukan operasi untuk berbagai jenis cedera kepala adalah 274 penderita (16.8%). (Data Departemen Bedah Saraf FK USU, 2010).
Di Amerika Serikat, dijumpai 1.365.000 penderita kasus cedera kepala per tahun. Dari data ini, sebanyak 1.100.000 berobat jalan di IGD, 275.000 penderita masuk rumah sakit dan sekitar 52.000 penderita meninggal dunia. (Rutland-Brown et al, 2006).
Penyebab cedera kepala ditemukan pada rentangusiayang berbeda-beda, tetapi penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan, dan olah raga (Bruns dan Hauser 2003). Kekerasan adalah penyebab yang paling utama di Amerika, sedangkan kecelakaan
(38)
mobil paling sering terjadi di Eropa Selatan. Cedera kepala pada laki-laki muda usia 15-24 tahun paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (Kraus, 1984 ; Bruns and Hauser, 2003). Cedera kepala menempati urutan ketiga penyebab seseorang kehilangan pekerjaan setelah keganasan dan penyakit jantung koroner (Ponten, 1995).
Cedera kepala berat memunyai mortalitas yang tinggi, di samping menurunkan produktivitas dan mengakibatkan kecacatan yang permanen. Hampir semua penderita cedera kepala berat dan sebagian besar cedera kepala sedang menyebabkan kecacatan permanen (Shepard, 2001).
Karena tingginya angka kesakitan dan kematian, terutama pada CKB, maka perlu dilakukan upaya untuk menurunkan angka tersebut dengan penanganan yang menyeluruh agar prognosis penderita semakin baik. Tidak jarang penderita cedera kepala dengan hasil pemeriksaan Computed Tomography scan (CT-scan) tanpa lesi intrakranial yang bermakna mengalami perburukan atau meninggal selama perawatan. Ini mungkin disebabkan oleh perjalanan proses intrakranial (Stein, 1996).
Variabilitas hasil akhir penderita yang mengalami cedera kepala membutuhkan kajian yang cermat dan mendalam untuk mengungkapkan hubungan antara beratnya cedera awal dan hasil akhir klinis, serta pemahaman bahwa cedera kepala merupakan awal dari suatu proses yang dinamis (Shohami et al, 2000, Teasdale, 1998).
Pengukuran kualitas hidup dapat mengunakan beberapa parameter antara lain Skala Barthel (Index Activities of Daily Living / ADL) dan Mini-Mental State Examination (MMSE). Skala Barthel digunakan untuk
(39)
mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas dasar dan mobilisasi. MMSE merupakan suatu skala terstruktur untuk mengukur kognitif yang terdiri atas tiga puluh poin yang dikelompokan menjadi tujuh kategori: orientasi terhadap tempat, orientasi terhadap waktu, registrasi, perhatian dan konsentrasi, mengingat kembali, bahasa, dan konstruksi visual. Kedua parameter ini sering digunakan pada penderita cedera kepala untuk menilai keberhasilan terapi (Mahoney and Barthel, 1965; Tombaugh, 1992; Lezak, 2004).
Berdasarkan prosesnya, cedera kepala dibagi menjadi dua yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.Cedera kepala primer terjadi pada saat benturan.Efek klinis yang terjadi segera setelah trauma.Sementara itu, cedera kepala sekunder, yaitu cedera yang berlanjut setelah benturan primer, harus dicegah dan ditangani dengan baik. Penelitian terbaru membuktikan bahwa meskipun kerusakan otak sekunder yang tadinya dianggap irreversible, pada perubahan ultrastruktur, sawar darah otak, dan fungsi neuronal, yang berlangsung sejalan dengan waktu memberikan kemungkinan potensial untuk diperbaiki (Fearnside, 1997; Shohami et al. 2000 ; Teasdale, 1998).
Pencegahan terjadinya cedera kepala primer tidak banyak dapat dilakukan selain anjuran pemakaian helm dan sabuk pengaman. Dengan meluasnya pemahaman patofisiologi cedera otak sampai tingkat selluler dan molekuler, cedera primer tidak lagi dianggap sebagai peristiwa tersendiri, tetapi sebagai suatu proses yang berkelanjutan. Cedera kepala
(40)
primer yang tidak ditangani dengan baik akan berlanjut menjadi cedera kepala sekunder (Graham and Paul, 1997 ; Xiao peng et al. 2005).
Cedera kepala sekunder merupakan reaksi autodestruktif akibat stimulasi senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh cedera kepala primer seperti radikal bebas, asam amino eksitatoris (Excitatory Amino Acids-EAA), produk degradasi lipid, kation-kation, molekul reaksi inflamasi, dan reaksi immunologis. Senyawa-senyawa ini dapat memicu proses kematian sel melalui beragam jalur alternatif. Derajat keparahan cedera kepala sekunder dipengaruhi oleh usia penderita, berat ringannya cedera, lokasi cedera dan jenis sel yang terlibat.
Pemahaman tentang konsep tersebut di atas mengarahkan kita pada tantangan untuk memahami faktor yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir yang beragam yang dapat dimanipulasi dengan tujuan melindungi dan membatasi kerusakan jaringan otak, sehingga hasil akhir klinis penderita membaik dan angka kesembuhan semakin tinggi. Idealnya kerusakan otak akibat cedera sekunder harus dicegah semaksimal mungkin (Teasdale, 1998).
Terdapat kesalahan konsep mengenai cedera kepala yaitu bahwa hasil akhir klinis bergantung pada luas kerusakan neuron yang timbul pada waktu trauma terjadi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa perubahan neurokimia setelah timbulnya cedera dan dipicu oleh iskemia lebih berperan dalam disfungsi dan kerusakan neuron (Stein,1996).
Salah satu faktor yang menjadi pusat perhatian pada peristiwa cedera kepala adalah faktor neuroprotektif yang bekerja secara primer
(41)
ataupun sekunder. Neuroproteksi primer bertujuan untuk mencegah kematian sel pada awal kejadian cedera kepala, sehingga pemberiannya harus pada menit-menit pertama masa iskemia. Beberapa senyawa yang berperan sebagai neuroproteksi primer adalah voltage-dependent calcium-channel antagonists, glutamate receptors antagonists, inhibitors of synthesis and presynaptic release of Glutamate, GABA agonists, dan glycine. Neuroproteksi sekunder bertujuan untuk mengurangi perluasan iskemia dan mencegah kematian neuron yang tertunda (Delayed Neuronal Death)akibat apoptosis, dimana ini dapat diberikan dalam 3-6 jam pertama. Senyawa-senyawa yang merupakan neuroproteksi sekunder adalah free radical scavengers, NO-synthase blockers, inhibitors of local inflammation, statins, estrogens, erythropoetin, neurotrophic factors, neuropeptide: ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
Bcl-2 dan BDNF merupakan protein oncogene dan growth faktor yang dapat menghambat apoptosis. Peningkatan ekspresi protein Bcl-2 pada sistem saraf pusat (SSP) dapat mencegah proses apoptosis pada neuron (Graham, 1997 dan Clark, 2000; Zhang et al, 2005). Kegagalan mitokondria pada sel akibat cedera fisik dapat menyebabkan pelepasan promoter apoptosis (bax dan bad) dan promoter survival (bcl-xl dan Bcl-2).
, (Gusev E, 2003). Neuroproteksi berperan dalam mengurangi ketidakpastian hasil akhir penderita cedera kepala terutama akibat cedera kepala sekunder (Teasdale, 1998). Oleh karena itu, untuk membatasi kerusakan jaringan otak sekunder diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai upaya neuroproteksi (Shohami, et al. 2000).
(42)
Berdasarkan penelitian terdahulu didapati bahwa penderita dengan peningkatan kadar Bcl-2 pada CSF, serum, dan jaringan otak dapat menggurangi kematian sel dan memberikan hasil klinis yang lebih baik (Clark et al, 2000 ; Ng et al, 2000 ; Nathoo et al, 2004).
Salah satu senyawa neuroprotektif yang telah terbukti secara klinis adalah senyawa peptida ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10. Senyawa
ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10adalah suatu heptapeptida dengan susunan
Met(hionine)-Glu(tamine)-His(tidine)-Phe(nylalanine)-Pro(line)-Gly(cine)-Pro(line) dengan nomenklatur huruf tunggal MEHFPGP. Senyawa ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10adalah molekul sintetik analog dari fragmen
pendek ACTH (Adenocorticotropic hormone): ACTH4-10Pro8-Gly9
-Pro10bebas dari efek hormonal dan memiliki efek neuromodulatoris. Senyawa ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10dapat berfungsi sebagai neuroprotektor
karena sebagai neuromodulator memiliki karakteristik dapat menghambat proses apoptosis. Modulasi oleh ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10akan
meningkatkan kadar Bcl-2 dan BDNF sehingga menghambat proses apoptosis. Berdasarkan penelitian Gusev dan Skvortsova et. al. (2000) penderita stroke iskemik yang diberikan ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
Selain senyawa ACTH
menunjukkan peningkatan kadar Bcl-2 dan BDNF, penurunan mortalitas dan pengurangan lama rawatan (Gusev dan Skvortsova, 2003; Adan dan Gispen, 2000).
4-10Pro
8-Gly9-Pro10 terdapat juga senyawa
lain yang memiliki sifat neuroprotektif sekunder yang multipoten, salah satunya adalah inhibitor HMG CoA Reduktase. Kedua neuroprotektor ini
(43)
dapat meningkatkan kadar Bcl-2 dan BDNF pada penderita cedera kepala sehingga memberikan hasil klinis yang lebih baik. Selain itu, inhibitor HMG CoA Reduktase relatif lebih murah dibandingkan dengan senyawa ACTH
4-10Pro 8
-Gly9-Pro10
Statin merupakan analog struktur β-hidroxy-β-methylglutaryl co-enzyme A (HMG CoA) reduktase yaitu suatu molekul restriktif pada jalur sintesis kolesterol. Selama ini statin digunakan untuk pengobatan dislipidemia dan pencegahan penyakit jantung. Namun penelitian terbaru membuktikan bahwa statin juga mempunyai sifat neuroprotektor, dimana statin dapat melindungi sel saraf pada cedera kepala dan stroke (Lynch et al, 2005; Amarenco et al, 2006; Naval et al, 2008).
. Kelompok inhibitor HMG CoA reduktase yang telah
terbukti mampu meningkatkan kadar Bcl-2 dan BDNF adalah golongan simvastatin (Johnson-Anuna et al, 2007; Wu et al, 2008)
Mekanisme kerja statin sebagai neuroprotektor adalah dengan melindungi otak dari apoptosis dan meningkatkan plastisitas otak akibat proses cedera kepala. Dengan melindungi produksi Bcl-2 dengan statin, proses apoptosis dapat dihambat. Sebaliknya, dengan mempertahankan produksi BDNF setelah cedera kepala, terjadi peningkatan proses neurogenesis dan plastisitas otak. Pemberian statin pada cedera kepala dapat memberikan harapan pencegahan cedera otak sekunder dan memberikan hasil yang lebih baik (Johnson-Anuna et al, 2007; Chen et al, 2005).
Statin merupakan obat yang diberikan secara oral dengan absobsi di usus dan melalui first pass metabolism, yaitu metabolisme obat di hati
(44)
langsung setelah absorbsi sehingga terjadi penggurangan kadar obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Golongan statin terutama simvastatin merupakan bentuk inaktif dan ditransformasikan di hati menjadi bentuk aktif. Selain itu, simvastatin masuk ke dalam sel melalui difusi sederhana karena bersifat lipofilik. Ini menjadi salah satu alasan penggunaan simvastatin dalam penelitian ini. Selain itu, obatnya mudah dijangkau dan murah (Van Der Most, 2009).
Bcl-2 dan BDNF yang berkerja pada neuron-neuron susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi dapat membantu mendukung survival neuron, mendorong pertumbuhan dan diferensiasi neuron-neuron baru dan pembentukan sinaps. Sehubungan dengan hal tersebut, bagaimana peran neuroproteksi seperti Bcl-2 dan BDNF pada penderita kontusio serebri yang tidak ada indikasi operasi, serta perbedaan dan hubungannya dengan pemberian neuroprotektor sekunder multipopten seperti ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10 dan Inhibitor HMG CoA reduktase masih
perlu diteliti karena masih belum banyak dilaporkan dalam literatur.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah kadar Bcl-2 dan BDNF lebih tinggi pada penderita kontusio serebri dibandingkan orang normal?
2. Apakah kadar Bcl-2 dan BDNF meningkat pada penderita kontusio serebri setelah terapi standar?
3. Apakah kadar Bcl-2 dan BDNF meningkat pada penderita kontusio serebri setelah pemberian ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10?
(45)
4. Apakah kadar Bcl-2 dan BDNF meningkat pada penderita kontusio serebri setelah pemberian inhibitor HMG CoA Reduktase?
5. Apakah kadar Bcl-2 dan BDNF penderita kontusio serebri paling tinggi pada kelompok ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
6. Apakah hari rawatan paling singkat pada kelompok ACTH
dibandingkan dengan kelompok terapi standar dan kelompok inhibitor HMG CoA Reduktase?
4-10Pro8
-Gly9-Pro10
7. Apakah hasil akhir klinis lebih baik pada kelompok ACTH
dibandingkan dengan kelompok terapi standar dan kelompok inhibitor HMG CoA reduktase?
4-10Pro8
-Gly9-Pro10 dibandingkan dengan kelompok terapi standar dan kelompok inhibitor HMG CoA reduktase?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis peran ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10 dan inhibitor HMG
CoA reduktase dalam peningkatan Bcl-2dan BDNF terhadap hasil akhir klinis penderita kontusio serebri
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis perbedaan kadar Bcl-2dan BDNF antara orang normal dengan kelompok CKS dan CKB
2. Untuk menganalisis perubahan kadar Bcl-2 dan BDNF pada penderita kontusio serebri dengan terapi standar.
(46)
3. Untuk menganalisis perubahan kadar Bcl-2 dan BDNF pada penderita kontusio serebri dengan terapi standar ditambah pemberian ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
4. Untuk menganalisis perubahan kadar Bcl-2 dan BDNF pada penderita kontusio serebri dengan terapi standar ditambah pemberian inhibitor HMG CoA Reduktase.
.
5. Untuk menganalisis perbedaan perubahan kadar Bcl-2 dan BDNF pada penderita kontusio serebri dengan terapi standar, terapi standar ditambah pemberian ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
6. Untuk menganalisis perbedaan rerata hari rawatan antara kelompok terapi standar, kelompok terapi standar ditambah pemberian ACTH
, dan terapi
standar ditambah pemberian inhibitor HMG CoA Reduktase.
4-10Pro 8
-Gly9-Pro10
7. Untuk menganalisis hubungan kadar Bcl-2 dan BDNF terhadap penekanan proses apoptosis dan kerusakan jaringan penderita kontusio serebri dengan melihat Barthel Index dan skor MMSE sebagai penilaian hasil akhir.
,dan kelompok terapi standar
ditambah inhibitor HMG CoA Reduktase
1..4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Pada penatalaksanaan kontusio serebri, pemberian neuroproteksi eksogen dengan neuropeptida ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10 dan Inhibitor HMG
(47)
Neuropeptida ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10
Kadar Bcl-2 dan BDNF yang meningkat sebagai neuroproteksi eksogen dapat dipakai untuk menentukan prognosis dan hasil akhir penderita kontusio serebri.
dan Inhibitor HMG CoA Reduktase sebagai neuroprotektor eksogen belum pernah diteliti pada penderita kontusio serebri.
1..4.2 Kegunaan Metodologis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam mengenai peran sumbangan pada proses apoptosis cedera kepala dan efek neuroprotektor eksogen dari neuropeptide ACTH4-10Pro8
-Gly9-Pro10 dan Inhibitor HMG CoA Reduktase dengan memakai uji laboratorium kadar serum Bcl-2 dan BDNF secara tajam dan akurat, dan dikaitkan tingginya kadar Bcl-2 dan BDNF dengan hasil akhir klinis.
1.4.3 Kegunaan Aplikatif Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menetapkan terapi standar baru dalam penatalaksanaan kontusio serebri.
1.4.4 Kegunaan Aplikatif Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil akhir dan kualitas hidup yang lebih baik pada penderita kontusio serebri sehingga kesehatan penderita lebih baik dan dapat menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti sebelumnya, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
(48)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cedera Otak
Cedera otak adalah proses patologis jaringan otak yang bukan bersifat degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat kekuatan mekanis dari luar, yang menyebabkan gangguan fisik, fungsi kognitif, dan psikososial. Gangguan ini dapat bersifat menetap atau sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran (Valadka, 1996). Berdasarkan mekanismenya cedera otak di bagi atas cedera otak tumpul dan cedera otak tembus/tajam ( penetrating head injury) (Valadka, 1996).
Kontusio serebri yang dimaksud dalam penelitian ini didasarkan pada penilaian klinis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dan CT-scan kepala dimana didapati adanya intracerebral hemorrhage yang tidak ada indikasi operasi. Cedera kepala kami bagi atas:cedera kepalasedang (CKS) dengan GCS 9-13 dan cedera kepala berat (CKB) dengan GCS 3-8.
2.2 Patofisiologi Cedera Otak
Patofisiologi cedera otak ditinjau darisaat kejadiannya terdiri atas cedera otak primer yaitu kerusakan jaringan otak langsung akibat trauma dan cedera otak sekunder yaitu akibat perluasan kerusakan pada jaringan otak melalui proses patologis yang berlanjut (Cohadon , 1995).
(49)
2.2.1 Cedera Otak Primer
Cedera otak primer adalah akibat cedera langsung dari kekuatan mekanik yang merusak jaringan otak saat trauma terjadi (hancur, robek, memar, dan perdarahan). Cedera ini dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan/tekanan seperti akselerasi rotasi, kompresi, dan distensi akibat dari akselerasi atau deselerasi. Tekanan itu mengenai tulang tengkorak, yang dapat memberi efek pada neuron, glia, dan pembuluh darah, dan dapat mengakibatkan kerusakan lokal, multifokal ataupun difus (Valadka, 1996).
Cedera otak dapat mengenai parenkim otak dan / atau pembuluh darah. Cedera parenkim berupa kontusio, laserasi atau diffuse axonal injury (DAI), sedangkan cedera pembuluh darah berupa perdarahan epidural, subdural, subarachnoid dan intraserebral (Graham, 1995), yang dapat dilihat Pada CT-scan. Cedera difus meliputi kontusio serebri, perdarahan subarachnoid traumatik dan DAI. Sebagai tambahan sering terdapat perfusi iskhemik baik fokal maupun global (Valadka, 1996).
Kerusakan iskhemik otak dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti hipotensi, hipoksia, tekanan intrakranial /Intracranial Pressure (ICP) yang meninggi, edema, kompresi jaringan fokal, kerusakan mikrovaskularpada fase lanjut (late phase), dimana terjadi vasospasme (Vazquez-Barquero,1992; Ingebrigtsen, 1998). Keadaan setelah cedera kepala dapat dibagi menjadi:
2. Fase awal (fase 1, segera, dengan hipoperfusi),
(50)
4. Fase lanjut vasospastic (fase 3, hari ke-4-15), dengan reduksi aliran darah (Ingebrigtsen, et al. 1998).
Perbedaan fase ini berhubungan jelas dengan variasi regional Cerebral Blood Flow (CBF), dan reduksi aliran darah ke sekitar inti iskhemik (ischemic core) yang tidak memberi respon terhadap bertambahnya Cerebral Perfusion Pressure (CPP) (Andersson, 2003).
2.2.2 Kontusio Serebri (memar otak)
Kontusio serebri merupakan cedera fokal kepala yang paling sering terjadi.Dilaporkan bahwa 89% mayat yang diperiksa postmortem mengalami kontusio serebri (Cooper, 1982).Depreitere et al melaporkan bahwa kasus kontusio serebri paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan cedera olahraga (Depreitere B, 1982).Kontusio serebri adalah memar pada jaringan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul maupun cedera akibat akselerasi dan deselerasi yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim otak dan perdarahan mikro di sekitar kapiler pembuluh darah otak.Pada kontusio serebri terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada beberapa kasus kontusio serebri dapat berkembang menjadi perdarahan serebral. Namun pada cedera berat, kontusio serebri sering disertai dengan perdarahan subdural, perdaraham epidural, perdarahan serebral ataupun perdarahan subaraknoid (Hardman, 2002).
(51)
Freytag dan Lindenberg (1957) mengemukakan bahwa padadaerah kontusio serebri terdapat dua komponen, yaitu daerah inti yang mengalami nekrosis dan daerah perifer yang mengalami pembengkakan seluler yang diakibatkan oleh edema sitotoksik. Pembengkakan seluler ini sering dikenal sebagai pericontusional zone yang dapat menyebabkan keadaan lebih iskemik sehingga terjadi kematian sel yang lebih luas. Hail ini disebabkan oleh kerusakan autoregulasi pembuluh darah di pericontusional zone sehingga perfusi jaringan akan berkurang akibat dari penurunan mean arterial pressure (MAP) atau peningkatan tekanan intrakranial. Proses pembengkakan ini berlangsung antara 2 hingga 7 hari. Penderita yang mengalami kontusio ini memiliki risiko terjadi kecacatan dan kejang di kemudian hari (Davis G, 2009 ).
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Kontusio Kepala (Mesiano, 2010)
Penyebab penting terjadinya lesi kontusio adalah akselerasi kepala yang juga menimbulkan pergeseran otak dengan tulang tengkorak serta
(52)
pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat akan menyebabkan hiperekstensi kepala.Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularisdifus. Akibat hambatan itu, otak tidak mendapat input aferen sehingga kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung (Liau et al, 1996).
2.2.3 Diffuse Axonal Injury
Diffuse axonal injury merupakan istilah yang kurang tepat, sebab ini bukan merupakan cedera difus pada seluruh daerah otak. Cedera yang terjadi lebih dominan pada area otak tertentu yang mengalami percepatan yang tinggi dan cedera deselerasi dengan durasi yang panjang. DAI merupakan ciri yang konsisten pada cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas dan beberapa olahraga tertentu. Gambaran patologi secara histologi dari DAI pada manusia adalah terdapat kerusakan yang luas pada akson dari batang otak, parasagittal white matter dari korteks serebri, korpus kallosum dan gray-white matter junction dari korteks serebri(Smith et al, 1999).
Pada DAI ringan dan sedang umumnya tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan radiologi baik CT-scan dan MRI. Namun pada pemeriksaan mikroskopis akan dijumpai akson-akson yang membengkak dan putus. Mekanisme utama terjadinya DAI adalah akibat dari pergerakkan rotasional dari otak saat akselerasi dan deselerasi. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan densitas dari jaringan otak yaitu jaringan
(53)
white matter lebih berat dibandingkan grey matter. Pada saat otak mengalami rotasi akibat kejadian akselerasi-deselerasi, jaringan dengan densitas lebih rendah bergerak lebih cepat dibandingkan dengan jaringan dengan densitas lebih besar. Perbedaan kecepatan inilah yang menyebabkan robekan pada akson neuron yang menghubungkan grey matter dan white matter(Smith et al, 1999).
Terdapat dua fase dari cedera aksonal pada DAI yaitu fase pada cedera primer dan cedera sekunder atau fase lambat. Pada cedera primer robekkan akson terjadi akibat regangan saat kejadiaan. Sedangkan pada fase lambat terjadi perubahan biokimia yang mengakibatkan pembengkakan dan putusnya akson-akson. Perubahan biokimia yang terjadi yaitu peningkatan influks natrium yang juga memicu influks kalsium. Peningkatan kadar kalsium ini akan menyebabkan aktifnya calsium-mediated proteolysis. Kerusakan akson menyebabkan kerusakan dari pengangkutan sehingga terjadi penunmpukan di dalam akson yang membengkak. Kerusakan akson yang luas akan menyebabkan atrofi otak dengan ventrikulomegali yang dapat menyebabkan kejang, spastisitas, penurunan fungsi intelektual dan yang paling berat adalah vegetative state (Blumbergs, 2011).
2.2.4 Cedera Otak Sekunder
Cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer yang dapat terjadi karena adanya reaksi inflamasi, biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi, neuro-apoptosis dan inokulasi
(54)
bakteri.Melalui mekanisme Eksitotoksisitas, kadar Ca++ intrasellular meningkat, terjadi generasi radikal bebas dan peroxidasi lipid.
Faktor intrakranial (lokal) yang memengaruhi cedera otak sekunder adalah adanya hematoma intrakranial, iskemia otak akibat penurunan tekanan perfusi otak, herniasi, penurunan tekanan arterial otak, Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK), demam, vasospasm, infeksi, dan kejang (Cohadon, 1995).
Sebaliknya faktor ekstrakranial (sistemik) yang dikenal dengan istilah nine deadly H’s adalah hipoksemia (hipoksia, anemia), hipotensi (hipovolemia, gangguan jantung, pneumotorak), hiperkapnia (depresi nafas), hipokapnea (hiperventilasi), hipertermi (hipermetabolisme/respon stres), hiperglikemia, hipoglikemia, hiponatremia, hipoproteinemia,dan hemostasis (Cohadon, 1995).Beratnya cedera primer karena lokasinya memberi efek terhadap beratnya mekanisme cedera sekunder (Li, 2004).
2.3 Penilaian Tingkat Kesadaran Cedera Otak
Metode yang dipakai dalam mengukur derajat keparahan berdasarkan tingkat kesadaran cedera otak adalah beraneka ragam, seperti GCS, Glasgow Liege Scale, Glasgow Pittsburg Coma Scoring system, Head Injury Watch Sheet, Maryland Coma Scale, dan Leeds Coma Scale. Dalam penelitian ini dipakai GCS. GCS cukup konsisten dan objektif ketika dilakukan oleh penilai yang berbeda. Penilaian GCS cukup sederhana, serta dapat berguna sebagai pedoman terapi dan pemberi informasi tentang prognosis (Stein, 1996). Kendala GCS adalah jika
(55)
penderita mengalami edema palpebra atau terintubasi, maka akan ada variabel yang tidak bisa dinilai (Feldman et al, 1996).
Penilaian Glasgow Coma Scale (Teasdale dan Jennett, 1974) adalah sebagai berikut:
8. Respon buka mata
4.1 spontan 4
4.2 atas perintah 3
4.3 rangsangan nyeri 2
4.4 tidak ada 1 9. Respon motorik
a. menurut perintah 6 b. melokalisir nyeri 5 c. fleksi normal 4 d. dekortikasi 3 e. deserebrasi 2 f. flasid 1
10. Respon verbal
a. orientasi baik 5 b. mengacau/bingung 4 c. kata-kata tidak teratur 3 d. tidak jelas 2
(56)
2.4 Skala Fungsional Barthel’s Index
Skala Barthel atau Index Activities of Daily Living (ADL) Barthel merupakan skala untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas dasar dan mobilisasi.Semakin tinggi nilai yang diperoleh dalam pemeriksaan, semakin tinggi pula kecenderungan atau kemampuan seseorang untuk hidup mandiri setelah dipulangkan dari rumah sakit.Skala pengukuran ini diperkenalkan pada tahun 1965 oleh Mahoney dan Barthel dengan menampilkan rentang penilaian dari 0-100. Meskipun versi aslinya telah dipergunakan secara luas, skala ini telah mengalami modifikasi oleh Granger dkk pada tahun 1979, dan rentang penilaiannya menjadi 0-10 point untuk tiap variabelnya. Perbaikan selanjutnya diperkenalkan pada tahun 1989.Barthel index diukur pada saat awal terapi dan secara berkala selama terapi sampai diperoleh keuntungan yang maksimum (Mahoney and Barthel, 1965).
2.5 Mini – Mental State Examination (MMSE)
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri atas tiga puluh poin yang dikelompokan menjadi tujuh kategori: orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat tiga kata), perhatian dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi tujuh, dimulai dari angka seratus, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali tiga kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama dua benda,
(57)
mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah tiga langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar) (Lezak, 2004; Tombaugh, 1992).
Skor yang makin rendah mengindikasikan performa yang buruk dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30. Skor ini memiliki ambang MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia.Bagaimanapun, beberapa kajian sekarang ini menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status pendidikan tinggi.Skor 27 ini tidak sensitif untuk mendeteksi demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi. Tambahan pula skor ambang 24 juga tidak spesifik pada orang dengan status pendidikan rendah (Tombaugh, 1992, Lezak, 2004)
Pada tabel 2.1, ditampilkan Interpretasi MMSE yang didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat pemeriksaan, yaitu:
1. skor 24-30 yang diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2. skor 17-23 yang berarti probable gangguan kognitif
3. skor 0-16 yang berarti definite gangguan kognitif pemerikasaan (Tombaugh, 1992; Lezak, 2004)
(58)
Tabel 2.1. Interpretasi dari Nilai MMSE (Lezak, 2004).
2.6 Konsep Neuroproteksi pada Penumbra Traumatik
Konsep ini dikemukakan oleh Symon yang mendukung gagasan bahwa, pada dasarnya ada peluang untuk penyelamatan neuron dan memperkecil lesi permanen.Konsep neuroproteksi timbul dari hasil penelitian patologi dan patofisiologi cedera otak iskemik. Penghentian pemberian oksigen dan glukosa yang tiba-tiba ke jaringan otak akan menghasilkan serangkaian reaksi beruntun atau cascade patologis (pathological cascades) (Jain, 2011).
Ada tiga komponen yang aktif pada proses patofisiologis gangguan otak, yaitu eksitotoksisitas, kerusakan oksidatif dan apoptosis.Ketiga komponen ini selain sebagai denominator juga menunjukkan adanya keterkaitan antara faktor dan jalur-jalur penghantaran sinyal yang ditempuh melalui reaksi molekuler.Neuroproteksi terhadap terjadinya apoptosis dilakukan dengan cara menghambat jalur-jalur apoptotik dan/atau merangsang jalur-jalur survival(Jain, 2011).
(59)
Dari sekian banyak jalur yang telah diidentifikasi, jelas bahwa keadaan kritis terdapat pada :
− aktivasi yang berlebihan reseptor glutamat,
− akumulasi ion Ca++ didalam sel,
− peran abnormal sel peradangan,
− produksi senyawa radikal bebas yang berlebihan sebagai proses hulu,dan terpicunya apoptosis secara patologis sebagai proses hilir. (Jain, 2011; Menon, 2003)
a) Eksitotoksisitas
Dengan teknik microdialisis diketahui bahwa faktor signifikan yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder adalah asam amino eksitotoksik yang keluar berlebihan, seperti glutamate dan aspartate, dan juga neurotoxin lain yang terjadi saat cedera otak primer (Gibbons, 1993). Pada trauma, glutamate yang berlebihan dapat berasal dari sel-sel yang rusak, bocor, atau karena gangguan reuptake dari Glutamat. Signaling dari glutamate adalah vital. Aktivasi yang berlebihan dari reseptor glutamate merupakan awal dari kematian sel yang disebut excitotoxicity (Hetman dan Kharebava, 2006).
Glutamate sebagai neurotoxin, pertama digambarkan oleh Lucas dan Newhouse pada 1957.Excitotoxic cell death yang kemudian dijumpai umumnya terjadi pada semua neuron dengan reseptor glutamate (Olney, 1969). Signal glutamate dihantarkan melalui dua macam reseptor, yaitu reseptorionotropic yang kerjanya cepat dan reseptor metabotropic yang
(60)
kerjanya lambat. Reseptor ionotropik yangutama bertanggung jawab terhadap excitotoxicity adalah N-methyl-D-aspartate (NMDA). Reseptor yang tergabung dengan saluran ion ini akan membuka saluran ionnya sehingga permiabilitas dinding sel akan meninggi yang mengakibatkan meningginya aliran kalsium (konsentrasi Ca++
Potasium juga keluar dari sel dan diabsorbsi oleh astrosit.Timbul gangguan keseimbangan ion yang berakibat depolarisasi membrane sel dan influx cairan yang menyebabkan sel bengkak dan cytotoxic edema yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel neuron.Glutamat juga toksik terhadap sel-sel glial, termasuk astrosit dan oligodendroglia.(Yoshioka, 1995). Astrosit memunyai kapasitas buffer dan terlibat dalam clearance glutamat dari ruang ekstrasellular. Berkurangnya energi selama iskemia dapat menyebabkan sistem regulasi glutamat rusak (Chen dan Swanson, 2003).
diluar dan didalam sel berbanding 10.000:1) dan sodium kedalam sel serta aktivasi dari calcineurin dan calmodulin. Ini cenderung menyebabkan destruksi axon (Lieberman, 2001 dan Masel, 2004).
b) Kalsium
Proses homeostasis kalsium dalam sel sangat penting. Kadar yang meninggi setelah cedera kepala merupakan awal dari proses kematian
sel, dimana Ca++ merupakan suatu second messenger dan
signaltransducerpencetus reseptor. Jumlah influks Ca++ bergantung dari sifat cedera mekanik. Pada cedera kepala yang uniaxial, kadar Ca++
(61)
intrasellular segera meningkat. Namun kadar Ca++ meningkat paling banyak pada cedera biaxial. Hal ini disebabkan oleh adanya kanal antagonis yang menghambat peningkatan kalsium pada cedera uniaxial tetapi tidak pada cedera biaxial. Ini adalah menunjukkan betapa pentingnya sifat benturan terhadap respon jaringan (Geddes-Klein, 2006).
Kumpulan Ca++ yang bersifat toksik maupun non-toksik jalurmasuknya melalui NMDAR yaitu suatu Ligand Gated Anion Channel atau L-type voltage sensitive channel disebut juga Voltage Gated Anion Channel yang terpicu oleh perbedaan potensial pada membran sel berupa depolarisasi (Tymianski & Charltonet al. 1993). Ca++ intrasellular yang
meningkat akan memicu pelepasan lebih lanjut Ca++ dari sumber internal seperti retikulum endoplasmic. Kadar kalsium yang tinggi pada sitoplasma akan memicu penumpukkan kalsium dalam matriks mitokondria.
Mitokondria dapat mengisolasi Ca++ melalui mekanisme electrochemical gradient generatedpotential dan rantai transportasi elektron dengan akibat akan terjadi pengurangan sintesa ATP. Kerusakan rantai transportasi elektron cenderung menghasilkan reactive oxygen species (ROS) secara berlebihan, sedangkan pada saat yang bersamaan, terdapat peningkatan
kebutuhan ATP untuk mengeluarkan Ca++ melalui plasma membran pump (Schinder, 1996; Robertson, 2004).
Kalsium dapat mengaktivasi beberapa enzim seperti lipase, kinase, phosphatase, dan protease. Calpain adalah enzim protease intrasellular yang dapat mengurangi kadar protein neuronal. Aktivasi Calpain yang
(62)
berlebihan sangat berperan dalam kaskade neurodegeneratif pada cedera kepala, yaitu memicu kerusakan cytoskeleton dan kematian sel neuronal serta merusak fungsi neurobiologis (Kampfl, 1997).
c) Radikal Bebas
Meningginya kadar Ca++ sebagai pencetus aktivasi enzim terlibat dalam produksi radikal bebas. Pada keadaan normal, oxidative mitochondrialmetabolism memproduksi sejumlah kecil radikal bebas.Pada trauma, radikal bebas yang timbul berlebihan diproduksioleh enzimnitric oxide synthase yang timbul akibat trauma (iNOS) ini dibedakan dengan eNOS (endothelial NOS yang sifatnya protektif) dan nNOS (neuronal NOS yang sifatnya konstitutif).Phospholipase, dan xanthine oxidase yang aktif
bersamaan dengan aktivasi jalur Ca++ berpengaruh terhadap kerusakan rantai transpor elektron mitokondria.Timbulnya asidosis menyebabkan lepasnya ferrum dari transferrin dan ferritin.Radikal bebas menambah permiabilitas sel-sel membran melalui peroxidasi lipid yang merusak komponen phospholipid membran.Superoxide anion dan hydroksil anion membentuk peroksinitrit (yang lebih reaktif) dengan NO yang dibentuk iNOS. Penggabungan dengan ion Fe tadi akan membuat proses peroksidasi lipid pada membran meluas secara geometris. (White, 2000). Kerusakan DNA akibat radikal bebas akan mengaktivasi Poly ADP Ribose Polymerase (PARP) suatu enzim untuk perbaikan (repair) kerusakan DNA. Aktivasi PARP akan memicu enzim perbaikkan DNA. Aktivitas berlebihan dari PARP akan mengurangi cadangan energi sel yaitu cadangan NAD+
(63)
dan ATP. Kerusakan besar pada DNA akan menguras energi atau ATP sehingga sel yang dalam proses apoptosis kehabisan energi dan mati melalui proses nekrosis yang dalam hal ini disebut nekrosis sekunder (Zhang, 2005). Caspase 3 yang menginaktivasi PARP berperan dalam proses apoptosis (Isabelle et al, 2010).
d) Inflamasi
Cascade yang kompleks dari respon inflamasi sellular pada TBI dapat memperbesar kerusakan otak sekunder. Proses inflamasi ini mulai beberapa jam sampai dengan beberapa hari bertambah terus menerus pada cedera otak sekunder. Respon inflamasi akibat TBI akut tidak hanya terbatas pada otak dan sering tampak pada disfungsi organ lain. Molekul utama pada otak yang melibatkan cascade ini adalah growth factors, catecholamine, neurokinin, sitokinase, danchemokines. (Agha et al. 2004). Trauma dapat menyebabkan gangguan BBB yang memisah darah dari cairan interstitial dari parenkim dan merusak barrier yang normal. Air dan zat yang dapat larut dapat bebas masuk ke otak dan cenderung menyebabkan edema vasogenik sedangkan edema sitotoksik, atau sel yang bengkak terjadi karena perubahan di sekitarnya atau stress terhadap sel. Chemotaxis, diapedesis, dan gangguan BBB dapat membuka jalur baru ke dalam otak. Infiltrasi makrofag dari sirkulasi yang berfungsi membuang debris setelah cedera, bersama dengan neuron-neuron dan sel-sel glial, akan menyekresi sitokin pro dan antiinflamasi. Pada TBI, proinflamasi sitokin interleukin IL-1, IL-6 dan TNF-α akan meninggi(Hans
(64)
& Kossmann et al, 1999). TNF-α sebagai pemicu awal respon inflamasi merangsang produksi sitokin lain dan molekul adhesi (ICAM dan VCAM). (Lenzlinger, 2001). TNF-α dapat memperburuk cedera otak dan mengubah sitoskeleton sel endotel sehingga timbul kebocoran, namun TNF-α perannya dualistik karena dapat juga berperan neuroprotective bersamaan dengan IL-1β yang berfungsi untuk menambah expresi Nerve
Growth Factor (NGF). Peran TNF-α penting dalam tingkat akut inflamasi
dan juga bermanfaat pada regenerasi dan/atau perbaikan. Mirip dengan TNF-α, IL-1β juga terlibat dalam fase akut dan dapat menambah permiabilitas endotel yang mengakibatkan edema (Holmin dan Mathiesen, 2000).
IL-1β memunyai hubungan dengan banyaknya edema di sekitar lesi dan mortalitas (Elovic , 2003 ; Bruns & Hauser , 2003). IL-6 dan 10 akan meninggi pada anak-anak dengan TBI. Meningginya IL-10 yang sifatnya anti-inflamasidapat menurunkan angka mortalitas pada TBI (Kraus et al. 1984 ). Meningginya sitokine (seperti IL-6) TBI merupakan suatu double edged sword karena menyebabkan baik neurotoxicity maupun neuroproteksi. Inflamasi sitokine dapat menyebabkan neurotoxicity melalui dorongan excitotoxicity dan respon inflamasi. Namun, secara bersamaan inflamasi sitokin dapat mempermudah mekanisme neurotropic dan induksi sel-sel menyekresikan faktor pertumbuhan yang merupakan neuroproteksi.
Trauma otak memberi risiko terhadap berkembangnya penyakit neurodegenerative di kemudian hari. Setelah cedera, protein precursor β–
(1)
Pemeriksaan dan pemberian obat ini tidak akan mempengaruhi perjalanan pengobatan pasien dan tidak dipungut biaya.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja.
Apabila Bapak/Ibu memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, maka Bapak/Ibu akan diminta untuk menandatangani formulir surat persetujuan yang menyatakan bahwa Bapak/Ibu telah mendapat penjelasan tentang penelitian ini dan secara sukarela bersedia untuk berpartisipasi. Data medis Bapa/Ibu akan tetap menjadi rahasia medis.
Jika ada sesuatu yang belum jelas, dokter akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan Bapak/Ibu atau keluarga Bapak/Ibu tentang penelitian ini. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat menghubungi dr. Rr. Suzy Indharty, MKes, SpBS di departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSHAM, ema
(2)
Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
Bersama ini saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
Umur : Alamat :
Setelah mendapat keterangan secukupnya dan mengerti manfaat penelitian tersebut di bawah ini dengan judul:
PERAN ACTH4-10Pro8Gly9Pro10
Saya mengerti tujuan penelitian ini dan mengapa (ayah/ibu/istri/suami/anak/____________):
DAN INHIBITOR HMG COA REDUKTASE DALAM PENINGKATAN BCL-2 DAN BDNF TERHADAP HASIL AKHIR
KLINIS PENDERITA KONTUSI SEREBRI
Nama : Umur : Di rawat di :
Diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab oleh dokter.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan setiap saat saya dapat mengundurkan diri dari penelitian.
Medan,______________2012 Yang memberi penjelasan Yang menyetujui,
(___________________) (__________________)
(3)
Lampiran 15. Korelasi kadar Bcl-2 Hari pertama dan hari kelima dengan Barthel indeks dan skor MMSE. Ket. *) signifikan; **) korelasi Spearman. Data sebelum outliers disingkirkan
Perlakuan CKS CKB
Barthel Indeks MMSE Barthel indeks MMSE
r P r p r p r p
Standar
Bcl-2 H1 - 0,396 0,058 - 0,362 0,077 - 0,419 0,053 0,028** 0,459 Bcl-2 H5 - 0,360 0,078 - 0,352 0,083 - 0,123 0,325 0,252** 0,173
BDNF H1 0,338 0,092 0,215 0,203 0,214 0,213 0,308** 0,123
BDNF H5 - 0,080 0,380 - 0,036 0,445 0,151 0,289 0,084** 0,379 ACTH
Bcl-2 H1 - 0,318 0,092 - 0,379 0,055 - 0,339 0,085 - 0,363** 0,069
Bcl-2 H5 0,259 0,142 0,176 0,235 0,151 0,275 0,283** 0,128
BDNF H1 - 0,153 0,265 0,315 0,094 - 0,102 0,343 - 0,191** 0,224 BDNF H5 0,259 0,142 0,080 0,373 - 0,458 0,028* - 0,556** 0,008* Statin
Bcl-2 H1 - 0,313 0,111 - 0,183 0,241 - 0,534 0,017* - 0,027** 0,459 Bcl-2 H5 0,320 0,105 0,303 0,118 - 0,316 0,116 0,046** 0,433 BDNF H1 0,047 0,430 0,023 0,465 0,226 0,200 - 0,055** 0,418 BDNF H5 0,325 0,102 0,516 0,017* 0,469 0,033* 0,422** 0,052
(4)
Lampiran 16. Perhitungan Kembali Jumlah Sampel Berdasarkan Penelitian Ini Nilai Bcl-2 dan BDNF Hari Pertama
σ Δ n
Bcl-2
CKS
Standar 0,75 0,695 10 ACTH 0,70 0,692 9
HMG
CoA 0,55 0,78 5
CKB
Standar 1,01 0,745 16 ACTH 1,4 0,86 23*
HMG
CoA 0,98 0,775 14
σ Δ n
BDNF
CKS
Standar 478,52 433,40 11 ACTH 445,68 477,90 8 HMG CoA 493,34 507,86 8
CKB
Standar 486,84 470,70 10 ACTH 454,03 495,15 8 HMG CoA 495,50 477,92 8
Nilai Bcl-2 dan BDNF hari kelima
σ Δ n
Bcl-2
CKS
Standar 0,77 0,74 10 ACTH 1,02 1,85 3
HMG
CoA 0,56 1,09 3
CKB
Standar 0,61 0,82 5 ACTH 1,19 2,01 3
HMG
CoA 0,90 1,00 7
σ Δ n
BDNF CKS Standar 564,66 513,10 10
(5)
ACTH 559,69 882,35 4 HMG
CoA 417,22 589,51 5
CKB
Standar 564,51 514,23 11 ACTH 597,48 885,9 4
HMG
CoA 390,66 610,87 4
(6)