yang mengikuti aturan kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca, lebih mengungkapkan isi baik adalah terjemahan yang tidak tampak sebagai
terjemahan tetapi sebagai karya asli.
23
3. Teknik Menilai Penerjemah
a. Perbandingan dengan Teks Sumber Perbandingan yang cermat dengan teks sumber harus dilakukan beberapa
kali selama proses terjemahan itu berlangsung. Jenis pemeriksaan ini penting pada saat membuat konsep kedua. Jika terjemahan itu sudah selesai, penerjemah harus
melihatnya kembali, dan sekali lagi membuat perbandingan yang lebih cermat, Karena bisa saja dia membuat kesalahan. Salah satu tujuan perbandingan ini ialah
untuk memeriksa padanan informasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua informasi sudah dimasukan tidak ada yang dihilangkan,
tidak ada yang ditambahkan, dan tidak ada yang berbeda. Perbandingan ini merupakan pemeriksaan oleh diri sendiri, artinya pemeriksaan itu dilakukan
sendiri oleh penerjemah. Tentu saja pemeriksaan ini dapat juga dilakukan oleh orang lain yang tahu persis kedua bahasa itu dan tahu prinsip penerjemahan.
Sesudah yakin semua informasi telah dimasukan, penerjemah membuat perbandingan teks sumber dan teks bahasa sasaran untuk mencari masalah yang
ada atau yang mungkin ada. Penerjemah mencatat segalanya yang ingin ia pikirkan kembali atau ujikan kepada orang lain, tetapi ia harus sesubjektif
mungkin, dan melihat karyanya secara keritis. Pada saat yang sama, ia harus
23
Wolfram Wilss, The Science of Translation, h. 134-135.
23
berhati-hati agar tidak mengubah sesuatu tanpa mempertimbangkannya dengan seksama.
24
b. Terjemahan Balik Terjemahan balik adalah meminta orang lain yang menguasai bahasa
sumber dan bahasa sasaran untuk membuat terjemahan balik dari hasil terjemahan ke dalam bahasa sumber. Orang ini menulis dalam bahasa sumber makna yang
didapatnya dari hasil terjemahan itu, tanpa membaca terlebih dahulu teks yang digunakan penerjemah.
Terjemahan balik tidak dimaksudkan sebagai teks idiomatis yang sempurna dalam bahasa sumber, tetapi merupakan pengalihan harfiah yang
digunakan untuk tujuan pemeriksaan. Tiap unsur leksikal harus diterjemahkan secara harfiah, tetapi kalimat yang digunakan dapat berupa bentuk umum
gramatikal bahasa sumber.
25
c. Tes Pemahaman Pengujian pemahaman yang baik merupakan kunci menuju terjemahan
yang baik. Tujuan tes ini ialah untuk melihat apakah terjemahan itu dimengerti secara tepat oleh penutur bahasa yang sebelumnya tidak pernah melihat
terjemahan itu. Teks itu dirancang untuk mengetahui apa yang disampaikan terjemahan itu kepada khalayaknya. Caranya yaitu meminta orang
mengemukakan isi terjemahan itu, dan menjawab pertanyaan tentang isinya. Hasil tes semacam ini akan membantu penerjemah memperbaiki terjemahanya.,
sehingga terjemahan itu dapat menyampaikan amanat dengan jelas dan wajar.
24
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna Pedoman Untuk Pemadanan Antarbahasa
. Penerjemah Kencanawati Taniran Jakarta: Arcan, 1989, h. 536-537.
25
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, h. 537.
24
Pengujian pemahaman diberikan kepada orang-orang yang lancar berbicara bahasa sasaran. Orang-orang ini harus orang biasa dari segala lapisan
masyarakat. Jika dimaksudkan untuk semua orang, orang-orang ini mencakup orang muda, orang setengah umur, dan orang tua, orang yang terpelajar dan orang
yang kurang terpelajar. Akan tetapi, jika terjemahan itu dimaksudkan untuk kelompok tertentu, maka sekelompok orang dari kelompok itu harus dimasukkan
sebagai responden. Penguji tidak boleh memotong atau menyela responden sewaktu ia
mengungkapkan kembali isi terjemahan itu, melainkan harus mencatat segala yang dikatakanya, atau merekamnya untuk dirujuk kembali nanti. Ia tidak boleh
menganggu jalan pikiran responden, dan yang pasti, ia tidak boleh mengoreksinya. Jika responden bingung dengan terjemahan itu, tidak apa-apa,
karena penguji harus tahu bahwa respondenya mempunyai masalah ini. Jika responden mengungkapkan kembali apa yang telah dibacanya, diharapkan ia
dapat mengingat maksud yang merupakan kejadian utama sebuah tuturan, langkah-langkah utama prosedur, atau maksud utama sebuah pembeberan. Hal ini
penting untuk pemeriksaan tema dan ciri-ciri wacana lain. Langkah kedua dari pengujian pemahaman yaitu memberikan pertanyaan
tentang teks yang diterjemahkan. Pertanyaan itu harus dipersiapkan sebelumnya, dan tidak dibuat di depan responden. Alasanya, agar penguji mempunyai waktu
untuk memikirkan pengertian yang ia harapkan dari respondennya, dan juga memastikan dengan persis hal yang ingin diperiksanya. Dengan demikian, ia
dapat merumuskan pertanyaan dengan seksama, dan mendapat informasi yang dicarinya. Ini juga membantunya menggunakan waktu dengan bijaksana sewaktu
25
bekerja dengan responden, karena orang cenderung mau membantu, jika pengujinya siap dan tahu apa yang ingin ditanyakanya.
26
d. Tes Kewajaran Tujuan tes kewajaran ialah untuk melihat apakah bentuk terjemahan itu
wajar dan gaya bahasanya sesuai. Kemudian ini dilakukan oleh para pemeriksa, yang diharapkan sejumlah keterampilan menulis bahasa sasaran. Beberapa
pemeriksa ini mungkin menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan bersedia memeriksa ketepatan serta kewajaran terjemahan itu. Akan tetapi,
kebanyakan pemeriksa hanya membaca terjemahan itu dan mencari cara memperbaiki kewajaran dan gaya bahasanya. Pemeriksa perlu diberi petunjuk
yang cermat sebelum memulai pemeriksaan semacam itu. Jika tidak mereka tidak akan banyak memberikan saran yang berguna, sehingga kerja mereka tidak akan
memperbaiki terjemahan itu. Pemeriksa harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perinsip
penerjemahan untuk mengerti apa yang disebut penerjemahan idiomatis. Ia bisa mendapatkan latihan dengan meminta konsultan atau penerjemah mengerjakan
sejumlah teks bersama-sama denganya. Sebagai latihan, penerjemah menyiapkan “teks yang tidak sempurna”, misalnya, teks dengan bentuk yang tidak wajar, rujuk
balik yang tidak jelas, pertentangan kolokasi. pada waktu memeriksa teks ini dengan penerjemah, pemeriksa akan melihat apa saja yang harus dicarinya pada
waktu ia memeriksa penerjemahan.
27
e. Tes Keterbacaan
26
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, h. 540-542.
27
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, h. 545-546.
26
Penerjemah dan penguji dapat memberikan tes keterbacaan. Tes ini dilakukan dengan meminta seseorang membaca sebagian terjemahan itu dengan
mengeluarkan suara. Bacaan itu harus merupakan bagian yang utuh, atau merupakan satu satuan. Sewaktu orang itu membaca, penguji harus
memperhatikan dan mencatat bagian yang membuat pembaca ragu-ragu, atau berhenti dan membaca ulang, Karena gejala ini menandakan suatu masalah dalam
keterbacaan. Kadang-kadang pembaca kelihatan bingung, dan tidak mengerti mengapa tes itu menyatakan demikian. Kadang-kadang juga pembaca mengatakan
sesuatu yang berbeda dari yang tertulis dalam terjemahan. Tes keterbacaan bukan dilakukan dalam pembahasan formal saja. Setiap
saat seseorang membaca terjemahan itu, penerjemah, penguji, dan pemeriksa yang mendengarkannya harus memperhatikan kesulitan membaca ini. Kesulitan ini
harus dicatat bersama dengan informasi lain seperti jawaban untuk pertanyaan pemahaman, perubahan kewajaran yang disarankan, dan lain-lain.
Orang yang memeriksa keterbacaan harus mengetahui kemungkinan masalah beban informasi. Apakah ada terlalu banyak informasi yang muncul
terlalu cepat dalam terjemahan itu? Atau, apakah beban informasi itu terlalu lambat sehingga membosankan, dan tidak begitu dapat dibaca? Sebuah teks dapat
dibaca karena ditulis dengan baik, artinya, tulisan itu mempunyai gaya bahasa yang menyenangkan, irama yang bagus dan bergerak dengan langkah yang dapat
diterima. Harus diingat bahwa apa yang dapat dibaca oleh khalayak yang satu mungkin tidak dapat dibaca oleh khalayak lainnya. Pembaca yang sangat
terpelajar dapat dengan mudah membaca struktur kalimat yang agak rumit, sedangkan pembaca yang kurang terpelajar akan mempunyai kesulitan dengan
27
struktur yang rumit semacam ini. Itulah sebabnya mengapa tes keterbacaan harus dilakukan kepada orang yang akan menggunakan terjemahan itu. Gaya bahasa
terjemahan untuk tiap kelompok pembaca juga berbeda-beda. Jika ditulis untuk anak-anak, perlu digunakan kalimat-kalimat pendek, sederhana, dan bersifat
percakapan. Untuk orang dewasa, harus digunakan kalimat yang lebih panjang dan lebih langsung yang akan membangkitkan perasaan dan emosi dalam teks
bahasa sumber.
28
f. Pemeriksaan Konsistensi Jika dokumen yang diterjemahkan adalah dokumen yang panjang, atau
dilakukan dalam waktu yang lama, penerjemah mungkin tidak konsisten dalam menggunakan padanan leksikal untuk beberapa kata kunci. Pada akhir proyek
penerjemah, terutama terjemahan untuk dokumen teknik, politik, dan keagamaan, pemeriksaan untuk kata-kata kunci itu harus dilakukan. Misalnya, dalam
menerjemahkan Al-kitab, ada sejumlah kata-kata kunci seperti Nabi, penulis Al- kitab, Rasul, Malaikat,
dan Sahabat. Jika maknanya sama, dan tidak ada sesuatu dalam konteks itu yang menunjukan harus digunakannya istilah yang berbeda,
maka penerjemah harus menggunakan istilah yang sama untuk setiap kemunculannya. Jika harus digunakan istilah yang berbeda dalam konteks
tertentu, ia harus menyelidiki istilah itu untuk memastikan bahwa ada alasan khusus untuk itu. Mungkin juga ada frase-frase kunci, yaitu frase yang digunakan
berkali-kali dan mempunyai makna yang sama dalam tiap kemunculannya. Konsistensi dalam hal penyuntingan perlu diperhatikan dengan seksama,
misalnya, konsistensi dalam pengejaan nama-nama orang dan tempat. Untuk itu,
28
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, h. 548-549.
28
29 seluruh teks itu harus dikoreksi dengan cermat. Setiap kata asing yang dipinjam
dan tampil beberapa kali harus diperiksa konsistensi pengejaannya. Penggunaan tanda baca dan huruf besar juga harus diteliti.
29
29
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, h. 549-550.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG
BUKU BAHASA GAUL IKHWAN AKHWAT
A. Biografi Singkat Penulis Moch. Syarif Hade Masyah lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada 29
Desember 1979, dari pasangan K.H. Madiyani Iskandar dan Suaibah Fakhriyah. Pendidikan tingginya ia tempuh di jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas
Adab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1997-2001; Program Pascasarjana Magister Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
2002-2004; dan sedang menempuh program doktornya pada program Pascasarjana Ilmu Sastra Konsentrasi Fiologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia. Pendidikan informalnya ditempuh di Pondok Pesantren An-Nur Lasem, Rembang, Jawa Tengah 1991-2001.
Saat ini, ia mengabdikan ilmunya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus beliau dosen peneliti di jurusan Tarjamah sampai sekarang, Universitas
Al-Azhar Indonesia, Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran PTIQ, Darus-sunah High Insitute For Hadith Sciences Jakarta, Transinstite, dan Syadadema Institute. Ia
juga aktif di dunia tulis menulis sejak mahasiswa. Ia mengelola terbitan berkala, seperti Buletin Nabawi, buletin Faza, Buletin Aksara, Jurnal Al-Lisan, jurnal
online kampusIslam. Com,dan majalah online cahaya-islam. Com, sampai saat ini, ia telh mengelola tiga penerbit, Transpustaka 2004-2005, Pustaka Darussunah
2005-2006, dan Dikara 2007-sekarang. Ia juga menulis artikel untuk beberapa Koran dan majalah lokal dan national, seperti Harian Pelita, Republika, Harian
30