Metode Penerjemahan Teori Penerjemahan

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa Brislin memberi batasan yang luas pada istilah penerjemahan. Bagi dia, penerjemahan adalah pengalihan buah pikiran atau gagasan dari suatu bahasa kedalam bahasa lain. Kedua bahasa ini bisa serumpun, seperti bahasa Sunda dan Jawa, bisa dari lain rumpun, seperti bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa yang sama tetapi dipakai dalam kurun waktu yang berbeda, misalnya bahasa Jawa zaman Majapahit dan bahasa Jawa zaman sekarang. 17 Secara garis besar, pada tahap awal perbincangan sekitar definisi penerjemahan berfokus pada makna ekuivalen atau padanan. Sementara itu, mulai awal 1980an, fokus pembicaraan mulai bergeser pada proses penerjemahan. 18

1. Metode Penerjemahan

Metode penerjemahan yang digunakan disini adalah metode Newmark, dia memandang bahwa metode penerjemahan dapat ditilik dari segi penekanannya terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran. Ada delapan metode penerjemahan, empat berorientasi pada Bsu dan empat lagi berorientasi pada Bsa, yaitu: 1. Penerjemahan Kata Demi Kata Melalui metode ini penerjemahan dilakukan antarbaris, terjemahan untuk tiap kata berada di bawah setiap bahasa sumber. Urutan bahasa sumber dijaga dan dipertahankan. Kata diterjemahkan satu demi satu dengan makna yang paling umum tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Kata yang berkonteks budaya diterjemahkan secara harfiah pula. Metode ini digunakan untuk 17 Suryawinata dan Harianto, Translation, h. 13. 18 Suryawinata dan Harianto, Translation, h. 17. 18 memahami cara operasi bahasa sumber dan untuk memecahkan kesulitan nas, sebagai tahap awal kegiatan penerjemahan. Dalam tradisi pesantren, penerjemahan demikian dikenal dengan istilah penerjemahan “jenggotan”. 2. Penerjemahan Harfiah Penerjemahan dilakukan dengan mengkonversi kontruksi gramatika bahasa sumber ke dalam kontruksi bahasa penerima yang paling dekat. Namun, kata-kata tetap diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Metode ini pun digunakan sebagai tahap awal dari kegiatan penerjemahan untuk memecahkan kerumitan struktur nas. 3. Penerjemahan Setia Metode ini berupaya untuk mereproduksi makna kontekstual bahasa sumber ke dalam struktur bahasa penerima secara tepat. Karena itu, kosa kata kebudayaan ditransfer dan urutan gramatikalnya dipertahankan didalam terjemahan. Metode ini berupaya untuk setia sepenuhnya pada tujuan penulis. 4. Penerjemahan Semantis Penerjemahan secara semantik berbeda dengan penerjemahan setia. Dalam metode semantis, nilai estika nas bahasa sumber dipertimbangkan, makna diselaraskan guna meraih asonansi, dan dilakukan pula permainan kata serta pengulangan. Metode ini bersifat fleksibel dan memberi keluasan kepada penerjemah untuk berkreatifitas dan untuk menggunakan intuisinya. 5. Penerjemahan Dengan Adaptasi Adaptasi merupakan cara penerjemahan nas yang paling bebas dibanding cara penerjemahan lainnya. Metode ini banyak digunakan dalam menerjemahkan 19 naskah drama dan puisi dengan tatap mempertahankan tema, karakter, dan alur cerita. Penerjemah pun mengubah kultur bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. 6. Penerjemahan Bebas Penerjemah mereproduksi masalah yang dikemukakan dalam bahasa sumber tanpa menggunakan cara tertentu. Isi bahasa sumber ditampilkan dalam bentuk bahasa penerima yang benar-benar berbeda. Metode ini bersifat parafrastik , yaitu mengungkapkan amanat yang terkandung dalam bahasa sumber dengan ungkapan penerjemah sendiri didalam bahasa penerima sehingga terjemahan menjadi lebih panjang dari pada aslinya. 7. Penerjemahan Idiomatis Penerjemahan dilakukan dengan mereproduksi pesan bahasa sumber, tetapi cenderung mengubah nuansa makna karena penerjemah menyajikan kolokasi dan idiom-idiom yang tidak terdapat dalam nas sumber. 8. Penerjemahan Komunikatif Penerjemahan komunikatif dilakukan dengan mengungkapkan makna kontekstual nas sumber ke dalam nas penerima dengan suatu cara sehingga isi dan maknanya mudah diterima dan dipahami oleh pembaca. Setiap metode memiliki keunggulan masing-masing sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh seorang penerjemah dan selaras dengan tujuan penerjemahan. Namun, secara umum dapat ditegaskan bahwa metode yang baik ialah yang tidak terlampau harfiah dan tidak terlampau bebas . jika terlampau harfiah, pembaca akan mengalami kesulitan di dalam memahami nas terjemahan. Sebaliknya, jika 20 terlampau bebas, nuansa nas sumber menjadi hilang. Nuansa ini sangat penting untuk memperkaya tema atau pokok kajian yang dikemukakan oleh pengarang. 19

C. Teori Penilaian Penerjemahan