Kualitas Penerjemahan Peribahasa Arab Populer Dalam Buku Mahfuzhat Karya Tim Redaksi Turos

(1)

KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (S.S)

Disusun Oleh: Adelia Febry Gatari 1111024000009

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarih Hidayatullah.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

Jakarta, 8 Mei 2015


(3)

KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh:

ADELIA FEBRY GATARI 1111024000009

Dosen Pembimbing:

Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. NIP: 197912292005011004

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


(4)

(5)

i ABSTRAK

ADELIA FEBRY GATARI

Kualitas Penerjemahan Peribahasa Arab Populer dalam Buku Mahfuzhat Karya Tim Redaksi Turos

Kualitas penerjemahan sangat penting dalam dunia penerjemahan. Sebab, dari situlah kita dapat mengetahui apakah terjemahan tersebut termasuk penerjemahan yang baik atau buruk. Dengan kata lain pesan yang disampaikan dapat terpahami atau tidak. Pada kesempatan kali ini penulis melakukan penilaian terhadap peribahasa populer yang terdapat dalam buku Mahfuzhat karya tim redaksi Turos.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kualitas terjemahan peribahasa Arab populer karya tim redaksi Turos. Melalui pemilihan peribahasa Arab populer yang terdapat dalam buku Mahfuzhat, kemudian diteliti kualitas terjemahannya menggunakan cara Rochayah Machali.

Setelah melakukan penelitian, penulis dapat mengukur kualitas terjemahan peribahasa populer dalam buku Mahfuzhat. Terjemahan dalam buku tersebut tergolong penerjemahan yang cukup, yang dimaksud dengan penerjemahan cukup adalah terjemahan terasa sebagai terjemahan, ada distorsi makna, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku tetapi relatif tidak lebih dari 25%, ada beberapa kesalahan idiom atau tata bahasa tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan teks, ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan atau kurang jelas.


(6)

ii PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang dengan izin serta karuniaNya, sehingga penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat diselesaikan.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW,

keluarga dan para sahabatnya semoga kita mendapatkan curahan syafa‟atnya di hari akhir

keak.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah khususnya kepada: Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas adab dan Humaniora, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Rizki Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah, serta seluruh dosen jurusan Tarjamah. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi penulis untuk bisa diaplikasikan di masa mendatang.

Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya serta kesabarannya untuk membaca, mengoreksi, serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada dosen penguji yang menilai, mengoreksi, dan membimbing, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.


(7)

iii Kepada ibu tercinta, Puji Lestari sosok yang sangat berjasa selama ini. Terima kasih atas doa dan motivasi yang tiada henti. Juga kepada apak Ahmad Prihawandono, papi Ari Setiawan, mbah pi, mbak Tika, serta adik-adik yang ikut berperan memberikan semangat.

Terima kasih kepada Penerbit Turos yang dengan ramah menerima saya untuk mendapatkan informasi terkait buku yang saya teliti. Terima kasih juga kepada Darti, kak Mutia, kak Farhan yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mencari referensi. Kepada teman-teman seperjuangan penulis, terima kasih atas kebersamaan selama bersama-sama menimba ilmu.

Semoga skripsi yang masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi yang berkecimpung dalam dunia penerjemahan.

Jakarta, 8 Mei 2015


(8)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

ABSTRAK... i

PRAKATA... ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4

D. Tinjauan Pustaka... 4

1. Kualitas Penerjemahan... 4

a. Amir Hamzah... 4

b. Siti Nur Asiah... 5


(9)

v

a. Badriah... 6

b. Siti Hamidah... 6

c. Nadia Wirda Ummah... 6

3. Padanan... 7

a. Rumsari Marjatsari... 7

4. Penerjemahan... 7

a. John Richard Moston Gledhill... 7

b. Inge Nurina Felistyana... 8

c. Nurul Istiqomah... 8

d. Frans I Made Brata... 8

E. Metode Penelitian... 9

1. Sumber Data... 10

2. Metode Analisis Data... 11

F. Sistematika Penulisan... 12

BAB II KERANGKA TEORI... 14

A. Penilaian Penerjemahan... 14

1. Aspek Penilaian... 14

2. Model Penilaian... 18

B. Pedoman Penilaian Penerjemahan... 22

1. Benny Hoedoro Hoed... 22

2. Moch. Syarif Hidayatullah... 25


(10)

vi

C. Peribahasa... 33

1. Definisi Peribahasa... 33

2. Macam-macam Peribahasa Indonesia... 36

3. Macam-macam Peribahasa Arab... 37

4. Unsur Budaya Arab dalam Peribahasa... 39

5. Metafora... 42

D. Teori Ekuivalen dalam Penerjemahan... 46

BAB III GAMBARAN TENTANG BUKU MAHFUZHAT... 51

A. Buku Mahfuzhzat... 51

1. Definisi Mahfuzhat... 52

2. Cakupan Buku Mahfuzhat... 53

3. Biografi Penyusun dan Penerjemah Buku Mahfuzhat... 53

a. Penyusun... 53

b. Penerjemah... 54

c. Gambaran Umum tentang Penerjemahan dalam Buku Mahfuzhat... 55

BAB IV ANALISIS KUALITAS PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS... 56

A. Kualitas Peribahasa Arab Populer dalam Buku Mahfuzhat tentang: 1. Ilmu... 56

2. Perilaku... 62

3. Persaudaraan... 70

4. Kesungguhan... 71


(11)

vii

6. Keberhasilan... 75

7. Cinta... 76

8. Haram ... 76

9. Harta ... 77

10.Agama... 79

11.Sabar... 80

12.Ujian ... 80

BAB V PENUTUP... 82

A. Kesimpulan... 82

B. Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA... 84


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam penerjemahan, penilaian hasil penerjemahan menjadi sangat penting. Karena akan menentukan kualitas terjemahan tersebut. Kemampuan seseorang dalam menerjemah diukur dari kemampuannya menghasilkan terjemahan yang baik. Menurut Larson yang dikutip oleh Sayogie, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian, yaitu (1) ketepatan, dikatakan memiliki ketepatan bila tidak menyimpang dari isi atau informasi yang terdapat di dalam teks asli bahasa sumber. (2) Kejelasan, maksudnya adalah bahwa tersebut dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh pembaca. (3) Kewajaran, artinya terjemahan tersebut menggunakan kalimat-kalimat yang tunduk terhadap aturan kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca. 1

Di Amerika, kualitas penerjemah asal Indonesia masih kalah bersain dengan penerjemah asal Malaysia. Hal ini dikarenakan penerjemah Indonesia banyak yang berbelit-belit dan bertele-tele, kadang hal atau data yang penting tidak diterjemahkan, diksi dan ungkapannya kurang tepat, dan ejaannya kadang tidak diperiksa kebenarannya.2

Dalam penilaian hasil terjemahan, menurut Hoed terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh penilai, yaitu ketepatan reproduksi makna (meliputi aspek linguistik, semantik dan pragmatik), kewajaran ungkapan, peristilahan, dan ejaan. Dalam kriteria penerjemahan ini , ditentukan aspek yang dinilai mencakup (a) kesepedaan makna pada

1

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.145

2


(13)

2

aspek linguistis, semantis dan pragmatis, (b) tingkat kewajaran, (c) penggunaan gaya bahasa, (d) peristilahan khusus, (e) penggunaan ejaan baku, dan (f) kesepadanan teks. 3

Dalam penerjemahan peribahasa Arab kerap kali ditemukan terjemahan yang kaku dan asing bagi pembaca, maka dari itu penilaian kualitas penerjemahan menjadi penting. Peribahasa dalam bahasa Arab disebut dengan amtsal. Amtsal adalah ungkapan yang beredar di masyarakat yang berisi tentang pikiran yang bijak dan tentang aspek kehidupan manusia, biasanya berbentuk kata-kata majaz yang cenderung imajinatif dan mudah dihafal, bertujuan sebagai perbandingan dan nasehat kehidupan. Secara definitif amtsal merupakan sebuah ungkapan yang tidak mementingkan keindahan alam segi uslub dan maknanya, ia mengandung nasihat dan sekaligus bersumber dari kejadian yang sesuai dengan realitasnya. Hal ini sesuai dengan definisi yang diungkapkan oleh Ibrahim Ali Abu al Khasyab dalam bukunya Turatsuna al-Adaby:

Ĥ

åīïÎ ÊçجĥĚ Ëğīصä ĕěج ĩĢ ĔÅÓĚأا

¾

ĔÅÛÈ ġīف ÍīēÚ ĨãĖا ĔÅÚ ÅģÈ ġÉïĪ ËثàÅÚ Ĥأ ËóĎ ĩĖ

ġėجأ ÍėīĎ ĨãĖا

Amtsal adalah kalimat singkat yang diucapkan berdasarkan cerita atau peristiwa yang menyerupai keadaan asal di mana matsal tersebut diucapkan.

Dengan kata lain amtsal muncul di tengah masyarakat berdasarkan suatu peristiwa dan tidak mesti dengan lafaz yang indah, tetapi ia diucapkan sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu. 4

3

Frans Sayogie, h.147

4

Yaniah Wardani dan Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik Terhadap Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia (Analisis Sastra Banding), (Tangerang Selatan: Transpustaka, 2013) h. 25


(14)

3

Penerjemahan peribahasa sama halnya dengan penerjemahan metafora. Penerjemah perlu mengukur tingkat popularitas peribahasa tersebut. Jika peribahasa tersebut sudah dikenal luas, maka cukup diterjemahkan apa adanya. Namun, apabila peribahasa tersebut tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia, maka penerjemah harus mencarikan padanan peribahasa yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Jika tidak ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, maka bisa diterangkan dengan catatan.5

Berdasarkan paparan di atas, peneliti akan melakukan penelitian terhadap peribahasa populer dalam buku Mahfudzat. Atas dasar tersebut, peneliti menulis skripsi yang berjudul KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU MAHFUDZAT KARYA TIM REDAKSI TUROS.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memfokuskan diri pada peribahasa bahasa Arab yang terdapat dalam buku Mahfudzat.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas penerjemahan peribahasa Arab populer dalam buku Mahfuzhat?

5

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, (Tangerang Selatan: Penerbit Dikara, 2010) h. 64


(15)

4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai:

1. Mengetahui bagaimana kualitas penerjemahan peribahasa Arab populer dalam buku Mahfuzhat.

Manfaat dari penelitian ini adalah peneliti ingin memberikan sumbangsih bagi semua pihak yang menggeluti dunia penerjemahan khususnya mahasiswa Tarjamah agar dapat menilai terjemahan peribahasa Arab yang baik agar menghasilkan terjemahan yang berkualitas.

D. Tinjauan Pustaka

1. Kualitas Penerjemahan a. Amir Hamzah (2011)

Skripsi berjudul “Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Terjemahan Fiqh Al Islam Wa Adillatuh Bab Salat Pasal 1 Karya Dr. Wabbah Al-Zuhaili” karya Amir Hamzah tahun 2011 ini sama dengan yang peneliti lakukan. Yaitu mengeksplorasi ketepatan, kejelasan dan kewajaran terjemahan meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, penilaian diksi, dan kefektifan kalimat yang digunakan. kemudian hasil penelitian akan dimasukan kedalam hitungan matmatis, yaitu menganalisis setiap halamannya dengan memperhatikan kategori-kategori pengalihan Bsu kepada Bsa dengan teknik ekuivalensi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar serta memberikan solusi terjemahan lain.


(16)

5

Namun skripsi ini tidak meneliti peribahasa seperti yang peneliti lakukan, melainkan meneliti Fiqh Al Islam Wa Adillatuh Bab Salat Pasal 1 Karya Dr. Wabbah Al-Zuhaili.

b. Siti Nur Asiah (2014)

Skripsi berjudul “Kualitas Terjemahan Subtitel Film Omar” ini melakukan penelitian dengan (1) membandingkan makna kata, frasa, klausa, dan kalimat bahasa sumber dengan maknakata, frasa, klausa, dan kalimat terjemahan untuk menentukan tingkat keakuratan terjemahan. (2) menentukan tingkat keberterimaan terjemahan, yang didasarkan pada instrumen pengukur tingkat keberterimaan terjemahan. (3) menetapkan tingkat keterbacaan terjemahan yang didasarkan pada tanggapan pembaca perihal seberapa mudah atau seberapa sulit mereka dalam memahami terjemahan. Penilaian terhadap tingkat keterpahaman terjemahan subtitel fil Omar sepenuhnya diserahkan kepada pemirsa bahasa sasaran, dalam hal ini menunjuk 14 mahasiswa dari COFFE TAR (Community of Arabic Movie Translator). Pemirsa bahasa sasaran menentukan apakah terjemahan yang mereka baca mudah dipahami.

Hal ini berbeda dengan yang peneliti lakukan, peneliti meneliti tingkat ketepatan, kejelasan, dan kewajaran dari peribahasa Arab populer yang terdapat dalam buku Mahfuzhat karya tim Redaksi Turos. Peneliti memilah peribahasa mana saja yang tergolong populer, lalu menilai kualitas terjemahan tersebut.


(17)

6

1. Peribahasa

a. Badriah (2008)

“Penerjemahan Peribahasa Arab ke Peribahasa Indonesia Analisis

Terhadap Lima Belas Peribahasa Arab”, yang ditulis oleh Badriah padat tahun 2008 silam. Skripsi tersebut secara garis besar membahas tentang analisis terhadap peribahasa yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Namun skripsi ini hanya menganalisis lima belas peribahasa. Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian terhadap sebagian besar peribahasa yang terdapat di buku Mahfudzat yaitu peribahasa Arab populer. b. Siti Hamidah (2010)

Skripsi berjudul “Peribahasa Arab dalam Buku Bahasa Gaul Ikhwan Akhwat” karya mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan Humaniora ini juga meneliti tentang penilaian terjemahan peribahasa Arab dalam buku „Bahasa Gaul Ikhwan Akhwat‟ namun tidak meneliti peribahasa populer seperti yang peneliti lakukan. Siti Hamidah menggunakan buku Bahasa Gaul Ikhwan Akhwat karya Syarif Hade Masyah sebagai korpus, sedangkan yang peneliti gunakan adalah buku Mahfuzhat karya redaksi Turos.

c. Nadia Wirda Ummah (2014)

Nadia Wirda Ummah, mahasiswi Program Studi Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi tersebut berjudul “Analisis Sintaksis dan Semantik Leksem Sake di dalam Kalimat Peribahasa Jepang”. Secara garis besar menjelaskan tentang peribahasa Jepang dengan analisis sintaksis dan semantik. Hal ini berbeda dengan yang


(18)

7

peneliti lakukan, peneliti meneliti tentang penilaian kualitas terjemahan peribahasa Arab populer karya Tim Redaksi Turos.

2. Padanan

a. Rumsari (2010)

Menganalisis padanan bukanlah hal yang pertama kali dilakukan. Peneliti

menemukan karya ilmiah berjudul “Analisis Semantik Leksikal pada Padanan Arab-Indonesia Dalam Kamus Al-Munawwir dan Al-Ashri”, ditulis oleh Rumsari Marjatsari pada tahun 2010. Secara garis besar skripsi ini meneliti tentang perpadanan kamus Al-Munawwir dan Al-Ashri dalam memberikan padanan pada kata istilah tertentu dan meneliti ketepatan pemadanan maknanya dilihat dari sisi analisis semantik leksikal. Skripsi ini hanya meneliti perpadanan antar kata, sedangkan yang peneliti teliti adalah perpadanan antara peribahasa Arab dengan bahasa Indonesia.

3. Penerjemahan

a. John Richard Moston Gledhill (2001)

Disertasi Universitas Erfurt ini berjudul “Strategis In Translation: A Comparison of The Helen Lowe-Porter and David Luke Translations of Thomas Mann‟s Tonio Kroger, Tristan and Der Tod in Venedig Within The Context of Contemporary Translation Theory”. Secara garis besar disertasi ini meneliti tentang penerjemahan dalam konteks teori penerjemahan kontemporer. Namun tidak melakukan penilaian terhadap penerjemahan


(19)

8

peribahasa. Disertasi ini juga tidak meneliti dari sebuah buku, melainkan melakukan perbandingan antara dua penerjemah.

b. Inge Nurina Felistyana (2008)

Skripsi karya mahasiswi Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya ini berjudul “Analisis Penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indonesia dalam Cerita Pendek Imogayu”. Secara garis besar, skripsi ini meneliti tentang penerjemahan kosakata kebudayaan fisik. Namun tidak meneliti tentang penilaian kualitas penerjemahan peribahasa. Skripsi ini juga meneliti tentang bahasa Jepang dalam cerita pendek Imogayu, sementara yang peneliti teliti adalah peribahasa bahasa Arab dalam buku Mahfuzhat karya redaksi Turos.

c. Nurul Istiqomah (2008)

Skripsi ini hampir sama dengan yang peneliti lakukan. Yaitu penerjemahan idiom. Karena peribahasa juga termasuk idiom. Namun skripsi ini melakukan penilaian terhadap kualitas peribahasa Arab yang populer. Skripsi ini juga meneliti tentang idiom bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang. Penelitian yang saya lakukan adalah meneliti tentang peribahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. skripsi ini berjudul “Analisis Penerjemahan Idiom Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jepang”.

d. Frans I Made Brata (2010)

Judul seminar dan lokakarya nasional penelitian kelas dalam perspektif etnografi program magister linguistik Universitas Udayana Denpasar, Bali


(20)

9

karya Frans I Made Brate adalah “Teknik Pergeseran dalam Penerjemahan

Sistem Sapaan Dalam Budaya Religi”. Frans menjelaskan tentang pergeseran

dalam penerjemahan, tetapi tidak menjelaskan tentang penerjemahan peribahasa. Dia juga meneliti tentang sistem sapaan dalam budaya religi. Lain halnya dengan yang peneliti lakukan. Dalam skripsi ini, peneliti tentang peribahasa dalam buku Mahfuzhat disertai budaya Arab.

b. Metode Penelitian

Metode penelitian data sangat penting dalam penelitian. Keberhasilan suatu penelitian sangat bergantung pada sikap yang dikembangkan oleh peneliti, yaitu teliti, intensif, aktif, terperinci, mendalam, dan lengkap dalam mencatat setiap informasi yang ditemukan.

Metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan. Metode juga merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran. Melalui metode yang tepat, seorang peneliti tidak hanya mampu melihat fakta sebagai kenyataan, tetapi juga mampu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi melalui fakta itu. Meskipun bekal pengetahuan bahasa mencukupi, tetapi pemahaman metodologi penelitian bahasanya sempit, seorang peneliti bahasa akan melakukan penelitian dengan persiapan yang dangkal. 6

6

Syamsuddin dan Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 14


(21)

10

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kepustakaan. Yaitu dengan buku Mahfuzhat sebagai primer, dan buku-buku lainnya yang bersangkutan dengan penelitian ini sebagai sekunder.

1. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah peribahasa yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang terdapat dalam buku Mahfuzhat karya tim redaksi Turos. Kemudian dicari peribahasa mana saja yang tergolong populer lalu diberikan penilaian terhadap kualitas penerjemahannya. Peribahasa populer yang dimaksud adalah peribahasa yang sering dikaji di pesantren-pesantren.

2. Metode Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini menggunakan mixed methods. Karena peneliti ingin melengkapi hasil penelitian kuantitatif yang diperkaya dengan data-data yang bersifat kualitatif yang tidak bisa digali dengan metode kuantitatif. Peneliti juga ingin melakukan penelitian yang bersifat proses dengan metode kualitatif, dan meneliti produk dengan metode kuantitatif.7

Metode ini mempunyai dua model urutan penelitian, yaitu model urut pembuktian (Sequential Explanatory) dan model urutan penemuan (Sequential Explanatory). Proses penelitian model urut pembuktian yaitu penelitian pada tahap awal baik dalam pengumpulan data maupun analisisnya menggunakan metode kuantitatif, dan dilanjutkan dengan kualitatif. Pengumpulan data dan analisis kedua metode dilakukan secara terpisah, tetapi dibuat bersambung. Sedangkan model urut penemuan adalah kebalikan dari model urut pembuktian, bobot metode lebih pada

7


(22)

11

metode tahap pertama yaitu metode kualitatif dan selanjutnya dilengkapi dengan metode kuantitatif. Kombinasi data kedua metode bersifat connecting. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode urutan penemuan.8

c. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah peneliti dalam penyusunan skripsi ini, maka secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab yaitu:

Bab I pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah yang di dalamnya peneliti sedikit membahas tentang problematika yang di hadapi dalam pembelajaran bahasa. Pada bab 1 ini terdapat batasan dan rumusan masalah agar pokok permasalahan yang akan peneliti tulis tidak berarut-larut. Ada juga tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab II ini peneliti ingin menjelaskan seputar teori penilaian penerjemahan, peribahasa, teori padanan, budaya, dan metafora. Pada masing-masing sub bab akan dijelaskan lebih terperinci mengenai teori penilaian penerjemahan, peribahasa, teori padanan, budaya, dan metafora.

Sebelum melanjutkan pada tahap analisis, maka pada bab III peneliti ingin mengulas sekilas tentang buku mahfuzhat karya tim redaksi Turos.

Pada bab IV masuklah kita pada tahap analisis yang merupakan analisis data, menganalisis kualitas peribahasa Arab Populer dalam Buku Mahfuzhat. Data dianalisis dari aspek linguistis, pragmatis, semantis, kewajaran ungkapan. Serta ditentukan menggunakan penerjemahan apa. Hingga kemudian dihitung presentase yang akan menentukan apakah penerjemahan tersebut baik atau tidak.

8


(23)

12

Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Pada halaman terakhir peneliti melampirkan daftar pustaka yang menjadi acuan peneliti dalam penyusunan skripsi ini.


(24)

13

BAB II

KERANGKA TEORI A. Penilaian Kualitas Penerjemahan

Aspek penilaian pada bahasa tulis berlaku pula dalam penilaian penerjemahan karena terjemahan pada hakikatnya tertuang dalam bahasa tulis. Penilaian penerjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan. Karena itu aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda dan penilaian yang berbeda pula. Namun diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan.9

Kualitas penerjemahan berhubungan dengan fungsi penerjemahan sebagai penghubung komunikasi yang melibatkan bahasa sumber dan bahasa target. Praktiknya bisa dilakukan dengan cara menghadirkan onetoone correspondence

-„padanan satu lawan satu‟. ini memang sulit. Namun, menghadirkan kesepadanan makna atau pesan selalu bisa dilakukan. Dalam kaitan inilah para pakar menyodorkan metode, prosedur, dan teknik penerjemahan yang dapat digunakan untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas.10

1. Aspek Penilaian

Dalam penilaian hasil terjemahan, menurut Hoed terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh penilai, yaitu (1) ketepatan reproduksi makna (meliputi aspek linguistik, semantik, dan pragmatik), (2) kewajaran ungkapan, (3) peristilahan, dan (4) ejaan.

9

Frans Sayogi, h.145

10


(25)

14

Dalam kriteria penilaian penerjemahan ini, ditentukan aspek yang dinilai mencakup (a) kesepadanan makna pada aspek linguistis, semantis dan pragmatis, (b) tingkat kewajaran, (c) penggunaan gaya bahasa, (d) peristilahan khusus, (e) penggunaan ejaan baku, dan (f) kesepadanan teks.11

Menurut Larson terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian, yaitu (1) ketepatan, (2) kejelasan, dan (3) kewajaran. 12

Suatu terjemahan dikatakan memiliki ketepatan bila tidak menyimpang dari isi atau informasi yang terdapat di dalam teks asli bahasa sumber. Aspek keakuratan mengacu pada sejauh mana tingkat kesepadanan pesan antara teks sumber dan teks target. Dalam penerjemahan, aspek keakuratan harus dijadikan prioritas utama. Sebab, keakuratan merupakan konsekuensi logis dari konsep dasar penerjemahan bahwa suatu teks disebut terjemahan kalau teks tersebut memiliki hubungan padanan dengan teks sumber. 13

Carrol menunjukkan salah satu cara untuk mengukur ketepatan dalam terjemahan dengan mengukur ketidaktepatan yang disebutnya informativeness (keinformativan) sebagai berikut. Seandainya seseorang, yang dapat membaca teks asli di dalam Bsu dan juga terjemahannya, membaca terjemahannya terlebih dulu, lalu membandingkannya dengan dengan teks aslinya, maka dia mungkin menemukan tiga kemungkinan. (1) Dia tidak memperoleh keterangan tambahan setelah membaca teks aslinya, terjemahan demikian dianggap baik; (2) setelah membaca teks aslinya, keterangan yang diperolehnya sama sekali tidak sesuai atau bertolak belakang dengan keterangan yang diperolehnya dari terjemahannya, terjemahan demikian dianggap tidak baik; (3) kemungkinan ketiga ialah

11

Frans Sayogie, Teori dan Praktik Penerjemahan , (Pamulang: Transpustaka, 2014), h.137

12

Frans Sayogie, h.145

13


(26)

15

keterangan yang diperolehnya setelah membaca teks aslinya terletak di antara keinformativan yang minimal dan keinformativan yang maksimal. Ketiga kemungkinan ini dapat dinyatakan dengan skala 1 sampai 9. 14

Suatu terjemahan memiliki kejelasan yang baik maksudnya adalah bahwa terjemahan tersebut dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh pembaca. Aspek kejelasan ini menyangkut tingkat keterbacaan hasil terjemahan. Dan tingkat keterbacaan ini bersinggungan dengan aspek-aspek linguistik, semisal penggunaan kategori sintaksis (verba, nomina, ajektiva, pronomina, numeralia); penempatan fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap); serta pemilihan diksi, preposisi, kopula, kolokasi, pungtuasi, dan semacamnya.

Tingkat keterbacaan sebuah teks terjemahan dapat diukur dengan parameter berikut, yaitu (1) mendaftar kosakata, (2) menganalisis secara subjektif dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang memengaruhi tingkat keterbacaan, (3) menggunakan close procedure dengan memakai tes pemahaman terhadap teks terjemahan, dan (4) menggunakan formula untuk mengukur keterbacaan.15

Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah segmentasi pembaca. Penerjemah seharusnya mempertimbangkan peruntukan teks terjemahan yang dibuat. Sebab, bisa jadi hasil terjemahannya baik, tetapi kurang memenuhi aspek

„kejelasan‟ lantaran pemakaian bahasa yang tidak mempertimbangkan segmentasi

pembaca. Terjemahan yang dihadirkan untuk segmen anak-remaja tentu harus menggunakan bahasa yang sesuai untuk mereka. Begitu pun bahasa yang diperuntukkan bagi segmen dewasa-orangtua juga harus memperhitungkan kadar intelektualitas mereka. Untuk segmen pembaca umum sebaiknya menggunakan

14

Maurits Simatupang, Enam Makalah Tentang Penerjemahan, (Jakarta: UKI Press, 1993), h.14

15


(27)

16

bahasa yang lebih populer dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah-istilah teknis-akademis.16

Suatu terjemahan memiliki kewajaran artinya terjemahan tersebut mematuhi aturan kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca. 17

Aspek kewajaran ini bersifat subjektif, sebab tidak terkait dengan persoalan benar-salah hasil terjemahan. Kewajaran berkenaan dengan nuansa kenyamanan pembaca terjemahan. Cara pandang yang pas untuk menakar aspek kewajaran ialah trasnslation as a taste, yang melihat terjemahan sebagai sebuah pilihan berdasarkan selera. Selera pembaca tentu beragam. Yang paling penting, hasil terjemahan memenuhi aspek kealamiahan atau kesesuaian dengan alam bahasa target. Ketakalamiahan bahasa terjemahan akan melahirkan kejanggalan dan kerancuan.18

Syihabuddin menggambarkan aspek yang dianggap paling menentukan pemahaman pembaca, yaitu (1) struktur kalimat. Pada umumnya pembaca mengatakan bahwa terjemahan yang mudah dipahami ialah yang disusun dalam kalimat sederhana, tidak rumit, dan tidak berbelit-belit. (2) Pemakaian ejaan. Para pembaca juga berpandangan bahwa pemakaian ejaan sangat membantu pemahaman mereka akan maksud dan makna terjemahan. (3) Pemilihan kosakata yang lazim dipakai. Sebagian pembaca mengemukakan bahwa membaca terjemahan Depag seperti membaca buku cerita tempo dulu, karena dijumpainya kata yang tidak lazim, tidak cocok, dan tidak sesuai. Hal ini sangat mengganggu pemahaman mereka. (4) Penjelasan istilah khusus. Pemahaman para pembaca juga terganggu oleh istilah-istilah khusus yang tidak diketahuinya, sedangkan dalam

16

M. Zaka Alfarisi, h.185

17

Frans Sayogie, h.135

18


(28)

17

terjemahan istilah itu tidak dijelaskan. (5) Kelewahan pemakaian kosakata. Pemakaian preposisi yang tidak tepat, penyebutan kata secara berulang-ulang, dan pengulangan kata untuk menunjukan jamak bagi kata yang dianggap jamak. (6) Pemanfaatan kata-kata bahasa Arab yang sudah masuk bahasa Indonesia. dalam bahasa Indonesia ditemukan kata serapan dari bahasa Arab. Sebagian pembaca berpandangan bahwa sebaiknya penerjemah memanfaatkan kata serapan ini.19

2. Model Penilaian

Model merupakan realisasi teori berupa objek yang dapat diukur. Model adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan dengan karakteristik tertentu, dalam hal ini model penilaian penerjemahan yang didasari oleh teori-teori penerjemahan.

Williams membagi model penilaian terjemahan ke dalam dua kelompok, yaitu model dengan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Model-model yang termasuk kategori model kuantitatif adalah (1) Canadian Language Quality measurement Sistem (Sical). Model ini dikembangkan oleh Kantor Penerjemahan Pemerintah Kanada yang digunakan sebagai alat ujian maupun membantu menilai kualitas 300 juta kata terjemahan instrumental setiap tahunnya. Teks dianggao berterima, dapat direvisi atau tidak berterima tergantung pada jumlah kesalahan mayor dan minor dalam 400 kata suatu teks. Terjemahan yang berterima dapat mengandung 12 kesalahan transfer tanpa kesalahan mayor. Sistem kualitas difokuskan pada kata dan kalimat.

19


(29)

18

(2) The Council of Translator and Interpreter of Canada (CTIC). CTIC merupakan model yang menggunakan perbandingan model sebagai ujian fertifikasi penerjemah. Setiap jenis kesalahan diberi nilai kuantitatif, seperti: 10, -5 dan jumlah kesalahan total dalam kertas kandidat dikurangi 100. Kandidat dengan nilai 75% atau lebih dinyatakan lulus.

(3) Analisis Wacana oleh Bensoussan dan Rosenhouse. Model ini diusulkan oleh Bensoussan dan Rosenhouse untuk mengevaluasi terjemahan siswa dan digunakan untuk menilai pemahaman diasumsikan terjadi secara simultan pada tingkat makro dan mikro sehingga kesalahan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (a) kesalahan interpretasi struktur makro seperti: kerangka dan skema; (b) kesalahan menerjemah tingkat mikro seperti: kandungan proposisi tingkat struktur kata, termasuk morfologi sintaksis dan kohesi.

(4) Tekstologi oleh Larose. Model ini berupa kisi-kisi bersusun terdiri dari faktor mikro struktur, makro struktur, superstruktur, peritekstual atau ekstratekstual termasuk konsisi produksi, tujuan, latar belakang sosial kultural, dan lain-lain. Tahun 1994 dalam artikel terbaru mengusulkan kisi-kisi lebih eksplisit untuk analisis multikriteria. Terjemahan dievaluasi lalu dibandingkan dengan setiap kriteria kualitas secara terpisah dan nilai ditetapkan berdasarkan kesepakatan.20

Selanjutnya, William menyatakan bahwa model kualitatif terdiri dari (1) model skopostheory. Model ini berdasrakan fungsi dan tujuan teks bahasa sasaran dalam budaya sasaran dan dapat diaplikasikan secara pragmatik seperti pada dokumen sastra. Evaluator harus mengukur penilaian kualitas terjemahan

20


(30)

19

berdasarkan teks bahasa sasaran. Analisis kesalahan tidak diperlukan. (2) Model penjelasan deskripstif (descriptive explanatory). House menghadirkan model ini dengan menggunakan teks fungsional yang dieksplorasi oleh Halliday, Crystal, dan Davey. Ia menolak bahwa penilaian kualitas terjemahan secara alami terlalu subjektif. Penilaian kualitas terjemahan tidak harus menghasilkan penilaian mengenai apakah terjemahan menemukan standar kualitas khusus.21

Model penilaian terjemahan yang telah disebutkan di atas memiliki kelemahan-kelemahan. Williams menyebutkan kelemahan model-model tersebut dalam menilai hasil terjemahan. Kelemahan kuantitatif adalah (1) karena keterbatasan waktu, hanya dapat menilai probabilitas statistik dasar dan tidak dapaat menilai hasil terjemahan seluruhnya. (2) analisis mikrotekstual tidak dapat menghindari beberapa penilaian serius terhadap kandungan makrostruktur terjemahan. (3) adanya ambang keberterimaan berdasarkan jumlah kesalahan khusus tidak dapat dikritisi baik dengan teori. Sedangkan kelemahan kualitatif adalah tidak dapat menawarkan ambang keberterimaan yang meyakinkan, diperkirakan karena model ini tidak dapat mengajukan boobot kesalahan dan hitungan untuk teks individu.

Model-model tersebut sebagian besar diaplikasikan pada teks pendek bahkan hanya dalam bentuk kalimat-kalimat. Namun, model Bensoussan/Rosenhouse, Larose, dan House, diterapkan pada wacana dan analisis teks penuh dan faktor dalam fungsi dan tujuan teks.

Pendekatan instruksi penerjemahan Nord dirancang untuk mengetahui permasalahan keseragaman standar dengan menilai kualitas yang bertentangan

21


(31)

20

suatu pernyataan kerja khusus yang dipersiapkan untuk suatu proyek khusus. Pendekatan ini memperkirakan bahwa penggagas memiliki waktu, ketertarikan dan pengertian tentang proses dan produk penerjemahan untuk menghasilkan terjemahan sesuai dengan pesanan.

Bensoussan/Rosenhouse dan Larose menggabungkan penilaian kualitatif dan kuantitatif. Mereka mengaplikasikan penilaian ini pada teks singkat, sedangkan Larose tidak dijelaskan mengenai aplikasinya. Model tekstologi yang mengusulkan dengan jelas batas kualitas atau tingkat toleransi terjemahan. House menolak semua model penilaian yang ada, sedangkan Nord, model penilaiannya tidak berhubungan dengan skala nilai yang dapat diukur dalam suatu penilaian.

Evolusi Sical mengilustrasikan semua permasalahan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu model standar maupun berdasarkan norma dan pengukuran kuantitatif. Tujuan penghitungan adalah untuk menciptakan penilaian yang lebih objektif, transparan, dan dapat bertahan. Namun penilaian tersebut sangat transparan sehingga membuka celah penilaian yang lebih luas.

Peneliti dalam pembuatan model penilaian ini hanya mengaplikasikannya pada karya sastra, iklan, teks jurnalistik, dan tidak ada bukti bahwa model-model ini dapat diaplikasikan pada teks yang panjang. Uji coba model penilaian tersebut tak satupun yang dilakukan pada para penerjemah profesional dan siswa. Dengan alasan ini, Williams mencoba untuk mengajukan model yang merupakan aplikasi dan teori argumentasi yang dikemukakan oleh Stephen Toulmin. Model yang diusulkan oleh Williams ini adalah gabungan antara penilaian kualitatif dan kuantitatif.


(32)

21

B. Pedoman Penilaian Penerjemahan

1. Benny Hoedoro Hoed

Newmark menyebutkan, dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai terjemahan. Dengan menggolongkan cara menilai terjemahan menjadi empat jenis ini, diharapkan kita memperoleh pedoman dalam melakukan penilaian.

(1) Translation as a science. Kita melihat dari segi kebahasaan murni, yakni yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan kriteria kebahasaan. Misalnya, menerjemahkan Uncle Tom‟s Cabin dengan Kabin Paman Tom. Ini

sebuah kesalahan yang tidak “relatif” karena cabin disini berrti gubug atau pondok, sedangkan kabin dalam bahasa Indonesia berarti „kamar di kapal‟ atau

„bagian pesawat terbang tempat para penumpang‟. Dengan demikian, kesalahan semacam ini sifatnya “mutlak”. (2) Translation as a craft. Disini terjemahan dipandang sebahai hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa. Rekayasa kebahasaan menjadi penting dan dapat berakibat menyimpang jauh dan kesejajaran formal.

(3) Translation as an art. Ini menyangkut penerjemahan estetis, yakni apabila

penerjemahan tidak merupakan proses pengalihan pesan, tetapi juga “penciptaan” (“contextual re-creation”) yang biasanya terjadi pada penerjemahan sastra atau tulisan yang bersifat liris. Disini kita sudah berbicara tentang “baik-buruk”, bukan

“betul-salah”.

(4) Translation as a taste. Ini menyangkut pilihan terjemahan yang bersifat pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan merupakan hasil pertimbangan


(33)

22

berdasarkan selera. Misalnya saja kata however yang dapat diterjemahkan dengan namun, atau akan tetapi sesuai dengan selera penerjemah. Bedanya dengan penerjemahan estetis adalah bahwa untuk yang ini tidak harus didasari oleh

kriteria estetika. Disini masalag “baik-buruk” makin menonjol dan mempunyai warna subjektif yang kuat.22

Apa yang dikemukakan diatas dapat dimanfaatkan untuk menilai terjemahan mahasiswa dalam kelas tambahan. Ketiga golongan penerjemahan dapat kita letakkan pada sebuah continuum yang berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi

B” sebagai berikut:

Continuum peran pribadi penerjemah

“Sangat kecil” “Sangat besar”

A peran pribadi penerjemah dalam memilih padanan B “science” “craft” “art” “taste” [kebahasaan murni] [ retorika bahasa ]

Dari bagan diatas, terlihat bahwa peran penerjemah sebagai pribadi sangat kecil pada titik A (science) dibandingkan dengan pada titik B (taste, sangat besar). Diantaranya terdapat “craft” dan “art”, dengan catatan bahwa “craft” lebih dekat pada A dan “art” lebih dekat pada B. Oleh karena itu, konsep “betul-salah” hanya berlaku untuk kutub A (science). Ini merupakan masalah kebahasaan murni: tata bahasa dan semantik. Selanjutnya, dari “craft” sampai ke “taste” kita hanya

berbicara tentang “baik-buruk”. Disini kita memasuki retorika bahasa. Continuum diatas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil pekerjaan penerjemahan mahasiswa/peserta kursus atau ujian. Salah satu cara yang diharapkan memberikan penilaian yang adil adalah sebagai berikut:

22


(34)

23

Tabel 1

“science” “craft” “art” “taste” Hasil perhitungan

1 2 3 4

Contoh:

80 x 6 = 480

Contoh:

75 x 3 = 225

Contoh:

80 x 2 = 160

Contoh:

50 x 1 = 50

915 = 228,75 = 76,25 4 3

Catatan: (1) nilai = 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan berdasarkan pertanggungjawaban atau argumentasi (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima oleh pengajar; (3) nilai diberikan kepada setiap kelompok kasus (“science”, “craft”, “art”, “taste”) berdasarkan presentase. Jadi, kolom 1 = 80 artinya 80% dari semua kasus translation as a science adalah “benar”, kolom 3 = 80 artinya 80% dari semua kasus translation as an art dapat dipertanggungjawaban.

Dengan membedakan empat tolok ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai (1) science, (2) craft, (3) art, (4) taste, diharapkan kita dapat memberikan suatu penilaian yang didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat menyimpulkan bahwa betul-salah dapat “pasti” pada (1), tetapi makin relatif pada (2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah bagi kita untuk menilainya. Disini berlaku konsep “baik


(35)

24

penerjemah memilih terjemahannya atau diminta kepada penerjemahnya untuk memberikan catatan tentang dasar pilihan terjemahannya.

Tujuan upaya penilaian atas terjemahan adalah agar terjadi cara penilaian yang adil sesuai dengan sifat-sifat penerjemahan, yakni yang sesuai dengan kadar peran pribadi penerjemah dalam proses penerjemahan.23

2. Moch. Syarif Hidayatullah

Untuk menilai sebuah terjemahan, kita dapat langsung menilainya hanya dengan mengamatinya dengan cermat. Namun penilaian matematis juga harus dilakukan. Penilaian ini dapat digunakan untuk mengukur penerjemahan yang dihasilkan mahasiswa atau penerbitan.

Pedoman penilaian yang Hidayatullah tawarkan yaitu (1) kalimat yang tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 10 poin. (2) metode yang dipilih tidak sesuai dengan peruntukan teks, berakibat pada pengurangan 9 poin. (3) klausa tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 8 poin. (4) terjemahan tidak sesuai topik, berakibat pada pengurangan skor 7 poin. (5) padanan budaya tidak tepat, dikurangi 6 poin. (6) nama diri, peristiwa sejarah, dan kata-kata asing tidak tepat, dikurangi 5 poin. (7) tata bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah Bsa, dikurangi 4 poin. (8) terjemahan frasa, idiom, atau makna figuratif tidak tepat, dikurangi 3 poin. (9) diksi, konotasi, atau kolokasi tidak tepat, dikurangi 2 poin. (10) kesalahan ejaan, penyingkatan, dan tanda baca, dikurangi 1 poin. 24

23

Benny Hoedoro Hoed, h.96-98

24

Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, (Tangerang Selatan: UIN Press, 2014), h.143-144


(36)

25

Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan beberapa hal, yaitu (a) penilaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat. (b) setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin. (c) skor kesalahan dihitung sesuai dengan pedoman di atas. (d) lalu, jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai. (e) skor awal setiap 10 kalimat kemudian dikurangi skor kesalahan. (f) setelah itu, nilai akhir itu dipergunakan untuk menilai apakah terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa (90-100); sangat baik (80-89), baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk (0-49).25

3. Rochayah Machali

Tabel 2

Segi dan aspek Kriteria

A Ketepatan reproduksi makna 1 Aspek linguistis

a. Transposisi Benar, jelas,

Wajar b. Modulasi

c. Leksikon d. Idiom 2 Aspek semantis

a. makna referensial Menyimpang?

b. Makna interpersonal (lokal/total)

25


(37)

26

i. Gaya bahasa

ii. Aspek interpersonal lain (misalnya, konotatif-denotatif)

Berubah? (lokal/total)

3 Aspek pragmatis

a. Pemadanan jenis teks (termasuk tujuan penulis)

Menyimpang? (lokal/total) b. Keruntutan makna pada tataran

kalimat dengan tataran teks

Tidak runtut? (lokal/total)

B Kewajaran ungkapan Wajar dan atau

harfiah? (dalam arti kaku)

C Peristilahan Benar, baku, jelas

D Ejaan Benar, baku

Catatan: (1) “lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dalam jumlah kalimat seluruh teks (persentase); (2) “total

maksudnya menyangkut 75% atau lebih bila dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks; (3) runtut maksudnya sesuai atau cocok dalam hal makna; (4) wajar artinya alami, tidak kaku (suatu penerjemahan yang harfiah bisa kaku atau wajar

bisa juga tidak; (5) “penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk “perubahan” (misalnya perubahan gaya).

Cara penilaian terbagi menjadi cara umum dan cara khusus. Cara umum adalah yang secara relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan,


(38)

27

sedangkan cara khusus adalah yang khusus bagi suatu teks tertentu. Misalnya teks hukum, teks yang berfungsi estetis.

Kriteria yang sudah ditetapkan pada tabel diatas dapat diterapkan pada suatu skala penilaian umum kompetensi. Penting untuk diingat disini bahwa dalam penggolongan, kita berangkat dari asumsi berikut: (a) tidak ada penerjemahan sempurna, yang berarti bahwa dalam teks Bsa itu sedikitpun tidak ada kehilangan informasi, pergeseran makna, transposisi, atau modulasi. Dengan kata lain, tidak ada keruntutan sempurna dalam penerjemahan. Maka, penerjemahan yang “paling

bagus” harus diartikan sebagai “hampir sempurna”; (b) penerjemahan semantik

dan komunikatif ialah reproduksi pesan yang umum, wajar, dan alami dalam Bsa; (c) penilaian penerjemahan disini adalah penilaian umum dan relatif.26

Tabel 3

Kategori nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna

86-90 (A)

Penyampaian wajar; hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan; tidak ada keslaahan atau penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.

Terjemahan sangat bagus 76-85 (B)

Tidak ada distorsi makna; tidak ada terjemhan harfiah ynag kaku; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua kesalahan tata bahasa atau ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan

26


(39)

28

ejaan) Terjemahan baik 61-75

(C)

Tidak ada distorsi makna; ada terjemahan harfiah yang kaku; tetapi relatif tifak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, sehingga tidak tertalu terasa seperti terjemahan; kesalahan tata bahasa idiom relatif tifak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau umum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)

Terjemahan cukup 46-60 Terasa sebagai terjemahan; ada distorsi makna; ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25%. Ada beberapa kesalahan idiom dan atau tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan atau kurang jelas.

Terjemahan buruk 20-45 Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih dari 25% keseluruhan teks); distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.


(40)

29

Catatan: (1) nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen. (2) istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikatif”.27

Penting untuk diingat bahwa rambu-rambu diatas hanyalah pedoman, bukan

“harga mati”. Sebelum membahas isi rambu-rambu tersebut, ada tahap yang perlu dilalui terlebih dahulu. Penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (1) penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua dan ketiga. (2) penilaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah dibahas sebelumnya pada tabel pertama. (3) penilaian terperinci pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala atau kontinuum dan dapat dubah menjadi nilai. Untuk memudahkan penempatan atau kategori, kriteria terperinci pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum seperti yang terdapat pada tabel kedua.

Dapat dilihat pada tabel kedua tersebut bahwa kategori terjemahan dapat

“dikonversikan” menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip piramida, semakin baik suatu kategori (yaitu semakin ke atas arahnya), semakin kecil rentangan angka atau nilainya.

Hal lain yang perlu diingat pada tabel kedua tersebut adalah perbedaan istilah

“salah dan “keliru”. Suatu kesalahan adalah teori yang jelas letaknya dalam oposisi “benar-salah”, misalnya “kesalahan ejaan”. Sebaiknya, “keliru” tidak ada oposisi langsungnya, karena istilah tersebut dimaksudkan disini agar dapat

mencakup kriteria penilaian untuk “ketidakjelasan”, “ketidakwajaran”, dan “ketidakbakuan” (apabila yang baku sudah tersedia, misalnya dalam kamus).

27


(41)

30

Dalam penilaian teks-teks yang khusus, segi-segi berikut harus diikutsertakan dalam penilaian: (a) bentuk; (b) sifat; (c) fungsi. Kriteria yang dapat digunakan adalah apakah ada pengubahan atau tidak, menyeluruh atau tidak, jelas atau tidak, baku atau tidak (yang emnyangkut, misalnya formula), wajar atau tidak (misalnya puisinya mengandung penggambaran metaforik), serta benar atau tidak (misalnya yang menyangkut reproduksi makna referensial). Kemudian semua segi dan kriteria dasar ini dapat “diterjemahkan” menjadi indikator-indikator seperti pada tabel kedua sebagai rambu-rambu penilaian, dan untuk memudahkan penilai menentukan kategori terjemahan apabila terdapat lebih dari satu versi BSa dari BSu yang sama.28

C. Prinsip-Prinsip Penerjemahan yang Baik

Seperti yang dikutip oleh Sayogie, Savori menawarkan dua belas prinsip penerjemahan yang berkaitan erat dengan penerjemahan yang baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) penerjemahan harus mengekspresikan kata-kata dari teks aslinya; (2) penerjemahan harus mengungkapkan gagasan dari teks aslinya; (3) terjemahan hendaknya terbaca seperti karya aslinya; (4) terjemahan hendaknya terbaca sebagai terjemahan; (5) penerjemahan hendaknya mencerminkan gaya dari teks aslinya; penerjemahan hendaknya memiliki gaya penulisan yang dipakai oleh penerjemah, (7) terjemahan hendaknya terbaca sebagaimana teks aslinya yang memakai bahasa kontemporer; (8) terjemahan hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer penerjmah; (9) penerjemah boleh menambah atau mengurangi bagian dari teks asli; (10) penerjemah sama sekali tidak boleh menambah atau mengurangi teks aslinya; (11) penerjemahan

28


(42)

31

prosa hendaknya berbentuk prosa; (12) penerjemahan puisi hendaknya berbentuk puisi.29

Wills menyatakan bahwa relativitas (norma penerjemahan) menunjukkan bahwa sejauh ini tidak ada teoretikus dan praktisi penerjemahan yang mampu menemukan jawaban yang lebih umum, objektif dan terbukti benar bagi masalah yang agak kompleks dalam penerjemahan antarteks. Ini berarti bahwa mungkin tidak ada teori penerjemahan yang dapat diterapkan secara semesta, tetapi akan sangat baik jika ada teori penerjemahan yang spesifik terhadap jenis teks dan akibatnya ada konsep padanan penerjemahan yang spesifik terhadap jenis teks.

Dari uraian diatas, Sayogie menarik kesimpulan tentang prinsip-prinsip terjemahan yang baik, yaitu (1) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang tidak menyimpang dari isi yang terdapat dalam teks bahasa sumber, (2) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang dapat dimengerti dan mudah dipahami pembaca, (3) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang menggunakan kalimat-kalimat yang mengikuti aturan kaidah tata sasaran dan tidak asing bagi pembaca, (4) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang lebih mementingkan pengungkapan isi teks daripada persamaan bentuk ujaran, dan (5) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang tidak tampak sebagai terjemahan tetapi sebagai karya asli. 30

29

Frans Sayogi, h.147-148

30


(43)

32

D. Teori Peribahasa

1. Definisi Peribahasa

Kata matsal (ĕÓĚ) atau “perumpamaan” dalam kamus bahasa Arab, Lisan al-Arab dan al-Qamus al-Muhith, mempunyai bermacam-macam makna, antara lain: nazhir (“sifat”, “seperti”), atau „ibrah (“peringatan”, “pelajaran”. Makna kata matsal yang lain adalah “yang menjadi contoh bagi yang lain” atau “yang ditiru”.

Fairuz mengatakan “kata „mitsl‟ berarti „syibh‟ atau „serupa‟. Bentuk jamak mitsl adalah amtsal. Kata matsal berarti hujjah (bukti, alasan, sifat). Sedangkan kata mitsal berarti „miqdar‟ atau „ukuran‟ yang juga berarti „qishas‟atau „pembalasan

yang sepadan‟.31

Amtsal adalah ungkapan yang beredar di masyarakat yang berisi tentang pikiran yang bijak dan tentang aspek kehidupan manusia, biasanya berbentuk kata-kata majaz yang cenderung imajinatif dan mudah dihafal, bertujuan sebagai perbandingan dan nasehat kehidupan. Dalam bahasa Indonesia, amtsal disebut juga peribahasa. 32

Dalam istilah Inggris disebut juga proverb/saying dan istilah Prancis proverbe yaitu (1) ungkapan yang ringkas padat yang berisi kebenaran yang wajar, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. (2) ungkapan pendek yang mengandung aturan tingkah laku sebagai prinsip hidup. Contoh: (a) malu bertanya sesat di jalan. (b) bermain air basah, bermain api terbakar. 33

Adapun definisi peribahasa dalam bahasa Indonesia tidak jauh berbeda dengan amtsal Arab. Menurut KBBI, ada dua definisi peribahasa:

31Ja’far “ub

hani, Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora, (Jakarta Selatan: Al-Huda, 2007) h. 1

32

Yaniah Wardani dan Cahya Buana, h. 25

33


(44)

33

(1) Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan).

(2) Ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.34

Secara etimologis pengertian amtsal ada tiga macam. Pertama, bisa berarti perumpamaan, gambaran, atau penserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau cerita yang sifatnya menakjubkan. Ketiga, bisa berarti sifat keadaan atau tingkah laku. Sedangkan secara terminologis amtsal didefinisikan oleh para ahli sastra adalah ungkapan yang sifatnya menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Penggunaan ungkapan itu dimaksudkan untuk mempengaruhi dan menyentuhkan kesan, seakan si pembuat perumpaaan mengetuk telinga si pendengar sehingga pengaruhnya menembus kalbu.35

Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan, baik secara leksikal maupun gramatikal, makna peribahasa masih bisa diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur bentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Umpamanya

hal dua orang yang selalu „bertengkar‟ dikatakan dalam bentuk peribahasa bagai anjing dengan kucing. Kucing dan anjing dalam sejarah kehidupan kita memang merupakan dua ekor binatang yang tidak pernah rukun. Entah apa sebabnya.

Contoh lain „keadaan pengeluaran belanja lebih besar jumlahnya daripada

pendapatan‟ dikatakan dalam bentuk peribahasa besar pasak daripada tiang.

34

Harimurti Kridalaksana, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1055

35


(45)

34

Seharusnya pasak harus lebih kecil daripada tiang, jika pasak itu lebih besar, tentu tidak mungkin dapat dimasukkan pada lubang tembus yang ada pada tiang.

Karena peribahasa ini bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan maka dapat juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata-kata seperti, bak, laksana, dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa. Memang banyak juga peribahasa yang tanpa menggunakan kata-kata tersebut, namun kesan peribahasanya itu tetap saja nampak. Misalnya tong kosong nyaring bunyinya.

Peribahasa tersebut bermakna „orang yang tiada berilmu biasanya banya

cakapnya‟. Di sini orang yang tiada berilmu itu diperbandingkan dengan tong

yang kosong. Hanya tong yang kosong yang kalau dipukul akan berbunyi nyaring; tong yang berisi penuh tentu tidak akan berbunyi nyaring. Sebaliknya orang pandai, orang yang banyak ilmunya biasanya pendiam, merunduk dan tidak pongah. Keadaan ini disebutkan dengan peribahasa yang berbunyi bagai padi, semakin berisi, semakin merunduk.36

Contoh dalam bahasa Arab, peribahasa ä ãĪ اĤ ĩďÉĪ ا àاå×ĖÅĒ bermakna

„Bagaikan belalang yang tidak memberi sisa apapun‟. Makna peribahasa ini

merupakan kiasan bagi seseorang yang kehabisan harta bendanya karena sebab apapun, misalnya gemar berjudi, kebakaran atau kecurian, sehingga tidak ada sedikitpun yang tertinggal yang masih dimilikinya.

Contoh lain, åīûĖا ęģêĤ¼ä ħėĂ Ĝ»Ē artinya „Seolah-olah ada burung di

kepalanya‟. Orang yang dihingapi burung di kepalanya agaknya takut dan sayang

kalau burung itu terbang. Jadi, ia diam saja. Pepatah ini adalah kiasan bagi seseorang atau suatu golongan yang patuh, taat dan selalu mengikuti saja perintah

36


(46)

35

yang dikatakan pimpinannya. Juga dikiaskan bagi orang yang berhati lemah, penyantun dan sabar.37

2. Macam-Macam Peribahasa Bahasa Indonesia

Peribahasa Indonesia dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

(1) Bidal adalah peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat, sindiran, dan sebagainya.

(2) Pepatah, merupakan perbahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari para sesepuh (biasanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara).

(3) Ungkapan adalah kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur).

(4) Perumpamaan adalah peribahasa yang berisikan perbandingan-perbandingan atau sering juga diartikan sebagai peribahasa yang berupa perbandingan. Biasanya menggunakan kata-kata seperti, bak, laksana, ibarat, umpama, bagai.

(5) Ibarat adalah berkataan atau cerita yang dipakai sebagai perumpamaan (perbandingan, lambang).

(6) Tamsil adalah (i) persamaan dengan umpama (misal), contoh: dia hidupnya seperti katak dalam tempurung (ii) ajaran yang terkandung dalam cerita,

37


(47)

36

ibarat; lukisan (sesuatu sebagai contoh), banyak cerita yang mengandung untuk kanak-kanak.

(7) Pemeo adalah (i) ejekan (olok-olok, sindiran) yang menjadi buah mulut orang (ii) perkataan yang lucu (untuk menyindir dsb., misalnya undang-undang hanya berlaku untuk rakyat kecil, atau bisa juga merupakan peribahasa yang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan semangat atau menghidupkan suasana

.

3. Macam-macam Amtsal Arab (Peribahasa Bahasa Arab)

Seperti dikutip oleh Yaniah, Sayyid Syakir membagi amtsal ke dalam lima bagian, yaitu: amtsal hikmiyyah, amtsal tarikhiyyah, amtsal al-khurafiyyah, al-amtsal al-sairah (asy-sya‟biyyah) dan al-amtsal al-fukahiyyah:

(1) Al-amtsal al-hikmiyyah yaitu amtsal yang menyerupai kata hikmah (kata mutiara atau nasihat) baik dari keindahan lafaznya maupun maknanya.

(2) Al-amtsal al-tarikhiyyah yaitu amtsal yang muncul berdasarkan hikayat atau sejarah pembesar atau penguasa suatu kaum dalam melaksanakan sikap politiknya terhadap bawahannya, misalnya:

đăÉÏĪ đÉėĒ Āĥج

Laparkanlah anjingmu maka ia akan mengikutimu

(3) Al-amtsal al-khurafiyyah adalah amtsal yang muncul berdasarkan cerita

binatang, yang mengandung i‟tibar nasihat dan ajaran-ajaran yang baik, misalnya amtsal yang terdapat pada kisah Kalilah wa Dimnah karangan inbu muqaffa yang terdapat pada cerita seribu satu malam. Asal mula dari pepatah ini adalah tiga


(48)

37

orang pemburu binatang di hutan. Yang seorang mendapatkan kelinci, yang seorang lagi kijang, dan yang ketiga keledai hutan. Yang pertama dan kedua merasa bangga dengan hasilnya masing-masing. Yang ketiga diam saja, tetapi tiba-tiba ia berkata: aah apa yang kalian dapat itu? Lihat hasilku ini, semua buruan ada di tengah keledai hutan. Ia berkata demikian dengan apa yang ia hasilkan dengan sebaik-baiknya, dan kalau sudah mendapatkan itu, tidak lagi memerlukan yang lain. Jadi, pepatah ini diangkat dari cerita tentang binatang yang mereka

dapatkan, sehingga menjadi i‟tibar dan nasehat yang baik.

(4) Al-amtsal al-sairah (al-sya‟biyyah) yaitu amtsal yang menggambarkan suatu adat dan perilaku serta kemuliaan suatu bangsa (masyarakat), baik kehidupan pedesaan ataupun perkotaan. Kalimah sairah juga berarti kata yang beredar dan umum dikenal di tengah masyarakat dan berlaku dalam bahasa komunikasi mereka. 38Misalnya ĝÉėĖا Íăīض فīóĖا artinya, engkau (perempuan) telah sia-siakan air susu pada musim kemarau. Matsal ini ditujukan kepada orang yang melewatkan kesempatan yang baik.

(5) Al-amtsal al-fukahiyyah ialah amtsal yang menggambarkan kehidupan perilaku manusia berupa keinginan ataupun harapan pada masa lampau, lalu kemudian akhirnya terwujud, misalnya ËďÉø ĝش čفاĤ menggambarkan keserasian pasangan sebagai realisasi dari sebuah harapan dari seorang laki-laki (syann) yang mencari pasangan hidup (thabaqah).39

38Ja’far “ubhani,

Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora, (Jakarta Selatan: Al-Huda, 2007) h. 8

39


(49)

38

4. Unsur Budaya

Pada saat menerjemahkan, penerjemah bukan hanya mengoperasikan satu bahasa ke bahasa lainnya. Melainkan juga harus menyepadankan kedua budaya negara dari bahasa yang diterjemahkan.40

Dalam menerjemahkan bahasa yang bersifat kultural, penerjemah dituntut untuk cerdas dalam mengidentifikasi, memaknai, dan kemudian merekonstruksikannya dalam bahasa target.. Penerjemahan secara harfiah hanya akan menimbulkan kebingungan di kalangan pembaca teks terjemahan.

41

Menurut Hidayatullah, dalam menerjemahkan peribahasa, unsur budaya tidak bisa dipisahkan dalam hal ini. Ada sebelas aspek budaya yang harus diperhatikan saat hendak menerjemahkan. Berikut sepuluh aspek budaya itu:

(1) Kata ĘĥĪ dalam bahasa Arab sering kali dipadankan dengan kata hari dalam bahasa Indonesia, padahal sebenarnya makna dua kata tersebut tidak sama persis. Frasa áÚأ ĘĥĪ misalnya, tidak bisa diterjemahkan secara sembrono dengan hari ahad. Karena, frasa tersebut pada konteks tertentu juga bermakna waktu perang uhud.

(2) Ungkapan stereotip. Yang dimaksud ungkapan stereotip adalah ungkapan-ungkapan seperti âĥĂ»ģėĖا ĜÅÛÉê ,åÉĒأ ه ,هÅÈ . Padanan untuk ungkapan-ungkapan semacam ini tampaknya mudah dan sederhana, padahal sering kali terjadi perbedaan konsep. Dalam kasus ه ĜÅÛÉê misalnya, ungkapan ini biasanya dipadankan dengan mahasuci Allah. Namun, konsep

40

Inge Nurina, Analisis penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indinesia dalam Cerita Pendek Imogayu, Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2008

41


(50)

39

ه ĜÅÛÉê dalam bahasa Arab tidak selalu sama dengan konsep mahasuci Allah dalam bahasa Indonesia. karena, ungkapan itu sering kali bisa diterjemahkan dengan luar biasa. Ihwal semacam ini kadang-kadang mnimbulkan kesulitan bagi penerjemah.

(3) Peristiwa budaya. Tiap-tiap negara mempunyai apa yang disebut

dengan “peristiwa budaya”. Di Arab Saudi, peristiwa tahunan ibadah haji,

merupakan peristiwa budaya, selain terkait dengan ritual keagamaan umat islam. Di Iran, peristiwa budaya juga bisa ditemui pada peringatan karbala, setiap tanggal 10 Muharam. Dalam peristiwa-peristiwa budaya semacam itu penerjemah juga akan menjumpai banyak kesulitan dalam menerjemahkannya karena dalam peristiwa-peristiwa budaya seperti itu akan ditemukan istilah-istilah budaya yang tidak akan dapat ditemukan di negara lain.

(4) Bangunan tradisional. Di setiap negara sekarang ini banyak bangunan yang sama dengan bangunan yang terdapat di negara lain. Fenomena semacam ini barangkali karena adanya film-film di TV. Namun demikian masing-masing negara masih banyak terdapat bangunan yang mempunyai ciri khas lokal, dan tidak terdapat di negara atau daerah lain. Misalnya di Mesir dapat ditemui ÅĚاåĢأ; di Arab Saudi dapat ditemui ËÉăĒ. Bangunan semacam itu dalam penerjemaha nmenimbulkan banyak kesulitan. Frasa ęīĢاåÈا ĘÅďĚ juga tidak bisa serta-merta bisa diterjemahkan dengan makam Nabi Ibrahim, karena ternyata maksudnya justru pahatan bekas telapak kaki Nabi Ibrahim a.s, berdiri saat membangun Kakbah, yang terdapat di Masjidilharam. 42

42


(51)

40

(5) Kekerabatan. Setiap bangsa di suatu negara mempunyai sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan ini tampaknya sederhana bagi yang memilikinya. Tetapi yang tampaknya sederhana itu ternyata menimbulkan banyak kesulitan bagi seorang penerjemah karena sistem kekerabatan ini berbeda dari bangsa atau etnik yang satu dengan yang lain. Seperti contoh sistem kekerabatan Arab dikenal istilah ËěĂط ęĂ dan ËĖÅخط ĔÅخ. Penyebutan ęĂ

ط

ËěĂ dipergunakan untuk paman-bibi yang dari jalur bapak, sementara ط ĔÅخ ËĖÅخ dipergunakan untuk paman-bibi yang dari jalur ibu. Ini jelas akan menimbulkan banyak kesulitan bagi seorang penerjemah.

(6) amiyyah-fushha. Seperti bahasa lain, bahasa Arab juga mengenal bahasa standar dan bahasa nonstandar. Fushha merupakan bahasa standar, sementara amiyyah merupakan bahasa nonstandar. Untuk kasus fushha, seorang penerjemah biasanya tidak terlalu mengalami kesulitan, karena sistem tata bahasa dan sistem kosakatanya telah terstruktur. Hal yang sama tidak terjadi pada bahasa amiyyah. Penerjemah yan tidak terlalu mengenali sistem budaya dan bahasa Arab, tentu akan kesulitan mengalihbahasakannya. Meskipun ragam amiyyah ini lebih sering ditemui pada kegiatan informal dan tuturan, namun tidak jarang juga ragam ini bisa ditemui pada kegiatan formal dan tulisan.

(7) Idiom. Sebuah idiom tidak mungkin diterjemahkan secara harfiah alias kata demi kata. Ungkapan-ungkapan idiomatik yang bersifat kultural semacam ini mesti diterjemahkan sebagai satu kesatuan makna. Oleh karena itu, penerjemah tidaklah cukup menjadi seorang bilingual, tetapi juga mesti menjadi seorang bikultural yang memahami dua budaya sekaligus. Dengan


(52)

41

kata lain, penerjemah sejatinya memiliki wawasan budaya yang luas, bauk yang berkenaan dengan bahasa sumber maupun bahasa target.43

(8) Ekologi seperti flora, fauna, angin, lembah, gunung. Sebagai contoh masyarakat Arab mempunyai aneka kosakata berkenaan dengan unta, seperti ĕīėê„anak unta yang belum jelas jantan atau betinanya‟, äاĥÚ„anak unta

yang belum disapih‟, ôÅßĚ ĝÈا„anak unta jantan berumur satu tahun‟, ÍğÈ ôÅßĚ„anak unta betina berumur satu tahun‟, ĜĥÉĖ ÍğÈ„anak unta betina berumur dua tahun‟, dan seterusnya. 44

(9) budaya material. Budaya material itu meliputi makanan seperti ، ğÉĖÅÈ ÔÅجà

áĪåÓ , pakaian seperti ĔÅďĂ ،ËīفĥĒ ،فخ ،ÆÅÉėج ،ËīÈاج ،ÊءاĚ ،āĎåÈ, senjata seperti čīğ×ğĚ.

(10) isyarat dan kebiasaan. Dalam bahasa Arab, hal ini bisa kita temukan pada ayat yang artinya: janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya karena kamu menjadi tercela dan menyesal (Q.S Al-Isra [17]: 29). “tangan terbelenggu

pada leher” adalah simbol kikir yang bersumber pada isyarat tangan yang

dikenal di kalangan bangsa Arab. Simbol ini ternyaa tidak dikenali dalam budaya bahasa Indonesia.45

43

M. Zaka Al Farisi, h. 146

44

M. Zaka Al Farisi, h. 140

45


(53)

42

5. Metafora

Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misal tulang punggung di kalimat pemuda adalah tulang punggung negara.46

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat. Di dalam bahasa Indonesia, metafora sebagai perbandingan langsung tidak menggunakan kata pembanding seperti bak, bagai, umpama, bagaikan, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Metafora merupakan bahasa bermajas yang digemari oleh para penyair di dalam penulisan sajak. Bahkan, sajak identik dengan bahasa bermajas metafora. Keunggulan sebuah sajak dapat dikatakan adalah keunggulan sang penyair menampilkan metafor-metafor.47

Metafora merupakan salah satu majas perbandingan yang berfungsi untuk mengungkapkan sebuah ungkapan perasaan secara langsung berupa perbandingan

analogis. Seperti kalimat “Rian Novianto memang seorang bintang kelas.” 48

Kiasan atau metafora ialah perbandingan yang implisit, jadi tanpa kata

„seperti‟ atau „sebagai' di antara dua hal yang berbeda. Misalnya, sumber ilmu, kuli di antara bangsa-bangsa, buah hati, mata jarum, anak emas. 49

46

Hasanuddin WS, dkk, h. 908

47

Hasanuddin WS, dkk, h. 605-606

48

Abraham Panumbangan, Majas, Peribahasa, Pembentukan Istilah, Antonim-Sinonim, (Yogyakarta: Buku Pintar, 2013), h. 153

49

Alex dan Achmad, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2010), h. 237


(54)

43

Ada dua tataran metafora, yaitu metafora konseptual dan metafora linguistik. Metafora konseptual digunakan untuk mengaitkan dua wilayah simentatik di dalam pikiran, misalnya, kemarahan dan api. Metafora konseptual biasa ditulis dengan huruf besar, seperti „hidup itu bekerja‟. Dengan membayangkan bahwa hidup itu seperti seorang petani yang menggarap ladangnya, dari metafora konseptual ini dapat diturunkan berbagai macam metafora linguistik yang biasa digunakan sehari-hari, seperti dia menanam kebaikan, dia menuai jerih payahnya, dan usahanya telah berbuah. 50

Metafora dari suatu bahasa terkadang dipinjam oleh bahasa yang lain, bahkan efek metafora pinjaman dapat langsung mempengaruhi struktur konseptual pemakainya, karena sebenarnya metafora bukan saja bersifat kebahasaan, tetapi juga pemetaan konseptual. Karena, metafora mempengaruhi pikiran dalam menangkap pemahaman tentang dunia dan bagaimana mengaitkan diri sendiri dengan dunia.

Di Indonesia metafora waktu adalah pedang telah menggantikan waktu adalah harmoni. Metafora waktu adalah pedang sebenarnya dari metafora berbahasa Arab فīëĖÅĒÍĎĥĖا, tetapi sudah sangat dikenal di Indonesia. di dalam budaya orang Arab pedang merupakan simbol pertahanan dan perlindungan atas sesuatu yang sangat penting. Karenanya, orang Arab akan memperjuangkan segala hal dianggap mulia dan istimewa dengan pedang. Ini tentu saja berbeda dengan struktur budaya Indonesia.

Keberhasilan pinjaman terhadap metafora ini ditentukan oleh beberapa faktor yang dominan. Salah atunya adalah faktor kepraktisan. Di Indonesia keberhasilan

50


(1)

98

B. Saran

Ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan, yaitu:

1. Seandainya buku ini akan diterbitkan untuk kedua kalinya, sebaiknya diteliti kembali terjemahan di dalamnya agar memenuhi kriteria keterbacaan dan komunikatif yang baik.

2. Disarankan agar penerjemah untuk memilih pemadanan teks yang sesuai bahasa sasaran sehingga tidak kaku dan mudah dipahami bagi pembaca teks.


(2)

99

DAFTAR PUSTAKA

Alex dan Achmad. 2010. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Predana Media Group

Alfarisi, Zaka. 2011. Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya

Bussman, Hadumon. 1996. Dictionary of Language and Linguistics. New York: Routledge Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Daniel Parera, Jos. 1997. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga Hakim Arifin, Luqman, dkk. 2013. Mahfuzhat. Jakarta Selatan: Turos

Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung: Dunia Pustaka Jaya I Made Brata, Frans. Teknik Pergeseran Dalam Penerjemahan Sistem Sapaan Dalam Budaya

Religi. Universitas Udayana Bali.

Kridalaksana, Harimurti, dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Ladislav, Zgusta . 1917. Manual of Lexicography. Paris: Walter de Gruyter Ladislav, Zgusta. Translational Equivalence in the Bilingual Dictionary

Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Kaifa

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nurina, Inge. 2008. Analisis penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indinesia dalam Cerita Pendek Imogayu. Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia

Panumbangan, Abraham .2013. Majas, Peribahasa, Pembentukan Istilah, Antonim-Sinonim.

Yogyakarta: Buku Pintar

Sayogie, Frans. 2008. Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sayogie, Frans. 2014. Teori dan Praktik Penerjemahan. Pamulang: Transpustaka Setia, Eddy. 2007. Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan. Skripsi S1


(3)

100

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Simatupang, Maurits. 1993. Enam Makalah Tentang Penerjemahan. Jakarta: UKI Press Subhani, Ja‟far. 2007. Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora. Jakarta Selatan: Al-Huda Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: Alfabeta

Syamsuddin dan Vismaia. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: Remaja Rosdakarya

Syarif Hidayatullah, Moch. 2010. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab -Indonesia. Pamulang Barat: Penerbit Dikara

Syarif Hidayatullah, Moch. 2014. Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.

Tangerang: Penerbit Alkitabah

Syihabuddin. 2005. Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung: HUMANIORA

Taufiqurrochman. 2008. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press Thomas, Roger. 1993. Translation and Translating: Theory and Practice. New York:

Longman House

Tricahyo, Agus. 2009. Metafora Dalam Al-Quran. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press Ubaedy, A.N. “profil saya,” dari ubaedy.blogspot.com/p/profil-saya.html?m=1 Wardani, Yaniah dan Buana, Cahya. 2013. Pengaruh Unsur Ekstrinsik Terhadap Diksi

Peribahasa Arab dan Indonesia (Analisis Sastra Banding). Tangerang Selatan: Transpustaka

WS, Hasanuddin, dkk. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu Wawancara Pribadi dengan Aang Arif Amrullah, Jakarta, 27 Januari 2015


(4)

101

LAMPIRAN

No Bahasa Indonesia

Bahasa Arab

1 Persatuan adalah asas keberhasilan

ØÅ×ğĖا èÅêأ àÅÛÎإا

2 Bersungguh-sungguhlah, jangan

malas, dan jangan lengah! Karena penyesalan merupakan akibat bagi orang-orang malas.

ĩÉďăĖا ËĚاáğف افÅغ đÎ اĤ ĕëēÎ اĤ áģجا

ĕêÅēÏĪ ĝěĖ

3 Jagalah lisanmu dan berhati-hatilah dengan perkataannya, karena seseorang itu dapat selamat dengan lisan dan dapat celaka dengan lisan.

اĤ đĞÅëĖ ýċÚا

ęėëĪ ءĥěĖÅف ġÿċĖ ĝĚ æåÏÚ

ÇûăĪĤ ĜÅëėĖÅÈ

4 Saudaramu (yang sejati) adalah orang yang menolongmu dengan kepedulian, bukan yang menolongmu dengan nasabnya.

ÇëğÈ ĐÅêاĤ ĝĚ ا ÇïğÈ ĐÅêاĤ ĝĚ Đĥخأ

5 Wahai saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara yang akan kukabarkan berikut perinciannya dengan jelas: kecerdasan, ketamakan (terhadap ilmu), kesungguhan, harta benda (bekal), bergaul dengan guru, serta waktu yang panjang.

ĝĂ đīÉĞ»ê ËÏëÈ ا¾ ęėăĖا ĔÅğÎ ĝĖ ĩخأ

Ĥ ðåÚĤ ءÅĒâ :ĜÅīÉÈ ÅģėīóċÎ

Ĥ àÅģÏجا

ĜÅĚæ ĔĥøĤ âÅÏêأ ËÛÉصĤ ęĢäà

6 Adab seseorang itu jauh lebih berharga

daripada emas yang dimilikinya.

ġÉĢ ĝĚ åīخ ءåěĖا Æàأ

7 Jika tekadnya benar, maka akan terang

jalannya.

ĕīÉëĖا ÙضĤ ĘçăĖا Čáص اâ¾

8 Jika kau telah menyelesaikan semua urusan duniamu, maka segera sibukkanlah dirimu untuk ibadah kepada Tuhanmu.

ÊàÅÉĂ ĩف ÇóĞÅف ĐÅīĞà äĥĚأ ĝĚ Íغåف اâ¾

đÈä

1 Jika orang dungu berbicara, maka

jangan menanggapinya. Karena sebaik-baik tanggapan bagi orang dungu adalah diam.

åīßف ġÉ×Î اف ġīċëĖا ùďĞ اâ¾

ġÏÈÅجا ĝĚ

ÌĥēëĖا

10 Tuntutlah ilmu sejak dari buaian (ibu)

hingga liang lahat.

áÛėĖا ħĖا áģěĖا ĝĚ ęėăĖا Çėøا

11 Tuntutlah ilmu walaupun sampai

negeri Cina.

ĝīóĖÅÈ ĤاĤ ęėăĖا Çėøا

12 Ibu merupakan sekolah yang paling

utama.

ħĖĤأا ËêäáĚ Ęأا

13 Angan-angan adalah tirai kematian.

ĕجأا ÆÅ×Ú ĕĚأا

14 Sesungguhnya guru dan dokter itu


(5)

102

tidak dihormati.

15 Jika kau bergaul dengan orang yang berkedudukan tinggi, maka duduklah di antara mereka dengan sopan dan beradab. Dengarkanlah pembicaraan mereka apabila mereka berbicara, dan santunkanlah omonganmu jika hendak bicara.

éėجÅف ħģğĖا ĦĤâ ĔÅجåĖا ÍëĖÅج ÍĞا Ĝ¾

ęģīĖ¾ ęģÓĪáÚ āěêاĤ .ÅÈà½Ě ĔÅěēĖÅÈ ęģīĖ¾

đÓĪáÚ ĕăجاĤ اĥثáÚ

ÅÈãģĚ ÍďûĞ Ĝ¾

16 Lihatlah apa yang dikatakan, jangan

lihat siapa yang mengatakan.

ĔÅĎ ĝĚ åÿğÎ ا Ĥ ĔÅĎ ÅĚ åÿĞا

17 Orang bakhil adalah penjaga

kenikmatannya, dan penyimpan harta yang akan diwariskannya.

ġÏثäĤ ĜæÅخĤ ،ġÏěăĞ èäÅÚ ĕīßÉĖا

18 Berbuat baik merupakan akhlak mulia.

čėßĖا ĝëÚ åÉĖا

19 Sejauh mana kegigihan diupayakan,

sejauh itu kemuliaan dicapai.

ĩĖÅăěĖا ÇëÏēÎ áēĖا äáďÈ

20 Telur hari ini lebih baik ayam esok

hari.

áغĖا ËجÅجà ĝĚ åīخ ĘĥīĖا Ë÷īÈ

21 Mahkota kemanusiaan itu rendah hati.

āضاĥÏĖا

ÊءĤåěĖا ÔÅÎ

22 Tuntutlah ilmu dan duduklah di majelis-majelisnya. Karena tidak ada kegagalan bagi orang berakal yang berinteraksi dengan ulama.

ùĎ ÆÅخÅĚ ġëĖÅ×Ě ĩف éėجاĤ ęėăĖا ęėăÎ

ءÅěėăĖا éĖÅج ÇīÉĖ

23 Belajar di waktu kecil bagai mengukir

di atas batu

å×ÛĖا ħėĂ شďğĖÅĒ åغóĖا ĩف ęėăÏĖا

24 Bergaullah dengan orang-orang yang

jujur dan selalu menepati janji.

ءÅفĥĖاĤ ČáóĖا ĕĢأ éĖÅج

25 Orang bodoh adalah orang yang kebodohannya ada pada bujukan., dan hawa nafsunya pada kegemaran. Ucapannya dusta, dan perbuatannya tercela.

ĩف ĠاĥĢ ĝĚĤ ،ءاĥغ¾ ĩف ġėģج ĝĚ ĕĢÅ×Ėا

ęīĚâ ġėăفĤ ،ęīďê ġĖĥďف ،ءاåغ¾

26 Coba dan perhatikanlah, niscaya kau

akan tahu.

ÅفäÅĂ ĝēÎ ýÚ اĤ Æåج

27 Lindungilah sahabatmu, sekalipun

dalam kebakaran.

čĪåÛĖا ĩف ĥĖĤ čĪáóĖا ħėĂ ýفÅÚ

28 Cinta itu buta.

ħěĂأ ÇÛĖا

29 Cinta kekuasaan adalah penyakit yang

tidak ada obatnya.

ġĖ ءاĤà ا ءاà ËêÅئåĖا ÇÚ

30 Haram itu jelas.

ĝīÈ ĘاåÛĖا

31 Tamak adalah pangkal penyesalan.

ĜÅĚåÛĖا áئÅĎ ðåÛĖا

32 Sebaik-baik kekayaan adalah qana‟ah.

ĀĥğďĖا ħğغĖا åīخ

33 Sebaik-baik manusia adalah yang

paling baik akhlaknya.

Åďėخ ęģğëÚأ èÅğĖا åīخ

34 Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

èÅğėĖ ęģăċĞأ èÅğĖا åīخ


(6)

103

waktu adalah buku.

36 Pelajaran itu untuk dijaga.

üĥċÛĚ èäáĖا

37 Bukti kecerdasan seseorang dapat dilihat dari perbuatannya, dan bukti keilmuan seseorang dapat dilihat dari pembicaraannya.

Ëėئاæ ËěăĞ ÅĚ¾Ĥ ،ËĖæÅĞ ËěďĞ ĕďĂ ĕīĖà

38 Uang itu kesulitan.

åëĂ ĝĪáĖا

Agama itu nasihat.

ËÛīóĞ ĝĪáĖا

40 Agama itu mudah.

åëĪ ĝĪáĖا

41 Pangkal dosa adalah dusta

ÆãĒ ÆĥĞãĖا èأä

42 Keselamatan seseorang terletak pada

penjagaan lisannya.

ĜÅëėĖا ýċÚ ĩف ĜÅëĞإا ËĚاê

43 Sabar itu bagaikan pohon jadam, yang pahit rasanya. Tapi buahnya lebih manis daripada madu.

ġÉĎاĥĂ ĝēĖĤ ġÏĎاãĚ ĩف åĚ åÉóĖÅĒ åÉóĖا

ĕëăĖا ĝĚ ħėÚأ

44 Kesabaran itu menolong setiap

pekerjaan.

ĕěĂ ĕĒ ħėĂ ĝīăĪ åÉóĖا

45 Tertawa tanpa sebab adalah pertanda

kurangnya sopan santun.

Æàأا ËėĎ ĝĚ ÇÉê اÈ đÛ÷Ėا

66 Akal tanpa adab itu seperti pohon

gersang.

åĎÅăĖا å×ïĖÅĒ Æàأ اÈ ĕďăĖا

47 Ilmu itu ibarat buruan, dan tulisan itu ibarat talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.

ĔÅÉÛĖÅÈ Đàĥīص áīĎ ĠáīĎ ËÈÅÏēĖا Ĥ áīص ęėăĖا

ËďثاĥĖا

48 Ilmu itu berada di hati, tidak di atas

tulisan.

äĥÏëĖا ĩف ا äĤáóĖا ĩف ęėăĖا

49 Dalam ujianlah seseorang akan

dihormati atau dicela.

ĜÅģĪ Ĥأ ءåěĖا ĘåēĪ ĜÅÛÏĚاا áğĂ

50 Orang kaya itu bukan yang melimpah hartanya, tetapi orang yang kaya jiwaya.

ħğغĖا ĝēĖĤ ôåăĖا ÊåÓĒ ĝĂ ħğغĖا éīĖ

éċğĖا ħğغ

51 Tidak ada suatu kenikmatan yang dapat diperoleh kecuali bersusah-payah.

ÇăÏĖا áăÈ ا¾ ÊãėĖا ÅĚ

52 Barang siapa bersungguh-sungguh

pasti berhasil.

áجĤ áج ĝĚ

53 Waktu itu bagaikan pedang, jika kau tak memanfaatkannya, maka ia akan menebasmu.

Î ęĖ Ĝ¾ فīóĖÅĒ ÍĎĥĖا

đăûĎ ġăûď