vii c.
Expression of affection ungkapan kasih sayang fokus pada apakah pasangan pernah berselesih mengenai sex atau memperlihatkan kasih
sayang. d.
Satisfaction kepuasan termasuk penilaian mengenai seberapa sering pasangan memiliki kecocokan yang kuat dalam pernikahan dan bagaimana
tiap orang berkomitmen untuk menjaga ikatan pernikahan.
2.2 Emotional Expressivity
2.2.1 Definisi emotional expressivity Definisi emotional expressivity menurut Halberstadt dkk 1995 adalah :
“An individual’s persistent pattern or style of exhibiting nonverbal and verbal expressions that often, but not always, appear to be emotion-related; this pattern
or style is usually measured in terms of frequency of occurence”
Halberstadt et al., 1995 : 93.
Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa emotional expressivity
adalah pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal yang sering, tetapi tidak selalu
tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi. Pola atau gaya biasanya mengukur istilah “frekuensi kejadian”.
Snyder dalam Gross John, 1998 mendifinisikan ekspresivitas emosional dengan menggunakan kata “emotional expressiveness” adalah :
“Individual differences in the extent to which individuals can and do monitor their self-presentation, expressive behavior, and nonverbal affective display
.”Snyder, 1974.
vii Emotional
expressivity adalah perbedaan individu yang sudah ada dimana mereka dapat memonitor self-presentation, perilaku ekspresif, dan
memperlihatkan afeksi nonverbal. Tetapi ada sebuah konsep baru, dimana Kring, Smith Neale 1994 lebih menekankan bahwa emotional expressivity sebagai
perbedaan individu yang sudah ada dimana orang secara jelas memperlihatkan emosi mereka. Sedangkan menurut Gross John 1997 emotional expressivity
adalah :
The behavioral e.g., facial, postural changes that typically accompany emotion, suc as smiling, frowning, crying, or storming out of the room.
Emotional expressivity adalah perubahan tingkah laku misalnya wajah,
suara, gesture, postur, dan gerakan tubuh yang secara khas menyertai emosi seperti tersenyum, menangis, atau membuat gaduh.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa emotional expressivity ialah pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi baik secara verbal maupun
non verbal dengan perubahan tingkah laku yang menyertainya, tetapi tidak selalu tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi.
Emosi-emosi membantu orang merespon secara tepat adaptif terhadap peluang-peluang dan tantangan-tantangan lingkungan Frijda, 1988; Levenson,
1994; Plutchik,1980; dalam Gross John, 1997. Bagaimanapun emosi-emosi hanya membuat kita cenderung untuk bertindak dalam cara-cara tertentu; tidak
mendorong kita untuk melakukan demikian. Ini berarti bahwa kita boleh menyangkal menolak ekspresi terhadap impuls emosional dan secara bebas
mengekspresikan yang lain. Perbedaan individual yang mencolok dalam
vii ekspresivitas menunjukan bahwa setiap individu berbeda dalam kecenderungan
merespon dan dalam mengekspresikan impuls-impuls sebagaimana yang mereka munculkan Diener, 1984; Ekman Davidson, 1994; Salovey, Mayer,
Rosenhan, 1991; Snyder, 1987; dalam Gross John, 1997. 2.2.2 Proses emotional expressivity
Bagan 2.2 Proses Emotional Expressivity
Berdasarkan model ini, emosi terjadi bila input eksternal atau internal diproses sedemikian rupa sehingga program emosi diaktifkan, misalnya kesedihan
atau kesenangan. Ketika diaktifkan, program emosi tersebut menghasilkan kecenderungan respon termasuk perubahan fisiologis, perasaan-perasaan
subjektif, dan impuls-impuls perilaku yang mempersiapkan organisme untuk merespon secara adaptif terhadap tantangan dan kesempatan lingkungan Gross
John, 1997. Perbedaan-perbedaan individual dalam mengekspresikan emosi mungkin
muncul di beberapa langkah dalam proses generative-emosi. Pertama, setiap orang
vii dalam kesehariannya memiliki pengalaman yang beragam, sehingga memberikan
masukan yang sangat berbeda bagi program emosi mereka. Kedua, masukan yang berbeda ini dapat dikurangi atau diperbesar dengan cara yang mereka nilai sendiri.
Ketiga, penelitian tentang temperamen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan- perbedaan individual yang penting, baik dalam aktivasi program emosi maupun
dalam kecenderungan respon emosional yang dihasilkan Goldsmith, 1993; Kagan Snidman, 1991; dalam Gross John, 1997 . Pada akhirnya, terdapat
perbedaan-perbedaan individual yang penting dalam pengaturan “output filter” yaitu, perbedaan-perbedaan dalam kecenderungan respon emosional yang dapat
dilihat melalui perilaku. 2.2.3 Cara pengukuran emotional expressivity
Gross John 1997 telah mengembangkan alat ukur baru untuk mengukur emotional expressivity
yang dinamakan dengan Berkeley Expressivity Questionnaire
BEQ. BEQ terdiri dari 16 pertanyaan. Menurut Gross John 1998 emotional expressivitu lebih baik dikonseptualisasikan sebagai sesuatu
yang undimensional atau multiaspek. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gross John 1998 menemukan ada tiga aspek utama emotional
expressivity , yaitu :
a. Postive expressivity
King Emmons dalam Gross John, 1997 menjelaskan bahwa ekspresivitas positif adalah :
“…which represents the degree to which positive emotional response tendencies are expressed behaviorally.”
King Emmons, 1990
vii Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa positive expressivity
menggambarkan derajat kecenderungan respon emosi positif yang diekspresikan melalui perilaku. Menurut Gross John 1998, ekspresi emosi
yang positif mencakup happiness bahagia, joy gembira, amusement senang, enthusiasm antusiasme, energy semangat.
b. Negative expressivity
King Emmons dalam Gross John, 1997 mendefinisikan ekspresivitas negatif adalah :
“…which represents the degree to which positive emotional response tendencies are expressed behaviorally.”
King Emmons, 1990
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa negative expressivity menggambarkan derajat kecenderungan respon emosi negatif yang
diekspresikan melalui perilaku. Menurut Gross John 1998, ekspresi emosi yang negatif seperti, anger marah, disappointment kecewa, fear takut,
upset bingung, pity kasihan, disgust muak.
c. Impulse strength kekuatan impuls
Gross John 1998 menjelaskan kekuatan impuls sebagai :
“the experience of strong emotions that push for expression and are difficult for the individual to suppress”.
Dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan impuls merupakan sebuah pengalaman emosi yang kuat, dimana melalui pengalaman tersebut, individu akan
terdorong untuk mengekspresikan emosi atau perasaan serta sangat sulit bagi individu untuk menyembunyikan atau menahan emosinya.
vii Menurut Gross John 1998 aspek-aspek ini secara berbeda
memprediksikan kriteria pengukuran seperti emotion-expressive behavior yang diukur di laboratorium, dengan positive expressivity hanya memprediksikan
perilaku bahagia bukan perilaku sedih dan sebaliknya negative expressivity juga memprediksikan perilaku sedih bukan perilaku bahagia.
Halberstadt dan kawan-kawan 1995 juga telah mengembangkan alat ukur baru untuk mengukur emotional expressivity yang dinamakan dengan Self-
expressiveness Questionnaire SEFQ. SEFQ ini terdiri dari dua aspek, yaitu :
a. Positive emotional expressivity
Menurut Halberstadt dalam Halberstadt et al., 1995 positive expressivity
berkaitan dengan pengungkapan emosi positif seperti, memberi pujian, memperlihatkan kekaguman, mengucapkan terimakasih
ketika mendapatkan pertolongan. b.
Negative emotional expressivity Negative expressivity
berkaitan dengan pengungkapan emosi negatif seperti, marah, permusuhan, kesal, memperlihatkan kesedihan, dan
menangis. Peneliti menggunakan SEFQ untuk mengukur emotional expressivity
pasangan suami-istri, karena alat ukur ini hanya terdiri dari dua dimensi yang sesuai dengan tujuan penelitian dari emotional expressivity, yaitu positive
emotional expressivity dan negative emotional expressivity.
2.3 Kerangka Berfikir