Kepuasan Pernikahan KAJIAN PUSTAKA

vii

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pernikahan

2.1.1 Definisi kepuasan pernikahan Menurut Fizpatrick dalam Bird Melville, 1994 kepuasan pernikahan adalah : “ …how marital partners evaluate the quality of their marriage. It is a subjective description of whether a marital relationship is good, happy, or satisfying.” Bird Melville, 1994: 192 Kepuasan pernikahan adalah bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas pernikahan mereka. Pernikahan merupakan gambaran yang subyektif yang dirasakan oleh pasangan tersebut, apakah individu merasa baik, bahagia, ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya. Bradbury dan kawan-kawan 2000 mendefinisikan kepuasan pernikahan ialah: “ … reflects an evaluation in which positive features are salient and negative features are relatively absent .” Bradbury et al., 2000: 973 Kepuasan pernikahan menggambarkan evaluasi yang mana ciri-ciri positif menonjol dan ciri-ciri negatif relatif tidak ada. Sebaliknya, ketidakpuasan vii pernikahan menggambarkan evaluasi yang mana ciri-ciri negatif menonjol dan ciri-ciri positif relatif tidak ada. Dari beberapa definisi diatas, kepuasan pernikahan dapat disimpulkan sebagai penilaian positif pasangan mengenai kualitas pernikahan yang telah mereka jalani bersama atau perasaan bahagia pasangan dengan pernikahan yang dijalani. Menurut Atwater dan Duffy 2002, kesuksesan atau kepuasan pernikahan dilihat dari aspek hubungan dalam pernikahan, termasuk kematangan, cinta, keintiman, dan kebersamaan. 2.1.2 Dinamika kepuasan pernikahan Sebuah analisis data dari dua survey dengan total responden 8.929 laki-laki dan perempuan pada pernikahan pertama, yang dilakukan pada tahun 1987 – 1988 Orbuch et al., 1996 dalam Papalia, Olds Feldman, 2009 berupaya mengetahui berbagai pola kepuasan pernikahan. Para peneliti menemukan pola berbentuk U. Anderson, Russel, Schumm, 1983; Gilford. 1984; Gruber-Baldini, 1986 dalam Papalia Olds, 1994 menyatakan bahwa kepuasan pernikahan membentuk kurva U, dimana pada awal pernikahan kepuasan pernikahan mencapai titik tertinggi pada masa bulan madu. Kemudian kepuasan pernikahan mengalami penurunan sehingga mencapai usia pertengahan – akhir kemudian meningkat kembali pada masa awal usia dewasa akhir. Pada masa pertengahan merupakan titik terendah pada kurva U dimana pasangan memiliki anak yang berusia remaja. Pada masa usia dewasa akhir, kepuasan pernikahan mengalami peningkatan kembali. vii Bagan 2.1 Pola Dinamika Kepuasan Pernikahan Para peneliti telah menemukan pola kepuasan pernikahan yang berbentuk U ini. Berdasarkan kurva U di atas dapat terlihat bahwa tingkat kepuasan pernikahan tertinggi berada di awal pernikahan dan terus menurun sampai pada anak remaja. Kepuasan akan mulai perlahan meningkat kembali ketika anak sudah dewasa dan mulai meninggalkan rumah Kail Canaugh, 2007. Menurut Orbuch dan kawan-kawan dalam Papalia, Olds Feldman, 2009 bahwa kurva berbentuk U ini secara umum mencapai bagian bawah pada awal usia paruh baya, ketika banyak pasangan memiliki anak yang remaja dan sangat terlibat dalam kariernya. Kepuasan biasanya mencapai puncak tertingginya ketika anak-anak dewasa karena banyak orang yang memasuki pensiun, dan akumulasi harta seumur hidup membantu meringankan kekhawatiran finansial. Awal Pernikahan Kelahiran Anak Anak Remaja Anak Meninggalkan rumah Pensiun Kerja Tinggi Rendah vii Tetapi di sisi lain, berbagai perubahan ini bisa menghasilkan tekanan dan tantangan baru. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan Duvall dan Miller 1985 secara garis besar membagi faktor-faktor yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan menjadi dua kategori yaitu background characteristics dan current characteristics. Untuk selanjutnya akan digunakan kata faktor sebelum pernikahan dan faktor selama pernikahan. Faktor sebelum pernikahan merupakan faktor-faktor masa lalu atau masa sebelum menikah, yaitu faktor yang telah ada sebelum pernikahan terjadi, yang nantinya akan mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Duvall dan Miller 1985, faktor sebelum pernikahan terdiri dari : 1. Kebahagian pernikahan orang tua. 2. Kebahagian pada masa anak-anak. 3. Pembentukan disiplin oleh orang tua 4. Pendidikan sex dari orang tua 5. Pendidikan minimal pendidikan terakhir SMA 6. Masa perkenalan sebelum pernikahan. Menurut Duvall dan Miller 1985 terdapat delapan faktor selama pernikahan yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu : 1. Afeksi, yaitu pengungkapan kasih sayang secara terbuka satu sama lain. 2. Kepercayaan, yaitu saling mempercayai satu sama lain. 3. Equaliatrium, yaitu tidak ada yang mendominasi dalam pernikahan. vii 4. Komunikasi, yaitu komunikasi yang terbuka secara emosional, seksual, dan sosial diantara pasangan baik. 5. Seks, yaitu saling menikmati hubungan seksual. 6. Kehidupan sosial, yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah. 7. Tempat tinggal yang relatif menetap. 8. Pendapatan finansial yang cukup. Sedangkan faktor selama pernikahan adalah faktor-faktor masa kini, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya kepuasan pernikahan setelah terjadinya pernikahan. Kedua faktor tersebut merupakan faktor yang penting, tetapi karena faktor masa lalu tidak bisa diubah, dan masing-masing individu hanya bisa menerima kondisi pasangannya, maka yang akah dibahas adalah faktor masa kini saja. Davidoff 1991 mengungkapkan faktor penunjang kepuasan pernikahan, yaitu : 1. Status sosial ekonomi yang relatif tinggi. Dengan taraf sosial ekonomi yang relatif tinggi, orang ini tidak terlalu sering harus menghadapi frustasi. 2. Mempunyai orang tua yang bahagia, karena seseorang yang mempunyai orang tua yang bahagia berarti ia telah memperoleh guru yang baik. 3. Perkawinan yang tidak terlalu muda pria berusia 22 tahun dan wanitanya berusia sedikit-dikitnya 19 tahun. Orang yang sudah dewasa biasanya tidak akan terlalu gegabah dalam mengambil keputusan atas suatu vii permasalahan dan perkawinanan yang tidak terlalu muda itu biasanya diiringi keadaan sosial ekonomi yang sudah baik atau mapan. Menurut Marano ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan dalam Atwater Duffy, 2002, yaitu: 1. Kemampuan memecahkan masalah secara bersama-sama. 2. Bersenang-senang bersama dan saling berbagi pengalaman. 3. Kualitas komunikasi pasangan sebelum menikah untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan masalah yang ada ditangani, khususnya pada masa awal pernikahan. 4. Affective affiramative – komunikasi dengan cinta, sikap menerima atau penerimaan tanpa syarat kepada pasangan. Berdasarkan berbagai faktor yang dikemukan beberapa ahli, maka peneliti akan menyimpulkan tiga faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pernikahan : 1. Faktor komunikasi Komunikasi merupakan hal yang penting dalam berhubungan dengan orang lain. Ditambahkan lagi oleh Duvall Miller 1985, komunikasi yang berhubungan positif dengan kepuasan pernikahan adalah komunikasi yang terbuka dan bebas di antara pasangan dan di dalamnya harus ada pengertian, rasa cinta, suasana yang nyaman, simpati, loyalitas dan adanya rasa saling membutuhkan kebersamaan. Tanpa adanya hal tersebut akan menimbulkan kesepian. Navran dalam Atwater, 1985 menemukan bahwa komunikasi yang baik dan sering, lebih banyak terdapat dalam kelompok yang bahagia dalam kehidupan pernikahannya. Komunikasi yang baik terjadi apabila pasangan mampu vii membicarakan berbagai macam topik yang membentuk saling pengertian, menunjukan sensitivitas serta melengkapi komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal yang tepat. Berkaitan dengan komunikasi non-verbal pasangan yang kurang bahagia sering salah paham atau menangkap pesan emosional yang disampaikan sebagai sesuatu yang negatif Gottman Potrfield dalam Atwater, 1985. Dalam penelitian ini, faktor yang akan dilihat oleh peneliti untuk memprediksi kepuasan pernikahan pasangan adalah komunikasi pasangan yang berkaitan dengan pola atau gaya pengungkapan emosi pasangan. Pola atau gaya pengungkapan emosi ini disebut emotional expressivity. Karena dalam gaya pengungkapan emosi ini akan ada dua pengungkapan emosi yang diperlihatkan individu, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Menurut Schaap dkk dalam Cartenensen et.al., 1995 ekspresi emosi negatif seperti marah, sedih, benci, dan emosi negatif lainnya berperan sebagai best descriminator antara pernikahan yang puas dan yang tidak puas. 2. Kehidupan seksual Banyak ahli yang menyatakan bahwa kehidupan seksual berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Dentler dan Pineo dalam Atwater, 1985 menyimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat positif antara kepuasan atau kebahagiaan dalam pernikahan dengan kehidupan seksual pasangan, walaupun masih belum diperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai kaitan antara keduanya. King dan Veroff menyatakan bahwa kebahagaiaan pernikahan sangat vii diasosiasikan dengan kepuasan dalam berhubungan seksual baik pada laki-laki maupun perempuan dalam Atwater Duffy, 2002. 3. Faktor anak Penelitian menunjukkan bahwa alasan utama terjadinya penurunan kepuasan pernikahan pada banyak pasangan adalah kehadiran anak. Penurunan kepuasan pernikahan ini dirasakan oleh pasangan ini karena memiliki anak artinya adalah tekanan yang kuat untuk kembali pada pembagian peran secara tradisional baik untuk istri maupun suami Cartensen et al., dalam Kail Cavanaugh, 2007. Menjadi orang tua berarti berkurangnya waktu untuk mencurahkan perhatiannya pada pernikahan. Menjaga anak merupakan kerja keras yang membutuhkan energi yang juga digunakan untuk menjalankan dan mempertahankan pernikahan dengan baik Acock Demo, 1994; Noller Fizpatrick, 1993 dalam Kail Cavanaugh, 2007. Tetapi ada juga ahli yang menyatakan bahwa menggunakan alasan kehadiran anak sebagai penyebab terjadinya penurunan kepuasan pernikahan merupakan alasan yang terlalu sederhana. Pada faktanya, pasangan yang tidak mempuanyai anak juga mengalami penurunan kepuasan pernikahan. Tampaknya, penurunan kepuasan pernikahan pada pasangan sepanjang waktu merupakan suatu fenomena perkembangan yang umum, meskipun pada pasangan yang memilih untuk tidak mempunyai anak Clements Markman dalam Kail Cavanaugh, 2007. Sebagai tambahan, pasangan yang tidak mempunyai anak dikarenakan vii kemandulan mengalami stres yang dihubungkan dengan ketidakmampuan mereka memiliki anak serta mempunyai kepuasan pernikahan yang rendah. 2.1.4 Cara Mengukur Kepuasan Pernikahan Fizpatrick dalam Bird Melville, 1994 menjelaskan bahwa penelitian kepuasan pernikahan secara umum memberikan pertanyaan mengenai : a. Jumlah konflik pasangan. b. Tingkat kecocokan pasangan mengenai pentingnya sebuah keyakinan tertentu, pandangan-pandangan, dan nilai-nilai. c. Berapa sering pasangan melakukan sesuatu bersama-sama. d. Seberapa bahagia pasangan menilai pernikahan mereka. e. Berfikir untuk mempertahankan pernikahan. Salah satu skala yang paling sering digunakan untuk pengukuran kepuasan pernikahan adalah Dyadic Adjusment Scale DAS yang dibuat oleh Spanier 1976. Fizpatrick dalam Bird Melville, 1994 menjelaskan bahwa DAS dalam mendefinisikan kepuasan pernikahan mempunyai empat komponen : a. Consensus mufakat fokus pada persepsi pasangan tentang berapa banyak kecocokan atau kesesuaian yang mereka bagi bersama-sama mengenai 15 isu penting pernikahan, termasuk filsafat kehidupan dan pengasuhan anak. b. Cohesion kepaduan yang dimaksud adalah berapa sering pasangan bekerja bersama-sama dalam sebuah proyek atau mempunyai waktu yang lumayan untuk bersama-sama. vii c. Expression of affection ungkapan kasih sayang fokus pada apakah pasangan pernah berselesih mengenai sex atau memperlihatkan kasih sayang. d. Satisfaction kepuasan termasuk penilaian mengenai seberapa sering pasangan memiliki kecocokan yang kuat dalam pernikahan dan bagaimana tiap orang berkomitmen untuk menjaga ikatan pernikahan.

2.2 Emotional Expressivity