Sinkronisasi Peraturan Tindak Pidana Penyelundupan di Indonesia

D. Sinkronisasi Peraturan Tindak Pidana Penyelundupan di Indonesia

Dalam kaitannya dengan Tindak Pidana Penyelundupan ada beberapa peraturan yang saling berkaitan dan berhubungan. Tindak Pidana Penyelundupan erat kaitannya dengan barang-barang di pabean. Barang yang datang dari luar daerah pabean pada dasarnya diperlakukan sebagai barang impor sehingga dikenakan kewajiban untuk memenuhi ketentuan Pemberitahuan Pabean untuk pembayaran Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor. Namun tidak semua barang yang datang dari luar daerah pabean adalah barang impor. Ada kemungkinan barang yang berasal dari luar memasuki suatu kawasan pabean, tetapi sesungguhnya barang itu akan dikirim ke tempat atau kawasan pabean lain. Karena suatu alasan, kapal pengangkutnya tidak bisa langsung menuju ke tempat tujuan sehingga barang itu terpaksa dipindah kapalkan di kawasan pabean tersebut untuk kemudian dibawa ke kawasan pabean yang dituju. Untuk barang tersebut diatur mengenai dokumen pengangkutannya dan pengamanan barang itu dilakukan dengan penyegelan. Bila persyaratan tersebut dipenuhi, barang tersebut tidak diperlakukan sebagai barang impor, sehingga tidak ada kewajiban membayar Bea Masuk, meski barang tersebut datang dari luar daerah pabean. Bea Masuk, Cukai, denda administrasi, bunga dan pajak dalam rangka impor dapat dibayarkan oleh wajib bayar importir melalui Bank Devisa Persepsi, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai serta PT. Pos Indonesia. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah UU no. 10 tahun 1995 yang telah diadakan perubahan dangan UU no. Yushfi Munif Nasution: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan, 2008. USU e-Repository © 2008 17 tahun 2006, Kepmen Keuangan no. 5490KMK 051996 tentang Tata Laksana Impor Barang Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Kiriman Pos dan Kiriman Melalui Perusahaan Jasa Titipan, Kepmen Keuangan no. 453KMK 042002 tentang Tata Laksana Kepabeaan di Bidang Impor yang diubah menjadi Kepmen Keuangan no. 548KMK 042002 dan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 527KMK 04 2002 dan no. 819MPPKep122002 tentang Tertib Administrasi Importir. Selain itu terdapat adanya peraturan-peraturan di bidang ekspor. Contohnya seperti pemberian pembebasan danatau pengembalian Bea Masuk BM danatau Cukai serta PPN dan PPn BM Tidak Dipungut atas Impor Barang danatau Bahan untuk Diolah, Dirakit atau Dipasang pada Barang Lain yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor, yang disebut dengan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor KITE. Perusahan yang mendapatkan kemudahan KITE mengekspor sendiri hasil produksinya atau menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain. Perusahaan tersebut mendapat pembebasan BM danatau bahan untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat. Peraturan yang mendukungnya antara lain UU no. 17 tahun 2006 tentang Pabean, UU no. 39 tahun 2007 tentang Cukai, Kepmen Keuangan no. 580KMK 042003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tata Laksana Kemudahan Ekspor dan Pengawasannya dan Kepmen Keuangan no. 68KMK 042004 tanggal 12 Pebruari 2004 tentang Tata Cara Yushfi Munif Nasution: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan, 2008. USU e-Repository © 2008 Pengembalian Bea Masuk danatau Cukai dalam rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor KITE. Kemudian ada barang yang dlarang atau dibatasi pemasukan dan pengeluarannya darike wilayah Republik Indonesia tanpa ijin dari instansi yang berwenang. Pelanggaran terhadap ketentuan ini berakibat pada tindakan hukum sesuai undang-undangperaturan yang terkait dengan barang yang dilarang atau dibatasi tersebut. Barang yang termasuk dalam kategori Larangan dan Pembatasan diatur dalam beberapa peraturan yaitu : 1. Narkotika, Undang-Undang no. 22 tahun 1997. 2. Psikotropika, Undang-Undang no. 5 tahun 1997. 3. Prekursor, Undang-Undang no. 5 tahun 1997. 4. Bahan peledak, Keppres RI no. 125 tahun 1999. 5. Senjata api dan amunisi, Undang-Undang Senjata Api tahun 1963. 6. Buku dan barang-barang cetakan tertentu, Undang-Undang no. 4PNPS1963. 7. Media rekam audio danatau visual, Undang-Undang no. 8 tahun 1992. 8. Alat-alat telekomunikasi, Undang-Undang no. 3 tahun 1989. 9. Mesin fotokopi berwarna, bagiansuku cadang, Kepmenperindagkop no. 03KPIV1978. 10. Beberapa jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi serta bagian- bagiannya, Keppres RI no. 431978 jo Keppres RI no. 1 tahun 1987. 11. Beberapa jenis ikan tertentu, Kepmenperindag no. 385MPPKEP62004. 12. Obat-obatan, Kemenkes RI no. 376MenkesPerVIII1970. Yushfi Munif Nasution: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan, 2008. USU e-Repository © 2008 13. Makanan dan minuman yang ditolak Departemen Kesehatan, Peraturan Menkes RI no. 329MenkesPerXII1976. 14. Bahan-bahan berbahaya, Peraturan Menkes RI no. 472MenkesPerV1976. 15. Pestisida, PP no.74 tahun 2001 dan PP no. 7 tahun 1973. 16. Bahan perusak ozon dan barang-barang yang menggunakan bahan perusak ozon, Kepmenperindag no. 790MPPKep122002. 17. Limbah, PP no. 74 tahun 2001. 18. Benda cagar budaya, Undang-Undang no. 5 tahun 1992. 19. Produk tertentu, Kepmenperindag no. 385MPPKep62004. 20. Uang rupiah dengan jumlah tertentu, Undang-Undang no. 15 tahun 2002 dan Peraturan Bank Indonesia no. 4 tahun 2002. 69 69 Abdul Sani, R. Isis Ismail, FX. Suwito Marsam, Buku Pintar Kepabeanan Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal. 252. Yushfi Munif Nasution: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP

TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN

A. Pertanggungjawaban Pidana Kejahatan Korporasi Sebagai Salah Satu

Perkembangan Tindak Pidana Tanggung jawab adalah konsekuensi yang harus diterima oleh setiap manusia atas setiap perbuatan yang ia lakukan. Didalam hukum pidana hal ini juga ada ketentuannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diingat bahwa hukum pidana menganut asas legalitas dimana seseorang tidak dapat dipidana kecuali telah diatur oleh undang-undang. Pertanggungjawaban ini berhubungan dengan pemidanaan pelaku tindak pidana. Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia hanya menganut bentuk pertanggungjawaban pidana perorangan. Apabila seseorang melakukan tindak pidana maka ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Seperti bidang lainnya, tindak pidana juga sudah berkembang maju mengikuti perkembangan jaman. Tindak pidana tidak lagi hanya dapat dilakukan oleh orang-perorangan tetapi badan hukum pun dapat melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi ini dalam bidang perekonomian mempunyai dampak negatif yang lebih parah dari pada bentuk pertanggungjawaban tindak pidana yang dilakukan oleh orang-perorang. Dalam ilmu hukum pidana ada Yushfi Munif Nasution: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan, 2008. USU e-Repository © 2008