PENDAHULUAN Kadar C-Reactive Protein Pada Penderita Ppok Eksaserbasi Penelitian Potong Lintang Di Departemen / Smf Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Usu/ Rsup H Adam Malik / RSUD Dr. Pirngadi Medan Maret 2008 – Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN

Eksaserbasi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK merupakan beban pada system perawatan kesehatan yang meluas di seluruh dunia, yang menurunkan status kesehatan yang akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 PPOK diselingi dengan periode eksaserbasi yang berhubungan dengan mortalitas, gagal pernafasan yang membutuhkan peralatan mekanik pada beberapa pasien dan sebagai penyebab primer kematian dari penyakit ini. Eksaserbasi dihubungkan dengan kegagalan pengobatan, kambuh yang membutuhkan perawatan dirumah sakit dan meningkatkan mortalitas dalam satu tahun. Sehingga strategi pengobatan termasuk antibiotik yang tepat sangat dibutuhkan untuk menekan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan eksaserbasi. 2 Perkembangan pengetahuan terhadap Penyakit Paru Obstruksi Kronik PPOK sebagai penyakit inflamasi lokal paru yang mempunyai beban inflamasi sistemik dan merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas utama di dunia semakin meningkat. Pada banyak penelitian terakhir didapatkan adanya peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi dan protein fase akut baik pada keadaan stabil, terlebih pada keadaan eksaserbasi. 1,2 Peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi ini dinilai mempunyai banyak pengaruh terhadap organ-organ lain disamping paru-paru yang secara klinis dapat diamati. Hubungan antara proses inflamasi lokal pada paru-paru dan inflamasi sistemik yang terjadi memang belum secara gamblang dapat dijelaskan, tetapi pengaruh inflamasi tersebut pada banyak organ sudah terus menerus diteliti, bahkan melalui pengamatan akan inflamasi sistemik tersebut, maka prognosis pada pasien- pasien PPOK dapat diperkirakan. 3,4 PPOK menduduki peringkat keempat dalam penyebab morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat, dan WHO memperkirakan pada tahun 2020 akan menduduki peringkat 5 sebagai penyebab mortalitas. 5 Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia. 6 Ilhamd dkk mendapatkan bahwa penderita PPOK menduduki proporsi terbesar yaitu 31,5 dari seluruh penderita penyakit paru yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan pada periode Januari hingga Desember 1999 dari keseluruhan penyakit paru yang ada. 7 Salah satu petanda inflamasi yang sering diamati pada pasien PPOK adalah C-reactive Protein CRP. CRP merupakan protein fase akut, predominan dihasilkan oleh hepatosit. CRP memiliki respon yang baik terhadap beban inflamasi sistemik yang ada dan memiliki waktu paruh yang cukup panjang sehingga tidak mudah untuk berubah. CRP, yang sudah lebih dulu establish sebagai prediktor kematian pada kejadian kardiovaskular, ternyata juga memang didapati meningkat pada PPOK yang stabil, terlebih-lebih pada PPOK yang sedang mengalami eksaserbasi akut. 8 CRP ini pada penelitian Aronson dkk didapati berkorelasi terbalik pada penderita PPOK dengan nilai Volume Ekspirasi Paksa 1 detik VEP 1 yang buruk dan pada mereka yang merokok dibandingkan dengan orang normal. 9 Malah pada penelitian de Torres dkk, yang meneliti secara longitudinal nilai VEP 1 pertahun, didapati bahwa selalu terjadi penurunan yang lebih nyata pada orang sehat yang perokok dibandingkan dengan mereka yang tidak perokok, dan justru nilai CRP nya jauh lebih tinggi pada mereka yang merokok dibandingkan yang tidak. 13 Anthonisen dkk mendapatkan bahwa setiap penurunan 10 VEP 1 akan meningkatkan mortalitas kardiovaskular kira-kira 28 dan juga meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner yang non fatal kira-kira 20 pada PPOK yang ringan-sedang. 10 Dahl dkk menemukan bahwa inflamasi sistemik pada PPOK ternyata dapat diukur melalui kadar CRP serum, dan pada penelitian kohor selama 8 tahun pada 1302 orang di Kopenhagen, diperoleh bahwa ternyata kadar CRP serum merupakan prediktor independen jangka panjang yang kuat terhadap kejadian morbiditas dan mortalitas pada penderita PPOK. 11 Nilai prediktor yang dimiliki CRP ini memberikan pemikiran akan kemungkinan menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitasnya dengan cara mengurangi beban inflamasi sistemik melalui pencegahan peningkatan CRP atau menurunkan kadar CRP pada PPOK itu sendiri. Tatalaksana yang baik dan komprehensif jelaslah menjadi cara untuk menurunkan petanda inflamasi yang ada diantaranya CRP, selain sitokin-sitokin pro inflamasi yang ada. Selain menghindari faktor pencetus seperti gas- gas berbahaya, asap rokok, infeksi, maka pemberian steroid sistemik telah lama diketahui dapat menurunkan rekurensi eksaserbasi dan petanda-petanda inflamasi pada PPOK. Tetapi harus juga dipertimbangkan, pemberian steroid sistemik jangka lama akan memberikan efek samping yang banyak dan cukup berat. Steroid inhalasi, pada GOLD 2007, tampak dengan jelas mulai dianjurkan untuk diberikan pada PPOK derajat 3-4 bila didapati eksaserbasi yang berulang. Juga telah diteliti, meskipun hasilnya masih kontroversial, bahwa pemberian steroid inhalasi akan menurunkan kadar CRP serum pada PPOK. 1,12,13 Pemikiran-pemikiran dan hasil-hasil penelitian diatas memberikan wacana untuk meneliti bagaimana hubungan antara kadar CRP dengan derajat keparahan PPOK eksaserbasi, dimana penelitian sebelumnya pada pasien PPOK stabil sudah pernah dilakukan di Medan tetapi PPOK eksaserbasi belum pernah dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen yang terkait

Frekuensi Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Yang Disebabkan Infeksi Jamur Di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Usu / Rsup H. Adam Malik Medan

1 55 87

Distribusi Alergen Pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen Tht-Kl Fk Usu / Rsup H. Adam Malik Medan

4 63 91

Hubungan Kejadian Penyakit Arteri Perifer Dengan Lamanya Menjalani Hemodialisis : Penelitian Potong Lintang Di Departemen/Smf Penyakit Dalam-Fakultas Kedokteran Usu/Rsup H Adam Malik/rsud dr. Pirngadi-medan

1 66 71

Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Perubahan Skor Forns Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Di Bagian /Smf Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Usu/ RS H Adam Malik Medan Februari 2008 – Juli 2008

1 51 79

Penyakit Arteri Perifer Pada Sindroma Metabolik (Penelitian Di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU/RS H Adam Malik Medan)

7 73 96

Pengaruh Pentoxifylline Terhadap Fibroindeks Pada Penderita Hepatitis Kronis B Penelitian Uji Klinis Di Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU/ RS H Adam Malik Medan

0 48 73

Beberapa Aspek Anemia Penyakit Kronik Pada Lanjut Usia Penelitian Cross Sectional Di Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

0 19 51

Perbandingan Kadar Adiponectin Pada Penderita Sindroma Metabolik Dengan Penderita Dm Tipe 2 Baru Penelitian Di Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Usu / RS H Adam Malik Medan

0 41 77

Kadar C-Reactive Protein Pada Penderita Ppok Eksaserbasi Penelitian Potong Lintang Di Departemen / Smf Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Usu/ Rsup H Adam Malik / RSUD Dr. Pirngadi Medan Maret 2008 – Juni 2008

0 39 81

Perbandingan Kadar Adiponektin Antara Angina Pektoris Stabil Dengan Sindroma Koroner Akut Penelitian Potong Lintang Di Bagian / Smf Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Usu/ Rs H Adam Malik Medan

2 45 68