kematiannya sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK sebesar 59.936 vs 59.118 pada wanita vs pria secara
berurutan.
1
Ilhamd dkk mendapatkan bahwa penderita PPOK menduduki proporsi terbesar yaitu 31,5 dari seluruh penderita penyakit paru yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan pada periode Januari hingga Desember 1999 dari keseluruhan penyakit paru yang ada.
7
2.3 FAKTOR RISIKO.
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini
muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat merokok dihentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat
merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur,
infeksi saluran nafas, status sosioekonomik, nutrisi dan komorbiditas.
1,14
2.3.1 Genetik.
PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan-genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan
telah diteliti lama adalah defisiensi g
1
antitripsin, yang merupakan protease serine inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi
g
1
antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan
pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.
1
Bahkan Hersh dkk mendapatkan bahwa
pola inflamasi dalam pembentukan CRP serum juga dipengaruhi oleh beberapa gen yang terkait dengan 2 varian pada surfactant protein B SFTB.
15
2.3.2 Paparan Partikel Inhalasi.
Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama hidupnya. Setiap partikel berdasarkan komposisi dan ukurannya akan
memberikan pengaruh yang bermakna. Pada PPOK, paparan rokok, debu-debu pada tempat kerja dan zat-zat kimia yang bersifat iritan merupakan penyebab
PPOK yang utama. Paparan rokok yang saat ini paling banyak diteliti dan diketahui merupakan faktor risiko terhadap meningkatnya prevalensi PPOK itu
sendiri.
16
Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain enviromental
smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna
pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif
dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lahir rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun
pertama menjadi meningkat.
1,14
Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yang
telah terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8
95 CI 39,1-54,6 yang mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran pernafasan, sisanya tidak mengetahui bahwa mereka menderita
penyakit paru dan tetap merokok. Status merokok justru didapatkan pada
penderita PPOK sedang dibandingkan dengan derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada, ternyata prevalensinya tetap
lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang 7,1, p0.02.
17
Paparan lainnya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait dengan pekerjaan occupational dusts dan bahan-bahan kimia.
Meskipun bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab tingginya insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan
inorganik berdasarkan analisa studi populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang dewasa berumur 30-75 tahun menderita PPOK terkait karena
pekerjaan. American Thoracic Society ATS sendiri menyimpulkan 10-20 paparan pada pekerjaan memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna
pada PPOK.
14
Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan
menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah
PPOK menjadi tinggi seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida S0
2
dan Nitrogen dioksida NO
2
juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil bronkiolitis yang semakin memberikan
perburukan kepada fungsi paru.
1,18
2.3.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Paru.