Perbandingan Kadar Adiponektin Antara Angina Pektoris Stabil Dengan Sindroma Koroner Akut Penelitian Potong Lintang Di Bagian / Smf Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Usu/ Rs H Adam Malik Medan

(1)

PERBANDINGAN KADAR ADIPONEKTIN ANTARA ANGINA

PEKTORIS STABIL DENGAN SINDROMA KORONER AKUT

PENELITIAN POTONG LINTANG DI BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT

DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS H ADAM MALIK MEDAN

JULI 2007 – OKTOBER 2007

TESIS

OLEH

CORRY CATHARINA SILAEN

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H ADAM MALIK / RSUD DR PIRNGADI

MEDAN

2008


(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG

LENGKAP DEWAN PENILAI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN

DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM BIDANG PENYAKIT DALAM

Pembimbing Tesis

(Dr.Refli Hasan, SpPD, SpJP(K),FIHA.)

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Ketua Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU Kedokteran USU


(3)

DEWAN PENILAI

1. Prof.Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K)

2. Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH

3. Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH

4. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan kasihNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : ‘ Perbandingan kadar Adiponektin antara Angina Pektoris Stabil dengan Sindroma Koroner Akut”, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli dibidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr Salli R Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berilmu, handal dan berbudi luhur. 3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dr Refli Hasan, SpPD,SpJP(FIHA)(K) selaku kepala Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan sekaligus sebagai pembimbing tesis yang penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta beliau dan keluarga.


(5)

4. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUD Dr Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof Dr Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof Dr T Renardi Haroen SpPD-KKV, MPH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof Dr Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof Dr Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, , Prof Dr Pengarapen Tarigan, SpPD-KGEH, Prof Dr OK Moehadsyah SpPD-KR, Prof Dr Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof Dr M Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof Dr Azmi S Kar, SpPD-KHOM, Prof Dr Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof Dr Harris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr Rusli Pelly, SpPD-KP (alm), Dr Nur Aisyah SpPD-KEMD, Dr A Adin St Bagindo KKV, Dr Lufti Latief, KKV, Dr Syafii Piliang, SpPD-KEMD, Dr T Bachtiar Panjaitan, SpPD, Dr Abiran Nababan, SpPD-KGEH, Dr H OK Alfien Syukran KEMD (alm), Dr Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr Sri M Sutadi SpPD-SpPD-KGEH, Dr Mabel Sihombing, SpPD-SpPD-KGEH, Dr Salli R Nasution SpPD-KGH, Dr Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr Alwinsyah Abidin, SpPD, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr Chairul Bahri, SpPD (alm), Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD, Dr Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP (FIHA)(K), Dr EN Keliat SpPD-KP, Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr Leonardo Dairy SpPD-KGEH yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

5. Dr Armon Rahimi, SpPD, Dr Heriyanto Yoesoef SpPD, Dr R Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH, Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Mardianto, SpPD, Dr Zuhrial SpPD,


(6)

Dr Dasril Efendi SpPD, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik, SpPD, Dr Zainal Safri, SpPD, Dr Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Safril, SpPD, Dr Dairion Gatot, SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Franciscus Ginting, SpPD, Dr Savita Handayani, SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

6. Bapak Bupati Kabupaten Tapanuli Utara, Kepada Kepala Dinas Kesehatan TK I Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialisasi.

7. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

8. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

9. Direktur RSUD Tarutung dan Direktur RS Tembakau Deli Medan yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya selama ditugaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam di RSUD Tarutung dalam rangka pendidikan ini.

10. Kepada dr Arlinda Sari Wahyuni MKes dan Drs Abdul Jalil Amri Arma, MKes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini.


(7)

11. Para sejawat PPDS-Interna, Paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan :

Lely, Yanti, Theresia, Syafruddin Abdullah, Fitri dan Deni yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama ini.

12. Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

13. Khusus buat teman-temanku Dr Marna S Ismy SpPD, Dr Deske M, Dr Lita Septina SpPD, Dr Sabar P Sembiring SpPD, Dr Suhartono, Dr Iman Randal Tarigan, Dr Rismauli, Dr Idwan Harris, Dr T Realsyah , Dr Lili Syarief, Dr Alwi, Dr Sahat, Dr Anita yang penuh kesetiakawanan dan kebersamaan memberi bantuan,dorongan dan pengorbanan selama menjalani pendidikan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat. 14. Kepada kedua orang tua saya ayahanda tercinta Lancer Silaen dan

ibunda Asmauli Veronica Sinaga yang saya kasihi , tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.

15. Kepada suamiku tercinta Drs Erick Sihombing, tiada kata yang paling tepat selain terima kasih Tuhan atas suami yang dikaruniakanNya, yang selalu memberi bantuan, dorongan serta semangat dan teman paling setia mendengarkan segala keluh kesah penulis. Kepada anak-anakku yang kusayangi Ricco Juniady Damara Sihombing dan Emmanuel Septri Marotama Sihombing yang senantiasa menjadi pendorong, semangat


(8)

serta pelipur lara bagi penulis selama mengikuti pendidikan, kuucapkan terimakasih atas segala kesabaran, keikhlasan serta pengorbanan yang telah kalian berikan .

16. Kepada kakak-kakakku Dr Rita Elisabeth Silaen dan Dr Roosmerry Silaen, adikku-adikku Dr Benny M Silaen dan Ir Tujuan S Silaen, dan juga iparku sekalian yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terimakasihku yang tak terhingga untuk segalanya. . Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan buat berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang setulusnya secara menyeluruh.

Medan, Januari 2008

Corry Catharina Silaen


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata pengantar ……….... i

Daftar Isi ………... vi

Daftar Tabel dan Gambar ………... ix

Daftar Singkatan ... x

Abstrak ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Koroner ...………... 3

2.1.1. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner ... 3

2.1.2. Mekanisme Dasar Pembentukan Plak ... 4

2.1.3. Patofisiologi Penyakit Jantung koroner ... 7

2.1.3.1. Angina Pektoris Stabil ... 7

2.1.3.2. Sindroma Koroner Akut ... 8

2.2. Adiponektin 2.2.1. Biologi, Regulasi dan Metabolisme Adiponektin ... 10

2.2.2. Efek Antiaterogenik Adiponektin ... 12

2.2.2.1. Data - Data Laboratorium ... ... 12

2.2.2.2. Adiponektin Pada Penelitian Klinis Dan Penelitian Berbasis Populasi ... 14

2.2.3. Efek Adiponektin Dalam Meniru Dan Memperkuat Aksi Metabolik Insulin ... 15

2.2.4. Efek Anti Inflamasi Adiponektin ... 16


(10)

Halaman

2.2.6. Efek Adiponektin Pada Struktur Dan Fungsi Vaskuler ... 17

BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang ... 18

3.2. Perumusan Masalah ... 19

3.3. Hipotesa ... 20

3.4. Tujuan Penelitian ... 20

3.5. Manfaat Penelitian ... 20

3.6. Kerangka Konsepsional ... 20

3.7. Bahan dan Cara 3.7.1. Desain Penelitian ... 21

3.7.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.7.3. Subjek Penelitian / Populasi Terjangkau ... ... 21

3.7.4. Perkiraan Besar Sampel ... 21

3.7.5. Kriteria Inklusi ... 22

3.7.6. Kriteria Eksklusi... 22

3.7.7. Cara Penelitian ... 22

3.7.8. Analisa Data ... 23

3.7.9. Defenisi Operasional ... 24

3.7.10. Kerangka Operasional ... . 25

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Subjek Peneltian ... .. 26


(11)

Halaman 4.1.3. Korelasi Kadar Adiponektin Terhadap Umur, Indeks Massa

Tubuh Dan Profil Tubuh ... 30

4.2. Pembahasan ... 30

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 33

5.2. Saran ... 33

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 34

LAMPIRAN 1. Master Tabel ... 39

2. Persetujuan Komite Etik ... 40

3. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan ... 41

4. Form Data Peserta Penelitian ... .. 42


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Faktor - Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner.... 4 Tabel 2 : Efek Seluler Adiponektin Pada Pembuluh Darah ... 17 Tabel 3 : Karakteristik Pasien SKA Dan APS ... 26 Tabel 4 : Perbandingan Kadar Adiponektin Antara SKA

Dan APS ... 28 Tabel 5 : Perbandingan Rerata Adiponektin Menurut Variabel

Yang Diperiksa ... 29 Tabel 6 : Korelasi Kadar Adiponektin Terhadap Umur, IMT

Dan Profil Lipid ... 30

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Hubungan Karakteristik Tipe Lesi Dengan

Temuan Klinik ... 7 Gambar 2 : Efek Antiaterogenik Adiponektin ... 13 Gambar 3 : Perbandingan Kadar Adiponektin Berdasarkan


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ACC : American College of Cardiology

AHA : American Heart Assosiation

AMPK : Adenosine Monophosphat Activated Protein Kinase APS : Angina Pektoris Stabil

APTS : Angina Pektoris Tak Stabil BMR : Berat Molekul Rendah BMT : Berat Molekul Tinggi

C-AMP : Cyclic- Adenosine Mono Phosphat

CKMB : Creatinine Kinase MB

CRP : C-Reactive Protein

CVCU : Cardiovascular Care Unit

DM : Diabetes Mellitus

EKG : Elektrokardiografi

eNOS : endothelial Nitric Oxyde Sinthase

HDL : High Density Lipoprotein

ICAM : Intra Cellular Adhesion Molecule

ICCU : Intensive Cardiac Care Unit

IL : Interleukin

LDL : Low Density Lipoprotein

MMLDL : Minimally Modified Low Density Lipoprotein

NF- : Nuclear Factor Kappa Beta

NO : Nitric Oxide


(14)

PJK :Penyakit Jantung Koroner

PPAR γ : Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma

SKA : Sindroma Koroner Akut

STEMI : ST-Elevation Miocardial Infarction

TNF-α : Tumor Necrosis Factor Alpha

UAP : Unstable Angina Pectoris

VCAM : Vascular Cellular Adhesion Molecule


(15)

Abstrak

PERBANDINGAN KADAR ADIPONEKTIN ANTARA ANGINA PEKTORIS STABIL DENGAN SINDROMA KORONER AKUT

Corry C Silaen, Refli Hasan

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU /RSUP H Adam Malik

Latar belakang :

Aterosklerosis merupakan dasar mekanisme utama timbulnya Penyakit Jantung Koroner. Inflammasi berperen penting pada aterogenesis dan perkembangannya, termasuk pada kejadian Sindroma Koroner Akut (SKA) . Adiponektin salah satu protein yang dihasilkan sel lemak, dapat dideteksi dalam sirkulasi, mempunyai efek protektif sebagai antiaterogenik, antiinflammasi dan antitrombotik.

Tujuan :

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kadar adiponektin pada penderita SKA dibandingkan dengan Angina Pektoris Stabil (APS).

Bahan Dan Cara :

Dilakukan penelitian potong lintang terhadap penderita SKA dan APS yang datang ke Rumah Sakit pada Juli-Oktober 2007. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik , elektrokardiografi, dan laboratorium termasuk kadar adiponektin. Kemudian dibandingkan kadar adiponektin antara kelompok APS dan SKA.

Hasil :

Didapatkan 17 penderita SKA dan 17 penderita APS, kedua kelompok hampir tidak berbeda dalam hal jenis kelamin, umur, merokok, hipertensi, diabetes mellitus, index massa tubuh, dan profil lipid. Terdapat perbedaan bermakna dalam hal kadar adiponektin antara kedua kelompok, dimana kadar adiponektin kelompok SKA lebih rendah daripada kelompok APS (2,62 ± 1,00 µg/ml vs 3,84 ± 1,32 µg/ml ; p=0,005 ).

Kesimpulan :

Kadar adiponektin pada penderita APS lebih tinggi dibandingkan pada penderita SKA.


(16)

Abstract

COMPARISON OF ADIPONECTIN LEVEL BETWEEN STABLE ANGINA PECTORIS AND ACUTE CORONARY SYNDROME

Corry C Silaen, Refli Hasan

Cardiology Division of Internal Medicine Departement

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Hospital

Background :

Atherosclerosis is a basic mechanism in development of coronary artery disease. Inflammation has an important role in atherogenesis and its progression, such as in acute coronary syndrome (ACS). Adiponectin is an adipocytes-produced protein and shows a number protective effects include antiatherogenic, anti inflammation, and antithrombotic.

Aim :

To investigate whether level of adiponectin in ACS differ from stable angina pectoris (SAP).

Materials and Methods:

A cross sectional study was conducted to ACS and SAP patients who admitted and visit Dr.Pirngadi General Hospital and Haji Adam Malik Hospital in periods July – October, 2007. Anamnesis, physical examination, electrocardiography were performed and plasma level of adiponectin was measured. Adiponectin levels was compared between these two groups.

Results:

Of 17 patients with ACS and 17 patients with SAP, there is no difference in gender, age, smoking habit, hypertension, diabetes mellitus, bod mass indexI and lipid profiles. There are significant difference in adiponectin level between ACS and SAP groups (2,62 ± 1,00 µg/mL vs 3,84 ± 1,32 µg/mL ; p=0,005). Conclusion:

Level of adiponectin in patients with SAP are higher than in patients with ACS. Key words : Adiponektin, atherosclerosis, SAP, ACS


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung koroner saat ini sudah merupakan masalah kesehatan yang cukup serius diberbagai negara termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, sepertiga hingga setengah kematian disebabkan oleh penyakit jantung dan 70% diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung koroner.1 Di Indonesia, dari survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1993 terlihat kematian akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 19,8% dan pada tahun 1998 meningkat menjadi 24,4%. 2

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit progresif akibat plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur atau ruptur. Penyakit ini muncul dengan berbagai tampilan klinis dari yang asimtomatis, angina stabil maupun sindroma koroner akut sampai kematian jantung mendadak. Sindroma koroner akut (SKA) adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut tergantung dari derajat oklusi yang terjadi, dapat berupa angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard akut non ST elevasi (IMA non-STEMI) atau infark miokard akut ST elevasi (IMA STEMI). 2-4

Proses aterosklerosis merupakan dasar mekanisme utama timbulnya penyakit jantung koroner. Proses ini berlangsung menahun, progresif, secara diam-diam sehingga sulit untuk diketahui sebelum timbulnya gejala klinis. Aterosklerosis merupakan suatu proses penyakit yang bersifat multifaktorial karena banyak faktor-faktor yang ikut berperan dalam patogenesisnya yang disebut faktor resiko. Inflamasi memegang peranan penting dalam progresivitas


(18)

aterosklerosis. Trombosis merupakan faktor yang mendasari manifestasi akut PJK termasuk SKA.5

Adiponektin suatu protein spesifik yang disekresikan oleh sel lemak mempunyai efek cardioprotektif melalui peranannya sebagai anti aterogenik, anti inflamasi dan anti trombotik. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui peranan adiponektin pada penyakit kardiovaskuler, termasuk pada penyakit jantung koroner.6,7


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu penyakit jantung yang terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Hal ini paling sering disebabkan oleh lesi aterosklerosis pada arteri koronaria. Akibat penyempitan atau penyumbatan maka terjadi ketidakseimbangan antara suplai oleh aliran darah koroner dengan kebutuhan metabolisme miokard. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan manifestasi klinis bila kebutuhan miokard melebihi kapasitas arteri koroner untuk mengangkut suplai oksigen. 8

2.1.1. Faktor resiko penyakit jantung koroner

Aterosklerosis koroner lebih sering terjadi pada pasien dengan faktor-faktor resiko tertentu terhadap penyakit ini. Pada tabel berikut terlihat beberapa faktor resiko terhadap penyakit jantung koroner.


(20)

Tabel 1. Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner(dikutip dari 9)

Faktor resiko mayor independen

Usia tua

Merokok

Diabetes mellitus

Peninggian kolesterol LDL dan kolesterol total Rendahnya kolesterol HDL

Hipertensi Faktor resiko kondisional

Peninggian homosistein serum Peninggian lipoprotein (a) serum Peninggian trigliserida serum

Marker-marker inflamasi (misal : CRP) Faktor-faktor protrombotik (misal : fibrinogen) Partikel LDL kecil

Faktor-faktor predisposisi

Obesitas abdominal

Karakteristik etnis Riwayat keluarga PJK dini Obesitas

Aktifitas fisik rendah

Faktor-faktor psikososial

2.1.2. Mekanisme dasar pembentukan plak a. Pembentukan foam cell

Proses ini diawali adhesi monosit pada permukaan endotel yang utuh, diikuti migrasi monosit kedalam tunika intima. Kemudian monosit teraktivasi berubah menjadi makrofag. Lipid diambil oleh makrofag kemudian mengawali pembentukan foam cell. Perubahan awal ini menghasilkan suatu molekul


(21)

proinflamasi yang disebut minimally modified low density lipoprotein (MMLDL) yang berkontribusi terhadap ekspresi VCAM pada endotel. Mediator-mediator inflamasi lain seperti ICAM, MCP-1 dan MCSF juga terinduksi. Faktor-faktor ini bekerja bersama-sama menyebabkan migrasi monosit. Perubahan selanjutnya pada molekul LDL mengarah pada LDL teroksidasi (oxLDL) yang dikenali oleh

macrophage scavenger receptor. Foam cell yang terbentuk menghasilkan sitokin-sitokin inflamasi termasuk TNF- dan metalloproteinase dan juga faktor prokoagulan.10-12

b. Pembentukan lipid core

Lipid core merupakan ruang dalam matriks jaringan ikat tunika intima yang terisi dengan debris seluler dan kolesterol. Plak aktif mengandung sejumlah makrofag berkelompok pada pinggir inti, dengan ekspresi sebarisan metalloproteinase yang mungkin memasuki dalam destruksi matriks kolagen. Beberapa lipid ekstrasel mungkin berasal dari ikatan LDL terhadap proteoglikans dalam intima, tetapi kebanyakan kolesterol dan ester pada lipid core dilepaskan dari sitoplasma foam cell yang mati. Kehilangan faktor pertumbuhan seperti MCSF-1 akan menginduksi apoptosis terutama bersamaan dengan adanya

alam jumlah besar pada plak. Ekspresi tissue factor oleh makrofag dalam inti membuat area ini sangat trombogenik. 10-12

c. Proliferasi otot polos dan pembentukan cap

Bagian cap terdiri dari zat kolagen dalam lakuna mengandung sel otot polos yang menghasilkan matriks jaringan ikat. Sel-sel otot polos intima mempunyai kecenderungan mengalami apoptosis. Migrasi dan proliferasi sel otot


(22)

polos, juga deposisi kolagen diatur oleh faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh setiap sel. Platelet, fibrin dan trombin juga dapat memacu proliferasi sel otot polos bila menumpuk pada dinding pembuluh darah. Fibrin tersebut biasanya diangkat oleh aktifasi plasminogen. 10-12

2.1.2.2. Perkembangan plak

Menurut American Heart Association (AHA), plak atherosclerosis dan perkembangannya dapat dibagi 5 tipe yang dapat dihubungkan dengan tampilan klinisnya (lihat gambar 1) yaitu : 12,13

1. Lesi awal (tipe 1) berkembang bila monosit melekat pada permukaan endotel dan bermigrasi dari lumen untuk berakumulasi pada intima

2. Lesi tipe 2 adalah fatty streak yang terdiri dari akumulasi lipid intraseluler yang terisi foam cell

3. Lesi tipe 3 seperti lesi tipe 2 disertai kelompok-kelompok kecil lipid ekstraseluler. Meskipun lesi tipe 1 sampai 3 merupakan prekursor lesi yang lebih berat, namun belum menimbulkan gejala klinis.

4. Lesi tipe 4 seperti lesi tipe 2 disertai sel-sel otot polos terlihat dalam lesi dibawah endotel, dan kelompok-kelompok lipid ekstraseluler bersatu membentuk lipid core, lesi ini disebut ateroma

5. Lesi tipe 5a seperti tipe 4 dengan kapsul fibrous yang tipis, disebut juga fibroateroma

Lesi tipe 5b, ateroma dengan kalsifikasi berat di dalam lipid core atau lesinya Lesi 5c adalah fibrous ateroma atau pembentukan trombus mural dengan

komponen lipid yang minimal

Lesi tipe 4 dan 5a biasanya asimtomatik namun bisa juga angina stabil, sedangkan lesi tipe 5b dan 5c biasanya dengan angina stabil.


(23)

6. Lesi tipe 6 merupakan lesi yang berkomplikasi dengan trombosis dengan tampilan klinis sindroma koroner akut.

Lesi tipe 4 dan 5 disebut plak tidak stabil yang bisa langsung menjadi lesi tipe 6.

Gambar 1. Hubungan karakteristik tipe lesi dengan temuan klinik(dikutip dari 13)

2.1.3.

Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

2.1.3.1. Angina Pektoris Stabil

Pada pasien angina pektoris stabil oleh karena atherosklerosis, korelasi antara beratnya atau luasnya atherosklerosis dan beratnya simtom angina tidak kuat. Perbedaan antar suplai aliran darah koroner dan kebutuhan metabolik miokard merupakan faktor primer pada penyakit jantung iskemik. Ketidakseimbangan ini akan menimbulkan manifestasi klinis iskemia bila


(24)

kebutuhan miokard melebihi kapasitas arteri koroner untuk mengangkut suplai oksigen yang cukup. Pada jantung normal dijumpai kelebihan cadangan aliran darah koroner sehingga iskemia tidak terjadi meskipun kerja sangat berlebihan. Penyakit atherosklerosis baik pada arteri koroner epikardial atau pada mikrovaskuler koroner dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan meskipun pada tingkat kerja sedang.8,14

2.1.3.2. Sindroma koroner akut Disrupsi plak

Disrupsi plak memegang peranan penting untuk terjadinya sindroma koroner akut. Resiko terjadinya ruptur plak tergantung dari kerentanan atau ketidakstabilan plak, bukan dari ukuran plak atau derajat penyempitannya.4,15 Ciri-ciri plak yang tidak stabil adalah : 4,11,15

- gumpalan lipid (lipid core) besar menempati > 40% volume plak - kap (fibrous cap) tipis mengandung sedikit kolagen dan sel otot polos - aktivitas dan jumlah sel makrofag, limfosit T dan sel mast meningkat

Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi instabilitas dan disrupsi plak tersebut adalah :

a. Faktor eksternal :

1. Faktor sistemik : faktor hemodinamik dan farmakologik

2. Faktor intrinsik dari plak : besarnya plak, lokasi plak, kepadatan lipid (kolesterol ester) dan ketebalan kap yang menyelimuti plak.

b. Faktor internal :

1. Aktifitas sel inflamasi 2. Infeksi


(25)

3. Disfungsi endotel 4. Proliferasi sel otot polos

Trombosis akut

Trombosis akut yang terjadi pada plak yang mengalami ruptur memegang peran penting dalam kejadian sindroma koroner akut. Setelah plak mengalami ruptur, komponen trombogenik akan menstimulasi adhesi, agregasi dan aktivasi trombosit, pembentukan trombin dan pembentukan trombus. 15,17

Disrupsi plak yang tidak stabil akan diikuti pembentukan trombus. Trombus yang terbentuk mengakibatkan oklusi atau suboklusi pembuluh koroner dengan manifestasi klinis angina pektoris tidak stabil atau sindroma koroner lainnya. Bukti angiografi menunjukkan pembentukan trombus koroner pada > 90% pasien STEMI, 1% pada pasien angina stabil dan sekitar 35-75% pada pasien UAP dan NSTEMI.18

Pada APTS terjadi erosi atau fisur pada plak atherosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit. Pada NSTEMI kerusakan plak lebih berat dan menimbulkan oklusi trombus yang lebih persisten dan berlangsung lebih dari 1 jam. Pada sekitar 25% pasien NSTEMI terjadi oklusi trombus yang berlangsung > 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terjadi kolateral. Trombolisis spontan, resolusi vasokonstriksi dan kolateral memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya NSTEMI. Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menetap yang menetap yang menyebabkan perfusi


(26)

miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung > 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.3,4,18

Lipid core mengandung bahan-bahan yang bersifat sangat trombogenik karena mengandung banyak faktor jaringan yang diproduksi oleh makrofag. Faktor jaringan adalah suatu protein prokoagulan yang akan mengaktifkan kaskade pembekuan ekstrinsik sehingga paling kuat sifat trombogeniknya. Faktor jaringan akan membentuk kompleks dengan faktor Vva dan akan mengaktifkan faktor IX dan faktor X yang selanjutnya terjadi mata rantai pembentukan trombus. 13,17

Ada 3 faktor utama yang menentukan respons trombosis pada plak yang mengalami disrupsi yaitu : 19

1. sifat dan besarnya komponen plak (local thrombogenic substrate)

2. derajat penyempitan dan irregularitas permukaan plak (local flow disturbance) 3. keseimbangan trombosis-trombolitik saat terjadinya plak disrupsi (systemic

thrombotic tendency)

Vasokonstriksi

Vasokonstriksi pembuluh darah koroner ikut berperan pada patogenesis sindroma koroner akut. Ini terjadi sebagai respons terhadap disrupsi plak khususnya trombus yang kaya platelet dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskuler dengan melepaskan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal dengan Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin dan faktor kontraksi seperti endothelin-1, thromboxan A2 , prostaglandin H2. Trombus kaya platelet yang mengalami disrupsi, terjadi platelet


(27)

sehingga menginduksi vasokonstriksi pada daerah ruptur plak atau mikrosirkulasi. 15,17

2.2. ADIPONEKTIN

2.2.1. Biologi, regulasi dan metabolisme adiponektin

Sel lemak merupakan suatu sel endokrin yang aktif melepaskan asam lemak bebas dan menghasilkan beberapa sitokin yang disebut adipositokin atau adipokin, diantaranya tumor necrosis factor (TNF- ), interleukin (IL), leptin dan adiponektin. Adiponektin merupakan adipokin yang paling banyak disekresikan oleh sel-sel lemak. Adiponektin merupakan suatu protein dengan berat molekul 30 kDa yang terdiri dari satu domain kolagen dengan terminal amino dan satu domain glo bular dengan terminal karboksil. Pada kondisi normal, gen adiponektin (AMP1) yang berlokasi pada kromosom 3q27 diekspresikan hanya pada jaringan lemak. Konsentrasi adiponektin dalam plasma sangat tinggi (2-20 g/ml). Kadar adiponektin plasma pada populasi Jepang diperkirakan 5-10 g/ml dan pada Indo-Asia lebih rendah dibandingkan dengan ras Kaukasia (median 3,3 vs 4,9 g/ml). Wanita mempunyai kadar adiponektin yang lebih tinggi 40% dibanding pria. 20

Adiponektin ditemukan dalam sirkulasi sebagai protein utuh dan fragment yang terdiri dari domain globular dengan terminal karboksil. Pada tikus, domain globular ini secara farmakologik aktif dan berperan dalam mengatur berat badan oksidasi asam lemak.20 Adiponektin ditemukan dalam berbagai bentuk oligomerik dalam serum. Sebagai suatu trimer dan suatu hexamer dari bentuk berat molekul rendah (BMR) dan berat molekul tinggi (BMT). Bentuk BMT merupakan bagian terbesar dari adiponektin intraseluler, sedangkan bentuk BMR terutama dijumpai


(28)

dalam sirkulasi. Kadar BMT mempunyai korelasi yang lebih baik terhadap toleransi glukosa daripada adiponektin total, hal ini menguatkan bahwa bentuk BMT merupakan bentuk aktif. Baik BMR maupun BMT mengaktifasi NF-KB. Bentuk BMT disupresi pada penderita PJK, meningkat pada penurunan berat badan dan juga menekan apoptosis sel endotel vena umbilikalis pada manusia. 21-24

Dua bentuk reseptor adiponektin telah diketahui, yaitu AdipoR1 dan

AdopoR2. AdipoR1 merupakan reseptor yang afinitasnya tinggi terhadap domain

globular terminal karboksil dan sangat rendah terhadap adiponektin utuh. AdipoR1 diekspresikan sangat besar pada otot polos, sedangkan AdipoR2 sangat

besar pada hati, dimana mempunyai afinitas sedang terhadap kedua bentuk adiponektin. Reseptor adiponektin diekspresikan pada sel beta pankreas, makrofag, dan lesi aterosklerotik. Ekspresi reseptor adiponektin ditingkatkan oleh pemaparan sel beta terhadap asam lemak tidak jenuh (oleat) dan pengobatan

insulin producing cell dengan adiponektin globular menginduksi ekspresi enzim lipoprotein lipase. 20

Adiponektin sendiri dikontrol pada kondisi stres metabolik dan oleh sejumlah hormon dan faktor-faktor yang terlibat dalam pengaturan fungsi metabolik. Insulin menurunkan ekspresi adiponektin baik pada tikus maupun pada manusia. Thiazolidinedione suatu agonis PPAR meningkatkan ekspresi adiponektin. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengaturan adiponektin mempunyai efek inhibisi, diantaranya katekolamin, glukokortikoid, sitokin-sitokin (IL-6 dan TNF- ), prilaktin, hormon pertumbuhan dan androgen. 20,25


(29)

2.2.2.1. Data-data laboratorium Peran adiponektin pada sel endotel

Adiponektin menurunkan ekspresi molekul adhesi pada sel endotel dan menurunkan produksi sitokin dari makrofag dengan penghambatan pensinyalan NF- B melalui jalur cAMP . Pada keadaan fisiologis, adiponektin memperlihatkan ikatan jenuh dan spesifik terhadap sel endotel aorta dan lebih mudah berikatan terhadap dinding pembuluih yang cedera daripada dinding pembuluh yang utuh.

Endothelium-dependent vasodilation sebagai respons terhadap asetilkolin berkurang secara signifikan pada tikus dengan adiponektin yang dilemahkan dibanding tikus WT. 26-29

Gambar 2. Efek antiaterogenik pada adiponektin(dikutip dari 20)

Pada gambar 2 terlihat peran adiponektin dalam merangsang produksi NO pada sel endotel melalui jalur phosphatidyl inositol (PI)3 kinase melibatkan fosforilasi NOS oleh AMPK dan mengurangi ekspresi molekul adhesi dan menurunkan produksi sitokin oleh makrofag dengan penghambatan pensinyalan NF- .


(30)

Peran adiponektin pada monosit-makrofag dan transformasi foam cell

Adiponektin menekan transformasi makrofag menjadi foam cell dan mencegah stenosis pembuluh darah. Adiponektin menginduksi produksi antagonis reseptor mediator-mediator anti inflamasi IL-10 dan IL-1. Adiponektin menghambat reseptor scavenger class A-1 dari makrofag, mengakibatkan penurunan yang nyata ambilan LDL teroksidasi dan penghambatan transformasi

foam cell. Adiponektin mempunyai efek penghambatan terhadap proliferasi sel-sel mielomonosit dan terhadap fungsi makrofag matang. Adiponektin dan TNF- saling menghambat produksi satu sama lain dalam jaringan lemak. Pada konsentrasi fisiologis adiponektin menghambat TNF- dalam hal induksi adhesi monosit terhadap sel-sel endotel aorta, demikian juga dengan ekspresi molekul adhesi lainnya. Selain itu, adiponektin meningkatkan inhibitor ekspresi metalloproteinase-1 melalui induksi IL-10. 25,28,30

Peran adiponektin pada sel-sel otot polos

Adiponektin menekan proliferasi dan migrasi sel otot polos yang diinduksi oleh platelet-derived growth factor. Pada tikus defisiensi adiponektin, peningkatan kadar adiponektin menggunakan suatu vektor adenovirus akan melemahkan proliferasi neointima arteri yang cedera. 31,32

Adiponektin dan marker-marker inflamasi

Pada pria penderita PJK kadar CRP plasma berkorelasi negatif dengan kadar adiponektin plasma. Dari berbagai penelitian didapatkan hubungan terbalik antara kadar adiponektin plasma dan IL-6. Juga adiponektin secara


(31)

langsung menghambat ekspresi CRP dan IL-6 melalui kemampuannya menghambat produksi TNF- . 33,34

2.2.2.2. Adiponektin pada penelitian klinis dan penelitian berbasis populasi Penurunan kadar adiponektin diamati pada pasien obesitas, DM tipe 2, hipertensi, sindroma metabolik dan PJK. 26,35-38 Kadar adiponekti plasma yang rendah berkorellasi secara signifikan dengan disfungsi endotel. Temuan ini menguatkan bahwa kadar adiponektin yang rendah mungkin berguna sebagai marker aterosklerosis tahap awal. Hipoadiponektinemia berkorelasi bermakna dan independen terhadap PJK. Konsentrasi adiponektin plasma pada pasien sindroma koroner akut lebih rendah bermakna dibandingkan pada penderita angina stabil dan kelompok kontrol.39 Juga kadar adiponektin yang rendah berhubungan dengan perkembangan kalsifikasi arteri koroner pada DM tipe 1 dan subjek non diabetik.40 Pada pasien gagal ginjal tahap akhir dan pada pasien stroke, kadar adiponektin plasma merupakan prediktor terbalik dari outcome

kardiovaskular.41,42

Pada penelitian berbasis populasi dimana kadar adiponektin dinilai pada awal dan diikuti selama 6 tahun, didapatkan bahwa konsentrasi adiponektin pada kwantil tertinggi dibandingkan kwantil terendah akan menurunkan resiko infark miokard. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa adiponektin berhubungan dengan resiko kejadian PJK pada pria penderita diabetes. Akan tetapi masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap adiponektin pada penderita PJK.42-44


(32)

2.2.3. Efek adiponektin dalam meniru dan memperkuat aksi metabolik insulin

Aktivasi AMP kinase oleh adiponektin memicu PPAR dan menginduksi peningkatan ekspresi gen enzim-enzim yang berperan pada oksidasi asam lemak dan uptake glukosa. Adiponektin menurunkan produksi glukosa hati dengan menghambat enzim-enzim yang berperan pada glukoneogenesis dan berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah baik pada hewan normal maupun pada diabetes. Juga dengan pemberian adiponektin pada tikus defisiensi adiponektin akan memperbaiki sensitifitas insulin. Sejumlah penelitian memperlihatkan hubungan yang jelas antara polimorfisme gen dan mengakibatkan hipoadiponektinemia dengan resistensi insulin, diabetes dan penyakit kardiovaskular. Faktor-faktor genetik ini mungkin berhubungan dengan efek pengobatan PPAR agonis.20

Dari penelitian-penelitian klinis didapatkan kadar adiponektin yang rendah berhubungan dengan sindroma metabolik dan terjadinya DM tipe 2. Konsentrasi adiponektin serum berkorelasi kuat terhadap sensitifitas insulin pada manusia. Penderita DM tipe 2 mempunyai konsentrasi adiponektin yang rendah daripada non diabetik. 20

2.2.4.Efek anti inflamasi adiponektin

Dari berbagai studi in vitro, diketahui efek langsung adiponektin pada fungsi vaskuler dan sel-sel inflamasi. Termasuk kebalikan beberapa efek merugikan TNF pada fungsi endotel. Adiponektin utuh (fAd) menghambat ekspresi TNF untuk menginduksi beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, diantaranya VCAM-1, E-selektin dan ICAM-I dan menekan efek TNF


(33)

untuk menginduksi adhesi monocytic THP-I sel terhadap sel endotel. Adiponektin (fAd) menekan efek TNF menginduksi perubahan-perubahan inflamasi pada sel endotel dengan memblok penghambat fosforilasi nuclear factor-KB. Efek anti inflamasi lainnya yaitu menekan leukocytic colony formation, mengurangi aktifitas fagositik dan reduksi sekresi TNF dari makrofag. 6,46

Pada sel endotel aorta, domain globular dengan terminal karboksil adiponektin (gAd) meghambat proliferasi sel yang diinduksi LDL teroksidasi (oxLDL) dan pelepasan superoksida yang diinduksi oleh oxLDL dan aktifasi p42 / p44 MAPK oleh oxLDL. Uptake dan oksidasi partikel LDL yang bersirkulasi pada dinding vaskuler dapat memperkuat pembentukan foam sel, inaktifasi endotelial nitric oxyde (eNO), menginduksi respon-respon inflamasi, dan menstimulasi pembentukan reactive oxygen species (ROS), dimana semua proses-proses tersebut secara keseluruhan juga mempengaruhi proses aterogenesis. 6,46

2.2.5. Efek antitrombotik adiponektin

Penelitian Kato dkk menyatakan bahwa adiponektin bekerja sebagai faktor antitrombotik endogen. Walaupun kemungkinan efek antitrombotik in vivo adiponektin mungkin sebagian diperantarai oleh kerjanya pada sel vaskuler. Studi ini secara jelas menunjukkan bahwa adiponektin mempengaruhi fungsi platelet pada kondisi tidak adanya sel vaskuler. Over ekspresi adiponektin pada tikus WT melemahkan pembentukan trombus secara in vitro. Data ini memberikan suatu pandangan baru mengenai patofisiologi SKA pada subjek non obese sama seperti subjek obese, dan adiponektin mungkin merupakan kandidat baru untuk menjadi obat antitrombotik 7.


(34)

2.2.6

. Efek adiponektin pada struktur dan fungsi vaskuler

Studi-studi pada hewan percobaan dan manusia telah memperlihatkan hubungan antara kadar adiponektin dan fungsi endotel. Secara ringkas, efek seluler adiponektin pada pembuluh darah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.

Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah

(dikutip dari 46).

Meningkatkan endothelium – dependent vasodilation. Meningkatkan endothelium – independent vasodilation. Menekan aterosklerosis

Menekan ekspresi vascular adhesion molecules scavenger receptor.

Mengurangi kadar TNF dan menekan efek inflamasi TNF pada fungsi endotel.

Melemahkan efek growth factor pada sel otot polos.

Menghambat efek oxLDL terhadap sel endotel, diantaranya menekan proliferasi, pembentukan superoxide dan aktivasi AMPK.

Meningkatkan produksi NO. Stimulasi angiogenesis.

Mengurangi penebalan neointima dan proliferasi sel otot polos pada arteri yang cedera.


(35)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1.

Latar belakang.

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang progresif dengan bermacam tampilan klinis dari yang asimtomatis, angina pektoris stabil (APS) maupun sindroma koroner akut (SKA), sampai kematian jantung mendadak. SKA adalah suatu keadaan klinis dari tingkat miokard iskemik akut, yang dibagi atas SKA tanpa ST elevasi (terdiri dari angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan SKA dengan ST elevasi yang disebut infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). 2,3

Dari berbagai penelitian dengan bukti-bukti eksperimental menunjukkan bahwa SKA terjadi oleh karena pecahnya (ruptur) plak atherosklerosis yang ada pada dinding pembuluh darah koroner oleh proses inflamasi, yang kemudian diikuti oleh proses trombogenesis.(2)

Adiponektin adalah salah satu protein spesifik yang disekresikan oleh jaringan lemak. Adiponektin dapat dideteksi didalam sirkulasi dan mempunyai efek protektif sebagai anti aterogenik. Adiponektin dapat menekan penempelan lekosit pada endotel yang akan menghambat progresifitas aterogenesis. Adiponektin akan bekerja menghambat rangsangan dari tumor necrosis faktor (TNF – ) pada endotel untuk mengekspresikan molekul adhesi seperti ICAM-I. Hipoadiponektinemia merupakan faKtor resiko baru sindroma koroner akut. Adiponektin mempunyai efek anti inflamasi dan anti trombosis sehingga dapat menghambat proses aterotrombosis. Kadar adiponektin menurun pada pasien obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan juga pasien sindroma koroner akut.26,38,47,48


(36)

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari hubungan antara kadar adiponektin plasma dengan insidensi penyakit jantung koroner. Suatu studi prospektif pada pria kulit putih mendapatkan hubungan terbalik antara kadar adiponektin plasma dan insidensi penyakit jantung koroner43. Studi pada Indian Amerika mendapatkan bahwa tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar adiponektin plasma dengan resiko penyakit jantung koroner.49 Pada studi prospektif terhadap populasi usia lanjut di Amerika, didapatkan bahwa peningkatan kadar adiponektin berhubungan dengan resiko PJK yang lebih tinggi.50 Suatu studi yang membandingkan kadar adiponektin pada SKA, APS dan individu sehat, didapatkan bahwa kadar adiponektin pada SKA tidak berbeda bermakna dibandingkan pada APS dan individu sehat.51 Pada penelitian lain didapatkan bahwa kadar adiponektin plasma berhubungan dengan resiko terjadinya PJK dan juga SKA. Pada penelitian ini mereka juga mendapatkan bahwa kadar adiponektin kelompok infark miokard akut dan angina pektoris tak stabil lebih rendah daripada angina pektoris stabil dan kelompok kontrol.39 Di Bali, Aryana dkk dalam suatu studinya tentang hubungan kadar adiponektin terhadap beratnya manifestasi PJK pada pasien geriatri, mendapatkan bahwa kadar adiponektin berbeda bermakna antara kelompok angina pektoris stabil, angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut.52

Penelitian tentang adiponektin, khususnya pada pasien PJK belum banyak di Indonesia, dan belum pernah dilakukan di Medan. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang kadar adiponektin pada pasien angina pektoris stabil yang dibandingkan dengan sindroma koroner akut .


(37)

Apakah ada perbedaan kadar adiponektin pada penderita sindroma koroner akut dibandingkan dengan angina pektoris stabil.

3.3. Hipotesa

Terdapat perbedaan kadar adiponektin antara sindroma koroner akut dengan angina pektoris stabil.

3.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar adiponektin pada penderita sindroma koroner akut dibandingkan angina pektoris stabil .

3.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui kadar adiponektin pada penderita PJK, maka akan dapat diprediksi resiko terjadinya manifestasi klinis PJK yang lebih berat dan mortalitas yang lebih tinggi.

3.6. Kerangka Konsepsional

Inflamasi Aterotrombosis PJK

Angina pektoris stabil Sindroma koroner akut


(38)

3.7. Bahan dan Cara

3.7.1. Desain penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang (cross sectional) 3.7.2. Waktu dan tempat penelitian.

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli s/d Oktober 2007, di CVCU RSUP H.Adam Malik Medan,ICCU RSUD Dr Pirngadi Medan, dan poliklinik Kardiologi RSUP H.Adam Malik Medan

3.7.3. Subjek penelitian / populasi terjangkau

Semua penderita SKA yang dirawat di ruang CVCU di RSUP. H.Adam Malik Medan, ICCU RSUD. DR. Pirngadi Medan dan penderita APS yang berobat jalan di Poliklinik Kardiologi RSUP. H.Adam Malik Medan.

3.7.4. Perkiraan besar sampel Perkiraan besarnya sampel :

Rumus yang digunakan : n1=n2 = 2 ( z + z ) S

X1-X2

2

= tingkat kemaknaan (ditetapkan peneliti) = 0,05 Z = 1,96 (nilai 2 arah)

S = simpang baku gabungan = 4,06 (penelitian sebelumnya) = power of test (ditetapkan peneliti) 80% Z = 0,842. X1 – X2 = selisih rerata yang dianggap bermakna

n1 = n2 = 2 ( 1,96 + 0,842) 4,06 2 = 11,26

4,8


(39)

3.7.5. Kriteria inklusi a. Usia > 17 thn.

b. Penderita SKA dengan onset ≤ 72 jam yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG dan pemeriksaan enzim petanda jantung.

c. Penderita APS yang ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan EKG.

d. Bersedia mengikuti penelitian. 3.7.6. Kriteria eksklusi

a. Penderita dengan klinis inflamasi berat b Tidak bersedia mengikuti penelitian.

3.7.7. Cara penelitian

Setiap pasien yang masuk CVCU dengan diagnosa sindroma koroner akut dan setiap pasien rawat jalan di poliklinik Kardiologi dengan diagnosa angina pektoris stabil, setelah memenuhi kriteria penelitian, pasien ataupun keluarga terdekatnya mengisi surat persetujuan setelah penjelasan. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar adiponektin serum.


(40)

Flow chart pemeriksaan adiponektin Pretreatment spesimen :

Homogenkan

Spesimen tahap I

+ 1mL Dilution Buffer

Homogenkan

Pretreatment spesimen

10 µL serum + 100 µL Protease Bufferserum + 400 µL sample pre treatment buffer

Prosedur pemeriksaan :

1. Pipet masing-masing 50 µ kalibrator dan pretreatment, inkubasi selama 60 menit pada 20-30 °C

2. Cuci dengan buffer sebanyak 3 kali

3. Pipet 50 µL cairan label dan inkubasi selama 60 menit pada 20-30 °C 4. Cuci dengan buffer sebanyak 3 kali

5. Pipet 50 µL enzym label dan inkubasi selama 30 menit pada 20-30 °C 6. Cuci dengan buffer sebanyak 3 kali

7. Pipet 50 µL substrat solution dan inkubasi selama 10 menit pada 20-30 °C , lalu tambahkan 50 µL stop reagen

8. Baca absorbansi dengan mikroplate reader pada 492 nm


(41)

Untuk membandingkan kadar adiponektin antara kelompok APS dan SKA digunakan uji t independent jika data kedua kelompok terdistribusi normal, jika sebaliknya digunakan uji Mann Whitney. Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 15.0, dikatakan bermakna apabila p<0,05.

3.7.9. Definisi operasional.

• SKA : Suatu keadaan iskemik miokard akut yang terbagi lagi berdasarkan derajat beratnya penyakit mulai dari Angina tak stabil (APTS), SKA non ST elevasi (NSTEMI) dan SKA dengan ST elevasi (STEMI).

• APTS : Iskemia miokard akut yang ditandai serangan nyeri dada yang lebih sering, lebih lama dan lebih intens dibanding angina stabil, dengan perubahan gelombang EKG (ST depresi atau T inverted) tanpa elevasi segmen ST dan tanpa peningkatan konsentrasi enzim jantung.

• NSTEMI : Infark miokard akut yang ditandai nyeri dada yang khas > 20 menit disertai peningkatan CKMB ≥ 2 kali nilai normal atau peningkatan Troponin – T, tanpa gambaran ST elevasi pada EKG.

• STEMI : Infark miokard akut yang ditandai nyeri dada yang khas > 20 menit disertai gambaran EKG 12 lead dengan ST elevasi yang ditandai peningkatan CKMB ≥ 2 kali nilai normal atau peningkatan Troponin – T. • APS : Riwayat nyeri dada khas yang dicetuskan oleh aktifitas dan hilang

setelah istirahat atau dengan pemberian nitrat, disertai gambaran EKG miokard iskemik.

• Klinis inflamasi berat : terdapat tanda-tanda infeksi berat dan disertai leukositosis.


(42)

• Hipertensi : apabila sedang mendapat terapi antihipertensi dan / atau tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.

• Diabetes mellitus : peningkatan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau sebelumnya mendapat pengobatan obat antidiabetes.

• Merokok : jika merokok 1-2 batang perhari

• Indeks massa tubuh : perbandingan antara berat badan terhadap kuadrat tinggi badan (kg/m2).

3.10. Kerangka Operasional

SKA

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik EKG

Lab Rutin Adiponektin SKA

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik EKG

Lab Rutin

???

Adiponektin APS APS


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1.

Karakteristik subjek penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2007 terhadap pasien SKA yang dirawat di CVCU RSUP H. Adam Malik Medan dan ICCU RSUD Dr Pirngadi Medan dan didapatkan 17 pasien yang memenuhi kriteria penelitian, dan terhadap pasien APS yang berobat jalan di Poliklinik Kardiologi RSUP H Adam Malik Medan didapatkan 17 pasien yang memenuhi kriteria penelitian (tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik Pasien SKA dan APS

Variabel SKA (n=17) APS (n=17) p n (%) Mean ± SD n (%) Mean ± SD

Jenis Kelamin

Laki-laki 13 (76,5%) 13 (76,5%) 1,00 Perempuan 4 (23,5%) 4 (23,5%)

Umur (tahun)

< 40 1 (5,9%) 2 (11,8%) 0,536 40-49 4 (23,5% 6 (35,3%)

50-59 8 (47,1%) 4 (23,5%) ≥ 60 4 (23,5%) 5 (29,4%) Merokok

Ya 13 (76,5%) 8 (47,1%) 0,078 Tidak 4 (23,5%) 9 (52,9%)

Hipertensi

Ya 13 (76,5%) 9 (52,9%) 0,151 Tidak 4 (23,5%) 8 (47,1%)

Diabetes mellitus

Ya 6 (35,3%) 8 (47,1%) 0,486 Tidak 11 (64,7%) 9 (52,9%)

IMT (kg/m2) 26,06 ± 2,14 26,25 ± 2,50 0,811 Kolesterol Total (mg/dl) 197,41 ± 52,64 204,24 ± 38,92 0,67 Trigliserida (mg/dl) 131,82 ± 47,16 172,59 ± 63,75 0,0428 HDL (mg/dl) 38,76 ± 12,45 36,35 ± 10,24 0,322 LDL (mg/dl) 32,00 ± 41,11 140,35 ± 38,04 0,543 Keterangan : APS = angina pektoris stabil; HDL = high density lipoprotein; IMT = indeks massa


(44)

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa proporsi jenis kelamin pria yang menderita SKA lebih tinggi dibanding wanita (76,5 % vs 23,5 %), demikian juga pada kelompok APS. Dalam hal jenis kelamin, tidak dijumpai perbedaan proporsi pria dan wanita antara kelompok SKA dan APS (p = 1,00).

Berdasarkan kelompok umur, penderita SKA paling banyak pada rentang usia 50-59 tahun (47,1 %), sedangkan APS pada rentang usia 40-49 tahun (35,3 %). Dalam hal usia, tidak dijumpai perbedaan proporsi yang bermakna antara kelompok SKA dan APS (p > 0,05).

Dalam hal kebiasaan merokok, terdapat perbedaan proporsi penderita yang merokok antara kelompok SKA dengan APS (76,5 % vs 47,1 %), namun secara statistik perbedaan ini tidak bermakna (p > 0,05).

Proporsi subjek penelitian yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok, dengan nilai p berturut-turut 0,151 dan 0,486.

Rerata indeks Massa Tubuh (IMT) tidak berbeda antara kelompok SKA dan APS dengan nilai p >0,05.

Kadar kolesterol total pada pasien SKA dengan rerata 197,41 ± 52,64 mg/dl lebih rendah dibanding pasien APS dengan rerata 204,24 ± 38,92, tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p >0,05.

Kadar trigliserida pada pasien SKA dengan rerata 131,82 ± 47,16 mg/dl lebih rendah dibanding APS dengan rerata 172,59 ± 63,75 mg/dl, dan secara statistik perbedaan ini bermakna denagn nilai p < 0,05.


(45)

Kadar HDL pada pasien SKA dengan rerata 38,76 ± 12,45 mg/dl hampir sama dibanding APS dengan rerata 36,35 ± 10,24 mg/dl, dan secara statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05.

Kadar LDL pada pasien SKA dengan rerata 132,00 ± 41,11 mg/dl lebih rendah dibanding APS dengan rerata 140,35 ± 38,04 mg/dl, namun secara statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05

4.1.2. Perbandingan kadar adiponektin

Tabel 4. Perbandingan kadar adiponektin antara SKA dan APS

Diagnosa N Adiponektin (Mean ± SD) p

SKA 17 2,62 ± 1,00 0,005*

APS 17 3,84 ± 1,32

Keterangan : APS = angina pektoris stabil; SKA = sindroma koroner akut

* signifikan p<0,05

Pada kelompok SKA rerata kadar adiponektin 2,62 ± 1,00 µg/ml lebih rendah dibandingkan kelompok APS dengan rerata 3,84 ± 1,32 µg/ml dan secara statistik perbedaan ini bermakna dengan nilai p =0,005. Hal dapat dilihat pada gambar berikut :


(46)

17

SINDROMA KORONER AKUT

17 =

N

ANGINA PEKTORIS STABIL A

D I P O N E K T I N (µg /ml)

8

7

6

5

4

3

2

1

0


(47)

Tabel 5. Perbandingan Rerata Adiponektin Menurut Variabel Yang Diperiksa Variabel N Kadar Adiponektin p

(Mean ± SD) Jenis Kelamin

Laki-laki 26 3,11 ± 1,28 0,343

Perempuan 8 3,62 ± 1,45

Merokok

Ya 21 2,90 ± 1,03 0,061

Tidak 13 3,76 ± 1,57

Hipertensi

Ya 22 3,17 ± 1,43 0,296

Tidak 12 3,33 ± 1,12

Diabetes mellitus

Ya 14 2,98 ± 1,31 0,208

Tidak 20 3,40 ± 1,32

IMT (kg/m2)

≥ 25 23 2,86 ± 1,18 0,022*

< 25 11 4,01 ± 1,28

Keterangan : IMT = indeks massa tubuh

* signifikan p<0,05

Pada pasien penelitian juga dilakukan analisa statistik untuk membandingkan kadar adiponektin pada pria dan wanita, pada yang merokok /mempunyai riwayat merokok dengan yang tidak merokok, pada yang menderita hipertensi dan tidak hipertensi ,dan pada yang menderita DM dan tidak DM. Didapati bahwa antara pria dan wanita, merokok dan tidak merokok, hipertensi dan tidak hipertensi, DM dan tidak DM, kadar adiponektin hampir tidak berbeda. Secara statistik juga tidak berbeda bermakna ( p >0,05).

Kadar adiponektin pada perokok dengan rerata 2,90 ± 1,03 µg/ml cenderung lebih rendah dibanding pada kelompok tidak merokok dengan rerata 3,76 ± 1,57 µg/ml. Namun secara statistik perbedaan ini tidak bermakna dengan

p = 0,061.

Kadar adiponektin pada subjek dengan IMT lebih dari 25 kg/m2 dengan rerata 3,86 ± 1,18 µg/ml adalah lebih rendah dibanding pada subjek dengan IMT


(48)

<25 kg/m2 dengan rerata 4,01 ± 1,28 µg/ml, dan perbedaan ini bermakna secara statistik dengan p=0,022.

4.1.3. Korelasi kadar adiponektin terhadap umur, IMT dan profil lipid Tabel 6. Korelasi Kadar Adiponektin Dengan Variabel Yang Diperiksa Variabel r p NS/S Umur

Indeks Massa Tubuh Kolesterol Total Trigliserida *

High Density Lipoprotein* Low Density Lipoprotein

0,1 -0,3 0,34 -0,02 0,2 0,3 0,57 0,11 0,05 0,90 0,28 0,41 NS NS S NS NS NS

Keterangan : Pearson Correlation Test (two tailed); p signifikan bila ≤ 0,05 ;

NS/S : non signifikan / signifikan * Spearman correlation (two tailed )

Dari tabel terlihat bahwa pada penelitian ini umur, IMT, kadar HDL, LDL, dan trigliserida tidak mempunyai korelasi dengan kadar adiponektin dengan nilai

p>0,05. Hanya kadar kolesterol total terlihat mempunyai korelasi dengan kadar adiponektin, namun korelasi ini lemah (r= 0,34 ; p=0,05).

4.2. PEMBAHASAN

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak didunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini timbul akibat penyempitan arteri koronaria. Penyebab terbanyak dari penyempitan tersebut adalah aterosklerosis.

Aterosklerosis adalah suatu proses penyakit yang bersifat multifaktorial, krena banyak faktor yang ikut berperan dalam patogenesisnya yang disebut sebagai faktor resiko ,dan inflamasi memegang peranan penting dalam progresifitas aterosklerosis.


(49)

Mediator-mediator inflamasi berperan dalam kerusakan pembuluh darah dan perubahan ateromatous. Beberapa diantaranya disekresikan secara langsung dari sel lemak. Adiponektin merupakan salah satu protein spesifik yang disekresikan sel lemak, mempunyai efek kardioprotektif melalui efek inflamasi, anti aterogenik dan anti trombotik.

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada kadar adiponektin antara kelompok SKA (2,62 ± 1,00 µg/ml ) dan kelompok APS (3,84 ± 1,32 µg/ml). Makin berat penyakit jantung koroner yang diderita, maka kadar adiponektin makin rendah.Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nakamura dkk. Mereka mendapatkan kadar adiponektin yang lebih rendah bermakna pada pasien SKA dibanding kelompok APS (6,5 ± 3,0 vs 11,3 ± 5,9 µg/ml). Mereka menyimpulkan bahwa pengukuran konsentrasi adiponektin plasma mungkin berguna untuk menilai resiko PJK dan berhubungan dengan terjadinya SKA.39 Pada penelitian terhadap populasi usia lanjut di Bali oleh Aryana dkk didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kadar adiponektin antara angina stabil dan infark miokard. Mereka menyimpulkan bahwa penurunan kadar adiponektin plasma berhubungan dengan beratnya manifestasi klinis PJK yang lebih berat.52 Pada penelitian yang dilakukan Ouchi dan Kumada di Jepang didapatkan bahwa konsentrasi adiponektin lebih rendah pada kelompok PJK dibanding kontrol yaitu 3,84 ± 1,8 vs 7,4 ± 3,5 µg/ml.26

Pada penelitian ini, antara kelompok SKA dan APS hampir tidak ada perbedaan dalam hal karakteristik demografi, penyakit dan profil lipid, namun terdapat perbedaan dalam hal kadar adiponektin. Hal ini menunjukkan bahwa hipoadiponektinemia yang terjadi pada kelompok SKA tidak terkait dengan faktor-faktor tersebut.


(50)

Hipoadiponektinemia yang terjadi pada PJK atau SKA disebabkan oleh ambilan adiponektin oleh plak aterosklerosis pada pembuluh darah yang mengalami cedera atau ruptur atau daerah iskemia daninfark miokard. Adiponektin akan melindungi arteri koronaria dan plak dari ruptur atau cedera. Makin luas infark atau iskemi, maka makin banyak ambilan adiponektin plasma, sehingga penurunan konsentrasi adiponektin akan lebih besar.26,48,51

Pada penelitian ini didapatkan kadar adiponektin pada penderita PJK yang merokok/mempunyai riwayat merokok cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok walaupun secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna ( p =0,061). Hal ini senada dengan studi epidemiologi yang dilakukan oleh Iwashima dkk terhadap pria di Jepang. Mereka mendapatkan bahwa kadar adiponektin plasma lebih rendah bermakna pada pria yangmerokok (5,3 ± 0,3 µg/ml ) dibandingkan yang tidak merokok (6,5 ± 0,4 µg/ml). Mereka menyimpulkan bahwa kebiasaan merokok berhubungan dengan konsentrasi adiponektin yang rendah pada pria. Penurunan ini terjadi melalui penghambatan efek langsung ekpresi adiponektin pada sel lemak.53

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada kadar adiponektin antara subjek yang IMT <25 kg/m2 dengan IMT ≥25 kg/m2 dimana kadar adiponektin lebih tinggi pada subjek denga IMT yang lebih rendah . Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana terdapat korelasi negatif antara kadar adiponektin dengan IMT. 39,51

Dengan menggunakan analisa statistik Pearson’s correlation, pada penelitian ini terlihat bahwa kadar kolesterol total berkorelasi positif meskipun lemah terhadap kadar adiponektin (r = 0,34 ; p = 0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Matsubara dkk. Mereka mendapatkan korelasi positif


(51)

kadar adiponektin terhadap kolesterol total.54 Namun pada penelitian ini kadar adiponektin tidak menunjukkan korelasi terhadap umur, IMT, trigliserida, HDL dan LDL. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya, kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang kecil dan pnelitian ini tidak didisain untuk mencari korelasi tersebut.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Terdapat perbedaan kadar adiponektin antara APS dan SKA, dimana kadar adiponektin pada penderita APS lebih tinggi daripada penderita SKA

2. Terdapat perbedaan kadar adiponektin antara penderita dengan IMT yang lebih tinggi dengan IMT yang lebih rendah, dimana kadar adiponektin lebih tinggi pada penderita dengan IMT yang lebih rendah. 3. Terdapat korelasi positif antara kadar adiponektin dengan kolesterol total.

5.2. SARAN

1. Pada pasien PJK perlu dilakukan pemeriksaan kadar adiponektin untuk memperkirakan terjadinya manifestasi klinis PJK yang lebih berat.

2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk memastikan apakah hipoadiponektinemia dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas pada penderita PJK.


(53)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sargowo DJ. Peran Kadar Trigliserida dan Lipoprotein sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (Studi Pendahuluan). Medika 2002; 7: 425-9. 2. Kalim H, Soerianata S, Karo-karo S, Irmalita, Idham I. Pedoman Tatalaksana

Sindroma Koroner Akut. Dalam : Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia. PERKI 2003 ; 333-92

3. Setianto B. Sindroma koroner akut patofisiologi. Dalam : Kaligis RMW dkk, editor. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi, Sindroma Koroner Akut dan Gagal Jantung. Jakarta : BP RS Jantung Harapan Kita 2001.hal. 59-66. 4. Ismail D. Patofisiologi Sindroma Koroner Akut. Dalam : Bawazier LA, Alwi I,

Syam AF dkk. Editors. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler 2001. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI ; 2001.hal. 22-31.

5. Antman EM, Braunwald E. ST Segment Elevation Myocardial Infarction. In : Harrison Principle Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16 th ed. McGraw-Hill. New York 2005. p.1448-59.

6. Berg AH, Scherer P. Adipose tissue, inflammation, and cardiovascular disease. Circ Res. 2005; 96 : 939 – 49.

7. Kato H, Kashiwagi H, Shiraga M. Adiponectin acts as an endogenous antithrombotic factor. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2006; 26 : 226 – 30. 8. Rourke RA, Schlant, Douglas JS. Diagnosis and management of patients with

chronic ischemic heart disease. In : Fuster V, Alexander RW, Rourke RA, Eds. Hurst s The Heart 10 th Ed. McGraw-Hill. New York 2001. p 1207- 36.

9. Crawford MH. Chronic Ischemic Heart Disease. In : Croword MH, editor. Current Diagnosis and Treatment in Cardiology. 2nd Ed. McGraw-Hill. New York 2003.p 31-43.

10. Libby P. The Pathogenesis of Atherosclerosis. In Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, eds. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16 th ed. McGraw-Hill. New York 2005.p. 1425-30.

11. Libby P, Theroux P. Pathophysiology of Coronary Artery Disease. Circulation 2005 ; III : 3481-8.

12. Davies MJ. Pathology of Coronary Atherosclerosis. In : Fuster V, Alexander RW, Rourke RA, Eds. Hurst s The Heart 10 th Ed. McGraw-Hill. New York


(54)

13. Rauch U, Osende JI, Fuster V, et al. Thrombus Formation on Atherosclerotic Plaques : Pathogenesis and Clinical Consequences. Ann Intern Med 2001 ; 134 : 224-38.

14. Selwyn AP, Braunwald E. Ischemic Heart Disease. In: Fuster V, Alexander RW, Rourke RA, Eds. Hurst s The Heart 10 th Ed. McGraw-Hill. New York 2001.p.1434 – 44.

15. Therax P, Foster V. Acute Coronary Syndrome: Unstable Angina and non Q Wave Myocard Infarction.Circulation 1998;97: 1195-1206.

16. Shah PK. New Insight into the pathogenesis and prevention of acute Coronary Syndrome. Am J. Cardiol.1997;79: 17-23.

17. Bertrand ME, simons Ml, Fix KAA, et al. Management of Acute Coronary Syndrome in patients presenting without persistent ST segment elevation.The task force on management of acute coronary syndromes of the european society of cardiology.Eur Heart J 2002;23: 1809-40

18. Antman EM, Anbe DI, Armstrong PW, et al. ACC/AHA guidelines for the management of patients with ST elevation myocardial infartion. A report of the American College of cardiology/ American Heart Assosiation task force in practice guidelines).Am Coll Cardiol J 2004;44 ((suppl I) : 1-212.

19. Fuster V, Fayad ZA, Badiman JJ. Acute Coronary Syndromes:biology. The Lancet 199;353 (suppl II) : S5-9.

20. Han SH, Quon MJ, Kim J, et al. Adiponectin and Cardiovascular Disease. Response to therapeutic interventions. J. Am Coll Cardiol 2007; 49 : 531 – 8. 21. Pajvani UB, Du X, Combs TP, et al. Structure-function studies ofthe

adipocyte-secreted hormone Acrp30/adiponectin. Implications FPR metabolic regulation and bioactivity. J Biol Chem 2003; 278: 9073– 85.

22. Pajvani UB, Hawkins M, Combs TP, et al. Complex distribution, not absolute amount of adiponectin, correlates with thiazolidinedione mediated improvement in insulin sensitivity. J Biol Chem 2004;279:12152–62.

23. Tsao TS, Tomas E, Murrey HE, et al. Role of disulfide bonds inAcrp30/adiponectin structure and signaling specificity. Different oligomers activate different signal transduction pathways. J Biol Chem 2003; 278 : 50810–17.

24. Kobayashi H, Ouchi N, Kihara S, et al. Selective suppression of endothelial cell apoptosis by the high molecular weight form of adiponectin. Circ Res 2004;94: e27–31.

25. Maeda N, Takahashi M, Funahashi T, et al. PPAR ligands increase expression and plasma concentrations of adiponectin, an adiposederived protein. Diabetes 2001;50:2094 –9.


(55)

26. Ouchi N, Kihara S, Arita Y, et al. Novel modulator for endothelial adhesion molecules: adipocyte-derived plasma protein. Circulation 1999;100:2473– 6. 27. Ouchi N, Kihara S, Arita Y, et al. Adiponectin, adipocyte-derived protein,

inhibits endothelial NF- signaling through cAMP dependent pathway. Circulation 2000;102:1296 –301.

28. Ouchi N, Kihara S, Arita Y, et al. Adipocyte-derived plasma protein,adiponectin, suppresses lipid accumulation and class A scavenger receptor expression in human monocyte-derived macrophages. Circulation 2001;103:1057– 63.

29. Ouchi N, Ohishi M, Kihara S, et al. Association of hypoadiponectinemia with impaired vasoreactivity. Hypertension 2003;42:231– 4.

30. Wolf AM, Wolf D, Rumpold H, Enrich B, Tilg H. Adiponectin induces the anti-inflammatory cytokines IL-10 and IL-1RA in human leukocytes. Biochem Biophys Res Commun 2004;323:630 –5.

31. Arita Y, Kihara S, Ouchi N, et al. Adipocyte-derived plasma protein adiponectin acts as a platelet-derived growth factor-BB-binding proteinand regulates growth factor-induced common postreceptor signal in vascular smooth muscle cell. Circulation 2002;105:2893– 8.

32. Matsuda M, Shimomura I, Sata M, et al. Role of adiponectin in preventing vascular stenosis: the missing link of adipo-vascular axis.J Biol Chem 2002;277:37487–91.

33. Ouchi N, Kihara S, Funahashi T, et al. Reciprocal association of C-reactive protein with adiponectin in blood stream and adiposetissue. Circulation 2003;107:671– 4.

34. Esposito K, Pontillo A, Di Palo C, et al. Effect of weight loss and lifestyle changes on vascular inflammatory markers in obese women; arandomized trial. JAMA 2003;289:1799–804.

35. Kumada M, Kihara S, Sumitsuji S, et al. Coronary artery disease.Association of hypoadiponectinemia with coronary artery disease in men. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2003;23:85–9.

36. Salmenniemi U, Ruotsalainen E, Pihlajamaki J, et al. Multiple abnormalities in glucose and energy metabolism and coordinatedchanges in levels of adiponectin, cytokines, and adhesion molecules in subjects with metabolic syndrome. Circulation 2004;110:3842– 8.

37. Iwashima Y, Katsuya T, Ishikawa K, et al. Hypoadiponectinemia is an independent risk factor for hypertension. Hypertension 2004;43:1318–23.


(56)

38. Hotta K, Funahashi T, Arita Y, et al. Plasma concentrations of a novel,adipose-specific protein, adiponectin, in type 2 diabetic patients.Arterioscler Thromb Vasc Biol 2000;20:1595–9.

39. Nakamura Y, Shimada K, Fukuda D, et al. Implications of plasma concentrations of adiponectin in patients with coronary artery disease.Heart 2004;90:528 –33.

40. Maahs DM, Ogden LG, Kinney GL, et al. Low plasma adiponectin level predict progression of coronary artery calcification. Circulation 2005;111: 747–53.

41. Chen MP, Tsai JC, Chung FM, et al. Hypoadiponectinemia is associated with ischemic cerebrovascular disease. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2005;25:821– 6.

42. Efstathiou SP, Tsioulos DI, Tsiakou AG, Gratsias YE, Pefanis AV,Mountokalakis TD. Plasma adiponectin levels and five-year survival after first-ever ischemic stroke. Stroke 2005;36:1915–9.

43. Pischon T, Girman CJ, Hotamisligil GS, Rifai N, Hu FB, Rimm EB. Plasma adiponectin levels and risk of myocardial infarction in men. JAMA 2004;291:1730 –7.

44. Schulze MB, Shai I, Rimm EB, Li T, Rifai N, Hu FB. Adiponectin and future coronary heart disease events among men with type 2 diabetes. Diabetes 2005;54:534 –9.

45. Lawlor DA, Davey Smith G, Ebrahim S, Thompson C, Sattar N.Plasma adiponectin levels are associated with insulin resistance, but donot predict future risk of coronary heart disease in women. J ClinEndocrinol Metab 2005;90:5677– 83.

46. Goldstein BJ, Scala R. Adiponectin : A novel adipokine linking adipocytes and vascular function. J. Clin Endocrinol Metab 2004; 89 : 2563 – 8.

47. Nicklas BJ, Pennix BWJ, Cesari M, et al. Association of visceral adipose tissue with incident myfocardial infarction in older men and women. Am J Epidemiol 2004; 160 : 741 – 9.

48. Matsuzawa Y, Funahashi T, Shimumora I. Adiponectin and Metabolic syndrome, Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2004; 29 : 29 – 33.

49. Lindsay RS, Resnick HE, Zhang Y, et al. Adiponectine and coronary heart disease : The strong Heart Study. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2005; 25: 15-6.

50. Kanaya AM, Fyr CW, Vittinghoff E, et al. Serum adiponectin and coronary heart disease risk in older black and white Americas. J Clin Endocrinol Metab 2006; 91 : 5004 – 50.


(57)

51. Stejskal D, Bartek J, Adiponectin in patients with various stage of coronary heart disease – comparison of its concentration in coronary arteries and peripheral venous circulation. Biomed Papers 2003; 147 : 161-6.

52. Aryana GPS, Santoso A, Suastika K, et al. Plasma adiponectin concentrations predict severity coronary heart disease manifestation among geriatric coronary heart disease patients. Acta Medica 2006 : 437-8.

53. Iwashima Y, Katsuya T, Ishikawa K, et al. Assosiation of Hipoadiponectinemia with smoking habit in men. Hypertension. 2005;45: 1094-1100.

54. Matsubara M, Maruoka S, Katayose S. Decreased Plasma Adiponectin Concentration in Women with Dyslipidemia. J Clin Endocrinol Metab. 2002;87:2764-9.


(58)

Lampiran 1


(59)

(60)

Lampiran 3

Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

(Informed Consent)

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Alamat : ... Umur : ... Jenis Kelamin : ...

Setelah mendapat penjelasan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko dari penelitian :

“PERBANDINGAN KADAR ADIPONEKTIN ANTARA ANGINA PEKTORIS STABIL DENGAN SINDROMA KORONER AKUT”

Saya dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian diatas. Bila sewaktu-waktu saya sebagai pihak yang diteliti merasa dirugikan oleh pihak peneliti maka saya berhak membatalkan persetujuan ini tanpa menuntut ganti kerugian.

Medan,... 2007

Peserta penelitian


(61)

Lampiran 4

PROFIL PESERTA STUDI

I. ANAMNESIS PRIBADI

Nama : ... Alamat : ...

Tempat/Tgl.lahir : ... Jenis Kelamin : ... Pekerjaan : ... Suku : ...

Status : APS / SKA

II. ANAMNESE PENYAKIT: ฀ DM ฀ HIPERTENSI ฀ MEROKOK

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tekanan Darah : ... Berat Badan : ... Tinggi Badan : ... Lingkar Perut : ...

IV. EKG

... ...

V. LABORATORIUM

Darah Lengkap :

RFT : Ureum = ... Creatinin = ... KGD : Nuchter = ... 2 jam PP = ... Lipid Profile : Cholesterol = ...

LDL – Chol = ... HDL – Chol = ...


(62)

Adiponektin :...µg/ml Lampiran 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dr Corry Catharina Silaen Tempat/ tanggal lahir : Medan, 24 Mei 1969 Alamat kantor : Fakutas Kedokteran USU Jl Dr Mansur No. 5 Medan

Departemen Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Jl Bunga Lau No. 17 Medan

Alamat : Jl Sei Bahmendaris No 5 Medan Telp/ Hp : 061- 4536043 / 08126072531

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1.SD Negeri Percobaan Sei Petani Medan Ijazah 1982 2. SMP Negeri 1 Medan Ijazah 1985 3. SMA Negeri 1 Medan Ijazah 1988 4. Fakultas Kedokteran USU Ijazah 1995 5. PPDS Ilmu Penyakit Dalam Januari 2002 - sekarang

III. PENGALAMAN KERJA

1995- 1998 Kepala Puskesmas Parmonangan Kecamatan Parmonangan

Kabupaten Tapanuli Utara.

1999-2001 Kepala Puskesmas Sarulla Kecamatan Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara.


(63)

(64)

IV. KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

V. KARYA ILMIAH DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

1. Corry C Silaen, Harris Hasan. Percutaneus Coronary Intervention In Two Vessel diseases in patient with normal ECG Pattern. Kongres PAPDI. Menado, August, 6 – 9th 2003.

2. Corry C Silaen, Umar Zein, Josia G. Fever Pattern among HIV/ AIDS

Patients. Scientific Meeting PDPAI. Jakarta, November, 26 – 28th 2005.

VI. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH.

1. Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan III Bagian Ilmu Penyakit Dalam. “New Approach in Internal Medicine Year 2002”. Medan, 7-9 Maret 2002.

2. Peserta Simposium Advance Dyspepsia in General Practice. Medan, 18 May 2002.

3. Peserta Simposium Pengenalan dan Penatalaksanaan Osteoporosis Ditinjau dari berbagai aspek. Medan, 1 Juni 2002.

4. Peserta Mini Simposium Perhimpunan Nefrologi Cabang Medan. “A New Approach to Asses The Antihypertensive Therapy”. How Do The AIIRAs Meet The Challenge?”. Medan, 10 Agustus 2002.

5. Peserta Simposium New Insight Into Coxib Therapy. Medan, 10 Agustus 2002.


(65)

6. Peserta Mini Simposia Kursus Kedaruratan Medik – 1 Bidang Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Cabang Sumut. Medan, 21 September 2002.

7. Peserta Launching Symposium “The Most Potent Antihistamine”. Perhimpunan Alergi Imunologi Cabang Medan, 08 Februari 2003.

8. Panitia dan Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan IV. “Peningkatan Profesionalisme Menyambut Era Globalisasi”. Medan, 6-8 Februari 2003.

9. Peserta Simposium Penatalaksanaan Osteoporosis Terkini. Medan 22 Februari 2003.

10. Peserta COXIB Syposium. Re-shaping the treatment paradigm : A COXIB Snapshot. Medan 5 April 2003.

11. Peserta Simposium Current and ADVANCED Management of Gastritis and Gastric Ulcer. Medan, 5 April 2003.

12. Peserta PIT PAMKI, PETRI, PERPARI, dan PERALMUNI Medan, 19-20 Juli 2003.

13. Peserta 2nd Asean Conference On Medical Science. Medan, 18-20 Agustus 2003.

14. Peserta Simposium Bagian Kardiologi FK USU “Heart, Brain and Kidney Protection”. Medan 25 Oktober 2003.

15. Peserta Simposium The 2nd New Trend in Cardiovascular Management “The Integration of Cardiovascular Management”. Medan 5-6 Desember 2003.

16. Panitia dan Peserta Simposium Gastroenterohepatologi Update 2003. Medan, 18-19 Oktober 2003.


(66)

17. Peserta Simposium The 2nd New Trend in Cardiovascular Management. “The Integration of Cardiovascular Management”. Medan, 5-6 Desember 2003.

18. Peserta DHF Course. Medan, 3 Maret 2004.

19. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2004. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 4-6 Maret 2004.

20. Peserta Simposium Putting Patients First : A New Paradigm in Treatment of Erectile Dysfunction. Medan, 14 Maret 2004.

21. Peserta Simposium Pathophysiology and Clinical Management of Pain. Medan, 18 Maret 2004.

22. Peserta Simposium Psikosomatik dan Gangguan Jantung. Medan, 17 April 2004.

23. Peserta KONAS VI, KONKER VI PERSADIA. Medan, 20-23 April 2003. 24. Peserta Seminar TB 2004 dalam rangka memperingati hari TB sedunia

2004. Medan, 24-25 April 2004.

25. Peserta Launching Symposium New Dimension in Management of Hypertension and Metabolic Syndrome. Medan, 15 Mei 2004.

26. Peserta Simposium Rational Approach in Management of Hypertension. Medan, 19 Juni 2004.

27. Peserta Simposium Mild Cognitive Impairment Practical Guideline and Treatment Strategies. Medan, 26 Juni 2004.

28. Peserta Simposium NSAID Gastropathy. Medan, 03 Juli 2004.

29. Peserta Simposium LANTUS. Upaya mencapai kontrol glikemik optimal pada pasien DM tipe 2. Medan, 10 Juli 2004.


(67)

30. Peserta Simposium Infection Update 2004. “Strategi Pengenalan Infeksi Menuju Indonesia Sehat 2010”. Medan, 24 Juli 2004.

31. Peserta Simposium Management of Diabetic Dyslipidemia. Medan, 28 Agustus 2004.

32. Panita dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update 2004. Medan, 17-18 September 2004.

33. Peserta dan Pembicara pada Clinical Course and Annual Meeting of Nephrology 2004. Yogyakarta, 7-10 Oktober 2004.

34. Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan ke V Ilmu Penyakit Dalam. “Awareness of Emerging and Reemerging Infectious Diseases”. Medan, 4-6 Maret 2005.

35. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan VI Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU “Dengan Penyegaran Ilmu Penyakit Dalam kita meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang Lebih Profesional”. Medan, 3-5 Maret 2005.

36. Peserta Simposium The 3rd New Trend Cardiovascular Management. Medan, 6 Juni 2005.

37. Peserta dan Pembicara pada KONAS PETRI/PERPARI/PKWI/PIT PAPDI II. Surakarta, 20-24 Juli 2005.

38. Panitia dan Peserta Workshop USG. Gastroentero-Hepatologi Update III. Medan, 5 Agustus 2005.

39. Panitia dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan, 40. Peserta 15th Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association.

“Better Understanding in The Management of Cardiovascular Disease”. Medan, 19-20 April 2006.


(68)

41. Panitia dan Peserta Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 8-9 September 2006.


(1)

(2)

IV. KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

V. KARYA ILMIAH DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

1. Corry C Silaen, Harris Hasan. Percutaneus Coronary Intervention In Two Vessel diseases in patient with normal ECG Pattern. Kongres PAPDI. Menado, August, 6 – 9th 2003.

2. Corry C Silaen, Umar Zein, Josia G. Fever Pattern among HIV/ AIDS Patients. Scientific Meeting PDPAI. Jakarta, November, 26 – 28th 2005.

VI. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH.

1. Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan III Bagian Ilmu Penyakit Dalam. “New Approach in Internal Medicine Year 2002”. Medan, 7-9 Maret 2002.

2. Peserta Simposium Advance Dyspepsia in General Practice. Medan, 18 May 2002.

3. Peserta Simposium Pengenalan dan Penatalaksanaan Osteoporosis Ditinjau dari berbagai aspek. Medan, 1 Juni 2002.

4. Peserta Mini Simposium Perhimpunan Nefrologi Cabang Medan. “A New Approach to Asses The Antihypertensive Therapy”. How Do The AIIRAs Meet The Challenge?”. Medan, 10 Agustus 2002.

5. Peserta Simposium New Insight Into Coxib Therapy. Medan, 10 Agustus 2002.


(3)

6. Peserta Mini Simposia Kursus Kedaruratan Medik – 1 Bidang Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Cabang Sumut. Medan, 21 September 2002.

7. Peserta Launching Symposium “The Most Potent Antihistamine”. Perhimpunan Alergi Imunologi Cabang Medan, 08 Februari 2003.

8. Panitia dan Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan IV. “Peningkatan Profesionalisme Menyambut Era Globalisasi”. Medan, 6-8 Februari 2003.

9. Peserta Simposium Penatalaksanaan Osteoporosis Terkini. Medan 22 Februari 2003.

10. Peserta COXIB Syposium. Re-shaping the treatment paradigm : A COXIB Snapshot. Medan 5 April 2003.

11. Peserta Simposium Current and ADVANCED Management of Gastritis and Gastric Ulcer. Medan, 5 April 2003.

12. Peserta PIT PAMKI, PETRI, PERPARI, dan PERALMUNI Medan, 19-20 Juli 2003.

13. Peserta 2nd Asean Conference On Medical Science. Medan, 18-20 Agustus 2003.

14. Peserta Simposium Bagian Kardiologi FK USU “Heart, Brain and Kidney Protection”. Medan 25 Oktober 2003.

15. Peserta Simposium The 2nd New Trend in Cardiovascular Management “The Integration of Cardiovascular Management”. Medan 5-6 Desember 2003.


(4)

17. Peserta Simposium The 2nd New Trend in Cardiovascular Management. “The Integration of Cardiovascular Management”. Medan, 5-6 Desember 2003.

18. Peserta DHF Course. Medan, 3 Maret 2004.

19. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2004. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 4-6 Maret 2004.

20. Peserta Simposium Putting Patients First : A New Paradigm in Treatment of Erectile Dysfunction. Medan, 14 Maret 2004.

21. Peserta Simposium Pathophysiology and Clinical Management of Pain. Medan, 18 Maret 2004.

22. Peserta Simposium Psikosomatik dan Gangguan Jantung. Medan, 17 April 2004.

23. Peserta KONAS VI, KONKER VI PERSADIA. Medan, 20-23 April 2003. 24. Peserta Seminar TB 2004 dalam rangka memperingati hari TB sedunia

2004. Medan, 24-25 April 2004.

25. Peserta Launching Symposium New Dimension in Management of Hypertension and Metabolic Syndrome. Medan, 15 Mei 2004.

26. Peserta Simposium Rational Approach in Management of Hypertension. Medan, 19 Juni 2004.

27. Peserta Simposium Mild Cognitive Impairment Practical Guideline and Treatment Strategies. Medan, 26 Juni 2004.

28. Peserta Simposium NSAID Gastropathy. Medan, 03 Juli 2004.

29. Peserta Simposium LANTUS. Upaya mencapai kontrol glikemik optimal pada pasien DM tipe 2. Medan, 10 Juli 2004.


(5)

30. Peserta Simposium Infection Update 2004. “Strategi Pengenalan Infeksi Menuju Indonesia Sehat 2010”. Medan, 24 Juli 2004.

31. Peserta Simposium Management of Diabetic Dyslipidemia. Medan, 28 Agustus 2004.

32. Panita dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update 2004. Medan, 17-18 September 2004.

33. Peserta dan Pembicara pada Clinical Course and Annual Meeting of Nephrology 2004. Yogyakarta, 7-10 Oktober 2004.

34. Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan ke V Ilmu Penyakit Dalam. “Awareness of Emerging and Reemerging Infectious Diseases”. Medan, 4-6 Maret 2005.

35. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan VI Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU “Dengan Penyegaran Ilmu Penyakit Dalam kita meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang Lebih Profesional”. Medan, 3-5 Maret 2005.

36. Peserta Simposium The 3rd New Trend Cardiovascular Management. Medan, 6 Juni 2005.

37. Peserta dan Pembicara pada KONAS PETRI/PERPARI/PKWI/PIT PAPDI II. Surakarta, 20-24 Juli 2005.

38. Panitia dan Peserta Workshop USG. Gastroentero-Hepatologi Update III. Medan, 5 Agustus 2005.

39. Panitia dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan, 40. Peserta 15th Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association.


(6)

41. Panitia dan Peserta Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 8-9 September 2006.