BAB III PENELITIAN SENDIRI
3.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK adalah penyakit paru yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, dimana hambatan
aliran udara ini biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru pada partikel atau gas berbahaya.
1
Menurut GOLD 2007, PPOK merupakan suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dapat mempengaruhi organ luar paru yang
dapat memperberat kondisi pasien. Hambatan aliran udara yang kronis pada PPOK disebabkan penyakit saluran nafas kecil obstruktif bronkiolitis dan kerusakan
parenkim emfisema.
1,2
PPOK merupakan penyebab kematian keempat di Amerika dan Eropa, dan diperkirakan menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020.
3
Saat ini hampir 14 juta orang Amerika menderita PPOK dan menyebabkan sekitar 120.000 kematian
setiap tahun.
3
Negara kita belum mempunyai data pasti tentang jumlah penderita PPOK , tetapi menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 1992
mendapatkan mortalitas PPOK bersama-sama dengan asma bronkial berada pada peringkat ke-6 penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
4
Karena PPOK dihubungkan dengan beberapa faktor risiko yang cukup banyak dan akan meningkat di Indonesia, seperti asap rokok, polusi udara di kota-kota besar,
daerah industri, pertambangan, kebakaran hutan, dll, maka diperkirakan jumlah kasus PPOK pun akan meningkat tajam dimasa-masa yang akan datang.
5
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala,gejala ringan hingga berat. Sehingga penatalaksanan PPOK dibagi atas penatalaksanaan
pada keadaan stabil dan pada keadaan eksaserbasi. Eksaserbasi pada PPOK yaitu terjadi perburukan dibanding dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi sendiri
ditandai dengan bertambahnya sesak nafas, kadang-kadang disertai wheezing, dan bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum atau sputum menjadi lebih
purulen atau berubah warna. Kadang – kadang terdapat gejala yang tidak spesifik seperti malaise, insomnia, fatique, depresi dan konfusio.
1,6
CRP sebagai satu protein fase akut, berperan dalam menunjukkan adanya gambaran inflamasi dan kerusakan jaringan. Korelasi antara CRP dengan PPOK
sendiri sudah banyak diteliti, dimana didapati adanya hubungan antar kadar CRP tersebut dengan pO2 dan 6-Minute Walking Distance, begitu juga hubungan antara
kemampuan fungsi paru pada orang sehat yang dikaitkan dengan subyek yang sehat.
7
Penilaian eksaserbasi akut sendiri secara defenisi belumlah terlalu jelas karena adanya beberapa kriteria baik klinis, fungsi paru maupun petanda-petanda
inflamasi. Perubahan FEV1 yang dinilai perhari,tidaklah selalu berkorelasi dengan keadaan eksaserbasi akut, tetapi peningkatan petanda-petanda inflamasi seperti
CRP, fibrinogen plasma dan IL-6 memang seiring dengan adanya infeksi akut, meskipun sering peningkatannya jauh lebih tinggi pada infeksi bakterial maupun
viral.
8
CRP sendiri dipengaruhi oleh beberapa keadaan sistemik seperti yang sudah banyak diteliti adalah penyakit jantung koroner, tetapi CRP dapatlah menjadi salah
satu parameter untuk melihat status inflamasi saluran nafas yang menilai eksaserbasi dari PPOK, dimana karena keadaan eksaserbasi ini, akan meningkatkan resiko
hospitalisasi bahkan hingga kematian. Dahl dkk memperkuat hal tersebut dengan mendapatkan bahwa ternyata CRP merupakan preditor kematian yang kuat pada
pasien PPOK.
9
Meskipun banyak tulisan mengenai hubungan kadar CRP ini dengan keadaan-keadaan eksaserbasi, CRP sendiri juga tetap muncul dan juga bahkan
dikatakan juga meningkat pada PPOK yang stabil meskipun peningkatannya tidak setinggi peningkatan pada keadaan eksaserbasi.
10
Hurst dkk menggunakan 36 biomarker termasuk didalamnya CRP pada pasien PPOK sebelum dan pada
eksaserbasi, didapatkan hasil IQR interquartile range yang signifikan pada eksaserbasi dibanding baseline dengan nilai masing-masing 4.0 mgL dan 15,6
mgL.
11
Berbeda dengan hasil yang didapat Weis dkk, dari total 166 pasien PPOK eksaserbasi dijumpai 51 orang didiagnosa dengan pneumoni median CRP 97 mgL,
64 orang tanpa pneumonia dengan median CRP 8 mgL, disimpulkan bahwa kadar CRP meningkat secara signifikan pada pasien pneumonia.
30
Sembiring dkk di Medan meneliti 40 orang penderita PPOK stabil mendapatkan nilai rata-rata CRP serum 0,23
± 0,34 mgdl 2,3 ± 3,4 mgL, tetapi pada keadaan eksaserbasi sepengetahuan penulis belum pernah diteliti.
31
Oleh karena itu kami memikirkan bagaimana hubungan inflamasi sistemik yang diwakili oleh kadar CRP pada penderita PPOK yang mengalami eksaserbasi
yang berobat jalan pada poliklinik Pulmonologi Alergi dan Imunologi dan yang rawat inap di RSUD Dr.Pirngadi dan RSUP H Adam Malik Medan.
3.2. PERUMUSAN MASALAH