Infeksi, baik viral maupun bakteri, akan memberikan peranan yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi bakteri seperti
rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi pada PPOK. Proses
kolonisasi virus tersebut diduga dipermudah oleh paparan asap rokok yang ada, khususnya pada saluran nafas yang lebih kecil.
1,18
2.3.7 Status sosioekonomik dan Nutrisi.
Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya apakah paparan polutan baik indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang
berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi pada banyak studi populasi, didapatkan bahwa kepadatan
penghuni rumah, malnutrisi dan polusi udara yang terkait dengan status sosioekonomi merupakan peta pola peningkatan jumlah penderita PPOK.
1
2.3.8 Komorbiditas.
Penyakit penyerta, khususnya asma dikatakan merupakan faktor resiko terjadinya PPOK, dimana didapatkan pada Tucson Epidemiological Study of
Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi resiko menderita PPOK.
20
2.4. PATOLOGI, PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI.
Eksaserbasi PPOK dihubungkan dengan peningkatan inflamasi sistemik saluran nafas atas dan saluran nafas bawah gambar.1
21
. Pada PPOK stabil dijumpai peningkatan CD8+, limfosit dan makrofag pada mukosa bronkial dan peningkatan
netrofil terutama PPOK berat. Pada pasien eksaserbasi dengan bronkitis kronis yang
dilakukan biopsi dijumpai peningkatan eosinofilia di saluran nafas terutama pada PPOK ringan.
2,3
Gambar 1.Trigger dari PPOK eksaserbasi dan patofisiologinya.
21
Meningkatnya inflamasi sistemik pada eksaserbasi berhubungan dengan infeksi virus dan bakteri. Beberapa marker inflamasi meningkat selama eksaserbasi
seperti plasma fibrinogen dan CRP yang juga dapat meningkatkan risiko kardiovaskuler. Infeksi saluran nafas berhubungan dengan peningkatan kejadian
kardiovaskuler dan eksaserbasi PPOK. Respon inflamasi saluran nafas selama eksaserbasi menimbulkan edema saluran nafas, bronkospasme, dan peningkatan
produksi sputum, terjadi hambatan aliran nafas dan hiperinflasi dinamik. Hiperinflasi adalah penyebab utama sesak, diikuti gejala eksaserbasi yang lain. Umumnya pada
penyakit yang berat hambatan aliran nafas makin memburuk yang dapat berkembang menjadi gagal nafas.
2,3,21
Selama eksaserbasi pada sekresi saluran nafas dijumpai peningkatan netrofil, hal ini dihubungkan dengan perubahan sputum yang menjadi lebih purulen.
Hasil degranulasi netrofil karena pengeluaran dari elastase dan proteinase yang lain yang diakibatkan kerusakan dari epitel akan menurunkan aktifitas ciliar,
perangsangan sekresi mukus oleh sel goblet, dan peningkatan permeabilitas dari mukosa bronkial akan menimbulkan edema saluran nafas dan pengeluaran protein
eksudatif.gambar.2
22
Gambar.2. Inflamasi netrofil pada PPOK eksaserbasi
22
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada
PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi
mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi
dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.
18,22
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon
inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atrofi dan kelenjar mukus menjadi
hipertrofi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodelling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodelling ini justru akan merangsang dan
mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana limfosit T CD8
+
dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi
penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. Perbedaannya dengan
asma adalah tidak terdapatnya penebalan pada lamina retikularis subepitel saluran nafas penderita PPOK.
17,18
Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentriasinar
sentrilobular, emfisema panasinar panlobular dan emfisema periasinar perilobular yang sering dibahas, dan skar emfisema atau irregular dan emfisema
dengan bulla, yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan
saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.
18
Inflamasi pada saluran nafas pada pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini
yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada protease dan antiprotease dan defisiensi
g
1
antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil,
makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum,
perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok.
22,23
Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T CD8
+
lebih dominan dibandingkan CD4
+
di paru-paru akan memperberat kaparahan dari PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam
proses penyakit, diantaranya adalah leucotriene B
4
, chemotactic factors seperti CXC chemokines interleukin 8 dan growth related oncogene
g, TNFg, IL-1 dan IL-6, dan TGF . Selain itu ketidakseimbangan aktivitas protease atau inaktivitas antiprotease,
adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag dan aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear
factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya
telah ada.
23,24
Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan
obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada
abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada
hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan
remodelling arteri pulmonalis hipertropi dan hiperplasi otot polos dan destruksi pulmonary capillary bed menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap
hipertensi pulmonal. Hal lain yang kemudian menjadi pokok bahasan pada penelitian ini adalah efek sistemik dari PPOK yang menyebabkan banyak hal seperti penurunan
massa otot, kecenderungan eksaserbasi, anemia, depresi, disfungsi ereksi dan peningkatan kejadian kardiovaskular yang dikatakan terkait erat dengan C-reactive
Protein CRP.
12,15
2.5. INFLAMASI PADA PPOK. 2.5.1. Inflamasi Lokal dan Inflamasi Sistemik.