Perilaku Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat Di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010

(1)

PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN

TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

NIM 081000202 JONWESLY SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN

TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM 081000202 JONWESLY SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN

TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM 081000202 JONWESLY SIREGAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 September 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi Ernawati Nasution, SKM, MKes NIP. 196706131993031004 NIP. 197002121995012001

Penguji II Penguji III

Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi

NIP. 196806161993032003 NIP. 195803151988112001 Dra. Jumirah, Apt, MKes

Medan, September 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 196108311989031001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jonwesly Siregar

Tempat/ Tanggal Lahir : Simaninggir, 17 Juli 1982

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 1 (pertama) dari 7 (tujuh) bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Bhakti ABRI 1 No. 2 Padang Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri No.145597 Kotatua Padang Sidempuan (1989-1995) 2. SMP Negeri 1 Hutaraja Padang Sidempuan (1995-1998)

3. SMU Kesumah Indah Padang Sidempuan (1998-2001) 4. Akademi Keperawatan Helvetia Deli Serdang (2001-2004)

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2008-2010)


(5)

ABSTRAK

Meningkatnya angka usia harapan hidup di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, menyebabkan persentase golongan usia lanjut semakin bertambah. Usia yang semakin lanjut akan menimbulkan berbagai perubahan ke arah kemunduran baik secara fisik, mental, maupun psikososial. Hal ini akan memberi perubahan terhadap perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat terutama konsumsi bahan pangan sumber energi dan sumber protein.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat. Populasi adalah seluruh lansia berumur ≥ 60 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola. Sampel sebanyak 90 orang diambil dengan metode acak sistematis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan food recall dan food frequency.

Hasil penelitian menunjukan dari 90 lansia, 73,3% berpengetahuan kurang, 45,6% memiliki sikap kurang, dan 52,2% memiliki tindakan kurang dalam mengonsumsi makanan sehat sedangkan tingkat konsumsi energi pada kategori sedang 51,1%, tingkat konsumsi protein pada kategori kurang 43,3%.

Mengingat Kecamatan Tantom Angkola mempunyai budaya yang beragam yang mengakibatkan pola konsumsi yang berbeda, diharapkan kepada Puskesmas Batu Horpak untuk lebih meningkatkan pembinaan terhadap lansia melalui kegiatan posyandu yang dilakukan secara terpadu.


(6)

ABSTRACT

The increase of the life expectancy at birth in Indonesia, especially in the Province of Sumatera Utara, has caused the increasing number of elderly groups.

Older age will result in several backward changes in terms of physical, mental or psychosocial. This condition will change the behavior of old people in consuming healthy food especially in consuming the foodstuff of energy and protein.

The jncrease of this descriptive study with cross sectional design was to know the behavior of old people in consuming healthy food. The populations for this study were all of the old people of ≥ 60 years old living in the working area of Batu Horpak Puskesmas (Community Health Center) Tantom Angkola Subdistrict. The 90 samples for this study were obtained through food recall and food frequency based interview.

The result of this showed that 73.3% of the 90 old people studied had inadequate knowledge, 45.6% had an inadequate attitude and 52.2% consumed less healthy food, 51.1% consumed adequate energy-containing food, and 43.3% consumed less protein-containing food.

Considering that Tantom Angkola Subdistrict has various cultures resulting in different consumption patterns, the management of Batu Horpak Puskesmas is expected to more increase the old people development through an integrated implementation of Posyandu activity.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perilaku Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat Di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Drs. Abdul Jalil Arma, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan serta dukungan selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Dra, Jumirah Apt, M.Kes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat sekaligus Dosen Penguji III, yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

5. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen pengajar di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah mencurahkan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Seluruh Dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah membantu penelitian penulis.

10.Kepala Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan dan seluruh staf yang telah membantu penelitian penulis.

11.Seluruh lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

12.Teristimewa untuk orang tua tercinta P. Siregar dan M. Tambunan serta adik-adikku Maslimah, Endes, Poppy, Devaris, Sandro dan Sadrak, Lae G Hutapea, Lae Pdt. S Sinaga serta Adek Elida Tambunan, S.Pd dan Lae Eko Susanto Tambunan yang telah banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 13.Bang Marihot yang telah membantu kelancaran urusan skripsi ini.

14.Teristimewa buat kekasih tersayang Erni Dewi Y Tambunan Am.Keb, SKM yang memberi dukungan serta motivasi ” I Love You Full”


(9)

15.Teman-teman di FKM USU angkatan 2008 Freddy, Martinus T, Harry, Perawaty, Benedikta, Adly Y, Dwi Rahmatika, Rhineka, dan semua yang belum saya sebutkan yang memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, dukungan, bantuan dan doa selama ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Pengertian Lanjut Usia ... 7

2.2. Klassifikasi dan Karakteristik Lanjut Usia ... 7

2.1.1. Klassifikasi Lansia... 7

2.2.2. Karateristik Lansia... 8

2.3. Proses Penuaan dan Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan ... ... 8

2.3.1. Proses Penuaan ... 8

2.3.2. Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan ... 8

2.4. Makanan Bergizi dan Fungsi Makanan Bagi Tubuh Manusia ... 9

2.4.1. Makanan Bergizi ... 9

2.4.2. Fungsi Makanan Bagi Tubuh Manusia ... 9

2.5. Pentingnya Makanan Bagi Kesehatan dan Syarat Makanan Sehat ... 9

2.5.1. Pentingnya Makanan Bagi Kesehatan ... 9

2.5.2. Syarat-syarat Makanan Sehat ... 10

2.6. Pola konsumsi Pangan, Menu Seimbang Serta Syarat Menu Seimbng... 11

2.6.1. Pola Konsumsi Pangan Lanjut Usia... . 11

2.6.2. Menu Seimbang... 12

2.6.3. Syarat Menu Seimbang Lanjut Usia... ... 12

2.7. Perilaku Lansia Terhadap Makanan Sehat ... 13

2.7.1. Pengetahuan Lansia Terhadap Makanan Sehat ... 15


(11)

2.8. Cara Penilaian Konsumsi Pangan ... 18

2.8.1. Food Recall ... 18

2.8.2. Food Frequency ... 19

2.9. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Jenis Penelitian ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.3. Populasi dan Sampel ... 21

3.3.1. Populasi ... 21

3.3.2. Sampel ... 22

3.4. Instrument Penelitian ... 23

3.5. Metoda Pengumpulan Data ... 23

3.5.1. Jenis Data ... 23

3.5.2. Cara Pengumpulan Data ... 24

3.6. Defenisi Operasional Variabel ... 24

3.7. Uji Validitas dan Reabilitas ... 25

3.8. Aspek Pengukuran ... 26

3.8.1. Pengetahuan ... 26

3.8.2. Sikap ... 26

3. 8.3. Tindakan ... 27

3.8.4. Food Recall ... 28

3.8.5. Food Frequency ... 29

3.9. Pengolahan dan Analisa Data ... 30

3.9.1. Pengolahan Data ... 30

3.9.2. Analisa Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 31

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

4.1.1. Gambaran Umum Puskesmas Batu Horpak ... 31

4.1.2. Demografi ... 31

4.1.3. Mata Pencaharian Penduduk ... 32

4.1.4. Pendidikan ... 33

4.1.5. Agama ... 35

4.2. Karateristik Responden ... 35

4.3. Perilaku Lansia dalam Mengonsumsi Makanan Sehat ... 38

4.3.1. Pengetahuan Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat ... 38

4.3.2. Sikap Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat 38 4.3.3. Tindakan Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat ... 39

4.4. Konsumsi Frekuensi Makan Responden ... 42


(12)

4.6. Konsumsi Protein ... 46

BAB V PEMBAHASAN ... 53

5.1. Pengetahuan Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat 53 5.2. Sikap Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat ... 55

5.3. Tindakan Lansia Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat ... 57

5.4. Jenis dan Frekuensi Makanan Yang Dikonsumsi Lansia .... 58

5.5. Konsumsi Energi Protein ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 64

6.1. Kesimpulan ... 64

6.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Master Data SPSS

Lampiran 3 : Master Data Konsumsi Energi dan Protein Lampiran 4 : Jawaban Tiap Pernyataan

Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 6 : Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 7 : Tabel Angka Kecukupan Gizi Lampiran 8 : Dokumentasi


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Penduduk dan Kepala Keluarga di

Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak ... 32 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan

Mata Pencaharian Kepala Keluarga ... 33 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak... 34 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Agama

di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak. ... 35 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Batu Horpak ... 37 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden dalam

Mengonsumsi Makanan Sehat ... 38

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden dalam

Mengonsumsi Makanan Sehat ... 39 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan Responden dalam

Mengonsumsi Makanan Sehat ... 39 Tabel 4.9. Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi

Makanan Sehat Berdasarkan Sikap ... 40 Tabel 4.10. Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi

Makanan Sehat Berdasarkan Tindakan ... 40 Tabel 4.11. Tabulasi Silang Sikap Responden dalam Mengonsumsi Makanan

Sehat Berdasarkan Tindakan ... 41 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan

Jenis Pangan Karbohidrat ... 42

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan

Jenis Pangan Protein Hewani ... ... 43 Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan

Jenis Pangan Protein Nabati ... 43


(14)

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis

Pangan Sayur-sayuran ... 44 Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan

Jenis Minuman ... 45 Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan

Konsumsi Buah-buahan ... 45 Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi

Responden ... 46 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein

Responden ... 47 Tabel 4.20. Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi

Makanan Sehat Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi ... 47 Tabel 4.21. Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi

Makanan Sehat Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein .... 48 Tabel 4.22. Tabulasi Silang Sikap Responden dalam Mengonsumsi Makanan

Sehat Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi ... 49 Tabel 4.23. Tabulasi Silang Sikap Responden dalam Mengonsumsi

Makanan Sehat Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein ... 50 Tabel 4.24. Tabulasi Silang Tindakan Responden dalam Mengonsumsi

Makanan Sehat Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi ... 51 Tabel 4.25. Tabulasi Silang Tindakan Responden dalam Mengonsumsi

Makan Sehat Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein ... 52


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(16)

ABSTRAK

Meningkatnya angka usia harapan hidup di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, menyebabkan persentase golongan usia lanjut semakin bertambah. Usia yang semakin lanjut akan menimbulkan berbagai perubahan ke arah kemunduran baik secara fisik, mental, maupun psikososial. Hal ini akan memberi perubahan terhadap perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat terutama konsumsi bahan pangan sumber energi dan sumber protein.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat. Populasi adalah seluruh lansia berumur ≥ 60 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola. Sampel sebanyak 90 orang diambil dengan metode acak sistematis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan food recall dan food frequency.

Hasil penelitian menunjukan dari 90 lansia, 73,3% berpengetahuan kurang, 45,6% memiliki sikap kurang, dan 52,2% memiliki tindakan kurang dalam mengonsumsi makanan sehat sedangkan tingkat konsumsi energi pada kategori sedang 51,1%, tingkat konsumsi protein pada kategori kurang 43,3%.

Mengingat Kecamatan Tantom Angkola mempunyai budaya yang beragam yang mengakibatkan pola konsumsi yang berbeda, diharapkan kepada Puskesmas Batu Horpak untuk lebih meningkatkan pembinaan terhadap lansia melalui kegiatan posyandu yang dilakukan secara terpadu.


(17)

ABSTRACT

The increase of the life expectancy at birth in Indonesia, especially in the Province of Sumatera Utara, has caused the increasing number of elderly groups.

Older age will result in several backward changes in terms of physical, mental or psychosocial. This condition will change the behavior of old people in consuming healthy food especially in consuming the foodstuff of energy and protein.

The jncrease of this descriptive study with cross sectional design was to know the behavior of old people in consuming healthy food. The populations for this study were all of the old people of ≥ 60 years old living in the working area of Batu Horpak Puskesmas (Community Health Center) Tantom Angkola Subdistrict. The 90 samples for this study were obtained through food recall and food frequency based interview.

The result of this showed that 73.3% of the 90 old people studied had inadequate knowledge, 45.6% had an inadequate attitude and 52.2% consumed less healthy food, 51.1% consumed adequate energy-containing food, and 43.3% consumed less protein-containing food.

Considering that Tantom Angkola Subdistrict has various cultures resulting in different consumption patterns, the management of Batu Horpak Puskesmas is expected to more increase the old people development through an integrated implementation of Posyandu activity.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menjadi tua dengan segenap keterbatasannya, merupakan suatu fase yang harus dijalani setiap manusia dalam kehidupannya. Seperti halnya fase-fase kehidupan lain yakni masa anak-anak, remaja dan dewasa, yang ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala fisik, perubahan anatomis, dan biokimia sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan sehingga akan berdampak pada ketidaknyamanan dalam menjalani kehidupannya. Lansia yang sehat dan bugar dapat tercapai apabila mempertahankan status gizi pada kondisi optimum dan konsumsi makanan.

Menurut perkiraan Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 di Indonesia, terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia. Jumlah ini akan melonjak hingga kurang lebih 33 juta orang lanjut usia (12% dari total penduduk). Dalam rangka Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) tahun 2009, jumlah orang lanjut usia di Indonesia saat ini sekitar 16,5 juta jiwa dari seluruh jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta, diperkirakan jumlah lansia tahun 2020 menjadi 28 juta orang lebih.

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah umur harapan hidup penduduknya. Saat ini Indonesia memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan secara umum. Umur harapan hidup meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007 (Salahudin, 2009).


(19)

Berdasarkan Profil Indonesia tahun 2007 menunjukkan umur harapan hidup di Indonesia laki laki 67 tahun dan perempuan 69 tahun. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009 umur harapan hidup meningkat dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun, sedangkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 umur harapan hidup dari tahun ke tahun meningkat, dimana umur harapan hidup tahun 2002 yaitu 67,15 tahun dan pada tahun 2009 menjadi 68,38 tahun.

Menurut Nugroho (2008) pada tahun 2020 umur harapan hidup kurang lebih 70 tahun. Semakin meningkatnya jumlah lanjut usia menimbulkan satu kecenderungan perubahan pola penyebab kematian terhadap permasalahan penting yang dihadapi pembangunan kesehatan adalah terjadinya beban ganda penyakit, dari penyakit infeksi menjadi penyakit kronis dan degeneratif.

Proses penuaan tidak dapat dihindari oleh semua orang. Proses penuaan sering disertai dengan adanya peningkatan gangguan organ dan fungsi tubuh, perubahan komposisi tubuh, penurunan massa bebas lemak, serta peningkatan massa lemak. Proses penuaan dapat diperlambat apabila mempunyai tingkat kesegaran jasmani dan asupan gizi yang baik, dan juga kondisi mental yang sehat dan aktif pada masa tua dibutuhkan pemeliharaan yang kontinu untuk mempertahankan daya pikirnya dan mencegah dari perasaan cemas dan depresi. Lansia yang sehat dan bugar tidak akan menjadi beban bagi orang lain karena masih dapat mengatasi sendiri masalah kehidupannya sehari-hari (Maryam dkk, 2008).


(20)

Penuaan juga dapat diakibatkan oleh saling berinteraksinya pemrograman genetika, gaya hidup, dan nutrisi; dua faktor yang terakhir ini berada dibawah kontrol manusia, dan dapat dimodifikasi untuk memperpanjang umur (Barasi, 2009).

Pada lanjut usia salah satu upaya utama yang dilakukan untuk mencapai kualitas hidup agar tetap baik adalah dengan cara mempertahankan status gizi pada kondisi optimum dan konsumsi makanan bergizi dan beragam. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik, diperlukan pangan yang mengandung cukup gizi, aman dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi yang ditentukan berbagai faktor seperti, umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, berat badan, tinggi badan, keadaan fisiologis dan kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan pangan (Supariasa dkk, 2002).

Sri (2007) yang mengutip pendapat Marsetyo menyatakan bahwa, untuk memperoleh energi agar para usia lanjut dapat melakukan kegiatan fisik sehari-hari, dibutuhkan zat gizi. Zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat itu antara lain: karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air, mineral dan serat dalam jumlah seimbang. Banyaknya masing-masing zat gizi yang diperlukan manusia, tidak persis sama antara satu orang dengan orang lain.

Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Semua proses pertumbuhan memerlukan zat gizi yang terkandung dalam makanan. Kecukupan makanan sehat sangat penting


(21)

bagi para lanjut usia. Orang yang berusia 70 tahun, kebutuhan gizinya sama dengan saat berumur 50 tahun, namun nafsu makan mereka cenderung terus menurun, karena itu harus terus diupayakan konsumsi makanan penuh gizi (Kusno dkk, 2004).

Makanan sehat yang dianjurkan pada lansia yaitu, makanan beraneka ragam seperti : makanan pokok, lauk pauk, buah-buahan yang mengandung kalori, protein, karbohidrat dan serat makanan, vitamin dan mineral, air serta rendah lemak. . Makanan sehat adalah makanan yang higienis serta banyak mengandung gizi dan tidak mengandung kuman penyakit (Maryam, 2008).

Menurut Utami (2002) masih banyak lanjut usia di pedesaan kurang dalam mengkonsumsi protein nabati dan hewani, serta rendah dalam mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dengan sejenisnya yang kurang beragam. Sehingga konsumsi lemak yang tinggi tidak diimbangi dengan konsumsi serat maupun vitamin C yang cukup. Selain itu juga lansia cenderung jarang sarapan pagi dengan nasi atau sejenisnya, mereka cukup dengan segelas kopi dengan frekuensi terbanyak 3x sehari, seperti diketahui bahwa mengonsumsi kopi yang mengandung kafein dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan pembuluh darah.

Menurut penelitian yang dilakukan Utami (2002) dari 88 lansia di pedesaan Kabupaten Deli Serdang sebanyak 23 orang (26,1%) yang mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dengan frekuensi sering, yang mengonsumsi protein hewani sangat jarang hanya 34 orang (38,6%), yang mengonsumsi sayuran kategori jarang dan kadang-kadang 27 orang (30,7%), yang mengonsumsi buah-buahan dengan kategori jarang dan kadang-kadang 82 orang (92,7%).


(22)

Data yang diperoleh di Wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak jumlah lansia umur 60 tahun keatas sebanyak 947 orang (5,5%) dari jumlah penduduk 17.297 orang. Tingginya jumlah lansia di Puskesmas Batu Horpak merupakan masalah penting yang dihadapi akan memungkinkan terjadinya beban ganda penyakit, dari penyakit infeksi menjadi penyakit kronis dan degeneratif. Hal ini disebabkan oleh perilaku lansia yang kurang terhadap konsumsi makanan sehat yaitu masih banyaknya kebiasaan lansia yang kurang memperhatikan konsumsi makanan yang sehat jika dilihat dari tingkat konsumsi yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari suatu makanan, dan kebiasaan lansia terhadap cara pemilihan, pengolahan, penyajian makanan yang baik.

Peneliti melihat pada survei awal, lansia cenderung beranggapan bahwa makan hanya untuk memenuhi kebutuhan saja, tanpa harus memperhatikan makanan yang dikonsumsinya apakah mengandung gizi atau tidak. Hal ini disebabkan lansia di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak masih ditemui lansia yang tinggal sendiri tanpa ada keluarga yang mendampingi, mengakibatkan lansia belum mengerti dan kurang informasi tentang pentingnya konsumsi makanan sehat bagi tubuh lansia dan juga ketidaktahuan terhadap makanan sehat dan bergizi.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.


(23)

1.2 Rumusan Masalah

Meningkatnya usia harapan hidup cenderung menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan gizi. Berdasarkan hal itu, permasalahan dalam penelitian ini adalah : ”Bagaimana perilaku lansia dalam pola konsumsi makanan sehat di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010”.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku lansia dalam pola konsumsi makanan sehat di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis makanan sehat yang dikonsumsi lansia 2. Untuk mengetahui jumlah makanan sehat yang dikonsumsi lansia 3. Untuk mengetahui frekuensi makan lansia.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan informasi untuk perencanaan kesehatan lanjut usia di Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan, khususnya kepada pihak Puskesmas Batu Horpak sehingga dapat melakukan konseling atau penyuluhan tentang konsumsi makanan sehat bagi lansia pada waktu pelaksanaan posyandu lansia dengan tujuan peningkatan pengetahuan lansia terhadap konsumsi makanan sehat.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Lanjut Usia 2.2.1 Klasifikasi Lansia

Dikatakan lansia apabila sudah berumur lebih dari 55 tahun, sesuai umur pensiun pegawai negeri di Indonesia. Untuk negara-negara yang sudah maju dengan keadaan ekonomi, keadaan gizi, dan kesehatan yang telah baik, batas umur 65 tahun baru dikatakan lansia.

Menurut Maryam, dkk (2008) lansia dibagi dalam lima klasifikasi, meliputi : 1. Pralansia yaitu seseorang yang berusia antara 45–59 tahun.

2. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

4. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.


(25)

2.2.2 Karateristik Lansia

Menjadi lansia tidak bisa dihindari karena merupakan tahapan dalam proses kehidupan manusia. Menurut Irwan ( 2008) lansia memiliki karateristik antara lain: 1. Berusia lebih dari 60 tahun.

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal bervariasi.

2.3 Proses Penuaan dan Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan 2.3.1 Proses Penuaan

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).

2.3.2 Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan

Sejumlah perubahan fisiologis berlangsung dalam proses penuaan, meskipun laju dan besarnya perubahan tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Menurut Barasi (2007) perubahan yang terkait dengan kondisi medis dapat berdampak pada status gizi (mungkin disebabkan oleh penyakit atau pengobatannya) :

1. Berkurangnya mobilitas - muskuluskletal, saraf, sirkulasi darah, respirasi, dan kelebihan berat badan.


(26)

3. Gangguan jiwa – meliputi depresi (termasuk depresi reaktif setelah kehilangan orang yang mereka cintai) penyakit mental, kecanduan alkohol.

2.4Makanan Bergizi dan Fungsi Makanan bagi Tubuh Manusia 2.4.1 Makanan Bergizi

Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan tubuh yang dibagi dalam beberapa golongan yaitu, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan oksigen dan makanan berserat (Kusno dkk, 2007).

2.4.2 Fungsi Makanan Bagi Tubuh Manusia

Fungsi makanan bagi tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitup:

1. Sebagai bahan penghasil energi yang berguna untuk segala kegiatan hidup. 2. Sebagai bahan pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan perbaikan sel–sel

tubuh yang rusak.

3. Sebagai bahan pelindung dan pengatur kerja fisiologis tubuh agar tetap lancar dan teratur.

2.5Pentingnya Makanan Bagi Kesehatan dan Syarat-Syarat Makanan Sehat 2.5.1 Pentingnya Makanan Bagi Kesehatan

Hukum kehidupan ialah: “Jika kita tidak makan, kita akan mati”. Begitu juga kalau kita tidak makan makanan atau jenis makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka kita bukan saja mati cepat, tetapi juga akan hidup menderita, bahkan sakit–


(27)

sakitan. Yang dimaksud dengan “makanan” dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses dalam tubuh.

2.5.2 Syarat–Syarat Makanan Sehat

Setelah mempelajari fungsi dan jenis bahan makanan, maka dapat disusun syarat-syarat yang harus dipenuhi zat makanan. Makanan sehat adalah makanan yang higienis serta banyak mengandung gizi. Makanan higienis, yaitu makanan yang tidak mengandung kuman penyakit dan tidak boleh meracuni tubuh serta lezat rasanya. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :

a. Harus cukup mengandung kalori.

b. Protein yang dikonsumsi harus mengandung kesepuluh asam amino utama, yaitu lisin, triptopan, histidin, penilalanin, leusin, isoleusin, thereonin, metionin, valin dan arginin.

c. Harus cukup mengandung vitamin.

d. Harus cukup mengandung garam mineral dan air.

e. Perbandingan yang baik antara sumber karbohidrat, protein, dan lemak.

Menurut Kusno (2007) selain syarat-syarat tersebut, agar memberikan kesehatan bagi tubuh, sebaiknya juga harus :

1. Mudah dicerna oleh alat pencernaan.

2. Bersih, tidak mengandung bibit penyakit, karena hal ini tentu akan membahayakan kesehatan tubuh serta tidak bersifat racun bagi tubuh.

3. Jumlah yang cukup dan tidak berlebihan.

4. Tidak terlalu panas pada saat disantap. Makanan yang terlalu panas disajikan, mungkin sekali dapat merusak gigi dan mengunyah pun tidak dapat sempurna.


(28)

5. Bentuknya menarik dan rasanya enak.

2.6 Pola Konsumsi Pangan, Menu Seimbang, Serta Syarat Menu Seimbang Lanjut Usia

2.6.1 Pola Konsumsi Pangan Lanjut Usia

Menurut Sri (2007) yang mengutip pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa, pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sebenarnya pola konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau masyarakat (Supariasa dkk, 2002).

Pengertian konsumsi makanan berbeda dengan kecukupan gizi. Konsumsi makan adalah sesuatu yang nyata, sedangkan kecukupan gizi adalah kandungan zat gizi yang terkandung didalam bahan makanan. Tingkat konsumsi seseorang sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari suatu makanan. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh yang terdapat dalam makanan, sedangkan kuantitas makanan menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Sediaoetama, 1991).


(29)

2.6.2 Menu Seimbang Lanjut Usia

Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan untuk disajikan pada makan. Menu seimbang untuk lansia adalah susunan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan lansia (Nugroho, 2008).

2.6.3 Syarat Menu Seimbang Lanjut Usia

Syarat menu yang seimbang untuk lansia menurut Nugroho (2008) antara lain : a. Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat

tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lansia adalah 50% dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian).

c. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori.

d. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 8-10% dari total kalori.

e. Dianjurkan mengandung tinggi serat (selulosa) yang bersumber pada buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah besar secara bertahap.

f. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-fat, yoghurt, dan ikan.

g. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan, hati, daging, bayam, atau sayuran hijau.


(30)

i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.

j. Hindari bahan makanan yang tinggi mengandung alkohol. k. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan lunak.

2.7 Perilaku Lansia Terhadap Makanan Sehat

Pengertian perilaku menurut Notoatmodjo (1993) dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (pendapat, berfikir, bersikap dsb) untuk memberikan respon terhadap situasi di luar subjek tersebut, dimana respon tersebut dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan).

Perilaku menurut Mantra (1994) adalah merupakan respon (tanggapan) individu terhadap stimulasi (rangsangan) baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dan dibedakan atas tiga jenis, yaitu :

1. Perilaku ideal

Merupakan perilaku yang dapat diamati yang menurut para ahli perlu dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk mengurangi atau membantu memecahkan masalah.

2. Perilaku pada saat ini

Merupakan perilaku yang dilaksanakan saat ini yang diidentifikasi melalui observasi dan wawancara dilapangan, kemudian dianalisis, dan dikaitkan dengan perilaku ideal serta dicari jawaban mengapa mereka berperilaku seperti itu pada saat ini.


(31)

3. Perilaku yang diharapkan

Merupakan perilaku yang diharapkan bisa dilaksanakan oleh sasaran atu sering disebut sebagai behavior yang akan dituju dalam pelaksanaan suatu program.

Perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan lansia meliputi konsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku gizi lansia adalah cara seseorang berfikir, berpengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan memilih makanan. Jika keadaan ini terus-menerus berulang maka tindakan tersebut akan menjadi kepuasan makan (Khumaidi, 1997).

Dari hasil penelitian Nainggolan (1997), diketahui bahwa dari 54 lansia, 6 orang lansia (11,2%) telah mengonsumsi energi ≥100% KGA, 12 orang (22,2%) mengonsumsi energi <80% KGA, dan sebanyak 36 orang (66,6%) yang mengonsumsi energi <80 % KGA.

Menurut penelitian yang dilakukan Utami (2002) dari 88 lansia di pedesaan 23 orang (26,1%) yang mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dengan frekuensi sering, yang mengonsumsi protein hewani sangat jarang hanya 34 orang (38,6%), yang mengonsumsi sayuran kategori jarang dan kadang-kadang 27 orang (30,7%), yang mengonsumsi buah-buahan dengan kategori jarang dan kadang kadang 82 orang (92,7%).


(32)

Menurut penelitian Dina (2008) dari 54 lansia diketahui 26 orang (48,1%) yang mempunyai susunan makanan yang baik, dan 24 orang (44,4%) yang kurang baik. Jumlah usia lanjut yang mengonsumsi jenis bahan makanan pokok lainnya seperti roti dengan frekuensi makan 4-6x/minggu sebanyak 24 orang (44,4%), mie dan umbi-umbian dengan frekuensi makan 1-3x/minggu sebanyak 22 orang (40,7%) dan 25 orang (46,3%).

2.7.1 Pengetahuan Lansia Terhadap Makanan Sehat

Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1993).

Selanjutnya perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang bila dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan atau perilaku yang hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui apa tujuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan.

Salah satu timbulnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi. Solusi dapat dilakukan melalui suatu proses belajar mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan bagaimana zat gizi tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan.

Seseorang yang didasari dengan pengetahuan gizi yang baik akan memperhatikan keadaan gizi setiap makanan yang dikonsumsinya, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh atau sering disebut gizi seimbang.


(33)

Hal-hal yang menujukkan tentang pentingnya pengetahuan yang didasarkan pada kenyataan yaitu :

1. Status gizi yang baik sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan pertambahan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang penting sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi keseimbangan gizi.

Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya pengetahuan lansia menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan kesehatan sekalipun didaerah tempat tingggalnya banyak tersedia bahan makanan (sayur dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

Pengetahuan tentang gizi, sebaiknya lansia mendapat bimbingan dan pengawasan dari orang yang lebih mengerti tentang masalah tersebut, sehingga lansia semakin tau dan mengerti tentang gizi dan dapat melaksanakannya dengan baik. Pengetahuan lansia tentang gizi yang baik akan mendukung konsumsi makanan yang baik juga sehingga terjadi gizi seimbang untuk mengoptimalkan derajat kesehatan.

2.7.2 Sikap Lansia Tehadap Makanan Sehat

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap hanyalah suatu


(34)

kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk mengingini atau tidak objek tersebut.

Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang setuju (mendekat) atau tidak setuju (menjauhi) suatu hal. Tetapi ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini menurut Notoatmodjo (1993) disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :

1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap diikuti atau tdak diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata.

Banyak sekali penemuan para ahli yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat. Unsur-unsur budaya mampu mempengaruhi kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 1985).

Sikap gizi adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatan. Kesenangan seseorang akan makan didasarkan pada dasar psikologi dan budaya yang berbeda. Selain itu, ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan akan mempengaruhi seseorang untuk menerima atau menolak makanan tersebut misalnya dari segi rasa, warna, bau, suhu, penampilan dan tekstur makanan.


(35)

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat-zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan (Supariasa, 2002).

2.8.1 Food Recall

Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh.

Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam:

1. Petugas menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu.

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).


(36)

2.8.2 Food Frequency

Metode food frequency makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi tiap hari, sering, jarang dan tidak pernah oleh responden. Langkah-langkah metode frekuensi makanan:

- Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.

- Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.


(37)

2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian dan perumusan masalah, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1: Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Karakteristik lansia yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dapat mempengaruhi perilaku lansia yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam konsumsi makanan sehat seperti jenis, jumlah dan frekuensi makanan sehat.

Karateristik lansia : - Umur

- Pendidikan - Pekerjaan

Perilaku lansia : -Pengetahuan -Sikap -Tindakan - Tindakan

Konsumsi makanan sehat lansia:

- Jenis makanan - Jumlah makanan - Frekuensi makan


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan desain penelitian cross sectional, untuk melihat perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan. Dalam pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan banyaknya lansia di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak yaitu 947 orang, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai konsumsi makanan sehat lansia, serta adanya kegiatan program puskesmas yaitu pembinaan kesehatan lanjut usia (Posyandu Lansia) satu kali dalam sebulan yang nantinya dapat mempermudah peneliti dalam pengumpulan data. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Mei – Juli 2010.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk lansia berumur 60 tahun keatas, yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan, sebesar 947 orang.


(39)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak tahun 2010. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus besar sampel untuk survei sampel (Vincent, 1991) yaitu :

N . Zα² . P (1 – P ) n =

( N – 1 ) Gp² + Zα ² .P ( 1 – P)

Dimana :

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

P = Proporsi populasi, dalam penelitian ini ditetapkan 0,5

= Tingkat keandalan atau derajat kepercayaan 95% ditetapkan 1,96 Gp = Galat pendugaan atau kesalahan maksimum yang diinginkan peneliti, ditetapkan 10% (0,1)

maka :

947 . 1,96² . 0,5 ( 1- 0,5)

n = = 87

( 947 – 1) 0,1² + 1,96² . 0,5 ( 1- 0,5)

Jadi, sampel dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 90 orang.

Selanjutnya penarikan sampel terhadap populasi dengan cara jenis systematik random sampling. Pengambilan sampel systematik ialah suatu metode pengambilan sampel dimana hanya unsur pertama saja dari sampel-sampel dipilih secara acak sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematik menurut suatu pola tertentu (Singarimbun, 1995). Langkah-langkah penerapan metode ini adalah sebagai berikut :


(40)

1. Membuat kerangka sampling

Yaitu daftar populasi lansia di Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Menentukan interval sampling

Jumlah sampel yang diambil adalah 90 lansia dari populasi sebanyak 947 lansia. Maka interval sampel adalah 947/90=10,5 dibulatkan menjadi 11. Unsur pertama dari sampel dipilih secara acak diantara satuan-satuan elementer no.1 sampai no.11. Hasil pengundian secara acak, misalnya 5 maka lansia yang menjadi sampel adalah nomor 5, 16, 27, 38 dan seterusnya sampai mencapai jumlah 90 lansia.

3.4Instrument Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan :

- Kuesioner

- Formulir Food Recall - Formulir Food Frequency

3.5Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Jenis Data

1. Data Primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti untuk mengetahui perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak terdiri dari karakteristik responden, pengetahuan tentang makanan


(41)

sehat, sikap tentang makanan sehat dan tindakan dalam konsumsi makanan sehat pada lansia.

2. Data sekunder adalah data yang didapatkan meliputi keadaan umum lokasi penelitian terdiri dari : data demografi, jumlah penduduk, karakteristik penduduk meliputi umur, agama, tingkat pendidikan, suku dan jenis mata pencaharian.

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

1. Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dan masing-masing responden diwawancarai dalam waktu yang berbeda. Peneliti bekerja sama dengan pihak Puskesmas Batu Horpak untuk mengatur pertemuan peneliti dengan lansia.

2. Data sekunder diperoleh dari bagian administrasi Puskesmas Batu Horpak.

3.6 Defenisi Operasional Variabel

1. Umur yaitu usia lansia yang dihitung sejak tanggal lahir sampai ulang tahun yang terakhir.

2. Pendidikan yaitu jenjang pendidikan (sekolah) terakhir yang pernah dijalani lansia dan mendapatkan ijazah.

3. Pekerjaan yaitu kegiatan yang dilakukan lansia yang dapat menghasilkan uang atau materi untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Pengetahuan adalah apa yang diketahui lansia dalam memakan makanan sehat berdasarkan informasi dan pengalaman yang diketahui lansia.


(42)

6. Konsumsi makanan sehat lansia adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan lansia setiap hari, dalam memenuhi kebutuhan akan makanan yang beranekaragam seperti bahan makanan pokok (nasi), lauk pauk (ikan dan daging), sayuran, buah-buahan, serta enak rasanya.

3.7 Uji Validitas dan Reabilitas

Sebelum penyebaran kuesioner pada sampel penelitian, batir-butir pertanyaan pada kuesioner harus diuji validitas dan reabilitas sebagai alat ukur maka terlebih dahulu diuji pada 30 lansia usia 60 tahun ke atas di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Aek Badak Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan.

Uji validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun unsur yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total variabel dengan nilai item corrected correlation

pada analisis reability statistics. Jika nilai item correted correlation > r tabel (0,361), maka nilainya dinyatakan valid.

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana statu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Dalam penelitian ini tehnik untuk menghitung indeks realibilitas yaitu dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha,

yaitu menganalisis realibilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika nilai r Cronbach’s Alpha > rtabel (0,361), maka dinyatakan reliabel.

Setelah dilakukan pengujian ternyata didapat hasil bahwa nilai item correted correlation > rtabel (0,361), maka nilai dinyatakan valid. Sedangkan untuk indeks


(43)

reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha didapat hasil, nilai r

Cronbach’s Alpha (0,844) > rtabel (0,361), maka dinyatakan reliabel.

3.8 Aspek Pengukuran

Adapun skala pengukuran variabel penelitian terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam mengonsumsi makanan sehat yang diukur melalui pernyataan yang terdapat dalam lembar kuisioner(Arikunto, 2007) yaitu :

Nilai baik, apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skor maksimal. Nilai cukup, apabila responden mendapat nilai 40-75% dari seluruh skor maksimal. Nilai kurang, apabila responden mendapat nilai < 40% dari seluruh skor maksimal.

3.8.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh lansia dalam mengonsumsi makanan sehat diukur melalui 10 pernyataan yang diajukan kepada responden dengan memilih jawaban yang benar atau salah dengan ketentuan pada pernyataan yang benar diberi skor 2 (dua) dan pernyataan yang salah diberi skor 0 (nol).

Total pengetahuan tertinggi adalah 20. Pengukuran tingkat pengetahuan lansia dalam mengonsumsi makanan sehat terdiri dari dari tiga kategori :

Baik, apabila responden bisa menjawab > 15 skor maksimal Cukup, apabila responden bisa menjawab 8–15 skor maksimal Kurang, apabila responden bisa menjawab < 8 skor maksimal


(44)

3.8.2 Sikap

Aspek pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5 kategori yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) (Riduwan, 2005). Sikap diukur melalui10 pertanyaan dengan memberikan skor terhadap masing-masing pertanyaan yaitu :

1. Untuk pernyataan negatif (pernyataan no.1,2,3,4) : SS : Sangat Setuju, skornya 1

S : Setuju, skornya 2 N : Netral, skornya 3 TS : Tidak Setuju, skornya 4

STS : Sangat Tidak Setuju, skornya 5

2. Untuk pernyataan positif (pernyataan no. 5,6,7,8,9,10) : SS : Sangat Setuju, skornya 5

S : Setuju, skornya 4 N : Netral, skornya 3 TS : Tidak Setuju, skornya 2

STS : Sangat Tidak Setuju, skornya 1

Total sikap tertinggi adalah 50. Pengukuran tingkat sikap lansia dalam mengonsumsi makanan sehat terdiri dari dari tiga kategori :

Baik, apabila responden bisa menjawab >38 skor maksimal Cukup, apabila responden bisa menjawab 20-38 skor maksimal

Kurang, apabila responden bisa menjawab pernyataan <20 skor maksimal


(45)

Tindakan konsumsi makan sehat lansia diukur melalui kepernahan melakukan tindakan-tindakan yang masuk katagori perilaku lansia dalam mengonsumsi makanan sehat melalui pengajuan terhadap 10 pertanyaan tindakan. Total skor maksimal 20 dengan kriteria sebagai berikut :

Untuk jawaban mempunyai 3 pilihan : Jawaban (a) = 2

Jawaban (b) = 1 Jawaban (c) = 0

Berdasarkan skor total tindakan konsumsi makanan sehat pada lansia yang di dapat salanjutnya dikategorikan menjadi :

Tindakan baik, apabila jawaban responden menjawab > 15 skor maksimal Tindakan cukup, apabila jawaban responden menjawab 8-15 skor maksimal Tindakan kurang, apabila jawaban responden menjawab < 8 skor maksimal

3.8.4 Food recall

Data pola komsumsi makan lansia diperoleh dengan wawancara yang menggunakan metode food recall dan dikonversikan ke dalam kandungan energi dan protein. Data konsumsi ini dihitung dari kuantitas pangan yang dikonsumsi dengan bantuan daftar bahan makanan (DKBM) dan dinyatakan dalam kkal dan gram. Kontribusi energi dan protein dari makanan diperoleh dari perhitungan kecukupan energi dan protein yang dianjurkan (DKGA) dapat ditafsirkan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

K

TK = x 100% KD


(46)

Keterangan :

TK = Tingkat Konsumsi

K = Konsumsi ( Energi dan Protein) KD = Konsumsi yang dianjurkan

Dari hasil yang diperoleh dilakukan pengkategorian berdasarkan konsep gizi seimbang (Supariasa, 2002) yaitu :

Baik, apabila tingkat kecukupan ≥ 100% AKG Sedang, apabila tingkat kecukupan 80-99% AKG Kurang, apabila tingkat kecukupan 70-80% AKG Defisit, apabila tingkat kecukupan < 70% AKG

3.8.5 Food frequency

Frekuensi makanan diukur dengan melihat berapa kali jenis makanan dikomsumsi oleh lansia. Menurut Kusharto (2004), frekuensi makan seseorang dikelompokkan menjadi empat kategori secara umum yang meliputi:

a.Tidak pernah

b.Jarang, jika komsumsi pangan 1 – 2 kali / minggu. c.Sering, jika komsumsi pangan 3 – 5 kali / minggu. d. Setiap hari, jika komsumsi pangan 6 – 7 kali / minggu


(47)

3.9 Pengolahan dan Analisis data

3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa kembali data jawaban yang kurang.

b. Koding

Data yang sudah diperiksa kemudian diklasifikasikan dan diberi tanda atau kode. c. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilan kesimpulan, data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara deskriptif.

3.9.2 Analisis Data

Data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis untuk menggambarkan (mendeskripsikan) masing-masing variabel independen dan variabel dependen dan menggunakan program SPSS 15, hasil data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Batu Horpak

Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Selatan dan merupakan pemekaran dari Puskesmas Sayur Matinggi Kecamatan Sayur Matinggi pada tanggal 30 Desember Tahun 2009.

Puskesmas Batu Horpak dengan wilayah kerja terdiri dari 17 (tujuh belas) desa dan satu kelurahan yang tersebar diseluruh wilayah Kecamatan Tantom Angkola, dengan luas wilayah 289,14 km2 yang memiliki batas-batas wilayah yang meliputi sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi, sedangkan sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan wilayah kerja Kabupaten Mandailing Natal.

4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk Kecamatan Tantom Angkola adalah 17.279 jiwa, terdiri dari 8.570 laki-laki dan 8.709 perempuan. Jumlah kepala kepala keluarga terdiri dari 3.717 kepala keluarga. Penyebaran penduduk tidak merata baik dari jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga, hal ini disebabkan dari letak geografis masing-masing wilayah desa. Berdasarkan letak geografis desa, terdapat tiga (3) desa yang akses jalan masih keadaan rusak yaitu Desa Harean, Desa Kotatua dan Desa Simaninggir yang merupakan ujung jalan dari Kecamatan Tantom Angkola, sedangkan desa lainnya akses jalan raya sudah memadai. Berdasarkan luas wilayah, Kelurahan Panabari Hutatonga merupakan wilayah terluas dari semua desa hal tersebut


(49)

disatukannya dua desa menjadi satu kelurahan dan merupakan Pusat Kecamatan, sedangkan Desa Simaninggir merupakan desa paling ujung dan luas wilayah yang paling sempit. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Penduduk dan Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tanuli Selatan Tahun 2009.

Desa Jumlah Penduduk

(Jiwa)

% Jumlah

KK

%

Lumban Huayan 827 4,78 162 4,35

Aek Uncim 711 4,11 165 4,43

Panindoan 423 2,44 99 2,66

Aek Parupak 738 4,26 150 4,03

Tanjung Medan 885 5,11 193 5,19

Aek Kahombu 1.512 8,74 363 9,76

Batu Horpak 625 3,61 140 3,76

Situmba 1.016 5,87 213 5,73

Kel. Panabari Hutatonga 2.094 12,10 427 11,48

Huta Raja 674 3,89 152 4,08

Purbatua 1.489 8,60 316 8,50

Lumban Jabi-jabi 617 3,56 145 3,90

Ingul Jae 882 5,09 194 5,21

Sisoma 1.028 5,94 213 5,73

Lumban Ratus 926 5,35 197 5,29

Harean 868 5,01 180 4,84

Kotatua 1.59 9,19 323 8,68

Simaninggir 374 2,16 85 2,28

Jumlah 17.279 100,0 3.717 100,0

(sumber : Profil Puskesmas Batu Horpak Tahun 2009) 4.1.3 Mata Pencaharian Penduduk

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak adalah petani. Hal ini didukung oleh letak geografisnya yang tanah subur dan areal pertanian yang luas, dapat dilihat pada Tabel 4.2


(50)

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Mata Pencaharian Jumlah KK

n %

1 Petani 2.788 75

2 Pedagang 446 12

3 PNS / Pensiunan PNS 372 10

4 Wiraswasta 111 3

Total 3.717 100,0

(Sumber : Profil Puskesmas Batu Horpak Tahun 2009)

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui jenis mata pencaharian di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak beraneka ragam yaitu petani 2.788 kepala keluarga (75%), pedagang 446 kepala keluarga (12%) dan PNS/Pensiunan PNS 372 kepala keluarga (10%), wiraswasta 111 kepala keluarga (3%). Akan tetapi mata pencaharian penduduk asli wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak adalah sebagai petani hal ini disebabkan karena letak geografis dari wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak yang memiliki areal pertanian yang luas dan tanah yang subur yang sangat cocok ditumbuhi padi, sedangkan jenis mata pencaharian lainnya seperti pedagang, wiraswasta dan PNS/Pensiunan kebanyakan penduduk pendatang yang tinggal disana karena penempatan tugas saja.

4.1.4 Pendidikan

Wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak hanya memiliki gedung Sekolah Dasar yang ada di tiap desa, sedangkan gedung SLTP dan SLTA ada masing masing 1 buah itupun baru dibangun tahun 2008 dan tenaga pengajarnya pun masih relatif sedikit kebanyakan tenaga honorer yang diperbantukan sehingga kadang jurusan yang diajarkan tidak sesuai kompetensi yang dimiliki hal ini disebabkan letak dari


(51)

Kecamatan Tantom Angkola yang sangat jauh dari Pusat Kabupaten dan Kecamatan Tantom Angko la salah satu Kecamatan terpencil di Kabupaten Tapanuli Selatan jika dilihat dari jauhnya, sehingga untuk melanjutkan sekolahnya umumnya penduduk wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak harus pindah (kost) ke kota Padang Sidempuan, sehingga tidak semua penduduk yang dapat melanjutkan sekolahnya hal ini dikarenakan karena biaya yang kurang memadai sehingga banyak yang tidak tamat. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak yang tidak tamat atau belum pernah sekolah sebanyak 3.392 orang (20%), tamat SD sebanyak 7.087 orang (41%) dan universitas hanya 700 orang (4%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Tingkat Pendidikan Jumlah

n %

1 Tidak Sekolah 3.392 20

2 SD 7.087 41

3 SLTP 3.559 21

4 SMU 2.541 14

5 Universitas 700 4

Total 17.279 100,0


(52)

4.1.5 Agama

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Agama Jumlah KK

n %

1 Islam 1.029 28

2 Kristen Protestan 1.958 53

3 Katholik 730 19

Total 3.717 100,0

(Sumber : Profil Puskesmas Batu Horpak tahun 2009)

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa agama yang di anut penduduk di wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak beraneka ragam seperti agama Kristen Protestan, Katholik dan Islam, agama yang dianut sangat ditentukan oleh suku juga, seperti halnya penduduk asli wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak kebanyakan adalah suku Batak Toba dan Angkola yang kebanyakan beragama Kristen sedangkan yang beragama Islam kebanyakan suku Mandailing. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak yang beragama Kristen Protestan sebanyak 1.958 kepala keluarga (53%), beragama Katholik 730 kepala keluarga dan Islam hanya 1.029 kepala keluarga (28%)

4.2 Karateristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan , pekerjaan, agama, status perkawinan, suku dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh responden yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan tindakannya dalam mengonsumsi makanan sehat.


(53)

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh jumlah responden berdasarkan umur yaitu umur 60-69 tahun (45,6%) dan hanya 7,8% yang berumur ≥ 70 tahun, jumlah responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar perempuan 54 orang (60%) laki-laki 36 orang (40%) hal ini disebabkan karena pada status perkawinan responden dijumpai janda lebih banyak dari pada duda yaitu 31 orang (34,4%), duda hanya 18 orang (20%), jumlah responden berdasarkan suku sebagian besar suku Angkola yaitu55 orang (61,1%) dimana kebanyakan beragama Kristen Protestan sebanyak 46 orang (51,1%), dan hanya 17 orang (18,9%) suku Mandailing hampir seluruhnya beragama Islam 29 orang (32,2%).

Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden tidak sekolah atau tidak tamat SD yaitu 35 orang (38,9%) hal ini disebabkan oleh pada jaman dahulu sulitnya dijumpai fasilitas pendidikan seperti masih jarang di jumpai gedung SD, akses jalan yang belum lancar, ekonomi masih menengah ke bawah. Hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat pendidikan sampai ke jenjang universitas 6 orang (6,7%) itu pun diperoleh setelah responden bekerja sebagai PNS karena tuntutan tugas. Sedangkan dilihat dari jenis pekerjaan sebagian besar responden bekerja sebagai petani 63 orang (70%) hal ini disebabkan karena mata pencaharian pokok penduduk di wilayah kerja Puskesmas Batu Horpak adalah bertani dan juga karena ekonomi yang masih menengah ke bawah sehingga responden sehari-harinya kebanyakan bertani. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.5


(54)

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Karateristik Responden Jumlah

n %

1 Umur

60-69 tahun 75 83,4

>70 tahun 15 16,6

Total 90 100,0

2 Jenis kelamin

Laki-laki 36 40

Perempuan 54 60

Total 90 100,0

3 Suku

Angkola 55 61,1

Mandailing 17 18,9

Batak Toba 18 20,0

Total 90 100,0

4 Agama

Kristen Protestan 46 51,1

Islam 29 32,2

Katholik 15 16,7

Total 90 100,0

5 Pendidikan

Tidak sekolah 35 38,9

SD 24 26,7

SMP 15 16,7

SMA 10 11,1

Universitas 6 6,7

Total 90 100,0

6 Pekerjaan

Petani 63 70,0

Wiraswasta 13 14,4

Pensiunan PNS 14 15,6

Total 90 100,0

7 Status Perkawinan

Kawin 41 45,6

Duda 18 20,0

Janda 31 34,4


(55)

4.3 Perilaku Lansia dalam Mengonsumsi Makanan Sehat

Perilaku lanjut usia dalam mengonsumsi makanan sehat dapat dilihat dari pengetahuan, sikap, dan tindakan lanjut usia.

4.3.1 Pengetahuan Lansia dalam Mengonsumsi Makanan Sehat

Pengetahuan lanjut usia dalam mengonsumsi makanan sehat dikategorikan atas tiga yaitu baik, cukup dan kurang. Pengetahuan mengonsumsi makanan tidak sebatas masalah mengonsumsinya tetapi dihubungkan dengan pengetahuan dalam pemilihan, pengolahan, dan penyajian makanan sehat pada lanjut usia. Secara rinci dapat dilihat tingkat pengetahuannya pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi Makanan Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Pengetahuan Jumlah

n %

1 Baik 13 14,4

2 Cukup 11 12,2

3 Kurang 66 73,3

Total 90 100,0

Berdasarkan hasil penelitian dijumpai pengetahuan responden sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 66 orang (73,3%), berpengetahuan baik 13 orang (14,4%), dan hanya 11 orang yang berpengetahuan cukup 11 orang (12,2%).

4.3.2 Sikap Lansia dalam Mengonsumsi Makanan Sehat

Sikap lanjut usia dalam mengonsumsi makanan sehat dikategorikan atas tiga yaitu baik, cukup, dan kurang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.7


(56)

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden Dalam Mengonsumsi Makanan Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Sikap Jumlah

n %

1 Baik 20 22,2

2 Cukup 29 32,2

3 Kurang 41 45,6

Total 90 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat sikap responden dalam mengonsumsi makanan sehat sebagian besar pada kategori sikap kurang yaitu 41 orang (45,6%), pada kategori sikap cukup 29 orang (32,2%) dan hanya 20 orang (22,2%) yang memiliki sikap baik.

4.3.3 Tindakan Lansia dalam Mengonsumsi Makanan Sehat

Tindakan lanjut usia dalam mengonsumsi makanan sehat dikategorikan atas tiga yaitu baik, cukup dan kurang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan Responden dalam Mengonsumsi Makanan Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Tindakan Jumlah

n %

1 Baik 9 10,0

2 Cukup 34 37,8

3 Kurang 47 52,2

Total 90 100,0

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat tindakan responden dalam mengonsumsi makanan sehat sebagian besar pada kategori tindakan kurang 47 orang (52,2%), pada kategori tindakan cukup 34 orang (37,8%), hanya 9 orang (10,0%) yang kategori tindakan baik.


(57)

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi Makanan Sehat berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Pengetahuan Sikap Total

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

1 Baik 12 92,3 1 7,7 0 0 13 100,0

2 Cukup 4 36,4 3 27,3 4 36,4 11 100,0

3 Kurang 4 6,1 25 37,9 37 56,1 66 100,0

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui dari 13 orang responden yang memiliki pengetahuan baik dalam mengonsumsi makanan sehat ternyata yang memiliki sikap baik 12 orang (92,3%), sedangkan 1 orang (7,7%) yang memiliki sikap cukup dan tidak ada yang memiliki sikap kurang, dari 11 orang responden yang memiliki pengetahuan cukup ternyata memiliki sikap baik dan kurang masing-masing 4 orang (36,4%), hanya 3 orang (27,3%) yang memiliki sikap cukup, sedangkan dari 66 orang responden yang memiliki pengetahuan kurang ternyata yang memiliki sikap kurang 37 orang (56,1%), yang memiliki sikap cukup 25 orang (37,9%) hanya 4 orang (6,1%) yang memiliki sikap baik.


(58)

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dalam Mengonsumsi Makanan Sehat berdasarkan Tindakan di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Pengetahuan Tindakan Total

Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

1 Baik 4 30,8 4 30,8 5 38,5 13 100,0

2 Cukup 0 0 2 18,2 9 81,8 11 100,0

3 Kurang 5 7,6 28 42,4 33 50,0 66 100,0

Dari Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 13 orang responden yang memiliki pengetahuan baik, ternyata yang memiliki tindakan kurang 5 orang (38,5%), sedangkan yang memiliki tindakan baik dan cukup masing-masing 4 orang (30,8%), dari 11 orang responden yang memiliki pengetahuan cukup ternyata yang memiliki tindakan kurang 9 orang (81,8), hanya 2 orang (18,2%) yang memiliki tindakan cukup, tidak ditemukan yang memiliki tindakan baik, dari 66 orang responden yang memiliki pengetahuan kurang ternyata yang memiliki tindakan kurang 33 orang (50,0%), yang memiliki tindakan cukup 28 orang (42,4%), dan hanya 5 orang (7,6%) yang memiliki pengetahuan baik.


(59)

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Sikap Responden dalam Mengonsumsi Makanan Sehat Berdasarkan Tindakan di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Sikap Tindakan Total

Baik Cukup Kurang

n % N % n % n %

1 Baik 5 25,0 8 40,0 7 35,0 20 100,0

2 Cukup 3 10,3 11 37,9 15 51,7 29 100,0

3 Kurang 1 2,4 15 36,6 25 61,0 41 100,0

Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 20 orang responden yang mermiliki sikap baik dalam mengonsumsi makanan sehat ternyata yang memiliki tindakan baik ada 5 orang (25,0%) , memiliki tindakan cukup 8 orang (40,0%), 7 orang (35,0%) yang memiliki tindakan kurang, dari 29 orang responden yang memiliki sikap cukup ternyata yang memiliki tindakan kurang 15 orang (51,7%), yang memiliki tindakan cukup 11 orang (37,9%) dan hanya 3 orang (10,3%) yang memilki tindakan baik, dari 41 orang responden memiliki sikap kurang ternyata yang memiliki tindakan kurang yaitu 25 orang (61,0%), yang memiliki tindakan cukup 15 orang (36,6%) dan hanya 1 orang (2,4%) yang memiliki tindakan baik.

4.4 Konsumsi Frekuensi Makan Responden

Konsumsi makanan lanjut usia dapat terdiri atas empat kategori yaitu tiap hari, sering, jarang dan tidak pernah. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.12


(60)

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan Jenis Pangan Karbohidrat di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Jenis pangan

Frekuensi Makan Perminggu Jumlah Tiap hari Sering Jarang Tidak

(6-7x) (3-5x) (1-2x) Pernah

n % n % n % n % n %

1 Nasi 90 100 0 0 0 0 0 0 90 100,0

2 Talas 0 0 0 0 15 16,7 75 83,3 90 100,0

3 Jagung 0 0 0 0 8 8,9 82 91,1 90 100,0

4 Singkong 0 0 4 4,4 36 40 50 55,6 90 100,0

5 Roti 0 0 48 53,3 30 33,3 12 13,3 90 100,0

6 Mie 0 0 33 36,7 42 46,7 25 27,8 90 100,0

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa seluruh responden mengonsumsi nasi dengan frekuensi tiap hari (6-7 kali). Sedangkan makanan pokok berupa roti dan mie dikonsumsi masing-masing 48 orang (53,3%) dan 33 orang (36,7%) dengan frekuensi sering yaitu 3-5x/hari sedangkan makanan pokok lainnya seperti talas, singkong sangat jarang dengan frekuensi 1-2x/hari dan bahkan tidak pernah dikonsumsi sama sekali dalam seminggu.

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan Jenis Pangan Protein Hewani di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Jenis pangan

Frekuensi Makan Perminggu Jumlah Tiap hari Sering Jarang Tidak

(6-7x) (3-5x) (1-2x) Pernah

n % n % n % n % n %

1 Daging ayam

0 0 9 10,0 45 50 36 40 90 100,0

2 Telur 0 0 18 20 60 66,7 12 13,3 90 100,0

3 Ikan segar 0 0 0 0 30 33,3 60 66,7 90 100,0

4 Ikan asin 72 80,0 9 10,0 6 6,7 3 3,3 90 100,0


(61)

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diperoleh bahwa responden paling sering dengan frekuensi tiap hari mengonsumsi ikan asin yaitu 72 orang (80,0%), konsumsi daging dan telur dengan frekuensi jarang 1-2x/hari yaitu 45 orang (50,0%), sedangkan konsumsi ikan segar dan udang dengan frekuensi tidak pernah dalam seminggu yaitu 60 orang (66,7%) dan 65 orang (72,2%).

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan Jenis Pangan Protein Nabati di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Jenis pangan

Frekuensi Makan Perminggu Jumlah Tiap hari Sering Jarang Tidak

(6-7x) (3-5x) (1-2x) Pernah

n % n % n % n % n %

1 Kacang tanah

0 0 0 0 35 38,9 55 61,1 90 100,0

2 Kacang merah

0 0 0 0 42 42,7 48 53,3 90 100,0

3 Kacang hijau

0 0 0 0 48 53,3 42 46,7 90 100,0

4 Tempe 0 0 56 62,2 18 20,0 16 17,8 90 100,0

5 Tahu 0 0 60 66,7 21 23,3 9 10,0 90 100,0

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat bahwa responden yang mengonsumsi tahu dan tempe dengan frekuensi sering 3-5x/minggu yaitu 56 orang (62,2%) dan 60 orang (66,7%), ada 48 orang (53,3%) yang mengonsumsi kacang hijau dengan frekuensi jarang 1-2x/minggu, yang mengonsumsi kacang tanah dan kacang merah dengan frekuensi tidak pernah dalam seminggu yaitu 55 orang (61,1%) dan 48 orang (53,3%).


(62)

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden Berdasarkan Jenis Pangan Sayur-sayuran di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Jenis pangan Frekuensi Makan Perminggu Jumlah Tiap

hari

Sering Jarang Tidak (6-7x) (3-5x) (1-2x) Pernah

n % n % n % n % n %

1 Daun ubi 0 0 60 66,7 30 33,3 0 0 90 100,0

2 Kangkung 0 0 27 30,0 48 53,3 15 16,7 90 100,0

3 Nangka muda 0 0 0 0 18 20 72 80 90 100,0

4 Terong 0 0 36 40,0 45 50,0 9 10,0 90 100,0

5 Wortel 0 0 0 0 23 25,5 67 74,5 90 100,0

6 Bayam 0 0 0 0 24 26,7 66 73,3 90 100,0

7 Kol 0 0 0 0 21 23,3 69 76,7 90 100,0

8 Touge 0 0 0 0 15 16,7 75 83,3 90 100,0

Pada Tabel 4.15 dapat diketahui untuk jenis sayur-sayuran, responden yang mengonsumsi daun ubi dengan frekuensi sering 3-5x/minggu yaitu 60 orang (66,7%), yang mengonsumsi kangkung dan terong dengan frekuensi jarang 1-2x/minggu yaitu 48 orang (53,3%) dan 45 orang (50,0%), sedangkan jumlah responden yang tidak pernah mengonsumsi jenis sayuran lainnya dalam seminggu yaitu nangka muda 72 orang (80%), wortel 67 orang (74,5%), bayam 66 orang (73,3%), kol 69 orang (76,7%) dan touge 75 orang (83,3%) hal ini dapat disimpulkan bahwa kenyataannya responden masih banyak yang kurang didalam mengonsumsi jenis sayuran.


(63)

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan Jenis Minuman di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Jenis pangan

Frekuensi Makan Perminggu Jumlah Tiap

hari

Sering Jarang Tidak (6-7x) (3-5x) (1-2x) Pernah

n % n % n % n % n %

1 Susu 6 6,7 10 11,1 8 8,9 66 73,3 90 100,0

2 Teh manis 90 100 0 0 0 0 0 0 90 100,0

3 Kopi 40 44,4 14 15,6 0 0 36 40,0 90 100,0

Dari Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa seluruh responden mengonsumsi teh manis dengan frekuensi tiap hari 6-7x/minggu disamping air putih dan ada 40 orang responden (44,4%) yang mengonsumsi kopi dengan frekuensi setiap hari 6-7x/minggu sedangkan susu dikonsumsi dengan frekuensi tidak pernah dalam seminggu ada 66 orang (73,3%).

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makan Responden Berdasarkan Konsumsi Buah-buahan di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Horpak Kecamatan Tantom Angkola Tahun 2010.

No Jenis pangan

Frekuensi Makan Perminggu Jumlah Tiap

hari

Sering Jarang Tidak (6-7x) (3-5x) (1-2x) Pernah

n % n % n % n % n %

1 Pepaya 0 0 11 12,2 22 24,4 57 63,3 90 100,0

2 Salak 0 0 0 0 17 18,8 73 81,1 90 100,0

3 Pisang 0 0 0 0 23 25,5 67 74,5 90 100,0

4 Apel 0 0 0 0 6 6,7 84 93,3 90 100,0

Dari Tabel 4.17 dapat diketahui untuk jenis buah yang dikonsumsi ada 11 responden (12,2%) yang mengonsumsi buah pepaya dengan frekuensi sering 3-5x/minggu, sedangkan jumlah responden yang mengonsumsi jenis buah lainnya


(1)

53 2050 1870 91.2 Sedang 60 50 83.3 Sedang

54 1600 1910 119.4 Baik 50 69 138 Baik

55 1600 1510 94.4 Sedang 50 45 90 Sedang

56 2050 1775 86.6 Sedang 60 50 83.3 Sedang

57 1600 1555 97.2 Sedang 50 35 70 Kurang

58 1600 1695 105.9 Baik 50 68 136 Baik

59 1600 1885 117.8 Baik 50 53 106 Baik

60 1600 1445 90.3 Sedang 50 45 90 Sedang

61 1600 1495 93.4 Sedang 50 46 92 Sedang

62 1600 1380 86.3 Sedang 50 45 90 Sedang

63 2050 1995 97.3 Sedang 60 50 83.3 Sedang

64 1600 1455 90.9 Sedang 50 45 90 Sedang

65 2050 1675 81.7 Sedang 60 43 71.7 Kurang

66 1600 1560 97.5 Sedang 50 35 70 Kurang

67 2050 1985 96.8 Sedang 60 58 96.7 Sedang

68 1600 1260 78.8 Kurang 50 35 70 Kurang

69 2050 1560 76.1 Kurang 60 47 78.3 Kurang

70 1600 1270 79.4 Kurang 50 35 70 Kurang

71 2050 1685 82.2 Sedang 60 50 83.3 Sedang

72 1600 1785 111.6 Baik 50 56 112 Baik

73 2050 1990 97.1 Sedang 60 55 91.7 Sedang

74 1600 1650 103.1 Baik 50 45 90 Sedang

75 1600 1195 74.7 Kurang 50 37 74 Kurang

76 2050 1885 92 Sedang 60 53 88.3 Sedang

77 2050 1560 76.1 Kurang 60 45 75 Kurang

78 1600 1565 97.8 Sedang 50 49 98 Sedang

79 1600 1395 87.2 Sedang 50 45 90 Sedang

80 1600 1450 90.6 Sedang 50 44 88 Sedang

81 1600 1105 69.1 Defisit 50 31 62 Defisit

82 1600 1095 68.4 Defisit 50 34 68 Defisit


(2)

84 1600 1050 65.6 Defisit 50 33 66 Defisit

85 1600 1310 81.9 Sedang 50 36 72 Kurang

86 2050 1900 92.7 Sedang 60 45 75 Kurang

87 2050 1425 69.5 Defisit 60 40 66.7 Defisit

88 1600 1060 66.3 Defisit 50 30 60 Defisit

89 1600 1275 79.7 Kurang 50 35 70 Kurang


(3)

Lampiran: 7

TABEL ANGKA KECUKUPAN GIZI 2005 BAGI ORANG INDONESIA

ENERGI PROTEIN

No

Kelompok Umur

Energi (kkal)

Protein (gr)

Anak

1

0-6 bl

550

10

2

7-12 bl

650

16

3

1-3 th

1000

25

4

4-6 th

1550

39

5

7-9 th

1800

45

Pria

1

10-12 th

2050

50

2

13-15 th

2400

60

3

16-18 th

2600

65

4

19-29 th

2550

60

5

30-49 th

2350

60

6

50-59 th

2250

60

7

60 + th

2050

60

Wanita

1

10-12 th

2050

50

2

13-15 th

2350

57

3

16-18 th

2200

50

4

19-29 th

1900

50

5

30-49 th

1800

50

6

50-59 th

1750

50

7

60 + th

1600

50


(4)

Lampiran 8 : Dokumentasi Penelitian

Ket: Gambar Puskesmas Batu Horpak nampak dari samping


(5)

Ket : Lansia yang lagi berkunjung di Puskesmas Batu Horpak


(6)

Ket : Jenis bahan makanan yang dikonsumsi lansia