Kerangka Teori dan Konsepsi 1.

Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.

Kerangka Teori Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data. 18 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 19 a. The Rule of Law Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya, penelitian ini berusaha memahami aspek-aspek hukum dari kepemilikan silang saham dalam perseroan terbatas secara yuridis. Maka teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah : Hukum lahir dari kekuasaan pemerintah. Karena itu politik merupakan conditio sine qua non dari lahirnya hukum. Hukum berasal dari negara. Pemerintah mengatur kehidupan masyarakat melalui politiknya. Karena itu pemerintah melalui politiknya menjadi sumber hukum. Dalam menyelenggarakan politik hukum, pemerintah negara tidak bertolak dari norma-norma keadilan yang abstrak melainkan dari kepentingan-kepentingan yang ada hubungannya dengan situasi konkret masyarakat yang bersangkutan. 18 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:UI-Press, 1986, h.122. 19 Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, h.35. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. Max Weber mengatakan bahwa pertumbuhan sistem hukum modern tidak dapat dilepaskan dari kemunculan industrilisasi dan kapitalis. 20 Huku m modern adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk kepentingan-kepentingan tertentu purposeful. Konstruksi tersebut meliputi juga pengadaan doktrin, asas dan sebagainya. Konstruksi hukum yang dipakai dalam konsep Rule of Law dalam tesis ini adalah konstruksi hukum menurut aliran mixed economy yang menekankan pada studi norma preskriptif mengenai hubungan antara hukum dan ekonomi dengan tujuan akhir Welfare Economy yang menekankan usaha lebih luas untuk mencapaimeningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara maksimum. Sistem hukum modern yang kita lihat sekarang ini adalah tuntutan industrialisasi yang kapitalis. Artinya, hukum itu mengabdi dan melayani masyarakat industri-kapitalis dan sistem hukum harus dapat memberikan alasan rasional dan prediktabilitas dalam kehidupan ekonomi. 21 Karenanya diperlukan regulasi dua sasaran. Pertama : perumusan kaidah hukum demi tercapainya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan menjamin kinerja individu dalam perekonomian secara seimbang. Kedua : desentralisasi otoritas administrative agencies dan instansi pengatur regulatory agencies. 22 20 Bandingkan David Trubek dalam O.C Kaligis, Ontologi Tulisan Ilmu Hukum, Jilid 2, Bandung: Alumni, 2007, h.22. 21 Nindiyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006, h.6. 22 Ibid., h.7. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. Institusi tersebut diberi wewenang terbatas dan peraturan perundang- undangan untuk melakukan intervensi seperlunya terhadap praktik bisnis terutama yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Wewenang tersebut antara lain dengan diberikan hak kepada pemerintah untuk melakukan investigasi, memberikan petunjuk pelaksanaan, membuat pengaturan pelaksana yang sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis dan bila perlu mengambil tindakan resesif dengan menjatuhkan sanksi dalam batas-batas tertentu. 23 Dengan demikian UUPT adalah hukum yang lahir dari politik pemerintah, sebagaimana setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik 24 , yang jika dikaitkan dengan masa modern sekarang ini maka hukum yang diciptakan merupakan tuntutan dari industrialisasi dan kapitaslis yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berujung pada kesejahteraan sosial masyarakat. Karenanya segala peraturan dan produk hukum yang dinilai tidak dapat mewujudkan stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi diubah dan dihapuskan. 25 Sehubungan dengan hukum yang diciptakan tersebut terdapat pula otoritas pihak tertentu yang diberi wewenang sebagai pengawasnya oleh peraturan perundang-undangan. Karenanya terhadap UUPT yang diciptakan oleh pemerintah tersebut dalam hal pelaksanaannya UUPT harus memperhatikan rambu-rambu hukum lain dan mematuhinya. Peraturan yang menjadi rambu-rambu tersebut adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dalam hal ini instansi yang merupakan perpanjangan otoritas pemerintah adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha 23 Ibid. 24 Moh. Mahfud MD., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006, h.65. 25 Todung Mulya Lubis, ”Perkembangan Hukum Dalam Perspektif Hak Azasi manusia”, makalah untuk Raker Peradilan November 1983 sebagaimana dikutip dalam Moh. Mahfud MD., Op.Cit., h.66. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. KPPU. Dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal apabila perseroan terbatas menjadi perseroan terbuka dan dalam melaksanakan kegiatannya dibidang pasar modal tersebut selanjutnya diawasi oleh Bapepam-LK. b. Dokrin Piercing The Corporate Veil 26 Perusahaan adalah kesatuan hukum legal entity yang berbeda dan terpisah dari pemegang saham perseroan. Sebagai suatu kesatuan hukum legal entity yang terpisah dari pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham tetapi bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dan pribadi pemegang sahamnya. Dengan demikian, para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal sebagai berikut: 1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikat buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang 26 Munir Fuady, II, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002, h.61. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 27 Prinsip penerapan terbatas tanggung jawab dari pemegang saham dikenal dengan prinsip piercing the corporate veil. Prinsip ini dalam bahasa Indonesia diartikan “menyikap tabir atau cadar perseroan” 28 Menyingkap tabir perseroan. Proses hukum yang dilaksanakan pengadilan biasanya dengan mengabaikan kekebalan umum pejabat perusahaan atau pihak tertentu perusahaan dari tanggung jawab aktivitas perusahaan, misalnya ketika dalam perusahaan dengan sengaja melakukan kejahatan. Doktrin yang ada berpendapat bahwa struktur perusahaan dengan adanya tanggung jawab terbatas pemegang saham dapat mengabaikan tanggung jawab pemegang saham, pejabat perusahaan dan direktur perusahaan. Pengadilan dalam masalah tersebut akan memandang perusahaan hanya dari sisi kegagalan pembelaan atas tindak kejahatan atau kesalahan atau pemberian sanksi hukuman. . Tabir atau cadar yang disingkap yang dimaksud adalah diterobosnya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham seperti yang telah ditetapkan dalam Pasal 3 ayat 1 UUPT. Dalam Black’s Law Dictionary, doktrin piercing the corporate veil dijelaskan sebagai berikut : Piercing corporate veil. Judicial process whereby court will disregard usual immunity of corporate officers from liability for corporate liabilities; e.g. when incorporation was for sole purpose of perpetrating fraud. The doctrine which holds that the corporate structure with its attended limited liability of stockholders, officers and directors in the case of fraud. The court, however, may look beyond the corporate from only for the defeat of fraud or wrong or the remedying of injustice. 29 27 Pasal 3 ayat 2 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 28 Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum USU, 2006 h.68. 29 Henry Campbell Black, “Black’s Law Dictionary”, Sixth Edition, St Paul, Minn West Publising Co., 1990, h.1033., lihat juga Ningrum N. Sirait, Ibid., lihat juga Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004, h. 8., lihat juga Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas Bank dan Perseroan Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab, Berdasarkan Doktrin Hukum dan UUPT, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005, h.31. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. Secara harfiah istilah piercing the corporate veil diartikan “mengoyak menyingkapi tiraikerudung perusahaan”. 30 Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan, istilah piercing the corporate veil merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku badan hukum, tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perusahaan pelaku tersebut. 31 Dengan keberadaan dokrin ini penegak hukum akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan, dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizers” dan “managers” dari perseroan dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang kerap dinikmati oleh mereka. Dalam melakukan hal tersebut biasanya dikatakan bahwa pengadilan telah mengoyakmenyingkapi tiraikerudung perusahaan to pierce the corporate veil. “Biasanya teori piercing the corporate veil ini muncul dan diterapkan ketika ada kerugian atau tuntutan hukum dari pihak ketiga terhadap perseroan tersebut”. 32 Doktrin piercing the corporate veil ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak adil terutama bagi pihak luar perseroan dari tindakan sewenang-wenang atau tidak layak yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang terbit dari suatu transaksi dengan pihak ketiga maupun yang timbul dari perbuatan menyesatkan atau perbuatan melawan hukum. 30 Munir Fuady, II, Op.Cit., h.8. 31 Ibid. 32 Ibid. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. Beberapa contoh fakta yang secara universal teori piercing the corporate veil ini dapat diterapkan antara lain sebagai berikut: 1. Permodalan yang tidak layak terlalu kecil; 2. Penggunaan dana perusahaan secara pribadi; 3. Ketidakadaan formalitas eksistensi perseroan; 4. Terdapatnya elemen-elemen penipuan dengan cara menyalahgunakan badan hukum perseroan; 5. Terjadi transfer modalaset kepada pemegang saham; 6. Keputusan diambil tanpa memenuhi formalitas tertentu. Misalnya, tidak dilakukannya RUPS untuk kegiatan yang memerlukan RUPS; 7. Sangat dominannya pemegang saham dalam kegiatan perseroan; 8. Tidak diikutinya ketentuan perundang-undangan mengenai kelayakan permodalan dan asuransi; 9. Tidak dipenuhinya formalitas tentang pembukuan dan record keeping. Misalnya terjadi pencampuradukan antara dana milik perseroan dengan dana milik pribadi pemegang saham; 10. Pemilahan badan hukum. Misalnya, untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar karena kemungkinan gugatan dari pihak korban kebakaran, pengusaha taxi membuat perusahaan sendiri-sendiri yang terpisah-pisah untuk setiap taxi yang dimilikinya; 11. Misrepresentasi. Misalnya, dibuat kesan kepada kreditor bahwa seolah-olah perusahaan memiliki permodalan yang besar dengan aset yang banyak, mengingat pemegang sahamnya memang memiliki aset yang besar; 12. Perusahaan holding dalam kelompok usaha lebih besar, kecenderungannya untuk dimintakan tanggung jawab hukum atas kegiatan anak perusahaannya ketimbang pemegang saham individu dari perusahaan tunggal; 13. Perseroan tersebut hanya sebagai alter ego kadang-kadang disebut sebagai instrumentally, dummy atau agent dari pemegang saham yang bersangkutan. 14. Piercing the corporate veil diterapkan untuk alasan ketertiban umum openbare orde. Misalnya menggunakan perusahaan untuk melaksanakan hal-hal yang tidak pantas improper conduct; 15. Piercing the corporate veil diterapkan dalam kasus-kasus kuasi kriminal quasi criminal. Misalnya jika perusahaan dipergunakan sebagai sarana untuk menjual minuman keras atau untuk perjudianlotre. 33 Kriteria dasar dan universal agar suatu piercing the corporate veil secara hukum dapat dijatuhkan adalah sebagai berikut: 33 Ibid., h.9-10. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. 1. Terjadinya penipuan; 2. Didapatkan suatu ketidakadilan; 3. Terjadinya suatu penindasan oppression; 4. Tidak memenuhi unsur hukum illegality; 5. Dominasi pemegang saham yang berlebihan; 6. Perusahaan merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritasnya. 34 Di negara-negara Common Law, terutama di Inggris dan Amerika Serikat, banyak pengadilan yang menerapkan teori Piercing the Corporate Veil untuk perusahaan dalam kelompok usaha dengan memberlakukan prinsip hubungan “agency” di antara perusahaan-perusahaan dalam 1 satu kelompok usaha. Demikian juga sering kali tetapi tidak selamanya suatu perusahaan dianggap sebagai “agen” perusahaan holding-nya. 35 a. Apakah keuntungan diberlakukan sebagai keuntungan dari perusahaan holding; Kasus Smith, Stone Knight v. Birmingham yang diputuskan dalam tahun 1939 di Inggris, memberikan beberapa kriteria yuridis agar secara hukum dapat dianggap bahwa anak perusahaan merupakan agen dari perusahaan holding, sehingga teori piercing the corporate veil dapat diterapkan kepada perusahaan holding. Kriteria- kriteria tersebut adalah : b. Apakah proses pelaksanaan dikendalikan oleh perusahaan holding; c. Apakah perusahaan holding merupakan ”kepala dan otak” head and brain dari bisnis anak perusahaan; d. Apakah perusahaan holding mengatur ”the adventure”; e. Apakah keuntungan dibuat dengan keahlian dan pengarahan dari perusahaan holding; f. Apakah perusahaan holding selalu mengontrol dan mempengaruhi anak perusahaan. 36 34 Ibid. 35 Munir Fuady, I, Op.Cit., h.16. 36 Ibid. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. c. Perusahaan Kelompok Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang menyebutnya holding company parent company controlling company atau dikenal pula dengan istilah concerngroup company. Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham saham satu atau lebih perusahaan lain danatau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. 37 Yang lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan hukum perseroan secara organisasi terikat sedemikian rupa sehingga mereka berada dibawah satu pimpinan. 38 Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma, persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari ditemukan bahwa perusahaan kelompok Didalam kedua pengertian tersebut diatas pada prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan parent companycontrolling company yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak perusahaan daughter company dan juga mengawasi kegiatan antar anak perusahaan sister company. 37 Munir Fuady, II, Op.Cit., h.83-84. 38 Ningrum N. Sirait, Op.Cit., h.30. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. selalu dibentuk dalam suatu perseroan terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan kelompok di Indonesia tunduk kepada UUPT. Istilah perusahaan kelompok biasanya terdengar dalam kegiatan restrukturisasi perusahaan, baik itu melalui penggabungan merger, peleburan konsolidasi, pengambilalihan akuisisi dan pemisahan spin off. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan perusahaan kelompok terbentuk karena adanya perjanjian seperti joint venture. 39 Didalam perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan terjadi karena berbagai sebab antara lain karena penguasaan saham, karena perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakta unipersonalpersonnya dimana anggota direksi perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk. 40 1. Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab direksi, komisaris dan pemegang saham; Beberapa ketentuan UUPT yang seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan anak perusahaan : 2. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, akuisisi dan [spin off]; 3. Ketentuan mengenai kepemilikan saham; 4. Ketentuan mengenai treasury stock; 41 5. Ketentuan pengenai penjaminan saham dan jual beli saham. 42 39 Perusahaan Joint Venture terbentuk ketika dua pihak atau lebih, baik secara pribadi maupun perusahaan bermaksud menjadi patner satu sama lainnya untuk suatu kegiatan dan mengatur secara bersama suatu perusahaan baru yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama pula. Lihat Erman Rajagukguk, Hukum Tentang Investasi Swasta dan Pembangunan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992, h.357. 40 Ningrum N. Sirait, Op.Cit., h.32. 41 Treasury stock adalah saham-saham yang dibeli kembali oleh perusahaan. Mengenai pengaturan dan tata cara pelaksanaannya di Indonesia tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. 42 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Op.Cit., h.154. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. d. Prinsip Good Corporate Governance Konsep Good Corporate Governance GCG mulai banyak di perbincangkan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, saat krisis ekonomi melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dampak dari krisis tersebut, banyak perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Akibat dari kondisi yang demikian, pemerintah melalui Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep GCG di lingkungan BUMN, sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN yang memiliki nilai aset yang demikian besar untuk mendukung pencapaian penerimaanpendapatan negara, sekaligus menghapuskan berbagai bentuk praktek inefisiensi, korupsi, kolusi, nepotisme dan penyimpangan lainnya untuk memperkuat daya saing BUMN menghadapi pasar global. 43 Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-117M-Mbu2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN dijelaskan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders 43 http:www.pusri.co.idgcglatar.php., diakses terakhir tanggal 07 April 2009. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. 44 Penerapan GCG itu sendiri dalam perseroan terbatas telah diperkuat dengan kepastian hukum, dengan lahirnya Keputusan Menteri NegaraKepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No.Kep- 23PMPBUMN2000 tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance GCG dalam Perusahaan Perseroan. Jadi GCG dapat diartikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha, dan akuntabilitas perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholders serta berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral dan nilai etika. 45 Corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait, persaingan produk. Pengertian GCG menurut beberapa ahli antara lain : Menurut Ernst and Young : 46 Corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha menaikan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor, dan masyarakat Menurut Hessel Nogi S. Tangkilisan : 44 Ibid. 45 Ibid. 46 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, Yogyakarta: Balairung, 2003, h. 12. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. sekitar. Good Corporate Governance berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. 47 1. Akuntabilitas accountability, yaitu kejelasan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing organ-organ perusahaan yang diangkat setelah melalui fit and proper test, sehingga pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien; Berdasarkan pengertian diatas, corporate governance berarti seperangkat aturan yang dijadikan acuan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan secara baik, benar, dan penuh integritas, serta membina hubungan dengan para stakeholders, guna mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam GCG merupakan esensi yang mendasar. Melalui pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip dasar tersebut diharapkan GCG dapat tercapai, baik oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan maupun oleh para pelaku usaha sebagai pihak yang melaksanakan kebijakan tersebut. Secara umum, prinsip-prinsip dasar dalam GCG adalah : 2. Kemandirian independency, yaitu suatu keadaan, perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun, terutama pemegang saham mayoritas, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 3. Transparansi transparancy, yaitu keterbukaan terhadap proses pengambilan keputusan, dan penyampaian informasi mengenai segala aspek perusahaan terutama yang berkaitan dengan kepentingan stakeholders dan publik secara benar dan tepat waktu; 4. Pertanggungjawaban responsibility, yaitu perwujudan kewajiban organ perusahaan untuk melaporkan kesesuaian pengelolaan perusahaan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keberhasilan maupun 47 Ibid., h.12-13. Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. kegagalannya dalam pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan; dan 5. Kewajaran fairness, yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak- hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 48 Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit antara lain dengan melakukan pemisahan tanggung jawab dan kewenangan yang disertai dengan mekanisme kerjasama antara organ-organ perusahaan, melakukan pengawasan ketika organ-organ tersebut melaksanakan tugasnya untuk menghindari adanya benturan kepentingan atau tekanan, melakukan sistem pengendalian internal dan eksternal yang kuat dan pengungkapan informasi material mengenai perusahaan melalui media yang dapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan, serta menetapkan visi, misi, tujuan dan strategi secara jelas sehingga kinerja perusahaan maupun kontribusi masing-masing individu dapat dinilai secara objektif. Penerapan prinsip-prinsip GCG diharapkan dapat mencapai 4 empat situasi ideal, yakni : 49 a. Existence of fair business : efficient market, efficient regulation and efficeient contract; b. Information regrading the fair price and specification of goods and services being exchange is available to all parties; c. Each party is able is wiling to comply to the rules and regulations, and term and condition in contract; d. Judicial processes exist and are able to emplement the rules and to execute punishment to the non compliant of the contract. 48 Johannes Ibrahim, Op.Cit., h. 72. 49 Pendapat Ainum Na’im seperti dikutip dalam makalah Hasnati, “Analisis Hukum Komite Audit dalam Organ Perseroan Terbatas Menuju Good Corporate Governance”, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Nomor 6, 2003, h.20 Juliana Citra : Kajian Hukum Tentang Kepemilikan Silang Saham Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, 2009. Diterjemahkan secara bebas sebagai berikut : a. Keberadaan bisnis yang dikelola secara fair, mencakup efisiensi pasar, efisiensi regulasi dan efisiensi kontrak; b. Adanya informasi tentang harga dan spesifikasi dari barang dan jasa yang menjadi objek pertukaran para pihak; c. Kemauan dan kemampuan para pihak untuk mengikuti aturan dan regulasi, syarat-syarat dan kondisi dalam kontrak; dan d. Adanya proses peradilan, kepastian hukum dan pelaksanaan hukum bagi pihak yang tidak melaksanakan kontrak.

2. Konsepsi