Latar Belakang Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH 4. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MH

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, maka aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum. Dalam negara hukum yang demokratis peran hukum sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan pemerintah dan memberikan legitimasi terhadap kebijakan publik sangat strategis. Oleh karena itu pembangunan hukum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 1 di Bidang Hukum khususnya, antara lain ditujukan untuk menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hierarki peraturan perundang-undangan serta menghormati hak asasi manusia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini diarahkan pada permasalahan terjadinya tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang- undangan dan implementasi undang-undang yang terhambat peraturan pelaksanaannya. 2 Maka politik hukum nasional diarahkan pada terciptanya hukum 1 Lihat Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. 2 Lampiran Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 nasional yang adil, konsekuen dan tidak diskriminatif serta menjamin terciptanya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. 3 Hal ini ditindaklanjuti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksudkan sebagai landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah sekaligus mengatur secara lengkap dan terpadu sistem, asas, jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan maupun partisipasi masyarakat. Sistem negara kesatuan menggambarkan bahwa hubungan antar level pemerintahan pusat dan daerah berlangsung secara inklusif inclusif authority model dimana otoritas pemerintah daerah tetap dibatasi oleh pemerintah pusat melalui suatu sistem kontrol yang berkaitan dengan pemeliharaan kesatuan. 4 Namun demikian, dalam suatu negara kesatuan, pelimpahan atau penyerahan kewenangan bukanlah suatu pemberian yang lepas dari campur tangan dan kontrol dari pemerintah pusat. Kedudukan daerah dalam hal ini adalah bersifat subordinat terhadap pemerintah pusat. 5 Format negara kesatuan inilah yang mempengaruhi karakter 3 Ibid, bagian “sasaran”. 4 Bambang Yudoyono,Otonomi Daerah, Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,2001, hal.5 5 Solli Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara,Bandung: Alumni, 1978, hal.150-151. Hubungan subordinasi ini dapat dijalankan menurut beberapa asas, yaitu asas desentralisasi, asas konsentrasi dan asas dekonsentrasi. Hubungan ini jelas berbeda dengan konsep yang ada dalam negara serikat federasi. Hubungan antara negara federal dengan pemerintah negara bagian bukan merupakan hubungan subordinasi karena kewenangan yang ada dalam menjalankan urusan-urusan yang ada, baik Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 hubungan pusat dengan daerah di Republik Indonesia selama ini. Hubungan yang terjalin selalu dibangun dengan pengandaian bahwa daerah adalah kaki tangan pemerintah pusat. 6 Penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari cenderung berlangsung secara dekonsentrasi dalam format desentralisasi dimana seberapa besar kewenangan suatu daerah tergantung kepada sistem dan political will dari pemerintah pusat dalam memberikan keleluasaan kepada daerah. 7 Dalam hubungan inilah pemerintah melaksanakan pembagian kekuasaan kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah desentralisasi. 8 Dinamika hubungan pusat dengan daerah yang mengacu pada konsep pemerintahan negara kesatuan dapat dibedakan apakah sistem sentralisasi yang diterapkan atau sistem desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahannya. Kedua sistem ini mempengaruhi secara langsung pelaksanaan pemerintahan daerah dalam suatu negara. Bentuk dan susunan suatu negara terkait dengan pembagian kekuasaan. 9 Hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam negara kesatuan disamakan dengan gedecentraliseerd. Sementara, dalam kajian hukum tata negara, pemerintahan yang berdasarkan asas desentralisasi disebut urusan pemerintahan pusat federal maupun urusan pemerintahan lokal negara bagian telah ditentukan dalam konstitusi dengan jelas dan terperinci. 6 Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antara Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali, 1981, hal. 52. Menurut Strong, negara kesatuan adalah negara yang berada di bawah satu pemerintahan pusat, yang mempunyai wewenang sepenuhnya di dalam wilayah negara tersebut, daerah otonom tidak mempunyai kekuasaan asli, tetapi diperoleh dari pemerintahan pusat. 7 Bambang Yudoyono, Op. cit. 8 Ibid hal. 20. 9 Moh. Kusnardi Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti, 1980, hal. 160. Ditinjau dari segi pembagian kekuasaan, maka kekuasaan dibagi menurut garis horizontal dan vertikal. Secara horizontal, didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya, yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara, sedang secara vertikal melahirkan dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi dan dekonsentrasi. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 staatskunding decentralisatie desentralisasi politik, di mana rakyat turut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui wakil-wakilnya dalam batas wilayah masing- masing. 10 Secara garis besar ada dua definisi tentang desentralisasi, yaitu definisi dari perspektif administratif dan perspektif politik. 11 Berdasarkan perspektif administratif, mendefinisikan desentralisasi sebagai delegasi wewenang administratif sedang perspektif desentralisasi politik merupakan devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. 12 Hal senada juga disampaikan oleh Maddick, Brian Smith dan Philip Mawhood yang memaknai desentralisasi sebagai desentralisasi politik devolusi dan desentralisasi administratif dekonsentrasi. 13 Desentralisasi dimaknai dalam pembentukan pemerintahan daerah otonom dan penyerahan kewenangan. Pembentukan daerah otonom merupakan ”perintah” amanat konstitusi, sedangkan penyerahan kewenangan merupakan ”delegasi” dari Undang-undang organik pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah sebagai aspek pengakuan kewenangan pemerintahan daerah. 14 Penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut 10 Agussalim Andi Gadjong,Pemerintahan Daerah, Bogor: Ghalia, 2007, hal. 5. 11 Lili Romli,Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007, hal.4-5. 12 Ibid. Hal. 6. 13 Syamsuddin Haris,Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokrasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah,Jakarta : LIPI Press, 2005, hal. 41. 14 Benyamin Hoessein, “Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II : Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu Administrasi Negara”, Disertasi,Jakarta: PPS-Fisipol-UI, 1993, hal 122. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 15 Dapat disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia melaksanakan politik desentralisasi dan memberikan hak-hak otonomi kepada daerah, di samping tetap menjalankan politik dekonsentrasi. 16 Undang-undang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 mendefinisikan Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 17 Sedang dalam Pasal 1 angka 8 Undang-undang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah danatau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 18 Indonesia sebagai negara yang luas, maka diperlukan sub national 15 Konsideran menimbang Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 16 E. Koswara, Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat,Jakarta :Yayasan PARIBA, 2001, hal.13. 17 UU No. 51974 menegaskan dalam Pasal 1 huruf b bahwa desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tngganya. UU No. 221999 menegaskan dalam Pasal 1 huruf € bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 18 Agussalim Andi Gadjong, Op. cit, hal. 89. Dekonsentrasi diartikan sebagai penyebaran atau pemencaran kewenangan pusat kepada petugasnya yang tersebar di wilayah-wilayah untuk melaksanakan kebijakan pusat. Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakan sendiri pula. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 goverment sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal daerah melalui berbagai bentuk pendekatan. Pendekatan sentralisasi akan cenderung membentuk unit-unit pemerintahan yang sifatnya perwakilan instansi vertikal dalam menyediakan pelayanan publik di daerah. Pendekatan desentralisasi memprioritaskan pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan publik. 19 Tujuan utama desentralisasi adalah mengatasi perencanaan yang sentralistik dengan mendelegasikan sejumlah kewenangan pusat dalam pembuatan kebijaksanaan di daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial. 20 Otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya disebut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 21 lebih berorientasi kepada masyarakat daerah lebih bersifat kerakyatan daripada pemerintah daerah, artinya kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan 19 Oentarto SM, I Made Suwandi, Dodi Riyadmadji, Format Otonomi Daerah Masa Depan, Jakarta: Samitra Media Utama, 2004, hal. 8-9. 20 Syaukani, Afan Gaffar, M. Ryaas Rasyid,Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,Yogyakarta :Pustaka Pelajar,2004, hal.34-35. 21 Perubahan pertama Undang-undang ini mengatur tentang penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah sementara Perubahan kedua mengatur tentang pengisian kekosongan jabatan Kepala Daerah atau Wakil kepala Daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 enam bulan. Dengan demikian pasal-pasal yang berkaitan dengan pembentukan Peraturan Daerah tetap mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 mengurus kepentingan masyarakat setempat adalah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Kewenangan pemerintah daerah hanya sebagai alat dan fasilitator untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat, memberikan fasilitas kepada rakyat melalui peran serta dan pemberdayaan masyarakat. 22 Otonomi daerah memberikan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangga daerah, kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. 23 Otonomi bukanlah sekedar penyerahan kekuasaan kepada daerah, melainkan daerah memiliki kewenangan, keleluasaan mengambil keputusan, untuk mengatur dirinya sendiri sangat penting untuk kemajuan daerah. Untuk itu, pemerintah daerah harus membentuk Peraturan daerah, guna memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat daerahnya. 24 Otonomi daerah seharusnya dipandang sebagai suatu tuntutan yang berupaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan sehingga serasi dan fokus pada tuntutan 22 Ibid, hal.76 23 Pasal 1 angka 5 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 24 Sebagai contoh berdasarkan asas dekonsentrasi, pemerintah provinsi dimungkinkan ikut memikirkan soal kekurangan yang ada di daerah termasuk soal kekurangan aparat keamanan. Ryaas Rasyid, ”Pemerintah Serius laksanakan Desentralisasi”, Jurnal Berita Otonomi Daerah, Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah, No.85,Jakarta: 2000, hal.7. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 kebutuhan masyarakat, dengan demikian otonomi daerah bukanlah tujuan tetapi suatu instrumen untuk mencapai tujuan. 25 Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 26 Penjelasan Umum Undang-undang Pemerintahan Daerah menegaskan supaya otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Di samping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban 25 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global,Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal. 6-7. 26 Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. 27 Undang-undang Pemerintahan Daerah menegaskan penerapan otonomi daerah dilaksanakan didasarkan pada prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi daerah menurut Laica tidak cukup dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab, tetapi harus diwujudkan dalam format otonomi daerah yang seluas-luasnya. 28 Penjelasan umum Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi luas adalah daerah mempunyai tugas, wewenang, hak dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh pemerintah pusat dengan leluasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat daerah. Sementara Soehino berpandangan bahwa cakupan otonomi seluas-luasnya bermakna penyerahan urusan sebanyak mungkin kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangga sendiri. 29 Otonomi nyata berarti menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. 30 Otonomi yang bertanggung jawab berarti penyelenggaraan otonomi harus benar-benar sejalan 27 Penjelasan Umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 28 Sebagaimana dikutip oleh Agussalim Andi Gadjong,Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum,Bogor: Ghalia, 2007, hal.109. 29 Soehino,Perkembangan Pemerintahan di Daerah,Yogyakarta: Liberty, 1980, hal.50. 30 Ibid Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 dengan tujuan diberikannya otonomi, yaitu pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat. 31 Kewenangan membuat Peraturan daerah merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi secara luas yang dimiliki oleh suatu daerah, 32 juga merupakan suatu kewenangan atribusi attributie van wetgevings-bevoegdheid, 33 yaitu kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh grondwet atau wet kepada suatu lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mewujudkan kemandirian suatu daerah dan memberdayakan masyarakat. 34 Peraturan perundang-undangan di daerah dibuat berdasarkan Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda sebagai salah satu sumber hukum dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, 35 menurut Pasal 136 ayat 3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. 31 Rozali Abdullah,Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Desa Secara Langsung,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hal.4-6 32 Ibid, hal 131 33 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hal 102. 34 Ibid, hal.133 35 Dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundangundangan, perda telah secara resmi menjdi sumber hukum dan masuk kedalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa materi muatan Perda merupakan seluruh materi muatan dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 36 Secara tegas, ketentuan ni dijelaskan dalam Pasal 136 ayat 4 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bertentangan dengan kepentingan umum ialah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum dan terganggunya ketentramanketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif. Sementara Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menurut Pasal 145 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Selain itu Mahkamah Agung berwenang menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. 37 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan “pembentukan peraturan perundang- undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan”. Hal tersebut tentunya 36 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat 4 UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan, Perda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 37 Pasal 31 UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1986 tentang Mahkamah Agung Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 berlaku pada seluruh peraturan negara yang merupakan hasil dari pembentukan peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. 38 Mengingat peranan Perda yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas yang dituangkan dalam Program Legislasi Daerah selanjutnya disebut Prolegda. 39 Oleh karena itu, instrumen Prolegda sebagai bagian dari tahap perencanaan pembentukan Perda sangat diperlukan. Terdapat beberapa alasan pentingnya Prolegda dalam pembentukan Perda, yaitu : 40 1. untuk memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan Perda; 2. untuk menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Perda untuk jangka waktu panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama DPRD dan Pemerintah Daerah dalam pembentukan Perda; 3. untuk menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah; 4. untuk mempercepat proses pembentukan Perda dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Perda menurut skala prioritas yang ditetapkan; 5. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Perda. Mekanisme pembentukan Perda selain prolegda pada tahap perencanaan, masih melalui beberapa tahapan lanjutan seperti penyusunan Naskah Akademik, 38 Maria Farida Indrati Soeprapto,Op. cit. 39 Lihat Pasal 15 ayat 2 UU No. 10 Tahun 2004, perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. 40 A.A Oka Mahendra, “Mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah”, Makalah, yang disampaikan pada Temu Konsultasi Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah, diselenggarakan oleh BPHN, Departemen Hukum dan HAM, Bali, 13-15 September 2005. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 penyusunan Rancangan Peraturan Daerah selanjutnya disebut Ranperda, upaya pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan, konsultasi publik, pembahasan Ranperda dan penetapan serta pengundangannya. Oleh karena itu unsur-unsur penyelenggara pemerintahan daerah dituntut kemampuannya untuk dapat menetapkan kebijakan-kebijakan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsinya masing-masing dan selanjutnya menterjemahkannya ke dalam peraturan-peraturan daerah yang memenuhi unsur filosofis, yuridis dan sosiologis. 41 Untuk mendukung pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk Perda diperlukan tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang bertugas menyiapkan, mengolah dan merumuskan rancangan peraturan perundang- undangan. 42 Tenaga ahli yang menguasai substansi Perda dan sumber daya manusia pada jajaran birokrasi di daerah turut menentukan keberhasilan pengelolaan Prolegda. Tenaga fungsional hendaknya memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta dasar filosofis bangsa dan negara, konstitusi, asas-asas peraturan perundang-undangan serta teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. 43 Berbagai faktor harus dipertimbangkan dengan seksama dalam proses pembentukan Undang-undang agar semua ketentuan yang 41 Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa,Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta : CV. Trio Rimba Persada, 2003, hal. 64. 42 Lihat Penjelasan umum UU No. 10 Tahun 2004. 43 A.A. Oka Mahendra, Reformasi Pembangunan Hukum dalam Perspektif Peraturan Perundang-undangan,Jakarta:Departemen Hukum dan HAM RI,2006, hal 96. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 diatur benar, tepat dan dapat dilaksanakan. 44 Merancang peraturan perundang- undangan juga menyangkut perancangan materi hukum yang merupakan sarana untuk menggerakkan perubahan sosial secara tertib. 45 Hal senada juga diungkapkan oleh Suroyo bahwa lazimnya Undang-undang bersifat material dan formil. 46 Tenaga fungsional perancang yang berkualitas perlu memiliki kemampuan untuk berpikir jernih dan logis, berkomunikasi secara efektif, mengidentifikasikan isu hukum yang berkembang dalam masyarakat secara nyata, mengambil keputusan, menyerap aspirasi masyarakat, melakukan riset hukum, mengorganisir proses penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dan merumuskan rancangan secara jernih dan efektif. 47 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga menyatakan untuk menunjang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diperlukan peran tenaga perancang sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah dan merumuskan suatu rancangan Peraturan Perundang-undangan. 48 Menteri Hukum dan HAM telah menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.73.K.P.04.12 Tahun 2006 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya pesertanya diambil dari seluruh 44 Iman Sudarwo,Cara Pembentukan Undang-undang dan Undang-undang tentang Protokol,Surabaya :Penerbit Indah, 1988, hal, 7. 45 A.A. Oka Mahendra,op.cit, hal, 324. 46 Surojo Wignjodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung : Gunung Agung, 1969, hal, 44. 47 A.A. Oka Mahendra, Loc.cit, hal 96 48 Lihat penjelasan umum UU No. 10 tahun 2004. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM yang tentunya untuk mendukung pembentukan Peraturan Perundang-undangan di daerah yang taat asas. Pembentuk Perda seyogyanya harus menguasai tata cara penyusunan Perda sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan Tata Tertib DPRD. 49 Dalam Pasal 146 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa untuk melaksanakan suatu Perda, Kepala Daerah menetapkan peraturan Kepala Daerah danatau Keputusan Kepala Daerah. Pembangunan hukum sebagai bagian integral dari sistem pembangunan nasional, secara strategis merupakan landasan dan menjadi perekat bidang pembangunan lainnya serta sebagai faktor integratif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan RI melalui pembangunan sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945. Pembangunan hukum yang dilaksanakan secara komprehensif mencakup substansi hukum, kelembagaan hukum dan budaya hukum serta dibarengi dengan penegakan hukum secara tegas, konsisten dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, akan mampu mengaktualisasikan fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan, instrumen penyelesaian masalah secara adil serta sebagai pengatur perilaku masyarakat untuk menghormati hukum. 49 A.A. Oka Mahendra, op. cit, hal. 20. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Fungsi peraturan perundang-undangan di dalam negara yang berdasar atas hukum bukan untuk menciptakan kodifikasi melainkan menciptakan modifikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat, maka diharapkan bahwa suatu Undang- undang itu tidak lagi berada di belakang dan kadang-kadang ketinggalan, tetapi dapat berada di depan dan tetap berlaku sesuai dengan perkembangan masyarakat. 50 Teraktualisasinya fungsi hukum akan memastikan tegaknya wibawa hukum yang akan memperkokoh peranan hukum dalam pembangunan. Pembangunan nasional dapat berjalan tertib, terarah dan konsekuensi dari berbagai kebijakan dapat diprediksi berdasarkan kepada asas kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. 51 Pasal 1 angka 2 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menegaskan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Rencana pembangunan jangka menengah kementerianlembaga yang selanjutnya disebut Rencana strategis kementerianlembaga ditetapkan dengan peraturan pimpinan kementerianlembaga setelah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka 50 Maria Farida Indrati Soeprapto, op. cit, hal. 2. 51 Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Menengah Nasional RPJM 52 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerianlembaga tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 1 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen dalam Pasal 1 Ayat 1 dan ayat 2 menyatakan Departemen dalam Pemerintahan Negara Republik Indonesia merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 12 Keputusan Presiden tersebut juga menyatakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pasal 13 huruf c Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001 Tentang Kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja departemen disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi 53 pelaksanaan penelitian dan pengembangan terapan, pendidikan dan pelatihan tertentu serta penyusunan peraturan perundang-undangan yang menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka mendukung kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam Pasal 14 52 Pasal 19 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 53 F.A.M. Stroink, Deconcentratie Terjemahan Ateng Syafruddin, Pemahaman tentang Dekonsentrasi, Bandung: Refika Aditama, 2006, hal. 11. Logemann mengartikan fungsi sebagai lingkungan kerja tertentu dalam hubungannya dengan keseluruhannya. Fungsi itu dalam hubungan dengan negara disebut ambtjabatan. Negara adalah organisasi jabatan, jabatan adalah badanperson. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 huruf f Keputusan Presiden itu juga dinyatakan bahwa dalam menyelenggarakan fungsinya Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai kewenangan pembinaan hukum dan peraturan perundang-undangan nasional. Tugas unit-unit utama Departemen Hukum dan HAM di antaranya merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis perundang- undangan serta pembinaan di bidang hukum nasional. 54 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 selain menentukan Program Legislasi Nasional sebagai instrumen perencanaan pembentukan undang-undang juga memberikan peran yang strategis kepada Departemen Hukum dan HAM sebagai koordinator dalam penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan pemerintah 55 dan dalam pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden agar dapat dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan asas, prinsip-prinsip dan teknik pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai- mana ditentukan dalam Undang-undang. 56 Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia di daerah dilaksanakan oleh instansi vertikal. 57 SM. Oentarto menyebutnya 54 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.PR.02.10 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis Departemen Hukum dan HAM. 55 Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 16 ayat 3 UU No. 10 Tahun 2004. 56 Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan. Lihat Pasal 18 ayat 2 UU No. 10 Tahun 2004. 57 Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 64 tahun 2004 Tentang Kedudukan,tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja instansi vertikal di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 sebagai refleksi dari pengedepanan kebijakan sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 58 Instansi vertikal di lingkungan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia adalah Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia di Propinsi. 59 Unit organisasi ini diberikan tanggung jawab besar sebagai perpanjangan tangan Departemen Hukum dan HAM di daerah dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah law making process khususnya Peraturan Daerah dan dalam koordinasi program legislasi daerah. 60 Dalam menjalankan fungsinya itu timbulnya permasalahan selalu dimungkinkan. Salah satu permasalahan itu adalah lemahnya landasan yuridis tentang pelibatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM sebagai instansi vertikal Departemen Hukum dan HAM dalam proses pembentukan peraturan perundang- undangan di daerah. Dalam penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab itu Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM khususnya bidang Hukum melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan daerah yang berasal dari Pemerintah Daerah, baik dari Biro Hukum maupun dinas-dinas di lingkungan Pemerintah kabupatenKota PemkabPemko. Selanjutnya, menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang- 58 SM. Oentarto dkk, Op. cit, hal. 9. Sebagai illustrasi, pada masa orde baru, pemerintah lebih memberikan kewenangan kepada Kanwil sebagai perpanjangan tangan Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen LPND untuk menyediakan pelayanan publik. 59 Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 64 tahun 2004 Tentang Kedudukan,tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja instansi vertikal di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 60 Sebagaimana dimaksudkan dalam Tugas pokok dan fungsi Divisi Pelayanan Hukum dan HAM dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01-PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 undangan di daerah 61 termasuk harmonisasi maupun evaluasi Ranperda atau Perda dari segi teknik penyusunan peraturan perundang-undangan serta menjaga agar setiap Perda tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 62 Istilah harmonisasi berasal dari kata harmoni, yang sebenarnya merupakan peristilahan dalam musik untuk menunjukkan adanya keselarasan atau keserasian dan keindahan nada-nada. 63 Istilah ini menjadi relevan untuk digunakan dalam bidang hukum, khususnya peraturan perundang-undangan mengingat perundang-undangan juga memerlukan suatu keselarasan atau keserasian agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 64 Pengharmonisasian merupakan upaya untuk menyelaraskan suatu peraturan perundang-undangan dengan berbagai kepentingan yang ada dan dengan peraturan perundang-undangan yang lain, baik yang lebih tinggi, sederajat maupun yang lebih rendah sehingga tersusun secara sistematis, tidak tumpang tindih. 65 Dengan pengharmonisasian maka tergambar dengan jelas dalam pemikiran atau pengertian bahwa suatu peraturan perundang-undangan merupakan bagian integral yang utuh dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan. Oleh 61 Ibid. 62 Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.341586SJ Tanggal 25 Juli 2006, Perihal Tertip Perancangan dan Penetapan Peraturan Daerah. 63 Wicipto Setiadi,”Mekanisme Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan”, Makalah, pada Seminar Harmonisasi Perundang-undangan tanggal 21 September 2006 yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI. 64 Ibid. 65 Ibid. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 karenanya harus ada skala prioritas, mana yang paling penting di harmonisasi, yang menyangkut hajat hidup masyarakat luas. 66 Pada akhir tahun biasanya diadakan lokakarya untuk membahas hasil dari analisis dan tanggapan Tim Panitia yang dibentuk dengan mengundang wakil- wakilpeserta yang mewakili Kantor wilayah, Biro Hukum dan Dinas-dinas terkait dilingkungan Pemerintah Provinsi, Bagian hukum dan Dinas-dinas terkait di lingkungan PemkabPemko. Hasilnya kemudian diserahkan kepada Biro Hukum dan Dinas-dinas terkait dilingkungan Pemerintah Provinsi, Bagian hukum dan Dinas- dinas terkait di lingkungan Pemerintah kabupatenPemerintah kota. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.341586SJ Tanggal 25 Juli 2006, Perihal Tertip Perancangan dan Penetapan Peraturan Daerah angka 7 menyatakan para Gubernur, BupatiWalikota dapat mendayagunakan keberadaan para Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM di daerahnya masing-masing untuk melakukan harmonisasi maupun evaluasi Ranperda atau Perda tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menyelaraskan suatu peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan daerah dengan peraturan perundang- undangan yang lain, baik yang lebih tinggi, sederajat, sehingga tersusun secara sistematis dan tidak tumpang tindih overlaping. 67 66 Baldwin Simatupang, ”Harmonisasi Peraturan Daerah Dalam rangka Pelaksanaan RANHAM 2004-2009”,Jurnal Mediasi, Edisi 6, Vol 4, Desember 2007, hal. 14. 67 Harkristuti Harkrisnowo , ”Pelaksanaan RANHAM 2004-2009”,Jurnal Mediasi, Edisi 6, Vol 4, Desember 2007, hal. 7. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Lahirnya Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang- undangan. 68 Lemahnya koordinasi dalam proses pembentukan peraturan perundang- undangan disebabkan karena masih adanya egoisme sektoral, dan belum mantapnya landasan yuridis yang mengatur tata cara penyiapan, pembahasan, teknik penyusunan dan akses publik untuk berpatisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang- undangan. 69 Akibatnya tidak sedikit peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, tidak konsisten dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dengan yang sederajat dan masih belum berwawasan gender dan HAM serta masih terdapatnya peraturan yang sulit dilaksanakan karena kurang jelas sehingga dapat terjadi perbedaan interpretasi dan kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat. Permasalahan lainnya adalah peraturan pelaksanaan undang-undang tidak segera dibentuk atau sangat terlambat pembentukannya sehingga menghambat implementasinya secara efektif. Arahan Presiden di depan Sidang Paripurna DPD-RI Tanggal 23 Agustus 2006, Penyusunan Peraturan Daerah haruslah dikoordinasikan dengan instansi pemerintah pusat. Aspek-aspek hukum penyusunan Perda itu menjadi lebih baik jika dikoordinasikan dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia secara langsung maupun dengan Kantor Wilayah departemen itu yang ada di setiap Provinsi. Namun 68 Sebagaimana dimaksudkan dalam konsideran menimbang huruf b UU No. 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang-undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. 69 A.A. Oka Mahendra, op.cit, hal 87. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 didaerah tentunya tidak semua daerah yang melaksanakan arahan ataupun Surat Edaran yang diterbitkan. Dari gambaran keadaan dan permasalahan pembentukan peraturan perundang- undangan khususnya pelibatan Kanwil Departemen Hukum dan HAM dalam pembentukan Perda yang telah dikemukakan, maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan melakukan analisis dengan judul, ”Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara”.

B. Permasalahan