program penyusunan peraturan dalam Prolegda dilakukan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran DPRD untuk Prolegda yang disusun di
lingkungan DPRD dan anggaran Pemerintah Daerah perencanapemrakarsa program penyusunan Perda untuk Prolegda yang disusun di lingkungan Pemerintah Daerah.
2. Persiapan dan Perumusan Rancangan Peraturan Daerah a.
Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif Pemerintah
Persiapan pembentukan Perda pada bagian ketiga Pasal 26 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menyebutkan Ranperda dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur, atau BupatiWalikota, masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah
Provinsi, KabupatenKota. Ranperda menjalani serangkaian tahapan penyusunan sampai akhirnya menjadi suatu produk hukum daerah yaitu Peraturan Daerah.
Rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak perencanaan sampai dengan penetapan disebut prosedur penyusunan produk hukum daerah.
146
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri, Prosedur Penyusunan Peraturan Daerah dapat
diuraikan sebagai berikut:
146
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009
USU Repository © 2008
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan pimpinan Unit KerjaDinasLeading Sector dapat memprakarsai rencana penyusunan produk hukum daerah Ranperda.
147
Rencana penyusunan Perda tersebut diajukan oleh Pimpinan Unit KerjaDinas kepada
Sekretaris Daerah untuk dilakukan harmonisasi materi dan sinkronisasi pengaturan. Seperti Ranperda Provinsi Sumatera Utara tentang Penanganan Gelandangan dan
Pengemis diprakarsai oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, Ranperda Provinsi Sumatera Utara tentang Sistem Kesehatan Provinsi Sumatera Utara diprakarsai oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Ranperda tentang Tata Ruang oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman.
Pengajuan rencana penyusunan produk hukum tersebut harus dilampiri dengan pokok-pokok pikiran. Isi pokok-pokok pikiran terdiri dari: maksud dan tujuan
pengaturan, dasar hukum, materi yang akan diatur dan keterkaitan dengan peraturan perundangan-undangan lain. Hal ini lebih dikenal dengan istilah Naskah Akademik
yaitu naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan
lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan substansi rancangan peraturan perundang-undangan.
148
Perlu tidaknya Naskah Akademik dalam Perpres tersebut
147
Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
148
Lihat Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik.
Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009
USU Repository © 2008
merupakan pilihan bagi Pemerintah untuk menyediakan,
149
sedangkan bagi DPR-RI melalui Tata Tertibnya, penyediaan Naskah Akademik diwajibkan dalam setiap
penyusunan RUU. Secara tidak langsung, kewajiban tersebut berimbas bagi Pemerintah untuk selalu menyediakan. Jika Pemerintah tidak menyediakan,
kemungkinan besar RUU yang diajukan tidak dapat masuk dalam Prolegnas sebagai daftar prioritas. Seharusnya kewajiban itu juga memiliki imbas bagi Pemerintah
Daerah dalam penyusunan Prolegda. Naskah Akademik dalam proses penyusunan suatu RUU juga Ranperda
merupakan potret atau peta tentang berbagai hal atau permasalahan yang ingin dipecahkan melalui produk hukum yang akan dibentuk dan disahkan. Dari potret itu
dapat ditentukan apakah peraturan itu akan melembagakan apa yang telah ada dan berjalan di masyarakat formalizing atau membuat aturan yang bertentangan
sehingga dapat mengubah masyarakat law as a tool for social engineering.
150
Makna yang sering dikemukakan oleh pembentuk undang-undang bahwa dalam pertimbangan RUURaperda selalu dicantumkan segi filosofis, sosiologis, dan
yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur
151
mengingatkan kepada kita
149
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden dinyatakan bahwa “Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih
dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang diatur dalam Rancangan Undang- Undang”. Kata “dapat” berarti tidak merupakan suatu keharusan.
150
Hikmanto Juwana, “Penyusunan Naskah Akademik Sebagai Prasyarat dalam Perencanaan Pembentukan Rancangan Undang-undang”, Makalah, disampaikan pada Rapat Pembahasan Tahunan
Prolegnas Pemerintah di Cisarua Bogor Tahun 2006, hal. 2.
151
Lihat Pasal 5 ayat 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.
Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009
USU Repository © 2008
semua betapa segi tersebut penting karena terkait dengan konstatasi fakta yang ada dan bagaimana fakta tersebut dapat dipecahkan melalui cara-cara yang filosofis dan
yuridis.
152
Dengan Naskah Akademik, fakta yang dianggap bermasalah dipecahkan secara bersama oleh Pemerintah Pemda dan DPR-RI DPRD, tanpa mementingkan
golongan atau kepentingan individu. Jika Naskah Akademik selalu mendasarkan pada urgensi dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran,
lingkup, atau objek yang akan diatur, serta jangkauan serta arah pengaturan yang memang dikehendaki oleh masyarakat, maka proses bottom up yang selama ini
diinginkan oleh masyarakat, akan terwujud. Jika suatu RUURaperda yang dihasilkan melalui proses bottom up, diharapkan perundang-undangan yang dihasilkan akan
berlaku sesuai dengan kehendak rakyat dan berlakunya langgeng.
153
Untuk melakukan harmonisasi materi dan sinkronisasi pengaturan, Sekretaris Daerah menugaskan kepada BiroBagian Hukum. Rancangan produk hukum daerah
dilakukan pembahasan dengan Biro Hukum atau Bagian Hukum dan satuan kerja perangkat daerah terkait,
154
menitikberatkan permasalahan yang bersifat prinsip mengenai objek yang diatur, jangkauan, dan arah pengaturan.
155
Ketua Tim Antar
152
H.A.S. Natabaya, “Upaya Pembaharuan Peraturan Perundang-undangan dalam Rangka Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi”, Majalah Hukum Nasional, No.2, Tahun 1999, hal. 7.
153
Hasil wawancara dengan Maria Farida Indrati Soeprapto sebagai PengajarWidyaswara pada Pelatihan Perancangan Perundang-undangan Tahun 2008 di Jakarta pada Tanggal 16 Desember
2008.
154
Pasal 6 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
155
Pasal 6 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009
USU Repository © 2008
Satuan Kerja Perangkat Daerah melaporkan perkembangan rancangan produk hukum daerah danatau permasalahan kepada Sekretaris Daerah untuk memperoleh
arahan.
156
2. Tahap Perancangan