Tahap Pembahasan Tahap Pengundangan

g. Dalam Pasal 8 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah ditegaskan bahwa Sekretaris Daerah dapat melakukan perubahan danatau penyempurnaan terhadap rancangan produk hukum daerah yang telah diparaf koordinasi. Perubahan danatau penyempurnaan rancangan produk hukum daerah dikembalikan kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah pemrakarsa. 158 Hasil penyempurnaan rancangan produk hukum daerah tersebut disampaikan kepada Sekretaris Daerah setelah dilakukan paraf koordinasi oleh Kepala Biro Hukum dan Kepala Bagian Hukum dan pimpinan satuan perangkat daerah terkait. 159

3. Tahap Pembahasan

Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah, menegaskan sebagai berikut; a. Pada tahapan ini, Ranperda disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dilakukan pembahasan. Sebelum disampaikan kepada DPRD terlebih dahulu dilakukan Penomoran produk hukum BiroBagian Hukum. Rancangan produk hukum yang telah 158 Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. 159 Pasal 9 ayat 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 ditetapkan dan diberikan nomor, harus diautentikasi oleh Kepala BiroBagian Hukum. b. Pembahasan Ranperda atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau Pejabat Unit Kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Dari hasil penelitian, selalu disesuaikan dengan materi Ranperda yang akan dibahas. Misalnya, Ranperda Provinsi Sumatera Utara tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan maka pejabat unit yang dihunjuk adalah Kepala Dinas Kesehatan. c. Pembahasan Ranperda di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik atas inisiatif Pemerintah maupun atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Sekretaris Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, dengan sekretariat berada pada Biro Hukum atau Bagian Hukum.

4. Tahap Pengundangan

Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah mengatur secara rinci tahap pengundangan Ranperda yang telah mendapat persetujuan DPRD ditetapkan menjadi Perda. Setelah ditandatangani oleh Gubernur BupatiWalikota serta dibubuhi cap jabatan diserahkan kepada Sekretaris Daerah untuk diundangkan dalam Lembaran Daerah selambat-lambatnya 14 empat belas hari setelah ditetapkan. Pengundangan peraturan daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah namun dapat didelegasikan kepada kepala Biro Hukum atau Kepala Bagian Hukum. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 5 . Tahap Sosialisasi a. Sosialisasi produk hukum dilakukan secara bersama-sama antara BiroBagian Hukum dan Unit Kerja pemrakarsa. Pada prakteknya tidak saja dilakukan oleh BiroBagian Hukum dengan instansi pemrakarsa tetapi juga melibatkan instansi terkait lainnya termasuk Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara. Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara bekerja sama dengan Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara dalam mensosialisasikan beberapa Perda Provinsi Sumatera Utara, seperti Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2008 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan dan Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Sosialisasi Perda tersebut dilakukan di Ibukota Provinsi dan di beberapa Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. b. Penggandaan, Pendistribusian dan pendokumentasian produk-produk hukum, dilakukan oleh BiroBagian Hukum. c. Biaya penyusunan produk hukum, dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja. 160 Berdasarkan uraian tentang Teknik dan Prosedur Penyusunan Peraturan Daerah di atas, dalam konteks pembaharuan dan rekayasa model pembentukan 160 Pasal 21 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Peraturan Daerah yang lebih baik di masa depan, ada beberapa catatan bagi rujukan Teknik dan Prosedur Penyusunan Perda sebagai berikut: Pertama, secara umum Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tersebut masih menganut paradigma lama yang cenderung executive heavy, karena masih mencerminkan kekuatan pembentuk Peraturan Daerah adalah eksekutif GubernurBupatiWalikota. Jika merujuk pada semangat dan perubahan yang terjadi pasca amandemen UUD 1945, pihak yang mengesahkan semestinya bukan GubernurBupatiWalikota tetapi Dewan Perwakilan Rakyat. 161 Lembaga yang mengundangkan Perda kedalam Berita dan Lembaran Daerah juga semestinya bukan Sekretaris PropinsiKabupatenKota, melainkan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kedua, rujukan prosedur penyusunan Perda tersebut tidak secara tegas menekankan pentingnya proses penelitian riset, pembuatan makalah inti position paper, dan naskah akademik yang semestinya mendasari setiap perancangan penyusunan Perda. Padahal, agar setiap Perda yang dikeluarkan benar-benar mampu menjawab permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku ditengah-tengah masyarakat, serta tidak menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat perlu melalui suatu proses penelitian secara ilmiah. 161 Hasil wawancara dengan Harun Al-Rasyid sebagai PengajarWidyaswara pada Pelatihan Perancangan Perundang-undangan Tahun 2008 di Jakarta pada Tanggal 17 Desember 2008. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Ketiga, rujukan prosedur penyusunan Perda tersebut juga tidak secara tegas membuka partisipasi publik seluas-luasnya dalam proses penyusunan Perda, mulai dari tahapan perencanaan, perancangan, permbahasan, hingga sosialisasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis, penyusunan Peraturan Daerah, perlu mengikut sertakan masyarakat, misalnya melalui dengar pendapat, diseminasi aspirasi, dan sebagainya, dengan tujuan agar dapat mengakomodasikan kepentingan masyarakat luas tersebut untuk dituangkan dalam Perda. Peran serta masyarakat tersebut akan mempermudah sosialisasi dan penerapan substansi apabila Perda ditetapkan dan diundangkan. Keempat, di era demokratisasi dan otonomi dewasa ini, beberapa ketentuan Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tersebut dirasakan cukup kaku rigid untuk mampu mengimbangi dinamika aspirasi masyarakat daerah. Semakin luasnya kewenangan daerah sesuai dengan konsepsi otonomi daerah, berbanding lurus dengan semakin kompleksnya urusan dan permasalahan di daerah, dan itu berarti para penyelenggara pemerintahan di daerah harus semakin responsif dan proaktif, termasuk dalam proses penyusunan regulasi daerah. Pedoman penyusunan Perda yang rigid dan kaku, akan menjadi salah satu faktor penghambat yang cukup berarti bagi para penyelenggara pemerintahan di daerah. 162 Untuk kepastian hukum, setiap produk hukum harus dirancang dengan format dan teknis penulisan yang baik dan benar, serta berdasarkan prosedur yang 162 Hasil wawancara dengan Ridwan sebagai Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara pada Tanggal 16 Desember 2008. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 sah, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu adanya standarisasi bentuk produk hukum daerah. Namun demikian, standardisasi yang kaku dan tidak mampu mengimbangi perkembangan aspirasi masyarakat, justru akan melahirkan “penolakan” dan “pelanggaran” dari masyarakat sendiri, terbukti dengan banyaknya Perda yang dianggap “bermasalah” dan dibatalkan oleh Departemen Dalam Negeri. Sebagaimana Peraturan daerah di beberapa KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri maupun direkomendasikan pembatalannya oleh Menteri Keuangan, diantaranya Perda Kabupaten Asahan Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perijinan Usaha Perkebunan, Perda pada Kabupaten yang sama Nomor 13 Tahun 2004 tentang Izin Pemakaian Kekayaan Daerah. Perda Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 12 Tahun 2006 tentang Retribusi Angkutan Hasil Alam, Perda Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 34 Tahun 2005 tentang Retribusi Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup, Perda Kabupaten yang sama Nomor 38 Tahun 2005 tentang Izin Usaha Angkutan Kendaraan Bermotor Umum dan Kendaraan Bermotor Khusus, Nomor 39 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin Bongkar Muat Barang Dagangan dan Nomor 46 Tahun 2005 juga tentang Retribusi Izin Usaha Perkebunan.Perda Kabupaen Toba Samosir Nomor 3 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Perda Kabupaten yang sama Nomor 8 Tahun 2006 tentang Retribusi Surat Izin Usaha dan Trayek Angkutan, Perda Kabupaten Dairi Nomor 2 Tahun 2006 tentang Retribusi Wajib Daftar Perusahaan, Perda Kabupaten Samosir Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair. Juga termasuk Perda Provinsi Sumaera Utara Nomor 7 Tahun 2002 Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 tentang Retribusi Penyelenggaraan Angkutan Barang. 163 Pada umumnya Perda yang dibatalkan adalah Perda yang menyangkut Retribusi karena Retribusi yang dibebankan dalam Perda Pemerintah KabupatenKota bukan hanya membebani pengusaha tetapi juga membebani warga sehingga beban yang ditanggung oleh pemegang komoditi juga ditanggung oleh konsumen. Hal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2007 tentang Retribusi Daerah. 164

b. Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Amandemen Undang Undang Dasar 1945 menyiratkan kekuasaan pembentukan Undang Undang bergeser ke Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan Pasal 20 Ayat 1 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Pada Ayat 2 ditentukan bahwa “Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama”. Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 20 Ayat 1 perubahan pertama UUD 1945, maka mestinya Kepala Daerah tidak lagi memegang kekuasaan membentuk peraturan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga legislatif Daerah yang 163 Laporan Kepala Biro Hukum Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Rapat Koordinasi Pertemuan Sekretaris DPRD dan Para Kepala Bagian Hukum KabupatenKota Se- Sumatera Utara di Biro Hukum Kantor Gubernur Provsu-Medan, Tanggal 23 Pebruari 2009. 164 Hasil wawancara dengan Ferlin Nainggolan sebagai Kepala Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara di Kantor Gubernur Sumatera Utara Medan pada Tanggal 24 Pebruari 2009. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah. 165 Kepala Daerah hanya berhak mengajukan rancangan peraturan daerah dan menetapkannya sebagai peraturan daerah. Paradigma ini telah berubah dengan lahirnya Undang Undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dalam Pasal 136 ditentukan bahwa “Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD”. Sejalan dengan konsep hukum di atas, di dalam pedoman pelaksanaan pembentukan Peraturan Daerah yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2005 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Prosedur penyusunan Produk Hukum Daerah, menghendaki bahwa dalam penyusunan peraturan daerah hak prakarsainisiatif bisa berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dari eksekutif Kepala DaerahBupati. 165 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan: 1 DPRD mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. 2 Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah bersama Kepala Daerah serta dalam Pasal 20 huruf a yang menyatakan DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 Fungsi yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah fungsi DPRD yakni fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran yang dijabarkan kedalam tugas dan wewenang DPRD. Menurut Poerwadarminta DPRD adalah: 1. Majelis atau badan yang terdiri dari beberapa anggota yang pekerjaannya memberi nasehat, memutuskan sesuatu hal dan sebagainya dengan jalan berunding. 2. Dewan yang anggotanya wakil rakyat, bertujuan untuk memperhatikan pemerintahan daerah. 166 Sedangkan menurut Budiardjo, menyebutkan : “DPRD adalah lembaga yang legislatif atau membuat peraturan, peraturan perundang-undangan yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkutkepentingan umum”. 167 Dari beberapa pengertian tersebut jelaslah bahwa DPRD merupakan representasi kepentingan dan kehendak rakyat di daerah yang kedudukannya sebagai badan legislatif daerah sekaligus mitra sejajar pemerintah daerah. Menurut Budiardjo peranan DPR atau DPRD yang paling penting adalah: 1. menentukan Policy kebijaksanaan dan membuat Undang-Undang. Untuk itu DPR atau DPRD diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen 166 Poerwadarminta, Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, hal.33. 167 Budiardjo Dasar-Dasar llmu Politik,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1989, hal.173. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008 terhadap rancangan Undang-Undang atau rancangan Peraturan Daerah yang disusun oleh dan hak budget; 2. mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan eksekutif sesuai dengan kebijakansanaan yang telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus. 168 Kemudian menurut Boboy lembaga perwakilan rakyat atau parlemen mempunyai fungsi yaitu: 169 1. Fungsi perundang-undangan ialah fungsi membentuk undang-undang 2. Fungsi pengawasan ialah fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Aktualisasi fungsi ini, lembaga perwakilan diberi hak seperti: hak meminta keterangan interpelasi, hak mengadakan penyelidikan angket hak bertanya, hak mengadakan perubahan amandemen, hak mengajukan rancangan Undang-Undang inisiatif dan sebagainya. 3. Sarana pendidikan politik, melalui pembicaraan lembaga perwakilan, maka rakyat di didik untuk mengetahui berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. 168 Budiardjo,Fungsi Lembaga Legislatif di Indonesia, Jakarta:CV. Rajawali, 1985. hal. 151- 152. 169 Max Boboy, DPR RI Dalam Perspektif Sejarah dan tata Negara. Jakarta: Sinar Harapan, 1994 hal.28-29. Flora Nainggolan : Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara, 2009 USU Repository © 2008

1. Tahap Penyusunan dan Perancangan