25
7. Pembelajaran Matematika
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar.
19
Belajar merupakan usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif lama. Belajar juga merupakan suatu kegiatan
untuk membentuk dan memodifikasi pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang. Seseorang dikatakan belajar bila terjadi
perubahan pada diri orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu, dan perubahan itu terjadi dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Muhibbin
Syah dalam
bukunya Psikologi
Belajar, mengemukakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan
unsur yang fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.
20
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Bila siswa belajar maka
diri siswa siap menerima materi, sehingga penuh dengan berbagai ilmu pengetahuan. Kepada siswa diberi bermacam-macam pengetahuan untuk
menambah pengetahuan yang telah dimilikinya.
21
Pembelajaran dapat diberi arti sebagai upaya yang sistimatis yang disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik
melakukan belajar.
22
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan
19
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, hal. 53
20
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h.60
21
Kasdin Sihotang, Problem Posing :Membentuk Manusia Seutuhnya, Surabaya: Gema Cliping Servis, 1997 Edisi September 11,h.10
22
H.D.Sudjana S, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipasi, Bandung: Falah Production, 2001, Cet.Ke-4,h.8
26 bahwa belajar adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang dari tidak tahu
hingga mengetahui. Untuk mempelajari pembelajaran matematika, maka perlu mengetahui
definisi-definisi matematika.
Matematika berasal
dari bahasa
Yunani mathematike, kata dasarnya adalah mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.
Secara etimologi matematika berarti “ Ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.Sedangkan menurut Johnson dan Rising seperti yang dikutip oleh
Suherman, matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, reprentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.
23
Matematika juga diajarkan secara berjenjang dan bertahap, yaitu dimulai dari hal yang kongkrit sampai ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal
yang kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar. Ini berarti mempelajari matematika harus bertahap dan beraturan
serta berdasarkan pengalaman belajar.
24
Dari beberapa pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang pola
berfikir yang efektif dan sistimatis serta penggunaannya menggunakan bahasa simbol.
23
Erman Suherman dan Udin S Winata Putra, Strategi Belajar Matematika Modul 1-9 Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEpartemen Pendidikan Nasional 2002, h.15-17
24
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran matematika kontemporer, Bandung : UPI, 2003 , h.68
27 Mengenai definisi matematika, para ahli belum memiliki kesepakatan
bersama mengenai hal tersebut, namun dari pengertian-pengertian yang dilakukan para ahli berikut ini dapat dilihat hakikat matematika secara umum antara lain:
a. James dan James berpendapat bahwa matematika adalah ilmu tentang struktur yang bersifat tentang deduktif atau aksiomatik, akurat,
abstrak.
25
b. R.Soedjadi menerangkan pendapat beberapa ahli tentang matematika. Bahwa matematika adalah cabang pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan waktu serta penalaran yang terorganisir secara sistimatik, logik, dan struktur
dengan kata ketat.
26
c. Dalam kamus bahasa Indonesia, matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan bilangan dengan prosedur
operasional yang di gunakan dalam menyelesaikan suatu masalah mengenai bilangan.
27
d. Herman Hudojo menyimpulkan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsp-konsep abstrak yang tersusun secara hierakis dan
penalarannya deduktif.
28
25
Karso Dasar-Dasar Pendidikan MIPA, Jakarta:UT, 1993, h.2
26
R.Soedjadi, Kiat Pendidikan di Indonesia, Koenstatasi Keadaan Masa Depan, Jakarta:Direktoral Jenderal Tinggi Indonesia, 1999, h. 11
27
Kamus Bahasa Indonesia, h. 637
28
Herman Hudojo, Strategi Belajar Mengajar Matematika, Malang:Malang IKIP Malang, 1990, Cet-II, h.19
28 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah
ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak, yang tersusun dengan berstruktur secara hierakis, hubungan-hubungannya disusun secara logik, dan penalarannya deduktif.
Konsep-konsep abstrak matematika itu memerlukan bahasa simbol yang secara praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan
keruangan sedangkan fungsi teoritisnya memudahkan untuk berfikir.
8 Pembelajaran Matematika Untuk sekolah
Seorang ahli berpendapat bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah.
29
Disebut masa anak sekolah, karena sudah menamatkan taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan
bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar, karena mereka sudah berusaha untuk mecapai sesuatu, disamping perkembangan aktivitas
bermain yang hanya bertujuan untuk medapatkan kesenangan pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah,
karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang dapat diberikan oleh sekolah.
Sebagai hasil pemberian bantuan yang diberikan oleh keluarga dan taman kanak-kanaknya, pada masa ini anak telah mengalami perkembangan-
perkembangan yang membantu anak untuk dapat menerima bahan yang diajarkan oleh gurunya. Dalam masa usia sekolah ini, anak sudah siap menjelajahi
lingkungannya. Ia tidak puas lagi sebagi penonton saja. Ia ingin mengetahui lingkungannya, mengetahui tata kerjanya, bagi mana perasaan-perasaan dan
29 bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya agar kelak menjadi insan
intelektual yang berguna bagi bangsanya. Faktor intelektual dari siswa ialah kemampuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk sesuatu representasi, khususnya melalui konsep dan berbagi lambang dan simbol huruf, angka, kata
dan gambar. Intelektualisme bisa diartikan sebagai akal atau pikiran. Pikiran
mempunyai kedudukan yang boleh dikatakan menentukan karena itulah kewajiban kita para pendidik, disamping mengembangkan aspek-aspek lain dari
anak-anak didik kita, untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi perkembangan itu. Berfikir dan bahasa demikian erat hubungannya, karena itu
perkembangan bahasa yang baik adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk perkembangan pikiran yang baik. Pada waktu siswa belajar, siswa juga
dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan. Problema ini harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah
serta metode-metode belajar tertentu. Proses jalannya berfikir dari sisawa melalui pembentukan pengertian logis yang dimulai dengan menganalisis ciri-ciri
sejumlah objek yang sejenis, kemudian membanding-bandingkan ciri-ciri mana yang tidak sama, mana yang selalu ada atau tidak selalu ada, mana yang hakiki
dan mana yang tidak. Kemudian dilanjutkan dengan mengabstraksikan yaitu menghilangkan ciri-ciri yang tidak hakiki serta menangkap ciri-ciri yang hakiki.
Supaya dapat berfikir dengan tepat dan cepat, maka bekal yang harus dipunyai
29
Drs.Noehi Nasution, M.A Psikologi Pendidikan Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan
30 siswa mencakup pengetahuan, faktor sosial, bahasa, bakat, dan sebagainya, yang
semuanya merupakan faktor dalam dan luar yang saling menunjang terbentuknya faktor intelektual dari siswa dalam belajar Matematika.
Pembelajaran matematika di Madrasah masih lemah. Pengajaran matematika masih terfokus pada teori sehingga murid menjadi kurang kreatif,
terlalu formal, dan masih terpaku pada rumusan baku. Oleh karena itu pembelajaran matematika untuk sekolah madrasah lebih utama diajarkan bila
menggunakan media. Pembelajaran matematika di sekolah Madrasah dapat dilaksanakan
didalam kelas maupun diluar kelas. Dalam melaksanakan pembelajaran matematika
hendaknya guru
mengkaitkan teori
pembelajaran dengan
perkembangan anak. Mengingat siswa MI masih berada pada taraf operasi kongkrit, guru hendaknya dapat memanipulasi benda-benda kongkrit dalam
pembelajaran matematika. Benda-benda kongkrit dapat diperoleh dengan memanfaatkan benda disekeliling siswa, benda bekas maupun benda-benda yang
dibuat dari barang bekas. Pemanfaatan benda-benda kongkrit yang berada disekeliling siswa dapat membantu dalam pembelajaran matematikan di sekolah
Madrasah.
30
B. KERANGKA BERFIKIR
Manusia hidup tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan jasmani saja. Kebutuhan rohani juga harus dilengkapi dan dikembangkan agar pertumbuhan
Agama Islam 1999, .Cet-7, h.45