Diaspora Ulama Hadhrami : Suatu Penjelasan Umum

kedatangan mereka melewati samudera adalah untuk memperluas jaringan perdagangan. Dan kemudian melalui jalur perdagangan inilah mereka juga menyebarkan agama Islam. Oleh karena itu sebagian besar Hadhrami bisa dikatakan sebagai ulama. Sebuah contoh yang luar biasa dari diaspora Hadrami adalah kemampuan orang Hadrami mempertahankan rasa bangga dengan tanah air sekaligus rasa kesukuan mereka, sementara beradaptasi dan berkembang di wilayah yang mereka tempati. Para Hadhrami ini, dapat diumpamakan dengan seseorang yang berpijak pada dua tanah, satu kaki berada di tanah asal mereka dan satu kaki lainnya berpijak di wilayah baru. Mereka yang kemudian menikah dan membangun keluarga, tetap mempertahankan identitas mereka. Mereka mengirimkan uang untuk keluarga mereka di Hadhramaut, sering pula mengirim anak-anak mereka yang lahir di luar Hadhramaut untuk kembali ke sana menuntut ilmu, bahkan sampai kembali menetap di Yaman Meskipun mereka telah berasimilasi dengan penduduk lokal, para Hadhrami ini tetap menjalin hubungan dengan daerah asal mereka dan sedapat mungkin mempertahankan hubungan genealogis serta gaya hidup dengan wilayah asal mereka. Sementara pengetahuan yang di dapat melalui perjalanan, menjadikan mereka sebagai lokal kosmopolitan. Kaum kosmopolit lokal ini tentunya berbeda dengan penduduk lokal. Perbedaan ini muncul sebagai akibat dari keterkaitan erat dengan wilayah asal mereka, sebagaimana terlihat dari nama-nama dan marga yang digunakan. 8 Engseng Ho sendiri merujuk pada dua teks yang dibuat di Gujarat dan Mekkah. Salah satu teks berjudul “The Traveling Light: Account of the Tenth Century”, karya Abdul Qadir al-Aydrus dan “, karya Muhammad bin Abi Bakr al-Shilli. Dalam teks- teks tersebut cukup banyak memberikan informasi mengenai genealogis keturunan Nabi Muhammad, kehidupan sosial orang-orang Hadhrami, dan bagaimana mereka bertahan dalam suatu lingkungan. Teks-teks ini menjadi contoh dari hibridisasi, dikarenakan isi dari teks ini yang sangat beragam. Teks ini tidak semata-mata hanya membicarakan kehidupan para keturunan Nabi yang didasarkan pada bukti-bukti historis, namun juga cerita-cerita sosial, budaya, hukum dan lain sebagainya. 9 Marga bagi para Hadhrami menjadi salah satu penanda penting identitas mereka, khususnya dikalangan para Sayyid, disamping itu mereka juga mempergunakan nama-nama yang memiliki hubungan dengan akar genealogisnya, di mana nama- nama yang digunakan seringkali berulang dalam sebuah siklus, maupun kesamaan dengan saudara-saudara mereka di luar sana. Persoalan nama adalah persoalan yang penting, sebagaimana persoalan mengenai hubungan genealogis. Jika nama menunjukkan hubungan genealogis, bahkan dengan nama pula menunjukkan posisi dirinya ketimbang masyarakat lokal. Para Hadhrami ini sejak dahulu gemar 8 Idrus Alwi al-Mansyhur. Sejarah Silsilah Dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad Saw. Jakarta: Sanaz Publishing. 2002, h. 39. 9 Ho, Engseng. The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean. Berkeley : University California Press. 2006, h. 117. melakukan perjalanan dengan tidak membawa istri dan anak-anak mereka, oleh karenanya tidak sedikit dari mereka yang memiliki istri lebih dari satu dan setiap anak yang lahir dari rahim perempuan lokal yang dibuahi oleh laki-laki Hadhrami akan memiliki hubungan genealogis yang sama dengan ayahnya. Dengan begitu anak-anak ini memiliki dua tipe hubungan yang saling terpaut: mereka sebagai anak-anak lokal karena dilahirkan oleh ibu yang lokal pula, sekaligus menjadi kosmopolit karena ayah mereka. Para Hadhrami yang melakukan perjalanan tidak hanya membawa agama mereka, namun juga kebudayaan yang mereka miliki. Perjalanan mereka tidak hanya berpengaruh pada ruang dan waktu, namun juga merubah konsepsi mengenai ruang dan waktu. 10 Sejarah mencatat, masyarakat Hadhrami merupakan individu-individu penting dalam usaha menyebarkan agama Islam pada awal abad ke 7 M melalui diaspora ke berbagai negara diantaranya; ke Afrika Timur Kenya, Somalia, Tanzania, India, dan Kepulauan Nusantara. 11 Kemudian, sebagian besar diaspora Hadhrami disebabkan faktor perdagangan dan motivasi dakwah Islam serta beberapa tekanan utama yang memaksa kepindahan mereka, diantaranya; disebabkan keadaan demografi Hadhramaut yang tidak 10 Ho, Engseng. The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean. Berkeley: University California Press, 2006, h. 32. 11 Noryati Abdul Samad, Hadhrami Arab di Asia Tenggara: Sebuah Pengantar. Hadhrami Arab di Asia Tenggara Dengan Referensi Khusus ke Singapura: Sebuah Catatan Bibliografi. Singapore National Library Board, h. 8. menyokong kelangsungan hidup masyarakatnya, kondisi cuaca yang tidak menentu dan keadaan politik di dalam negeri yang tidak stabil. 12 Sumber-sumber penulisan Arab kontemporer menjelaskan, bahwa masyarakat Hadhrami melakukan Islamisasi melalui perdagangan dengan cara menjual hasil bumi seperti; ikan kering, batu permata, besi yang berkualitas dan kulit binatang. Istilah Hadhrami digunakan untuk menjelaskan masyarakat Arab yang menetap di luar Provinsi Hadhramaut, Negara Yaman. Hadhramaut yang menjadi tempat asal masyarakat Arab ini mempunyai sejarah yang panjang, letaknya yang berdekatan dengan Laut Merah berfungsi menghubungkan kapal-kapal perdagangan dari negeri- negeri yang ada di sebelah Timur dan Barat daerah tersebut. 13 Keahlian masyarakat Arab Hadhrami dalam urusan perdagangan internasional juga didukung oleh jati diri mereka yang dibentuk oleh kehidupan sehari-hari sewaktu berada di Hadhramaut. Para peneliti sejarah mengenai pola dan budaya bisnis Arab Hadhrami menemukan, bahwa setiap kelas masyarakat memonopoli bisnis masing- masing. Bagi golongan menengah misalnya, mata pencaharian hidup mereka sehari- hari mengandalkan perdagangan dan industry. Adapun bagi golongan sayyid dan suku-suku yang menetap, mata pencaharian mereka mengandalkan pertanian, sementara suku Badui menghidupi diri dengan berburu dan berternak. Hasil pertanian dan produk industri untuk diperdagangkan ini kemudian dijual di Seiwun, sebuah kota yang memiliki pasar serta dibuka setiap kali setelah shalat Jumat di dekat 12 Omar Khulaidi, The Arabs of Hadramawt in Hyderabad in Mediaeval Deccan History. Bombay: Popular Prakashan. 1996, h. 65. 13 Mahyuddin Hj. Yahya. Sejarah orang Syed di Pahang. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1942 , h. 4. lapangan besar di depan masjid. Lokasi yang strategis di tanah lapang yang terbesar dan fasilitas prasarana yang baik, membuat pasar itu tersohor di kalangan pedagang yang hadir dengan berbagai urusan. Meskipun demikian, perdagangan darat dengan masyarakat luar dilakukan hanya di daerah Hadhramaut sampai ke negeri Yaman di sebelah Barat dan Oman di sebelah Timur. Perdagangan melalui jalan laut pula lebih aktif ketika dilakukan dengan kapal- kapal buatan Eropa dan kapal-kapal buatan Arab. Semua ini dilakukan di sepanjang Pantai Timur Afrika, Laut Merah, Teluk Persia, India dan pantai selatan Arab khususnya pelabuhan Maskat, Zafar dan Aden. Hasil bumi yang diperdagangkan diantaranya; gandum, madu, kurma. Dibandingkan dengan barang dagangan lain, kurma dan kapas menjadi komoditas ekspor terpenting di laut. 14 Melalui isu-isu yang telah dibahas, penulis menemukan bahwa keahlian masyarakat Arab Hadhrami terhadap ilmu perdagangan dan agama menjadi faktor yang mendorong mereka untuk bermigrasi keluar. Migrasi yang dilakukan Arab Hadhrami tercatat lebih banyak tersebar di wilayah kepulauan Nusantara, 15 L. Van Rijck Vorsel dalam bukunya, “Riwayat Kepulauan Hindia Timur” menjelaskan, orang-orang Arab hadir terlebih dahulu ke wilayah Nusantara dibandingkan orang- orang Belanda. Bukti kongkritnya yakni, risalah Islam yang dibawa telah dilihat bertapak dibeberapa Kesultanan di Nusantara, diantaranya; seorang Sayyid dari 14 Abdurrahman Baraqbah. Hadhramaut Bumi Sejuta Wali. Surabaya: Data Mustafa Press, h. 23 15 Muzafar Dato Hj Mohamad. Peranan Ahlul Bayt dalam Pemerintahan Islam di Nusantara. Kertas Kerja Seminar Majlis Ijtimak Ulama Pondok Senusantara Ke-2 di Kampung Baru Jenderam Hilir, Selangor, 12 – 14 April 2007, h. 5-6. keluarga Jamalulayl pernah menjadi sultan di Kerajaan Aceh, seorang bangsawan Arab dari keluarga al-Shihab berhasil mendirikan Kesultanan Siak pada tahun 1782 M, dan seorang dari keluarga al-Qadri mendirikan berhasil Kesultanan Pontianak pada tahun 1771. 16 Jumlah migrasi masyarakat Arab Hadhrami semakin bertambah pada abad ke- 18M. tentunya kehadiran mereka mampu memberikan dampak yang besar terhadap pekembangan Islam di wilayah baru yang mereka huni. Dibawah ini penulis akan menjelaskan mengenai penyebaran Hadhrami Ulama Yaman di beberapa wilayah.

B. Penyebaran Ulama Yaman

1. Di Asia Tenggara

Awalnya kedatangan Hadhrami di Asia Tenggara sudah berlangsung lama, yaitu sejak awal abad ke- 12, sejak kedatangan Ulama Ba‟alawi dari marga Shihab ke Siak yang kemudian menjadi sultan di sana; ulama dari nasab Balfaqih ke Mindanau, Filiphina; ulama nasab Jamal al-Lail ke Perlis, yang salah satu keturunannya pernah menjabat di Kerajaan Malaysia. Kehadiran mereka di masyarakat Asia Tenggara, di terima dengan tangan terbuka bahkan mendapat tempat yang khusus dalam masyarakat, seperti buku yang ditulis Van Den Berg. 17 Khususnya di Nusantara pada abad ke- 15, waktu berakhirnya kejayaan Kerajaan Majapahit, di Jawa Tengah sudah ada penduduk Hadhrami. Orang Hadhrami pada 16 A. Shihabuddin. Membongkar Kejumudan Menjawab Tuduhan-Tuduhan Wahhabi Salafi. Jakarta: PT Mizan Publika. 2013, h. 480. 17 Van den Berg, L.W.C. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. Jakarta: INIS INIS Series Volume III. 1989. h., 6 masa itu sudah bercampur dengan penduduk setempat, bahkan sebagian di antaranya banyak menduduki jabatan tinggi di kerajaan. 18 Dengan kedudukan itu mereka sudah terikat dengan tata cara pergaulan dan kekerabatan, bahkan banyak petinggi Hindu yang sudah meniru adat istiadat kebiasaan orang Arab, yang mereka terima begitu saja karena yakin kebiasaan itu berasal dari keturunan Rasulullah Saw. Pada waktu itu orang-orang Arab Hadhramaut, sudah berhasil menanamkan pemikiran baru kepada orang Hindu yang kemudian diteruskan kepada keturunannya secara berkesinambungan, yang dikemukakan Van Den Berg diatas adalah gambaran masa kehadiran walisongo di Pulau Jawa, yang merupakan kedatangan orang Hadhramaut gelombang pertama. 19 Disamping itu menurut Ambarak A. Bazher dalam bukunya Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Timor Timur , “Orang Arab Hadhramaut sudah lebih dulu tinggal di Timur Leste jauh sebelum kedatangan orang-orang Portugis di sana. karena menurut Haji Abdullah Basyrewan, rakyat yang menyambut kedatangan kapal kolonial tersebut pada tahun 1512 dipimpin oleh seorang Arab Hadhramaut yang bernama Abdullah Bal Afif”. 20 18 Natalie Mobini Kesheh. Kebangkitan Hadhrami di Indonesia. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2007, h. 38 19 Berdasarkan catatan Naqoba; Asyrof Al Kubro, kecuali Sunan Kali Jaga yang masih kontroversi, seluruh walisongo berasal dari keturunan Alawiyin dari nasab Abdul Malik atau Azmat Khan. 20 Ambarak A. Bazher. Islam Timor Timur. Jakarta: Gema Insani Press. 1995, h. 28. Pada awal abad ke-18, terjadi kedatangan orang Hadhramaut gelombang kedua, yang terdiri dari marga Assegaf, al-Habsyi, Alaydrus, Alatas, al-Jufri, Syihab, Syahab, Jamalulail, al-Qadri, Basyaiban, Bin Yahya. Salah seorang ulama Hadhramaut yakni Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Basyaiban yang tiba di Cirebon dan kemudian menikah dengan puteri Sultan Cirebon. Dari pernikahannya tersebut lahir dua orang putera yaitu, Sayyid Sulaiman bergelar “Kyai Mas Mojo Agung” dan Sayyid Abdurrahim yang bergelar Kyai Mas”.Semula keduanya tinggal di Surabaya namun kemudian pindah ke Krapyak Pekalongan. Di Kerajaan Jambi dan Aceh juga terdapat banyak keturunan nasab Baraqbah, al- Jufri dan Jamal al-Lail. Namun seiring dengan berjalannya waktu, nasab-nasab ini hilang karena banyak yang tidak menggunakannya lagi. Pendiri Kesultanan Siak adalah Sayyid Ali bin Utsman bin Syihab, dan Kesultanan Pahlawan didirikan oleh Sayyid Abdurrahman bin Utsman bin Syihab. Pada gelombang pertama dan kedua mayoritas golongan Habaib atau Sayyid yang misi utamanya dakwah menyebar luaskan agama Islam, maka kedatangan gelombang ketiga mayoritas non Habaib yang disebut Ghabili 21 , yang lebih banyak bertujuan sosial ekonomi disamping agama. Van Den Berg dalam bukunya Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara 1989, mengatakan bahwa orang Hadhramaut non Habaib, sudah mulai menetap di Pulau Jawa pada tahun 1820. Sekalipun demikian, sebelum tahun 1859 data jumlah 21 Dari kata Qaba’il, Kabilah yang berarti suku. Hadhrami di Nusantara tidak jelas, karena sering keliru dengan orang India dan orang asing lainnya yang beragama Islam. Asosiasi Singapura dengan bangsa Arab dapat ditelusuri pada tahun 1819, ketika mereka pertama kali tiba. Sebagian besar orang Arab yang menetap di Asia Tenggara berasal dari Hadhramaut terletak di selatan ujung Semenanjung Arab sekarang Yaman, dan dikenal sebagai Hadhrami. Pengaruh budaya Arab dan adat istiadat melayu lokal telah banyak bercampur.Banyak orang Melayu keturunan migran Arab yang datang selama waktu Raffles. Keturunannya membentuk berbagai Hadhrami Arab keluarga dengan nama keluarga yang yang disegani di wilayah Asia Tenggara - misalnya Alattas, Aljunied, Alhaddad, Alkaff dan Alsagoff. Oleh karena itu di Singapura, seperti pada negara- negara Asia Tenggara lainnya, hampir semua migran Arab ke pulau tersebut itu berasal dari Hadhramaut. 22 Salah satunya adalah Syekh Omar Aljunied. Syekh Omar Aljunied lahir di Kota Tarim, Hadhramaut.Tidak ada catatan untuk mengkonfirmasi tahun kelahirannya yang pasti, tetapi beberapa sejarawan memperkirakan terjadi pada akhir abad ke-18. Dia mempunyai dua saudara, Ahmad dan Abdullah.Ia menikah dengan seorang wanita dari keluarga Alkaff, Sharifah Alwiyah binti Abdullah dan mereka memiliki dua anak perempuan dan lima anak laki-laki. Semua dari mereka lahir di Singapura. 22 F. Ulrike, Pedagang Arab di Singapura. Leiden: KITLV Press, 2002, h. 113.