Universitas al-Ahgaff Tarim, Kota Sejuta Wali
gersang menjadi alasan kuat mereka pindah untuk mencari keberuntungan di kawasan Samudera Hindia yang lebih luas dan subur.
Begitu pula dengan sayyid keturunan Nabi Muhammad,
2
mereka juga termasuk yang ikut melakukan disapora. Nantinya para imigran ini banyak yang menjadi
pedagang, beberapa guru agama ulama dan ahli hukum, lainnya menjadi tentara bayaran, beberapa bahkan mendirikan dinasti lokal melalui perkawinan.
Para imigran Hadhrami tersebut biasanya bepergian ke wilayah baru tanpa istri dan seringkali menikahi perempuan pribumi dimana mereka tinggal.
3
Keturunan mereka dikenal sebagai muwwalad istilah dalam bahasa Arab yang merupakan
bentuk jamak dari walada atau lahir, kalimat ini memiliki bentuk pelaku walad yang artinya anak sedangkan bentuknya jamaknya adalah awlad atau anak-anak, istilah
yang juga diterapkan pada setiap Hadhrami yang lahir di luar negeri.
4
Terlepas dari hal diatas, penting untuk dipahami bagaimana awalnya para Sayyid bermigrasi dari Kota Tarim, yang awalnya dipelopori Sayyid Ahmad bin Isa Al
Muhajir. Ia beserta pengikutnya, datang dari Iraq dan mendirikan Rubath di Kota Tarim. Kehadiran keturunan Nabi Muhammad di Kota Tarim tentu saja tidak terlepas
dari latar belakang sejarah hidup mereka, yang akhirnya membawa mereka untuk
2
Di Hadhramaut, kata Syarif sering digunakan sebagai kata sifat dengan makna „agung‟. Dalam pengertian itulah kata itu ditambahkan pada gelar Sayyid, yaitu as-Sayid asy-Syarif atau
„sayyid yang agung‟. Kata sifat itu tidak ada kaitannya dengan gelar Syarif. Lihat L.W.C van den Berg. Orang
Arab di Nusantara. Jakarta : Komunitas Bambu, 2010, h. 33.
3
Para pendatang Sayyid yang datang dari Hadhramaut menikah dengan perempuan lokal. Lihat Ho, Engseng, The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean. Berkeley
: University California Press. 2006, h. 235.
4
Gavin, R. J. Aden under British rule, 1839 –1967. London: Hurst. 1975, h. 198
datang ke Hadhramaut.
5
Meskipun para Hadhrami meninggalkan wilayah Kota Tarim, namun mereka tetap memilih berkunjung dan mendatangkan sejumlah barang
dagangan ke wilayah tersebut. Anak-anak, kerabat dan lain sebagainya yang dilahirkan di luar Kota Tarim, mereka tetap datang ke wilayah asalnya.
6
Kedatangan para Hadhrami yang dilahirkan di luar Kota Tarim pada dasarnya memiliki dua tujuan utama, pertama, mengajarkan kepada mereka tempat di mana
mereka sesungguhnya berasal, dan kedua, mengajarkan kepada mereka bagaimana kehidupan lokal di tempat mereka berasal. Dalam hal ini, mereka yang datang ke
Tarim menyesuaikan diri dengan lingkungan asal mereka, dari luar ke dalam, sebagaimana mereka beradaptasi di wilayah yang mereka tempati, dari daerah tujuan
ke daerah asal. Tarim tidak lagi dilihat sebagai wilayah tujuan, sebagaimana dilakukan oleh para sayyid pada abad dua belas, namun sebagai wilayah asal.
7
Para Hadhrami yang melakukan diaspora ke berbagai wilayah, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, tidak lah datang secara berbondong-bondong dengan seluruh
keluarga mereka. Seringkali mereka datang dalam kelompok-kelompok kecil. Pada umumnya mereka datang bersamaan dengan para pedagang yang datang dari wilayah
lain. Dengan begitu penulis berasumsi bahwa kedatangan mereka adalah untuk keperluan perdagangan daripada menyiarkan agama Islam. Selain itu tujuan
5
Hadhramaut sendiri konon diambil dari ucapan Nabi Hud ketika akan meninggal, yakni „Hadara al Maut”, yang artinya telah datang maut baca: malaikat maut, sehingga nama wilayah
tersebut dikenal dengan Hadhramaut. Lihat. Abdurrahman Baraqbah. Hadhramaut Bumi Sejuta Wali. Surabaya: Data Mustafa Press, hal. 28.
6
Ho, Engseng, The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean. Berkeley : University California Press. 2006, h. 22
7
Ho, Engseng, The Graves of Tarim: Genealogy and Mobility Across the Indian Ocean. Berkeley : University California Press. 2006, h. 23
kedatangan mereka melewati samudera adalah untuk memperluas jaringan perdagangan. Dan kemudian melalui jalur perdagangan inilah mereka juga
menyebarkan agama Islam. Oleh karena itu sebagian besar Hadhrami bisa dikatakan sebagai ulama.
Sebuah contoh yang luar biasa dari diaspora Hadrami adalah kemampuan orang Hadrami mempertahankan rasa bangga dengan tanah air sekaligus rasa kesukuan
mereka, sementara beradaptasi dan berkembang di wilayah yang mereka tempati. Para Hadhrami ini, dapat diumpamakan dengan seseorang yang berpijak pada dua
tanah, satu kaki berada di tanah asal mereka dan satu kaki lainnya berpijak di wilayah baru. Mereka yang kemudian menikah dan membangun keluarga, tetap
mempertahankan identitas mereka. Mereka mengirimkan uang untuk keluarga mereka di Hadhramaut, sering pula mengirim anak-anak mereka yang lahir di luar
Hadhramaut untuk kembali ke sana menuntut ilmu, bahkan sampai kembali menetap di Yaman
Meskipun mereka telah berasimilasi dengan penduduk lokal, para Hadhrami ini tetap menjalin hubungan dengan daerah asal mereka dan sedapat mungkin
mempertahankan hubungan genealogis serta gaya hidup dengan wilayah asal mereka. Sementara pengetahuan yang di dapat melalui perjalanan, menjadikan mereka sebagai
lokal kosmopolitan. Kaum kosmopolit lokal ini tentunya berbeda dengan penduduk