Diaspora Ulama Yaman Di Afrika

beliau mengikuti gelar Ayahanda.Istri dari Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Putri Raja Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, yang bernama Ummu Abdillah. Sebagian orang ada yang menulis Abdullah Khan, mungkin hanya akan mengingat Khan nya saja, karena marga khan tanpa Azmat memang populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan Abdullah Khan itu kurang tepat, karena Khan adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan dari marga Baalawi, atau Al- Alawi Al-Husaini. Ada yang berkata bahwa di India, mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmat Khan, bukan Al- Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab. 28 Sayyid Abdullah Azmat Khan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliau pun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan di dalam memperkenalkan sebuah budaya. Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya barat.Sampai saat ini, sejarah tertua yang didapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah. Maka, bisa jadi beliau adalah penyebar Islam 28 Penelitian Sayyid Zain bin Abdullah Alkaf yang dikutip dalam buku Khidmatul „Asyirah karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; membenarkan nasab jalur Azmatkhan. pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berdawah di tanah Jawa. 29 Sayyid Abdullah Khan mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Muazhzham Syah Maulana Ahmad. Nama beliau adalah Ahmad, adapun Al-Amir Al- Muazhzham adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang di agungkan, sedangkan Syah adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang raja, bangsawan dan pemimpin, sementara Maulana adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama Besar. 30 29 Menurut Ad- Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As- Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin „Alawi „Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini mela lui jalur Walisongo di Jawa” 30 Al-Husaini, H.M.H. Al-Hamid, Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah. Jakarta: Pustaka Hidayah. 2013, h. 65 45 BAB IV ULAMA YAMAN DI MADINAH

A. Diaspora Ulama Yaman di Tmur Tengah Mekkah-Madinah

Kombinasi antara Mekkah-Madinah dengan ajaran Al- Qur‟an serta Hadis Nabi dalam konteks studi keislaman tak diragukan lagi keabsahannya. Alasannya, kedua kota tersebut merupakan tempat dimana Islam pertama kali muncul dan berkembang dalam bentuknya yang paling awal. Sehingga, ilmu yang diperoleh di Mekkah- Madinah dipandang lebih tinggi nilainya daripada ilmu yang diperoleh di pusat-pusat keilmuan lain yang ada di dunia. Lebih jauh lagi, kedatangan dan kepergian jamaah haji setiap tahunnya membuat Mekkah dan Madinah menjadi melting pot terbesar umat muslim dari berbagai penjuru dunia saat itu. Selain itu, Mekkah-Madinah adalah pusat intelektual dunia Islam. Para ulama, sufi, filusuf, penyair, pengusaha dan sejarawan Muslim bertemu dan saling menukar informasi. 1 Tradisi keilmuan di kalangan ulama sepanjang sejarah Islam berkaitan erat dengan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan pendidikan, seperti masjid, madrasah, rubath, dan bahkan di rumah syekh. Hal ini jelas terlihat khususnya di 1 Belajar Islam di Timur Tengah. Departemen Agama, h. 25. Mekkah-Madinah, di mana tradisi keilmuan berhasil menciptakan jaringan-jaringan ulama ektensif. Tidak ragu lagi kedua masjid suci di Mekkah dan Madinah merupakan kiblat utama bagi para ulama yang terlibat dalam jaringan ulama sejak dasawarsa terakhir abad ke-15. Selain itu, jumlah madrasah dan rubath terus meningkat setelah madrasah pertama dan kedua di Mekkah dibangun pada 5711175 dan 5791183. Selain itu, kedua masjid utama tersebut tetap menjadi pelengkap yang vital bagi dunia keilmuan di Tanah Suci. Ditegaskan bahwa madrasah diorganisir secara lebih formal. Madrasah-madrasah mempunyai guru-guru, qadhi-qadhi dan pegawai-pegawai lain yang diangkat resmi. Madrasah-madrasah itu juga mempunyai kurikulum sendiri, dan bahkan kuota murid- murid dan alokasi waktu belajar sesuai dengan mazhab masing-masing. Buktinya dapat dilihat dari kasus madrasah-madrasah yang mempunyai empat bagian sesuai dengan jumlah mazhab hukum Sunni. Madrasah al-Ghiyatsiyah, misalnya, mempunyai kuota sebanyak 20 murid untuk setiap mazhab. Murid- murid Syafi‟i dan Hanafi belajar pada di pagi hari, sementara murid-murid Maliki dan Hanbali belajar pada sore hari. Pengaturan yang sama juga diterapkan pada madrasah-madrasah Sulaymaniyah. 2 Lalu, ulama yang mengajar di masjid suci Mekkah dan Madinah juga sering diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang datang dari berbagai tempat di Dunia 2 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 76. Muslim. Biasanya mereka mengadakan majelis session untuk membahas masalah yang ditanyakan. Dalam banyak kasus mereka mengutarakan fatwa-fatwa secara tertulis, tetapi tidak jarang pula mereka menulis buku yang berusaha menjawab persoalan secara terperinci. Ditambah, terdapat juga jenis-jenis ceramah yang sifatnya dialog. Misalnya seperti kasus Jamal al-Din al-Zhahinah yang menerima ratusan pertanyaan dari berbagai tempat di Timur Tengah. 3 Peranan penting yang dimainkan ulama al-Masjid al-Haram dan al-Masjid al- Nabawi dalam hubungannya dengan kaum Muslim juga menjadi ciri yang cukup menonjol pada masa-masa belakangan, ketika jaringan ulama semakin berkembang. Beberapa ulama terkemuka Haramayn pada abad ke- 17 menulis buku-buku untuk memecahkan masalah-masalah keagamaan yang muncul di kalangan Muslim Indonesia-Melayu. Kemudian menjelang akhir abad ke- 17, Kepala Qadhi Mekkah mengeluarkan fatwa penurunan Sultanah Kamalat Syah dari Singgasana Kesultanan Aceh dengan alasan bahwa sebuah Negara Islam haruslah tidak diperintah seorang perempuan. 4 Paling tidak terdapat satu pertanyaan yang perlu diajukan dalam kasus ini. Yaitu, bagaimana ulama yang datang dari berbagai tempat di Dunia Muslim mampu mendapatkan posisi-posisi pengajaran di madrasah-madrasah Haramayn, dan di al- 3 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 78. 4 Lihat R.H. Djajadiningrat, Kesultanan Aceh: Suatu Pembahasan tentang Sejarah Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan-bahan yang terdapat dalam Karya Melayu, terj. Teuku Hamid, Banda Aceh: Depdikbud, 1982- 3, 60. Lihat pula D. Crecellius dan E.A. Beardow, “A Reputed Sarakata of the Jamal al- Layl Dynasty”, JMBRAS, 52, II 1979, h.54. Lihat Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 79. Masjid al-Haram dan al-Masjid al-Nabawi. Agar diizinkan mengajar di institusi- institusi ini, setiap guru diwajibkan mempunyai ijazah sertifikasi, yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnnya. Kredensial terpenting adalah isnad, yakni mata rantai otoritas yang menunjukan hubungan yang tidak terputus antara guru dan murid dalam transmisi kitab-kitab atau ajaran tertentu. Ijazah biasanya dikeluarkan oleh guru yang diakui kewenangannya kepada murid setelah yang terakhir ini belajar dengannya. 5 Pengangkatan ulama pada posisi-posisi pengajaran di masjid suci Mekkah dan Madinah ditetapkan sejalan dengan birokrasi keagamaan yang bertanggung jawab tidak hanya pada pengelolaan kedua masjid suci, tetapi juga atas kehidupan keagamaan di Haramayn secara keseluruhan. Pemegang kedudukan tertinggi dalam birokrasi itu adalah Qadhi sering pula disebut Qadhi al-Qudha Kepala Qadhi yang bertanggung jawab atas hokum-hukum agama dan kepemimpinan empat Qadhi masing-masing mewakili mazhab Sunni. Kelihatan sebelum masa Utsmani, Qadhi al- Qudha juga memegang kedudukan Mufti. Di bawah posisi ini adalah dua Syeikh al- Haramayn, yang masing-masing memimpin al-Masjid al-Haram dan al-Masjid al- Nabawi. Di Mekkah dan Madinah terdapat pula Syekh al-Ulama yang bertugas mengawasi seluruh ulama di setiap kota ini 6 . Proses ulama melakasanakan kelilmuan pada abad ke-17 di Mekkah-Madinah, yang mana pada waktu itu Ibn Jubayr di Mekkah pada 579-801183-4, dia 5 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 79. 6 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara abad XVII XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, h. 80.