Menurut Konvensi New York 1958 dan Hukum Perdata Internasional

55 3. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas putusan IDRS 129100009; 4. Menghukum para Termohon Kasasipara Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- lima ratus ribu rupiah; Namun yang patut dipertanyakan adalah bagaimana kedudukan hukum, putusan kasasi yang dilontarkan oleh Mahkamah Agung ini, apabila dikontradiktifkan dengan undang-undang yang membahas mengenai kewenangannya Pengadilan. Kemudian terkait dengan ketentuannya dalam hukum acara mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional.

C. Analisis Putusan Hakim

1. Menurut Konvensi New York 1958 dan Hukum Perdata Internasional

Konvensi New York 1958 diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 pada tanggal 5 Agustus 1981. Dengan demikian Konvensi ini telah menjadi dasar hukum yang berlaku secara nasional. Namun, upaya ratifikasi Konvensi New York 1958 ternyata belum memberikan jalan keluar 56 dari masalah yang selama ini menghambat pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. 58 Perkara dalam putusan ini merupakan putusan yang termasuk ke dalam ruang lingkup Hukum Perdata Internasional HPI. Sebagaimana dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai AAPS, di Pasal 1 butir 9 menjelaskan bahwa “Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional ”. Ketentuan ini sesuai dengan ciri-ciri putusan arbitrase IDRS 129100009, yaitu bersifat transnasional. Antara perusahaan yang berdiri menggunakan hukum di Indonesia PT Mitra Adiperkasa, Tbk dan PT Harapan Nusantara melawan perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum Inggris yaitu Harvey Nichols and Company Limited, sehingga secara status personal hubungannya menyentuh pada aspek Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional memiliki ciri khas dan titik paut dalam menetap kan „Prinsip Hukum Perdata Internasional‟ tersebut, antara lain; titik taut dalam HPI di negara-negara Eropa Kontinental lebih mengedepankan 58 Eman Suparman. Arbitrase Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 199. 57 segi personalitas daripada hukum. Sebaliknya, titik-titik taut dalam HPI di negara-negara Anglo-Saxon lebih mengedepankan segi teritorial daripada hukum. Menurut sistem domisili yang mengedepankan segi teritorialitas daripada hukum, maka semua hubungan yang berkenaan dengan permasalahan perorangan individu , kekeluargaan, warisan, singkatnya: “Status Personil”, ditentukan oleh domisilinya. 59 Kemudian diprioritaskannya kuasa teritorial daripada hukum di sesuatu negara, mengakibatkan semua orang yang berada di dalam wilayah suatu negara dianggap takluk di bawah hukum Negara itu. Sedangkan dalam menetapkan penggunaan hukum yang dipakai, ialah harus dilihat dari Pilihan Forum. Dalam penjelasan di bab sebelumnya, yaitu bab II telah diterangkan bahwa pilihan forum ialah pilihan terhadap jurisdiksi lembaga atau badan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, dalam rangka mengajukan tuntutan pengembalian hak terhadap pihak yang dianggap telah melanggar danatau merugikan hak para pihak yang mengajukan tuntutan. Sehingga perlu diketahui bahwa, hubungan antara pihak penggugat dan pihak tergugat merupakan hubungan Perdata Internasional. 59 Sudargo Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina Cipta. h. 54. 58 Ketika membahas mengenai Perdata Internasional bukanlah hukumnya yang bersifat Internasional, tetapi hubungannya yang bersifat Internasional. Hubungan Internasional ini adalah hubungan hukum yang terjadi melawan lintas batas negara, bukan hukum antar negara-negara. 60 Pilihan forum menjadi suatu penilaian, forum mana yang dipilih dan memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan hukum. Hal ini bukan hanya dilihat dari substansi perjanjian, tetapi dilihat juga di mana suatu perjanjian tersebut dibuat. Pilihan forum yang dilakukan oleh masyarakat menjadi salah satu alasannya. Pilihan Forum dalam Perjanjian Lisensi Eksklusif sendiri dapat dilihat dari isi perjanjian tersebut, yang mana di dalamnya menerangkan bahwa penyelesaian sengketa dalam perjanjian tersebut melalui Chartered Institute of Arbitrators di London. Konstitusi di Negara kita memang memiliki framework tersendiri, dalam hal ini katakan mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Namun ketentuan tersebut tidak dapat membatasi seorang Hakim untuk mengembangkan kewenangannya dalam berinterpretasi. Ketika suatu pihak dalam suatu kasus mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase internasional, maka bukan berarti Pengadilan lantas menolak saja gugatan yang diajukann padanya. 60 Erman Suparman. Arbitrase Dilema Pe negakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 50. 59 Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, bahwasannya Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 48 Tahun 2009. Seperti yang telah diketahui bahwa Konvensi New York 1958 Pasal V hanya mengatur mengenai alasan-alasan untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase asing. Alasan-alasan untuk menolak putusan tersebut adalah sebagai berikut : 61 a. Bahwa para pihak yang telah membuat perjanjian untuk arbitrase ini arbitration clause menurut hukum yang berlaku, mereka tidak berwenang untuk melakukan hal itu. Misalnya mereka itu masih dibawah umur atau mereka dalam perwalian curatele dan sebagainya. Para pihak dapat dianggap tidak berwenang menurut hukum yang berlaku untuk perjanjian bersangkutan, atau dapat pula mereka dipandang tidak berwenang menurut hukum. b. Tidak dipenuhinya hal-hal tertentu dalam pelaksanaan acara berperkara arbitrase. Misalnya tidak diberitahukan secara lazim tentang pengangkatan arbiter atau tentang berjalannya perkara 61 Sudargo Gautama. Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional. Bandung: Penerbit Alumni, 1981. h. 220-222. 60 arbitrase. Dalam hal pihak yang dikalahkan ini tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembelaannya, maka dapat dianggap keputusan arbitrase telah diperoleh dengan cara-cara yang tidak wajar. Dalam hal demikian maka dimintakan penolakan pengakuannya. c. Arbitrase mencakup hal-hal yang di luar wewenang para arbiter, seperti yang telah ditugaskan kepada mereka. Hanya bagian daripada keputusan arbitrase yang termasuk dalam lingkungan wewenang para arbiter itu, yang dapat dilaksanakan. d. Prosedur untuk arbitrase tidak sesuai dengan apa yang telah disetujui oleh para pihak. Atau apabila para pihak tidak mengadakan perjanjian mengenai arbitrase. e. Keputusan arbitrase masih belum mengikat para pihak, telah dikesampingkan atau ditunda oleh instansi yang berwenang di dalam negara di mana keputusan arbitrase itu dibuat atau menurut hukum dari negara di mana keputusan bersangkutan dilakukan. f. Dapat juga ditolak pelaksanaan atau pengakuan dari pada keputusan arbitrase luar negeri, apabila menurut badan peradilan dari negara di mana dimintakan pelaksanaan atau pengakuan. Dipandang bahwa pokok persoalan yang diputus dengan arbitrase ini, tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase. Menurut ketentuan hukum daripada hakim di mana dimintakan pelaksanaan itu. 61 g. Public Policy, arbitrase asing tidak dapat dijalankan apabila dianggap bertentangan dengan sendi-sendi daripada hukum negaranya sendiri. Hingga apabila dilaksanakan pula, akan melanggar aturan sendi-sendi hukum di negara tersebut. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam putusan perkara No. 631 KPdt.Sus2012 yang antara lain menyebutkan bahwa : “Menurut Konvensi New York 1958, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan di tempat putusan arbitrase tersebut dijatuhkan”. Dirasakan tidak dapat menghentikan prosedural yang sangat berkaitan pada kewenangan Pengadilan, dalam hal ini tetap melaksanakan dan melanjutkan gugatan yang diajukan kepadanya, meskipun gugatan tersebut tidak diatur dalam Undang-undang yang berlaku, dalam hal ini UU AAPS terkait Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional.

2. Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan