22
unsur-unsur mengakui sudah terpenuhi, unsur melaksanakan eksekusi enforcement yang masih belum dapat dilaksanakan.
Pasalnya, sesuai dengan praktek hukum yang berlaku diperlukan lagi peraturan pelaksanaan tentang tata cara “exequatur”. Tanpa peraturan
pelaksanaan, pengadilan Indonesia tidak dapat menilai dan mempertimbangkan dengan hukum atau ketertiban umum yang berlaku di Indonesia.
21
Penyempurnaan dilakukan melalui undang-undang pelaksanaanya, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Penjelasan mengenai Arbitrase Internasional dapat dilihat dalam Pasal 1 dalam ketentuan umum butir 9 bahwa “Putusan Arbitrase Internasional adalah
putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase
atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dian
ggap sebagai suatu putusan arbitrase Internasional”.
B. Kekuatan Hukum Arbitrase Internasional Choice of Forum, Choice of Law,
Final and Binding
1. Choice of Forum
21
Yahya Harahap. Arbitrase Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata Rv, Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes ICSID
, INCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award,
PERMA No. 1 Tahun 1990 , Cet: ke-3. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 32.
23
Pilihan forum merupakan pilihan terhadap jurisdiksi lembaga atau badan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dalam rangka mengajukan tuntutan pengembalian hak terhadap pihak yang dianggap telah melanggar danatau merugikan pihak
yang mengajukan tuntutan.
22
Sedangkan dalam HPI Hukum Perdata Internasional yang dimaksud dengan pilihan hakim atau pilihan forum Choice of Court, Choice of Forum
adalah pemilihan yang dilakukan terhadap instansi peradilan atau instansi lain yang oleh para pihak ditentukan sebagai instansi yang akan menangani
sengketa mereka jika terjadi di kemudian hari.
23
Pilihan forum memiliki beberapa prinsip yang berlaku antara lain:
24
1. Prinsip kebebasan para pihak
Kebebasan para pihak termasuk di dalamnya kebebasan untuk mengubah forum yang sebelumnya telah disepakati. Prinsip kebebasan
22
Erman Suparman. Arbitrase Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 50.
23
Sudargo Gautama. Hukum Perdata Internasiona Indonesial. Bandung: Alumni, 1989. h. 53-54. Para pihak di dalam suatu kontrak dapat menyepakati sebuah klausula yang isinya menentukan
bahwa, apabila di kemudian hari timbul sengketa dari substansi kontrak yang mereka sepakati tersebut, sengketa dimaksud akan dibawa untuk diselesaikan oleh sebuah lembaga peradilan yang mereka pilih
selain pengadilan negeri di Indonesia. Pilihan dapat dilakukan terhadap lembaga tempat penyelesaian sengketa yang ada, baik di dalam negeri maupun di luar negeri
.” Lihat juga Erman Suparman, Arbitrase Dilema Penegakan Keadilan,
Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012, h. 52.
24
Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Cet: ke-II. Bandung: Rafika Aditama, 2008. h. 167-168.
24
para pihak dalam memilih forum ini pada prinsipnya adalah hukum yang mengikat.
2. Prinsip bonafid
Kesepakatan para pihak harus dihormati dan dilaksanakan dengan iktikad baik. Penghormatan terhadap prinsip ini terletak pada
penghormatan atas ekspektasi dan keyakinan para pihak bahwa forum yang dipilihnya adalah forum yang netral dan adil untuk
menyelesaikan sengketa, termasuk keahlian pengadilan di dalam menyelesaikan sengketa.
3. Prinsip prediktabilitas dan efektifitas
Pilihan forum tidak boleh dilakukan secara sparodis. Pemilihan suatu forum harus didasarkan pada pertimbangan apakah forum yang akan
menangani sengketa suatu kontrak dapat diprediksi kewenangannya dalam memutus sengketa. Selain itu perlu diperhatikan pula efektifitas
putusan yang akan dikeluarkan dan kemungkinan akan ditaati dan dilaksanakan.
4. Prinsip jurisdiksi eksklusif
Pilihan forum hendaknya tegas, eksklusif dan tidak menimbulkan jurisdiksi ganda. Di dalam perancangan kontrak internasional, tidak
jarang para pihak mencantumkan lebih dari satu pilihan forum untuk menyelesaikan satu sengketa.
25
Pilihan forum arbitrase berawal dari adanya perjanjian atau kesepakatan yang memang sebatas persoalan perniagaan. Kompetensi forum arbitrase
sebagai akibat adanya pilihan jurisdiksi melalui perjanjian arbitrase agreement to arbitrate, baik melalui klausul arbitrase arbitration clause
maupun melalui submission agreement, secara implisit diakui dan dinyatakan dalam artikel II ayat 3 Konvensi New York 1958. Bahwa pengadilan dari
negara penandatanganan konvensi harus merujuk pada pihak ke forum arbitrase, menunjukkan betapa akibat adanya pilihan forum pengadilan negeri
menjadi tidak berwenang memeriksa sengketa dimaksud, kecuali apabila ternyata dapat dibuktikan bahwa “... the said agreement is “null and void”
inoperative or incapable of being performed ”.
25
Prof. Erman menjelaskan bahwa, negara kita menganut asas kebebasan berkontrak, karenanya klausula arbitrase mengikat secara mutlak terhadap
para pihak yang membuatnya. Klausula arbitrase langsung melahirkan kompetensi absolut forum arbitrase sesuai pilihan para pihak.
2. Choice of Law
Dalam mengantisipasi terjadinya sengketa, para pihak dapat melakukan pilihan hukum terkait klausul perjanjian yang mereka sepakati. Dalam
25
Erman Suparman. Arbitrase Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012. h. 68-69. Yang dimaksud yaitu apabila dalam kesepakatan memiliki adanya kehendak yang tidak
bebas dalam menentukan persetujuan, maupun adanya penipuan dalam berjalannya suatu proses ber- arbitrase. Maka perananya, pengadilan negeri menjadi memiliki kewenangan dalam menangani
perkara.
26
bukunya “Arbitrase Komersial Internasional”, Huala Adolf membagi dua jenis pilihan hukum yang dikenal dalam Hukum Perdata Internasional:
Pertama , pilihan hukum secara tegas. Dalam hal ini memberitahukan
secara jelas dalam kontrak yang biasanya memiliki klausul tersendiri, yaitu menyatakan menggunakan hukum mana dalam pelaksanaan perjanjian
tersebut. Contohnya, untuk menyelesaikan perkara jual beli yang mungkin timbul antara perusahaanpengusaha Amerika Serikat dengan pengusaha
Indonesia. Maka dengan persetujuan bersama di dalam kontrak itu dicantumkan klausul tambahan. Misalnya saja dalam klausul itu ditentukan
bahwa untuk perjanjian jual beli itu berlaku ketentuan hukum Indonesia.
26
Kedua , pilihan hukum secara diam-diam. Yang dimaksud dalam pilihan
hukum ini ialah para pihak tidak memilih hukum mana yang akan berlaku, tetapi pilihan hukum itu akan tampak melalui penafsiran terhadap isi kontrak
atau dalam kehendak para pihak. Misalnya dalam dokumen kontrak itu, para pihak mengutip beberapa pasal hukum perdata Amerika Serikat. Maka secara
tidak langsung tampak bahwa para pihak menginginkan kontrak itu tunduk pada hukum Amerika Serikat, sehingga apabila timbul sengketa di kemudian
hari, maka hukum yang akan mengaturnya adalah hukum Amerika Serikat.
27
26
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Rajawali Pers, 1991. h. 44.
27
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Rajawali Pers , 1991. h. 44.
27
Selanjutnya, apabila para pihak tidak memberikan petunjuk sama sekali, maka hakim yang menangani perkara harus mencari hukum yang paling tepat
sesuai dengan fakta-fakta yang melekat pada para pihak yang saling mengikatkan janji maupun ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam
perjanjian tersebut. Perjanjian arbitrase seperti halnya perjanjian hukum lainnya, hanya dapat dirubah atau ditambah oleh kedua belah pihak atau lebih
dalam perjanjian.
28
3. Final dan Binding
Arbitrase memiliki asas final dan binding yang berarti putusan arbitase bersifat putusan akhir dan tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain,
seperti banding atau kasasi.
29
Hal tersebut dituangkan dalam Pasal 60 UU AAPS “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum
tetap dan mengikat para pihak”. Padahal pada prakteknya asas ini tidak sesuai dengan kenyataan, nyatanya
putusan arbitrase dapat dimintai pembatalan untuk putusan arbitrase nasional melalui jalur Pengadilan Negeri. Dan penolakan pengakuan yang
mempengaruhi dapat dilakukan eksekusi atau tidaknya, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pelaksanaan eksekuaturnya pun setelah memperoleh
28
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS Suatu Pengantar.
BANI: PT Fikahati Aneska, 2011. h. 76.
29
Sudiarto dan Zaenani Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.
Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004. h. 32.
28
persetujuan dari Mahkamah Agung yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keterlibatan pengadilan di sini, patut dipertanyakan, terkait dengan prinsip kemandirian, final dan mengikatnya putusan arbitrase. Terlebih terhadap
putusan arbitrase asing yang sangat terkait erat dengan prinsip timbal balik atau resiprositas reciprocity principle.
30
C. Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia