Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seni merupakan salah satu hasil kebudayaan yang diciptakan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan. Menurut Baumgarten
dalam Simbolon 1996:5 seni adalah keindahan. Keindahan merupakan wujud bahkan tujuan seni. Dalam kehidupan, manusia tidak dapat dipisahkan dengan
seni. Seni adalah bagian dari kehidupan manusia sejak zaman purba sampai masa kini dan nanti. Seni merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sama
mendesaknya dengan kebutuhan primer lainnya seperti sandang, pangan dan papan. Manusia memerlukan seni sebagai sarana pemuasan ekspresi dalam semua
bentuknya Dharmawan, 1987:1 Seni dibuat untuk menghadirkan estetika di tengah-tengah masyarakatnya.
Menurut Batteaux dalam Dharmawan 1987:1 “Seni Murni” atau “Pure Art” adalah seni yang terutama menghasilkan karya-karya dengan kepentingan estetis
seperti seni lukis, seni pahat, seni kriya termasuk seni keramik, seni musik, dsb. Jika berbicara mengenai estetika berarti berbicara mengenai nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Dalam seni, nilai adalah kualitas yang membangkitkan apresiasi. Nilai berbeda dengan fakta, sering semata-mata bersifat
khayali. Nilai diungkapkan dalam seni dengan tujuan untuk menghadirkan estetika.
Estetika secara sederhana adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya.
Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.
Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap
sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
Dapat disimpulkan bahwa nilai estetika merupakan hal-hal abstrak yang dapat membangkitkan apresiasi terhadap karya seni. Keindahan merupakan hal
abstrak yang terkandung di dalam karya seni tersebut. Dengan kata lain, keindahan merupakan salah satu dari nilai estetika yang terkandung dalam suatu
karya seni. Pandangan mengenai nilai estetika oleh suatu masyarakat berbeda dengan
masyarakat yang lain. Perbedaan ini pada umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : faktor agama, struktur sosial, perekonomian dan budaya.
Faktor-faktor tersebut juga mendukung terbentuknya nilai estetika yang bersifat khas pada suatu masyarakat. Salah satu nilai estetika yang bersifat khas dapat
dilihat pada masyarakat Jepang. Jepang adalah suatu bangsa dengan budaya yang mempunyai pandangan
estetika yang intim antara seni, kehidupan dan alam. Orang-orang Jepang hidup akrab dengan alam agar seni mereka tetap intim dengan alam. Orang Jepang
senang mengamati pergantian alam dan berharap untuk menikmatinya dalam media seni Sutrisno, 1993:111. Dengan demikian, yang menjadi titik estetika di
Jepang adalah alam, karena alamlah yang mengisi hampir semua objek seni budaya Jepang. Alam pulalah yang saling memperdalam antara religiositas
keagamaan dan semangat hidup. Kalau berbicara mengenai Jepang, mengenai
Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.
estetikanya, hanya ada satu fenomena Jepang yang terus mengalir menembus alur kemajuan zaman yaitu alam Sutrisno, 1993:118.
Bangsa Jepang memiliki pandang yang berbeda tentang estetika jika dilihat dari sudut pandang dunia Barat mengenai kehampaan. Salah satu dasar
pemikiran Barat adalah bahwa apa yang kosong hampa dianggap tidak menarik. Hanya yang “berisi” atau penuh lah yang menarik. Namun, bangsa Jepang
menganggap bahwa kehampaan itu mempunyai arti, memiliki sesuatu yang menarik untuk diperhatikan. Kekosongan itu dianggap “menampilkan” sesuatu.
Kehampaan dapat menjadi positif dan selalu bersifat dinamis Sutrisno, 1993:116- 117.
Disamping itu, terdapat faktor khas yang membentuk estetika Jepang. Faktor yang membentuk nilai estetika yang khas pada masyarakat Jepang adalah
faktor agama, yaitu Zen Buddhisme. Dalam ajaran Zen ditekankan nilai-nilai kesederhanaan dan juga kealamian yang mengikuti garis alam serta tidak adanya
unsur buatan. Pengaruh Zen dalam kehidupan bangsa Jepang sangat kuat karena kesederhanaan ajarannya. Pandangan Zen dalam memandang keindahan pun
demikian, yaitu setiap orang harus masuk ke “objek” itu sendiri, ke inti realitas dan kemudian melihat dan merasakan estetika itu sendiri dari dalam. Pendekatan
ini menunjukkan bahwa Zen Buddhisme memberikan pengaruh spiritual yang sangat besar dalam memahami estetika. Salah satu seni di Jepang yang sangat
dipengaruhi oleh ajaran Zen Buddhisme adalah seni keramik. Seni Keramik adalah cabang seni rupa yang mengolah material keramik
untuk membuat karya seni dari yang bersifat tradisional sampai modern atau canggih. Selain itu dibedakan pula kegiatan kriya keramik berdasarkan prinsip
Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.
fungsionalitas dan produksinya. Pada dasarnya keramik di kategorikan dalam dua kategori, yaitu keramik tradisional dan keramik modern atau keramik canggih.
Keramik tradisional dibentuk dari tanah liat, seperti gerabah, porselen, tembikar dan sebagainya. Fungsi keramik tradisional biasanya adalah sebagai peralatan
makan dan minum serta benda dekor, sedangkan keramik modern berfungsi untuk bidang teknis seperti pada industri elektronika, informatika, konstruksi bahkan
pada bidang kedokteran Astuti, 1997:1-6. Keramik menggunakan materi tanah liat yang berbeda-beda serta
menggunakan teknik pembuatan dan pembakaran yang berbeda pula. Namun, sebagai aplikasi dari nilai Zen tentang kesederhanaan dan kealamian, proses
pembakaran cenderung tanpa teknik atau apa adanya. Dengan kata lain, memberikan kesempatan pada alam untuk memberikan bentuk dan warna pada
keramik. Pada awalnya perkembangan seni keramik di Jepang dipengaruhi oleh
upacara minum teh yang berkembang pada abad ke-16. Upacara minum teh sebenarnya merupakan sebuah wujud dari seni keindahan dalam kesederhanaan
yang dianut dari ajaran Zen Buddhisme. Menurut Katayagani dalam Ishikawa 2005:6, upacara minum teh mengandung nilai-nilai yang disebut dengan estetika
wabi-sabi yang merupakan salah satu ajaran Zen Buddhisme. Para ahli minum teh ingin agar peralatan makan dan minum mereka
mengekspresikan semangat estetika wabi-sabi sehingga kemudian menggunakan pengaruh mereka dengan memerintahkan para pengrajin untuk membuat mangkuk
dan peralatan yang sesuai dengan nilai estetika tersebut.
Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.
Karya-karya keramik di Jepang pun terimbas dengan falsafah ajaran Zen Buddhisme tersebut. Bentuk keramik yang dihasilkan sangatlah sederhana, alami,
dan bahkan asimetris, yaitu bagian kiri dan kanan tidak seimbang atau sama. Hal ini menunjukkan bahwasanya di dalam karya keramik tradisional Jepang terdapat
nilai-nlai Zen Budhhisme sehinga menghasilkan nilai estetika yang khas. Estetika wabi-sabi tersebut mengekspresikan beberapa nilai ajaran Zen
yang tidak terlepas dari kewajaran atau bersifat alami. Diantaranya adalah fukinsei asimetris atau ketidakteraturan, kanso kesederhanaan yang rapi dan segar, koko
esensi, shizen kewajaran atau kealamian, yugen bermakna atau rasa yang mendalam, datsuzoku kebebasan yang tidak terikat, shibui kesederhanaan dan
keindahan seadanya, wabi kekayaan dalam kesederhanaan, sabi kesendirian dan ketidakberaturan, dan seijaku hening atau tenang Iswidayati, 1995:141.
Berdasarkan estetika wabi-sabi tersebut, keramik tradisional Jepang mengandung nilai-nilai ajaran Zen Buddhisme, yaitu nilai ketidaksimetrisan, nilai
kealamian, nilai kesederhanaan serta nilai kedalaman rasa. Nilai-nilai tersebut merupakan estetika yang khas pada karya-karya keramik tradisional Jepang.
Berdasarkan uraian di atas, seni keramik ternyata mendapat pengaruh yang besar dari Zen Buddhismen. Dalam ajaran Zen Buddhisme, terdapat suatu konsep
estetika yang dipedomani di Jepang, yaitu estetika wabi-sabi. Berdasarkan estetika wabi-sabi tersebut keramik tradisional Jepang pun mengandung nilai-nilai
ajaran Zen Buddhisme. Hal tersebutlah yang mendorong rasa ingin tahu penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai nilai estetika keramik Jepang dan memilih
judu l skripsi “Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme pada Estetika Keramik Tradisional Jepang”.
Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.
1.2 Perumusan Masalah