Nilai Kedalaman Rasa NILAI-NILAI ZEN BUDDHISME DALAM ESTETIKA KERAMIK

Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010. dilihat dari bentuk keramik yang sangat sederhana dan ketidakseimbangan bentuk khususnya pada cangkir. - Botol dan cangkir memiliki dekorasi yang sederhana dan tanpa ornamen, hanya memanfaatkan sisa hangus sebagai dekorasi. - Bentuk serta dekorasi pada keramik ini menunjukkan tanda-tanda ketidaksempurnaan yang semakin mempertegas kesederhanaan yang dikandungnya. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa nilai estetika Zen Buddhisme yang tercermin adalah kansho, shibui dan wabi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kansho menekankan bentuk kesederhanaan dan tidak berlebihan, shibui menekankan bentuk kesederhanaan dan bentuk yang seadanya, serta wabi yang menekankan pada bentuk yang sederhana dalam kekayaan spiritual.

3.4 Nilai Kedalaman Rasa

Karakteristik Zen Buddhisme dalam nilai kedalaman rasa mempunyai arti tersendiri serta menciptakan kesan lain terhadap perasaan pada umumnya. Sebagai contoh, pada umumnya kegelapan diartikan sebagai kesan yang seram, menakutkan, mencekam, mistis, dan seterusnya. Namun, dalam Zen Buddhisme kegelapan mengandung pengertian cerah kegelapan yang cerah, mempunyai kesan tentram, damai, lembut, dan tenang. 1. Pembuatan Keramik Pembuatan keramik dengan menggunakan teknik putar, pada dasarnya sama dengan melakukan meditasi Zen. Dalam hal ini diperlukan Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010. pemusatan pikiran dan konsentrasi yang tinggi, karena akan mempengaruhi bentuk keramik yang dihasilkan. Pada saat seperti ini, pembuat keramik akan memusatkan pikirannya dan seolah menyatu dengan keramik yang dibentuknya. Menghayati pembentukan keramik sama seperti mencari pencerahan dalam meditasi. 2. Dekorasi dan Pewarnaan a. Dalam pewarnaan keramik, pada umumnya digunakan warna- warna redup dan tidak mencolok tidak menggunakan glasir mengkilat, dengan tujuan untuk memperoleh kesan tenang dan lembut. b. Peralatan makan keramik dengan warna merah biasanya digunakan pada musim dingin, karena warna merah dianggap dapat menciptakan perasaan hangat. c. Bentuk serta dekorasi keramik yang tidak beraturan atau asimetris dianggap sebagai perwujudan dari sikap dan tingkah laku orang Jepang yang selalu dinamis, kontradiktif namun tetap harmonis. 3. Pembakaran Keramik a. Proses pembakaran keramik mempunyai makna kehati-hatian, kesabaran serta kepasrahan dan menghilangkan egoisme. Dikatakan demikian karena saat seperti itu merupakan penyerahan kepada alam untuk memberi bentuk pada keramik di dalam tungku pembakaran. b. Bentuk keramik yang dihasilkan setelah proses pembakaran sering kali mempunyai bentuk yang tidak beraturan, mempunyai tanda Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010. hangus, dan ketidaksempurnaan lainnya, namun hal tersebut sangat dihargai sebagai sesuatu yang menarik, karena masyarakat Jepang percaya bahwa itu lah yang menjadi ciri keramik tersebut. Bagi mereka sangatlah penting bahwa setiap keramik mempunyai kepribadiannya sendiri sama halnya dengan manusia. c. Kesederhanaan dan kealamian polos tanpa dekorasi gambar maupun ornamen mempunyai arti mengungkapkan kerendahan hidup. Dalam Zen Buddhisme, kehidupan yang bergantung pada kemakmuran materi akan menghambat kesempurnaan kehidupan spiritual. Sebaliknya, sesuatu yang alami tanpa direkayasa akan menimbulkan semangat yang mendalam, lebih menyentuh perasaan dan dapat menguasai spiritual dari pada sesuatu yang sempurna dan penuh hiasan. Masyarakat Jepang lebih dominan menggunakan dan memilih keramik sebagai peralatan makan dibandingkan peralatan yang terbuat dari bahan sintetik, melamin, maupun plastik, karena keramik dirasakan memiliki pengaruh cita rasa yang tinggi terhadap makanan yang disajikan. Bagi masyarakat Jepang makan bukan hanya untuk menghilangkan lapar, tetapi memiliki makna yang mendalam, yaitu sebagai spirit untuk kelangsungan hidup. Untuk lebih memahami penjelasan di atas, berikut ini penulis menyertakan beberapa gambar keramik beserta penjelasan yang berhubungan dengan nilai kedalaman rasa pada keramik. Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010. a. b. Gambar 6. Gambar a. Mangkuk Aka Raku Matcha 2 2009. Pengrajin: Shoraku, Jepang. Diameter: 4.6” 11.8cm. Tinggi: 3.2” 8.3cm Gambar b. Furisode, Shino Tea Bowl abad ke-16. Seto, Jepang. Keterangan gambar 6: - Gambar a merupakan cawan teh yang berwarna merah. Peralatan makan berwarna merah biasanya digunakan pada saat musim dingin, karena masyarakat Jepang mempercayai warna merah bermakna hangat dan dipercayai akan menciptakan perasaan hangat pula. Nilai kedalaman rasa pada keramik ini ditunjukkan oleh perasaan hangat yang dirasakan oleh masyarakat Jepang saat melihat dan menikmati warna merah pada keramik ini sarta saat menggunakannya. - Pada gambar b terdapat keramik dengan warna yang redup atau tidak mencolok. Nilai kedalaman rasa pada keramik ini ditunjukkan oleh kesan tenang dan lembut yang dapat dirasakan saat melihat dan menggunakannya. - Pada gambar a dan b terdapat bentuk serta dekorasi yang tidak beraturan tidak terpola dan tidak simetris. Hal ini merupakan salah Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010. satu nilai kedalaman rasa yang tercermin dalam keramik tersebut, karena hal tersebut dianggap sebagai perlambangan masyarakat Jepang yang selalu dinamis, kontradiktif, namun tetap harmonis. - Pada gambar a dan b terdapat tanda-tanda ketidaksempurnaan, seperti tanda hangus, ketidaksimetrisan serta tanda retak pada keramik. Tanda –tanda ketidaksempurnaan tersebut tidak dianggap sebagai kegagalan namun sebagai ciri keramik tersebut. - Ciri keramik pada gambar a dan b dianggap sebagai kepribadian keramik, sama halnya dengan manusia yang membutuhkan karakter dan kepribadiannya sendiri. Sehingga saat kita melihat keramik tersebut kita seolah melihat sebuah kepribadian yang unik, yang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini merupakan nilai kedalaman rasa yang tercermin dalam keramik tersebut. - Keramik pada gambar a dan b memiliki dekorasi yang sederhana dan alami, yaitu tanda hangus dan tanda retak. Kesederhanaan dan kealamian tersebut dianggap sebagai simbol kerendahan dan kesederhanaan hidup. Kealamian pada keramik memberikan perasaan tenang dan tidak tegang. Hal ini merupakan nilai kedalaman rasa yang dapat dirasakan saat melihat dan mengamati keramik tersebut. - Pembuatan keramik pada gambar a dilakukan dengan teknik putar. Melakukan tenik putar persis seperti melakukan meditasi dalam Zen. Proses ini bermakna memusatkan pikiran dan menyatu dengan keramik seperti mencari pencerahan dalam Zen. Nilai kedalaman rasa di sini adalah bagaimana kita mengartikan bahwa seseorang yang sedang Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010. membuat keramik seolah melupakan kehidupan dunia dan berkonsentrasi serta menyatu dengan alam untuk menciptakan suatu bentuk keramik. - Tanda-tanda ketidaksempurnaan keramik pada gambar a dan b dihasilkan pada proses pembakaran. Proses pembakaran bermakna suatu kehati-hatian, kesabaran serta kepasrahan dan menghilangkan ogoisme. Nilai kedalaman rasa di sini dapat dilihat dari proses pembakaran keramik yang dapat dikatakan sebagai suatu kepasrahan berupa penyerahan kepada alam untuk memberi ciri pada keramik dalam tungku pembakaran yang nantinya akan menjadi identitas pada keramik tersebut. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa nilai estetika Zen Buddhisme yang tercermin adalah yuugen, sabi, dan seijaku. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa yuugen menekankan pada keindahan yang muncul melalui kemisteriusan, bahkan terkadang tidak terlihat mata, tidak terkatakan, namun mengandung rasa yang mendalam. Sabi menekankan pada kesendirian, keterasingan, dan ketidakberaturan yang mengarah pada onjek individual dan lingkungan secara umum. Dalam hal ini yaitu pembuat keramik dan penikmat atau pengamat keramik. Sedangkan seijaku menekankan pada suatu bentuk ketenangan dari kekuatan spiritual, kestabilan dan ketentraman ke arah pencerahan. Hal ini menggambarkan seseorang yang sedang membuat keramik seperti sedang melakukan meditasi, yaitu suatu keadaan aktif yang tenang tanpa gangguan, memusatka pikiran dan berkonsentrasi. Eva Nurintan Silalahi : Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Keramik Tradisional Jepang, 2010.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN