Hukum Wasiat KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT

24 segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan ketentuan hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. 15 Ada beberapa jenis wasiat yang tidak ada penegasan hukumnya baik dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah, seperti membagi macam-macam harta benda warisan kepada ahli waris tertentu, bolehkah wasiat direalisasikan atau tidak. Dalam hal ini ulama melakukan ijtihad yang dianggap perlu oleh karena ahli waris tertentu dari harta benda warisan adalah keseluruhan harta, dengan alasan bahwa Al-Qur’an menentukan bagian warisan dua pertiga, sepertiga, seperempat, seperenam, dan seperdelapan itu adalah dari keseluruhan harta warisan yang ada. 16

C. Hukum Wasiat

Dari beberapa fenomena di atas, para ulama juga berijtihad dalam menetapkan status hukum wasiat, yaitu: 1. Wajib Wasiat dianggap wajib dalam keadaan bila manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum 15 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia, Jakata: PT. Raja Grafindo, 2000, h. 104 16 Ahmad Azhar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Hukum Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1972, h. 32 25 dilaksanakan, atau dia mempunyai amanat yang belum disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahui selain oleh dirinya, atau dia mempunyai titipan yang belum dipersaksikan. 17 2. Sunah Berwasiat hukumnya sunnah bila diberikan kepada karib kerabat atau ditujukan kepada orang-orang miskin dan orang-orang shaleh atau kepada orang yang tidak menerima pusaka yang motifnya untuk kepentingan sosial. 18 3. Haram Berwasiat hukumnya haram bila bertujuan untuk maksiat, seperti berwasiat untuk mendirikan tempat-tempat perjudian, pelacuran atau hal-hal yang dilarang oleh ajaran agama islam. 19 4. Makruh Berwasiat hukumnya makruh, bila orang yang berwasiat itu sedikit hartanya, sedangkan ia mempunyai ahli waris yang banyak yang membutuhkan hartanya. Demikian juga berwasiat kepada orang-orang fasiq jika diketahui atau diduga dengan keras bahwa mereka akan menggunakan harta tersebut dalam kefasikan dan kerusakan. Namun bila orang yang memberi wasiat itu mengetahui dan 17 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 222 18 Ahmad Rofiq, MA, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999, h. 449 19 Fathurrahman, Ilmu Waris, Bandung: al-Ma’arif, 1984, h. 25 26 menduga bahwa orang akan diberi wasiat itu menjadi baik, maka hal ini menjadi sunnah. 20 5. Mubah Wasiat itu diperbolehkan bila ditujukan kepada kerabat, tetangga atau yang lain yang penghidupannya tidak kekurangan. 21 Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan tentang hukum wasiat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa keadaan si pewasiat dan orang yang akan diberikan wasiat sangat mempengaruhi terhadap status hukum dari wasiat itu sendiri. Seperti contoh, apabila orang yang akan berwasiat sebelum meninggal, ia masih memiliki hutang kepada manusia atau kepada Allah SWT yang hanya diketahui olehnya, maka hukum wasiat adalah wajib. Wasiat pun akan menjadi haram apabila hendak berwasiat yang bertujuan untuk kemaksiatan. Seperti berwasiat untuk membangun rumah prostitusi. Wasiat juga dianggap makruh apabila meninggalkan harta yang sedikit sedangkan banyak ahli yang mempunyai hak terhadap harta peninggalan tersebut.

D. Rukun dan Syarat Wasiat