Dasar Hukum Wasiat KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT

19 Sedangkan para pakar mengartikan wasiat sama dengan menghibahkan sesuatu kepada orang lain yang kepemilikannya dapat diambil setelah pewasiat meninggal dunia, seperti disebutkan di bawah ini. Wasiat merupakan suatu akad yang boleh dan tidak mengikat sehingga wasiat dapat dibatalkan sewaktu-waktu oleh salah satu pihak pemberi wasiat. Dengan demikian wasiat adalah menghibahkan harta dari seseorang kepada orang lain sesudah meninggalnya si pewasiat atau pembebasan hartanya, baik dijelaskan dengan kata-kata lafadz atau tidak. 7 Begitu pun yang dikemukakan oleh Sayuti Thalib. 8 Dan wasiat bisa diartikan dengan suatu pesan tentang pembagian harta warisan kepada seseorang yang selain ahli waris. 9 Dari berbagai pengertian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa benda, atau sekedar manfaat yang akan menjadi milik bagi orang yang akan diberikan wasiat tanpa mengharapkan imbalan tabarru’ yang pelaksanaannya berlaku setelah orang yang berwasiat telah meninggal dunia.

B. Dasar Hukum Wasiat

Dasar-dasar pengambilan hukum mengenai wasiat adalah berdasarkan Al- Qur’an, Al-Hadis, Ijma’ dan Ijtihad para Ulama. 1. Al-Qur’an 7 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Terjemahan ‘Abdurrahman, Semarang: asy-Syifa, 1990, Juz 3, h. 40 8 Sayuthi Thalib, Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Bina Askara, 1970, h. 87 9 Husein Bhreisy, Kamus Islam, Bandung: Galuni Jaya, 1990, h. 16 20 Dalam Al-Qur’an penjelasan tentang wasiat terdapat dalam surat al-Baqarah Ayat 180 yakni:                   Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seseoramg diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat kepada ibu bapaknya dan karib kerabatnya secara baik, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” QS. Al-Baqarah02: 180. Ayat ini menunjukan kewajiban untuk berwasiat kepada kedua orang tua dan kerabat yang dekat, yaitu hanya kepada ahli waris kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mendapatkan harta waris baik karena dzawil arham dan mahjub yang orang tuanya telah meninggal lebih dahulu dari pewaris maupun karena mahram kecuali pembunuh. 10 Namun ketetapan itu menjadi sunah sesudah turunnya ayat tentang pembagian waris, maka ayat tentang kewajiban berwasiat menjadi mansukh. Di samping ada ayat yang menasakh tentang wasiat juga ada hadis Nabi yang artinya “tidak ada wasiat bagi ahli waris”. Selanjutnya dalam surat al-Maidah Ayat 106 menganjurkan dalam berwasiat hendaknya disaksikan oleh dua orang saksi, yakni:                         10 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fikih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h. 175-176 21                               Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, Maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang untuk bersumpah, lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: Demi Allah kami tidak akan membeli dengan sumpah Ini harga yang sedikit untuk kepentingan seseorang, walaupun dia karib kerabat, dan tidak pula kami menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa QS. Al-Maidah05: 106. Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya wasiat merupakan suatu perbuatan yang dianjurkan oleh agama dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang sekiranya dapat merusak tujuan dari wasiat tersebut, maka hendaklah wasiat disaksikan oleh dua orang saksi. 2. Al-Hadis Di samping ayat Al-Qur’an, juga ada hadis Nabi Saw yang menjelaskan tentang hal wasiat di antaranya sebagai berikut: ﻲﺿرﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﻦﻋ ﻊﻓﺎﻧ ﻦﻋ ﻚﻟﺎﻣ ﺎﻧﺮﺒﺧا ﻒﺳﻮﯾ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛﺪﺣ لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر نا ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲا : ﮫﻟ ﻢﻠﺴﻣ ئﺮﻣا ﻖﺣ ﺎﻣ هﺪﻨﻋ ﺔﺑﻮﺘﻜﻣ ﮫﺘﯿﺻوو ﻻا ﻦﯿﺘﻠﯿﻟ ﺖﯿﺒﯾ ﮫﯿﻓ ﻰﺻﻮﯾ ﺊﯿﺷ ىرﺎﺨﺒﻟا هاور . 11 11 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Beyrut: Dar al- Fikr, Tt, Juz I, h. 124 22 Artinya: “Dari Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar R.A, Ia berkata: bahwa Rasulallah SAW. Bersabda: bukankah hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan bermalam diperlambat selama dua malam, kecuali wasiatnya telah tercatat di sisinya”. H.R. al-Bukhari ﷲا ﺪﺒﻋ ةﺪﯿﻋ ﺎﻨﺛﺪﺣ ، لﺎﻗ : ﺪﻤﺼﻟا ﺪﺒﻋ ﺎﻧﺮﺒﺧا ، لﺎﻗ : ﻰﻧاﺪﺤﻟا ﻲﻠﻋ ﻦﺑ ﺮﺼﻧ ﺎﻨﺛﺪﺣ ، لﺎﻗ : ﺮﺑﺎﺟ ﻦﺑ ﺚﻌﺷﻻا ﺎﻧﺮﺒﺧا ، لﺎﻗ : ّنا ﺐﺷﻮﺣ ﻦﺑ ﺮﮭﺷ ﻰﻨﺛﺪﺣ نا ﮫﺛﺪﺣ ةﺮﯾﺮھ ﺎﺑا لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر : ّنا ّﺮﻟا ةاﺮﻤﻟا وا ﻞﻤﻌﯿﻟ ﻞﺟ ّﺘﺳ ﷲا ﺔﻋﺎﻄﺑ ﻦﯿ ّﻢﺛ ،ﺔﻨﺳ ّرﺎﻀﯿﻓ ،تﻮﻤﻟا ﺎﻤھ ﺮﻀﺤﯾ رﺎﻨﻟا ﺎﻤﮭﻟ ﺐﺠﺘﻓ ﺔﯿﺻﻮﻟا ﻰﻓ نا . ّﻲﻠﻋ أﺮﻗو لﺎﻗ ﺎﻨھ ﺎھ ﻦﻣ ةﺮﯾﺮھ ﻮﺑا ﷲا ﻦﻣ ﺔّﯿﺻو رﺎﻀﻣ ﺮﯿﻏ ﻦﯾذوا ﺎﮭﺑ ﻲﺻﻮﯾ ﺔﯿﺻﻮﻟا ﺪﻌﺑ ﻦﻣ . ﻢﯿﻈﻌﻟا زﻮﻓ ﻚﻟاذو . دواد ﻮﺑا هاور . 12 Artinya: “Dari ‘Aidah ‘Abdullah, dari ‘Abd al-Shamad, dari Nashr bin ‘Ali al- Haddany, dari al-‘Asy’ats bin Jabir, dari Syahr bin Hausyah, dari Abu Hurairah menceritakan sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda: “Bahwa seseorang sungguh akan beramal, juga perempuan sungguh akan beramal taat kepada Allah SWT itu selama enam puluh tahun, kemudian keduanya kedatangan ajalnya, sedang keduanya menyulitkan dalam wasiatnya, maka keduanya pun akan dipastikan masuk neraka”. Kemudian Abu Hurairah membacakan ayat : ...“sesudah wasiat yang ia wasiatkannya atau untuk membayar hutang, padahal wasiat itu tidak juga menyusahkan, sebagai ketetapan dari Allah. Yang demekian itu adalah batas-batas ketentuan Allah, barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan dimasukkan ke dalam surga-surga yang di bawahnya ada sungai-sungai yang mengalir, mereka akan kekal di surga-surga itu: dan demikian itu adalah kebahagiaan yang sangat besar”. H.R. Abu Dawud Kedua hadis tersebut memberikan bahwa wasiat yang tertulis dan selalu berada di sisi orang yang berwasiat merupakan suatu kehati-hatian, sebab kematian seseorang tidak ada yang dapat mengetahui, kemudian pada hadis berikutnya dapat dipahami bahwa apabila seseorang beramal baik selama enam puluh tahun, sedang ia 12 Abi Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats, Sunan Abi Dawud, Beyrut: Dar al-Fikr, 1987, Juz 4, h. 4 23 dalam wasiatnya berbuat kecurangan maka terhadap orang tersebut jaminannya adalah neraka. Dalam hal ini al-Syafi’i memberikan komentarnya bahwa orang islam yang berwasiat sebaiknya wasiat tersebut ditulis dan berada di sisinya, sebab hal tersebut dapat menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Bila tidak berhati-hati dalam berwasiat, bisa jadi cita-cita si pewasiat tidak tercapai karena kematian seseorang hanya Allah yang mengetahui. 3. Ijma’ Ijma’ adalah kesepakatan para Mujtahid di antara umat islam pada satu masa setelah wafatnya Rasulallah terhadap hukum syara’ tentang suatu masalah atau kejadian. 13 Umat Islam, sejak zaman Rasulullah sampai sekarang masih banyak yang menjalankan wasiat. Perbuatan yang demikian itu tidak ada yang mengingkarinya dan dengan tiada adanya pengingkaran tersebut telah menunjukan adanya ijma’. 14 Para ulama pun telah sepakat dalam menanggapi hadis Nabi tentang kadar wasiat yang tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalannya si pewasiat. 4. Ijtihad Ijtihad berasal dari kata jahada yang berarti mencurahkan segala kemampuan atau menghabiskan segala daya dalam berusaha. Sedang ijtihad menurut istilah adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan menggunakan 13 Amir Syarifuddin, Ushul Fikih, Jakarta: Wacana Ilmu, 1997, Jilid I, h. 81 14 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fikih Mawaris, h. 57 24 segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan ketentuan hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. 15 Ada beberapa jenis wasiat yang tidak ada penegasan hukumnya baik dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah, seperti membagi macam-macam harta benda warisan kepada ahli waris tertentu, bolehkah wasiat direalisasikan atau tidak. Dalam hal ini ulama melakukan ijtihad yang dianggap perlu oleh karena ahli waris tertentu dari harta benda warisan adalah keseluruhan harta, dengan alasan bahwa Al-Qur’an menentukan bagian warisan dua pertiga, sepertiga, seperempat, seperenam, dan seperdelapan itu adalah dari keseluruhan harta warisan yang ada. 16

C. Hukum Wasiat