35
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM KHI
A. Sekilas Tentang Kompilasi Hukum Islam KHI
1. Pengertian Kompilasi Hukum Islam KHI Istilah kompilasi berasal dari bahasa Yunani, diambil dari perkataan
“compilare” yang mempunyai arti mengumpulkan bersama-sama, seperti mengumpulkan peraturan-peraturan yang tersebar berserakan di mana-mana. Istilah
ini kemudian dikembangkan menjadi “compilation” dalam bahasa Inggris atau “compilatie” dalam bahasa Belanda. Istilah ini kemudian dipergunakan dalam bahasa
Indonesia menjadi “kompilasi” yang berarti terjemahan langsung dari dua perkataan yang tersebut terakhir.
1
Dalam literatur bahasa bahasa Indonesia, kompilasi secara bahasa mengandung arti kumpulan yang tersusun secara teratur daftar informasi,
keterangan-keterangan dan sebagainya.
2
Berdasarkan keterangan tersebut dapatlah diketahui bahwa ditinjau dari sudut bahasa kompilasi adalah kegiatan pengumpulan
dari berbagai bahan tertulis yang diambil dari berbagai buku atau tulisan mengenai suatu persoalan tertentu. Pengumpulan bahan dari berbagai sumber yang dibuat oleh
11
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: Akademika Pressindo, 2004, hal. 10
2
Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 453
36
beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis dalam suatu buku tertentu, sehingga dengan kegiatan ini semua bahan yang diperlukan dapat ditemukan dengan mudah.
3
Adapun yang dimaksud dengan Kompilasi Hukum Islam KHI adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah atau garis-garis
hukum Islam sejenis, yakni mengenai hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum perwakafan yang disusun secara sistematis.
4
Namun ada juga yang mendefinisikan bahwa Kompilasi Hukum Islam KHI adalah fikih dalam bahasa
Undang-undang, sehingga susunannya seperti Undang-undang yang mencakup pada bab, pasal dan ayat yang berisi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketiga hal
tersebut yakni perkawinan, kewarisan dan perwakafan. 2. Latar Belakang Penyusunan Kompilasi Hukum Islam KHI
Dalam salah satu tulisannya mengenai perlunya Kompilasi Hukum Islam KHI, K.H. Hasan Basry Ketua Umum MUI menyebutkan Kompilasi Hukum
Islam KHI ini merupakan keberhasilan besar umat Islam Indonesia pada Pemerintahan Orde Baru ini. Sebab dengan demikian, nantinya umat Islam di
Indonesia akan mempunyai pedoman fikih yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh semua bangsa Indonesia yang beragama Islam.
Dengan ini dapat diharapkan tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam Lembaga-lembaga Peradilan Agama dan sebab-sebab khilaf yang disebabkan oleh
3
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hal. 11
4
Direktoral Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Penyuluhan Hukum, Jakarta: Dapertemen Agama RI, 1995, h. 79
37
masalah fikih akan dapat diakhiri.
5
Dari penegasan ini tampak bahwa latar belakang pertama diadakannya penyusunan Kompilasi Hukum Islam KHI adalah karena
adanya kesimpangsiuran putusan dan tajamnya perbedaan pendapat tentang masalah- masalah hukum Islam.
Hal ini secara tegas dinyatakannya oleh karena di Indonesia belum ada kompilasi maka dalam praktek sering kita lihat adanya keputusan Peradilan Agama
yang saling berbeda pada kasus yang sama. Bahkan dapat dijadikan alat politik untuk menghakimi orang lain yang dianggap tidak sepaham. Juga telah kita saksikan
masalah fikih yang semestinya membawa rahmat malah menjadi sebab perpecahan. Dengan demikian yang kita rasakan bukan rahmat, akan tetapi laknat. Hal ini,
menurut pendapatnya adalah karena umat Islam salah paham dalam mendudukan fikih di samping belum adanya Kompilasi Hukum Islam KHI.
6
Menurut Masrani Basran yang melatarbelakangi diadakannya Kompilasi Hukum Islam KHI adalah dikemukakannya tentang adanya ketidakjelasan persepsi
tentang syari’ah dan fikih. Dikemukakannya bahwa sejak ratusan tahun di kalangan umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia, terjadi kekurang jelasan atau kalau
tidak dapat dikatakan kekacauan persepsi tentang arti dan ruang lingkup pengertian syari’ah Islam dengan fikih, bahkan adakalanya dalam penetapan dan persepsi
dianggap sama pula dengan al din. Maka terjadilah kekacauan pengertian di kalangan umat Islam dan kekacauan ini berkembang pula di pihak-pihak orang-orang yang di
5
Hasan Basry, Perlunya Kompilasi Hukum Islam, Mimbar Ulama, No. 104 April 1986: h. 60
6
Hasan Basry, Perlunya Kompilasi Hukum Islam, h. 60
38
luar Islam. Karena syari’ah Islam itu meliputi seluruh bidang kehidupan menusia maka persepsi yang keliru akan mengakibatkan pula kekacauan dan saling
menyalahkan dalam bidang-bidang kehidupan umat. Hal inilah yang menurutnya pada poin kedua harus diluruskan, persepsi tentang syari’ah harus diseragamkan,
harus dikembalikan pada awal asalnya sebelum terjadinya kemunduran berfiir, sebelum kaum penjajah menguasai hidup dan kehidupan orang Islam.
7
Untuk mengatasi kesulitan ini, menurutnya harus dilaksanakan proyek Kompilasi Hukum
Islam KHI. Selanjutnya Yahya Harahap menambahkan sisi lain dengan apa yang
diungkapkan di atas. Ia menekankan pada adanya penonjolan kecenderungan mengutamakan fatwa atau penafsiran maupun syarah ulama dalam menemukan dan
menemukan hukum. Dikatakan para Hakim di Pengadilan Agama pada umumnya sudah
menjadikan kitab-kitab fikih sebagai landasan hukum. Kitab-kitab fikih sesudah berubah fungsinya. Kalau semula kitab-kitab fikih merupakan literatur pengkajian
ilmu hukum Islam. Para hakim pengadilan agama telah menjadikannya kitab hukum Perundang-undangan. Praktik seperti inilah yang menurutnya akan menjurus kepada
penegakkan hukum menurut selera dan persepsi Hakim.
8
7
Masrani Basran, Kompilasi Hukum Islam, Mimbar Ulama, No. 105 Mei 1986 : h. 8-9.
8
Yahya Harahap, Tujuan Kompilasi Hukum Islam, Dalam IAIN Syarif Hidayatullah, ed., Kajian Islam Tentang Berbagai Masalah Kontemporer, Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988, h. 88-
89
39
Penjelasan tentang latar belakang lahirnya Kompilasi Hukum Islam KHI juga dkatakan bahwa keberadaan Pengadilan Agama di Indonesia banyak dicoraki
oleh politik Islam pemerintah Hindia Belanda sebagai pemerintah kolonial, maupun Pemerintah Republik Indonesia di masa kemerdekaan. Terutama disebabkan oleh
politik Islam pemerintah Hindia Belanda yang kemudian tetap dibiarkan berlanjut oleh Pemerintah Republik Indonesia, banyak keruwetan yang dihadapi oleh Peradilan
Agama. Keruwetan yang meliputi Peradilan Agama, misalnya terletak pada a kewenangan atau kompetensinya, b hukum acara atau hukum formilnya, c hukum
materiil atau hukum terapannya.
9
Sebagian keruwetan tersebut telah pupus dengan lahirnya undang-undang no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
10
Persoalan yang kemudian dihadapi oleh Peradilan Agama adalah tentang hukum materiil atau hukum terapannya, yakni hukum positif yang harus diterapkan
oleh Pengadilan Agama untuk menyelasaikan kasus-kasus yang diajukan kepadanya. Hukum materiil itu adalah hukum Islam. Inilah yang dimaksudkan oleh Hakim
Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, M. Yahya Harahap mengatakan bahwa salah satu asas Peradilan Agama yakni personalitas keIslaman. Asas
personalitas keIslaman adalah yang tunduk dan dapat ditundukan kepada kekuasaan lingkungan Peradilan Agama hanya mereka yang mengakui beragama Islam.
Persoalannya adalah ada sementara termasuk Hakim Peradilan Agama menyamakan
9
Moh. Muhibbin, H. Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 169-170
10
Bustanul Arifin, Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Ditjen Bimbaga Departemen Agama RI, 1991, h. 135
40
syariah dengan fikih. Karena ada hakim yang berpandangan demikian, maka dalam menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya, mereka merujuk kepada kitab fikih.
Perbedaan pendapat ini antara fuqaha yang terdapat dalam kitab fikih pegangan Hakim Peradilan Agama tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang
dapat menyebabkan sikap antipati masyarakat pencari keadilam pada peradilan agama. Selain itu, di masa yang lalu, wawasan para hakim Peradilan Agama
mengenai fikih Islam di Indonesia masih terpaku pada hukum yang terdapat dalam mazhab Syafi’i. Jika hal ini berlangsung terus-menerus, kepercayaan masyarakat
untuk mencari keadilan berdasarkan hukum Islam ke Peradilan Agama lama- kelamaan akan menyurut, bahkan bukan tidak mungkin akan sirna. Logika yang
demikian harus dihindari dan jawaban untuk mengatasi hal tersebut sudah jelas, yaitu harus ada hukum yang bisa dijadikan pedoman bagi hakim Peradilan Agama dalam
membuat keputusan.
11
Demikian beberapa pandangan yang dikemukakan berkenaan dengan latar belakang diadakannya Kompilasi Hukum Islam KHI yang permasalahannya
bertumpu pada pelaksanaan hukum Islam di lingkungan Pengadilan Agama. Berdasarkan pemaparan-pemaparan dari para ahli hukum di atas maka
penulis menyimpulkan bahwa alasan diadakannya Kompilasi Hukum Islam KHI adalah lahirnya putusan hukum yang berbeda terhadap kasus yang sama dalam
11
Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, h. 170-171
41
lingkungan Peradilan Agama dikarenakan berbeda-bedanya para hakim dalam mengambil rujukan oleh sebab berbeda aliran mazhab.
3. Proses Penyusunan Kompilasi Hukum Islam KHI a. Penelitian
Menurut Masrani Basran dalam salah satu tulisannya, dalam penelitian terdapat beberapa jalur. Pertama, jalur kitab yaitu dengan mengumpulkan kitab-kitab
hukum atau fikih. Kedua, jalur ulama yaitu dengan mewawancarai para ulama di seluruh Indonesia meliputi, Banda Aceh, Medan, Palembang, Padang, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Ujung Pandang, Mataram dan Banjarmasin. Ketiga, jalur yurisprudensi yaitu dengan menghimpun putusan-putusan Pengadilan Agama
dari dulu hingga sekarang kemudian dibukukan. Keempat, jalur studi perbandingan terhadap beberapa Negara muslim.
12
b. Pengolahan Data Hasil penelitian bidanng kitab, yurisprudensi, wawancara jalur ulama dan
studi perbaandingan diolah oleh tim besar proyek pembinaan Hukum Islam melalui yurisprudensi yang terdiri dari seluruh pelaksana proyek. Hasil dari
rumusan tim besar dibahas dan diolah lagi dalam sebuah tim kecil yang merupakan tim inti berjumlah 10 orang. Setelah mengadakan 20 kali rapat,
akhirnya tim kecil dapat merumuskan dan menghasilkan 3 buku naskah
12
Masran Basran, Kompilasi Hukum Islam, h. 37-38.
42
rancangan Kompilasi Hukum KHI Islam yaitu Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan dan Hukum Wakaf.
13
c. Lokakarya Pelaksanaan pembahasan naskah rancangan Kompilasi Hukum Islam KHI
pada lokakarya tersebut dibagi dalam dua instansi, yaitu sidang pleno dan sidang komisi. Sidang pleno dihadiri oleh seluruh peserta melakukan perbaikan
umum, dan mengesahlan hasil rumusan akhir lokakarya. Sidang komisi terdiri dari komisi hukum perkawinan, komisi hukum kewarisan dan komisi hukum
wakaf.
14
Proses selanjutnya setelah naskah akhir Kompilasi Hukum Islam KHI yang terdiri dari Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan dan Buku III
tentang Wakaf mengalami penghalusan redaksi yang intensif di Ciawi-Bogor yang dilakukan oleh tim besar proyek untuk selanjutnya disampaikan kepada
Presiden, oleh Menteri Hukum Islam dengan maksud untuk memperoleh bentuk yuridis untuk digunakan dalam praktik di Lingkungan Peradilan Agama.
d. Subtantansi Kompilasi Hukum Islam KHI Kompilasi Hukum Islam KHI disusun atas prakarsa penguasa negara, dalam
hal ini Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama melalui surat Keputusan BersamaSKB dan mendapat pengakuan ulama dari berbagai unsur. Secara
resmi Kompilasi Hukum Islam KHI merupakan hasil ijtihad jama’iy ulama
13
Basiq Djalil. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h.116.
14
Basiq Djalil. Peradilan Agama di Indonesia, h.117
43
dari berbagai golongan melalui media lokarkarya yang dilaksanakan secara nasional kemudian mendapat legalisasi dari kekuasaan negara.
Hukum materil yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam KHI merupakan hukum Islam yang bercorak ke-Indonesiaan. Ia merupakan hasil dari kompromi
terhadap keadaan setempat sosial, budaya dan kultur kemasyarakatan. Dengan kata lain, pertimbangan yang dilakukan oleh ulama dalam merumuskan
Kompilasi Hukum Islam KHI bukan hanya pertimbangan nash tetapi juga pertimbangn realitas.
Sistematika penyusunan materi hukum Kompilasi Hukum Islam KHI dapat dilihat sebagai berikut:
a. Hukum perkawinan Sistematika Kompilasi mengenai hukum perkawinan ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I : Ketentuan Umum Pasal 1
2. Bab II :
Dasar-dasar Perkawinan Pasal 2-10 3. Bab III
: Peminangan Pasal 11-13
4. Bab IV :
Rukun dan Syarat Perkawinan 14-29 5. Bab V
: Mahar Pasal 30-38
6. Bab VI :
Larangan Kawin Pasal 39-44 7. Bab VII
: Perjanjian Perkawinan Pasal 45-52
8. Bab VIII :
Kawin Hamil Pasal 53-54 9. Bab IX
: Beristeri Lebih dari satu Pasal 55-59
10. Bab X :
Pencegahan Perkawinan Pasal 60-69
44
11. Bab XI :
Batalnya Perkawinan Pasal 70-76 12. Bab XII
: Hak dan Kewajiban Suami Istri Pasal 77-84
13. Bab XIII :
Harta Dalam Perkawinan Pasal 85-97 14. Bab XIV
: Pemeliharaan Anak Pasal 98-106
15. Bab XV :
Perwalian Pasal 107-112 16. Bab XVII
: Akibat Putusnya Perkawinan Pasal 149-162
17. Bab XVIII :
Rujuk Pasal 163-169 18. Bab XIX
: Masa Berkabung Pasal 170 b. Hukum kewarisan
Sistematika Kompilasi mengenai hukum kewarisan adalah lebih sempit bilamana dibandingkan dengan hukum perkawinan sebagaimana yang telah diuraikan di
muka. Kerangka sistematikanya adalah sebagai berikut: 1. Bab I
: Ketetuan Umum Pasal 171
2. Bab II :
Ahli Waris Pasal 172-175 3. Bab III
: Besarnya Bahagian Pasal 176-191
4. Bab IV :
Aul dan Rad Pasal 192-193 5. Bab V
: Wasiat Pasal 194-209
6. Bab VI :
Hibah Pasal 210-214 c. Hukum perwakafan
Bagian terakhir atau buku ke III Kompilasi Hukum Islam KHI adalah tentang hukum perwakafan. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
45
1. Bab I :
Ketentuan Umum Pasal 215 2. Bab II
: Fungsi dan syarat Wakaf Pasal 216-222
3. Bab III :
Tata Cara Perkawafan dan Pendaftaran Benda Wakaf Pasal 223-224
4. Bab IV :
Perubahan, Penyelesaian dan Fungsi Benda Wakaf Pasal 225-227
5. Bab V :
Ketentuan Peralihan Pasal 228
B. Landasan Kompilasi Hukum Islam KHI