Poligami dalam Fikih POLIGAMI DALAM FIKIH DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

40

BAB III POLIGAMI DALAM FIKIH DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

A. Poligami dalam Fikih

Poligami sejak dulu telah dilakukan dan tidak ada pembatasan jumlah perempuan yang boleh dijadikan isteri oleh seorang laki-laki. Seorang laki- laki diperbolehkan menikah dengan setiap wanita yang dikehendakinya berapapun jumlahnya. Praktek poligami ini dilakukan baik oleh kalangan kaum Hindu, bangsa Persia, bangsa Arab jahiliah, bangsa Romawi, maupun bangsa di berbagai daerah Eropa dan Asia Barat. Sebagai salah satu sistem perkawinan tertentu, poligami membawa nasib yang menyedihkan bagi kaum wanita. Derajat wanita dianggap jauh lebih rendah dari derajat pria. 1 Pada abad ke-7, agama Islam datang dengan Muhammad SAW sebagai Nabi yang membawa berita gembira antara lain dengan membawa perbaikan terhadap masalah poligami. Kedatangan Islam mengubah konsep poligami dan didefinisikan ulang sampai keakar-akarnya. Beberapa bentuk poligami yang lazim berlaku di Arabia dilarang oleh Islam, seperti menikahi dua orang perempuan yang bersaudara secara bersamaan atau menikahi seorang perempuan dengan bibinya secara bersamaan dan sebagainya. 2 1 Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, cet.ke-5, h.107. 2 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002, cet-1, h.149. Berdasarkan hadits Nabi SAW ﻰﹺﺒﹶﺍ ﻥﻋ َلﺎﹶﻗ ﻪﹾﻨﻋ ُﷲﺍ ﻲﻀﺭ ﹶﺓﺭﻴﺭﻫ : ﹺﻊﺒﺭَﺃ ﻥﻋ ﻰﻬﹶﻨ ﻡ ﺹ ُﷲﺍ ُلﻭﺴﺭ ّﻥَﺃ ّﻥﻬﹶﻨﻴﺒ ﻊﻤﺠﻴ ﻥَﺃ ﺓﻭﺴﻨ : ﺎﻬﹸﺘﹶﻝ ﺎﹶﺨ ﻭ ﹸﺓَﺃﺭﻤﹾﻝﺍﻭ ﹾﺎﻬﹸﺘﻤﻋ ﻭ ﹸﺓ َﺃﺭﻤﹾﻝﺍ . ـﺔﻋﺎﻤﺠﻝﺍ ﻩﺍﻭﺭ ـ 3 Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melarang empat wanita untuk berpoligami. yaitu, seorang wanita dengan bibinya dari jalur ayah dan seorang bibinya dari jalur ibu.” HR.Jamaah. Islam membatasi jumlah isteri yang boleh dinikahi paling banyak empat orang saja itupun dengan beberapa persyaratan tertentu dan mengenalkan monogami sebagai salah satu bentuk perkawinan yang ideal. 4 Allah SWT berfirman: ÷βÎuρ ÷Λäø Åz āωr θäÜÅ¡øè? ’Îû 4‘uΚ≈tGu‹ø9 θßsÅ3Ρsù tΒ zsÛ Νä3s9 zÏiΒ Ï|¡ÏiΨ9 4o_÷WtΒ y]≈n=èOuρ yì≈tâ‘uρ ÷βÎsù óΟçFø Åz āωr θä9ω÷ès? ¸οy‰Ïn≡uθsù ÷ρr tΒ ôMs3n=tΒ öΝä3ãΨ≈yϑ÷ƒr 4 y7Ï9≡sŒ ’oΤ÷Šr āωr θä9θãès? ﺀﺎﺴﻨﻝﺍ : ٣ Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. QS. An-Nisa:3 3 Abi al-Hasan Muslim bin al-Hijaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Bierut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 2004, h. 562. 4 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender, h. 149. Di antara keagungan ayat ini tampak jelas bahwa bolehnya poligami dan pembatasannya dengan empat orang, datang dan dibarengi kekhawatiran berlaku zhalim kepada perempuan yatim. 5 Ketika turunnya ayat ini Rasulullah memerintahkan semua yang memiliki lebih dari empat orang isteri, agar segera menceraikan isterinya sehingga maksimal setiap orang hanya memperisterikan empat orang wanita. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah. ﻋ َلﺎﹶﻗ ﺙﹺﺭﺎﺤﹾﻝﺍ ﹺﻥﺒ ﹴﺱﻴﹶﻗ ﻥ : ﻰﻠﺼ ﻲﹺﺒﱠﻨﻝﺍ ﹸﺕﻴﹶﺘَﺄﹶﻓ ،ﺓﻭﺴﻨ ﻥﺎﻤﹶﺜ ﻯﺩﹾﻨﻋ ﻭ ﹸﺕﻤﹶﻠﺴﹶﺍ ﹶﻘﹶﻓ ،ﻪﹶﻝ ﻙِﻝﺍﹶﺫ ﹸﺕﺭﹶﻜﹶﺫﹶﻓ ﻡﻠﺴﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ َلﺎ : ﺎﻌﺒ ﺭﹶﺍ ﻥﻬﹾﻨﻤ ﺭﹶﺘﺤﺍ . 6 Artinya : “Dari Qais bin al-Harits, Ia berkata: Aku masuk Islam sedangkan aku mempunyai delapan isteri. Lalu aku datang mengunjungi Nabi SAW Dan menyampaikan hal itu kepada beliau. Beliau bersabda, ‘Pilihlah di antara mereka itu empat’ ”. Sabda Nabi SAW Kepada Ghailan bin Salamah pada waktu masuk Islam sementara isterinya berjumlah sepuluh: ﻥﻫﺭِﺌﺎﺴ ﹾﻕﹺﺭ ﺎﹶﻓ ﻭ ﺎﻌﺒﺭَ ﺃ ﻙﺴﻤَﺃ َ 7 Artinya : “Pertahankanlah yang empat dan ceraikanlah yang lain Menurut Wahbah az-Zuhaili, alasan pembatasan poligami sampai empat orang adalah karena pada lahirnya kemampuan suami dalam berlaku 5 Karam Hilmi Farhat, Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi, Jakarta: Darul Haq, 2007, h.20. 6 Abdillah Muhammad bin Yazin Ibnu Majah al-Qozwi, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Baitul al-Afkar ad-Dauliyah, 2004, hadits nomor 195, h. 2122. 7 Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahih, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2006, cet-1, h.567. adil, membayar nafkah, pembagian waktu dan sebagainya hanya sampai empat orang isteri dengan pengaturan mingguan dalam satu bulan. Lebih dari itu, disangsikan suami tidak mampu memberi perhatian sempurna dan tidak sanggup menunaikan hak-hak isteri-isterinya. Karena itu kebolehan berpoligami setidaknya harus memenuhi dua persyaratan. Pertama, berlaku adil antara isteri-isteri dan anak-anaknya. Kedua, kesanggupan membayar nafkah atau belanja nikah rumah tangganya, sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW tentang perlunya biaya nikah al-ba’ah bagi calon suami. HR.al- Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud 8 Islam juga membatasi alasan poligami, di mana poligami hanya dibolehkan dalam keadaan darurat dan dengan syarat-syarat yang berat serta dilakukan berdasarkan keadilan, bukan dalam kerangka memuaskan nafsu biologis semata. 9 Muhammad Abduh, seorang ilmuwan Mesir berpendapat bahwa mengambil isteri lebih dari satu orang itu diperbolehkan dalam Islam, namun kebolehan tersebut diikuti oleh adanya kewajiban bahwa suami harus memperlakukan para isterinya secara adil. Beliau menyatakan, “Hukum Islam itu memperbolehkan seorang laki-laki untuk memiliki isteri sampai berjumlah empat orang ketika dia memperkirakan akan mampu memperlakukan isteri- isterinya secara adil. Akan tetapi kalau dia merasa tidak mampu memenuhi 8 Ensiklopedi Hukum Islam, h.1187. 9 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, Jakarta: LKAJ-PSP dan The Asian Fondation, 1999, cet-1, h.9. kondisi seperti itu, maka dia dilarang beristeri dengan lebih dari satu orang”. 10 Jika ia memiliki lebih dari satu isteri dan ternyata ia lebih mengutamakan salah satu di antara mereka, maka ia terkena ancaman keras yang termaktub dalam sabda Nabi SAW: ﻰﹺﺒﹶﺍ ﻥﻋ ﻡﻠﺴ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺼ ﻲﹺﺒﱠﻨﻝﺍ ﻥﹶﺍ ﹶﺓﺭﻴﺭﻫ : ﹺﻥﺎﹶﺘَﺃﺭﻤﺍ ﻪﹶﻝ ﹾﺕﹶﻨﺎﹶﻜ ﻥﻤ َلﺎﹶﻗ َلﺎﻤﹶﻓ ٌلِﺌﺎﻤ ﻪﱡﻘﺸﻭ ﺔﻤﺎﻴﻘﹾﻝﺍ ﻡﻭﻴ ﺀﺎﺠ ﺎﻤﻫﺍﺩﺤﺍ ﻰﹶﻝﺍ 11 Artinya : “Barang siapa punya dua orang isteri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang di hari kiamat nanti dengan bahunya miring”. Hadits di atas menunjukkan adanya keharusan bagi suami membagi giliran secara adil dan merata kepada isteri-isterinya. Dan diharamkan baginya pilih kasih di antara isteri-isterinya itu. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman: s9uρ þθãè‹ÏÜtFó¡n βr θä9ω÷ès? t÷t Ï|¡ÏiΨ9 öθs9uρ öΝçFô¹tym Ÿξsù θè=ŠÏϑs? ¨≅à2 È≅øŠyϑø9 yδρâ‘x‹tGsù Ïπs‾=yèßϑø9x. 4 βÎuρ θßsÎ=óÁè? θà−Gs?uρ €χÎsù © tβx. Y‘θà xî VϑŠÏm§‘ ﺀﺎﺴﻨﻝﺍ : ١٢٩ 10 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender, h. 150-151. 11 Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahih, h.565. Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. An- Nisa:129 Kecenderungan di sini adalah dalam hal memberikan giliran dan nafkah, bukan dalam hal cinta, karena cinta di luar kekuasaan manusia. Pemahaman terhadap firman-Nya “kullal mail terlalu cenderung” berarti bahwa kecenderungan yang kecil dibolehkan. 12 Allah SWT tidak menciptakan dua hati dalam jasad seorang manusia. Firman-Nya dalam Al-Qur’an: ﺎﻤ َلﻌﺠ ﻪﱠﻠﻝﺍ ٍلﺠﺭِﻝ ﻥﻤ ﹺﻥﻴﺒﹾﻠﹶﻗ ﻲﻓ ﻪﻓﻭﺠ .......... ﺏﺍﺯﺤﻷﺍ : ٤ Artinya : “ Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya…”al-Ahzaab: 4 Dalam sebuah kesempatan, Aisyah ra. berkata: Pada saat itu, Rasulullah berusaha untuk menentukan giliran untuk isteri-isterinya dan kemudian mencoba berlaku adil. Setelah itu beliau bersabda: ﹾﺕﹶﻝ ﺎﹶﻗ ﺽﺭ ﹶﺔﹶﺸِﺌﺎﻋ ﻥﻋ : ُلﻭﹸﻘﻴﻭ ،ُلﺩﻌﻴﹶﻓ ،ﻪِﺌﺎﺴﻨِﻝ ﻡﺴﹾﻘﻴ ﻡ ﺹ ﻪﱠﻠﻝﺍ ُلﻭﺴﺭ ﻥﺎﹶﻜ : ﻤﻴﻓ ﻲﻤﺴﻗ ﺍﹶﺫﻫ ﻡﻬﻠﱠﻠﻝﹶﺍ ﻙﻠﻤَﺃ ﹶﻻﻭ ﻙﻠﻤﹶﺘ ﺎﻤﻴﻓ ﻰﻨﻤﹸﻠﹶﺘ ﹶﻻﻭ ،ﻙﻠﻤَﺃ ﺎ 13 Artinya : “Ya Allah, inilah hasil pembagianku dari apa yang aku miliki. Maka, janganlah engkau membebankanku dengan sesuatu yang 12 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, cet-5, h.176. Engkau miliki tapi tidak dapat ku miliki”. Dan yang dimaksud di sini adalah hati al-qalbu. 13 Abdullah Ibn Abbas, dalam penafsirannya menjelaskan bahwa adil yang dimaksud adalah adil dalam hubb cinta dan jima’ hubungan intim suami-isteri. Mengomentari pandangan Ibn Abbas, Quraish Shihab menegaskan bahwa keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan di bidang immaterial cinta. Itu sebabnya, orang yang berpoligami dilarang memperturutkan suasana hati dan berkelebihan dalam kecenderungan kepada yang dicintai. 14 Perlu diketahui bahwa poligami yang mengakibatkan dampak buruk seperti terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan hukum bukanlah alasan yang tepat untuk membatalkan ketentuan hukum itu. Apalagi bila pembatalan tersebut justru mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat seperti munculnya wanita simpanan serta pernikahan di bawah tangan dan dampak buruk lainnya, lebih-lebih terhadap perempuan. 15 Praktek poligami Rasulullah SAW merupakan praktek poligami perspektif Islam yang senantiasa menjadi panutan yang ditiru oleh umatnya. Tidak sedikit pula orang Islam yang keliru memahami praktek poligami tersebut. Ada anggapan bahwa Nabi berpoligami dengan tujuan memuaskan 13 Al-‘asqalani, Bulughul Maram, h. 180. 14 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1998, h.201. 15 M. Quraish Shihab, Perempuan: dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru, Jakarta: Lentera Hati, 2005, cet.ke-4, h. 177. nafsu seksualnya seperti kebanyakan yang dilakukan pada umumnya. Padahal dari isteri Rasul hanya Aisyah yang masih gadis ketika dinikahi, selainnya adalah para janda tua. Maka dari itu kekeliruan ini harus diluruskan, karena poligami Nabi sering dijadikan dalil pembenaran bagi kebolehan poligami dalam masyarakat muslim. 16 Poligami yang dilakukan Rasulullah SAW adalah upaya transformasi sosial. Artinya, mekanisme poligami yang diterapkan Nabi SAW merupakan strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristeri sebanyak mereka suka. Sebaliknya, yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah membatasi praktek poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam berpoligami. 17 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan berpendapat bahwa dari segi pandangan normatif al-Quran yang selanjutnya diadopsi oleh para ulama fikih setidaknya menjelaskan dua persyaratan yang harus dimiliki suami. Pertama, seorang laki-laki yang akan berpoligami harus memiliki kemampuan dana yang cukup untuk membiayai berbagai keperluan dengan bertambahnya isteri yang dinikahi. Kedua, seorang lelaki harus 16 Hasan Aedy, Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan, Bandung: Alfabeta, 2007 h. 24. 17 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Ciputat: el- KAHFI, 2008, cet.ke-1, h. 195. memperlakukan semua isterinya dengan adil. Tiap isteri harus diperlakukan sama dalam memenuhi hak perkawinan serta hak-hak lain. 18 Berkenaan dengan syarat adil, Ibrahim Hosen menyatakan bahwa syarat adil bagi kebolehan berpoligami merupakan syarat agama, bukan sebagai syarat hukum. Adil tidak dapat dijadikan syarat hukum sahnya poligami, karena adil itu belum dapat diwujudkan sebelum terwujudnya poligami. Syarat hukum mengakibatkan batalnya hukum ketika syarat tersebut batal, tetapi syarat agama hanya mengakibatkan dosa kepada Tuhan. Syarat agama ialah syarat yang dituntut agama dan tidak mesti menjadi syarat hukum, sedangkan syarat hukum adalah sesuatu yang dituntut adanya sebelum adanya hukum, artinya syarat tersebut tidak dapat berpisah dari hukum. 19 Begitu beratnya syarat berlaku adil sehingga wajarlah bila ada sementara ulama yang tidak membolehkan poligami hanya kecuali dalam keadaan darurat. Artinya, menurut pendapat ini, pembolehan poligami oleh Al-Qur’an hanya dimaksudkan untuk keadaan darurat. Muhammad Abduh misalnya, membolehkan poligami hanya kalau sang isteri tidak mampu memberikan keturunan. 20 18 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 11974 sampai KHI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Juli 2006, cet.ke-3.h. 159. 19 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talaq, Rujuk dan Hukum Kewarisan, Jakarta: Yayasan Ihya ‘Ulumuddin, 1971, h. 149-150. 20 Ustad Ansori Fahmie, Siapa Bilang Poligami itu Sunnah?, Depok: Pustaka Iman, 2007, h.26. Berkenaan dengan alasan-alasan darurat yang membolehkan poligami, menurut Abdurrahman 21 setelah merangkum pendapat fuqaha, setidaknya ada delapan keadaan, yaitu: 1 Isteri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit untuk disembuhkan. 2 Isteri terbukti mandul dan dipastikan secara medis tidak dapat melahirkan. 3 Isteri sakit ingatan gila. 4 Isteri lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai isteri. 5 Isteri memiliki sifat buruk. 6 Isteri minggat dari rumah. 7 Ketika terjadi ledakan perempuan jumlah perempuan yang banyak misalnya dengan sebab perang, 8 Kebutuhan suami beristeri lebih dari satu, dan jika tidak dipenuhi menimbulkan kemadharatan di dalam kehidupan dan pekerjaannya. Mengenai hikmah diizinkan berpoligami dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil antara lain, sebagai berikut: 22 1. Untuk mendapat keturunan bagi suami yang sabar dan isteri yang mandul; 21 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 11974 sampai KHI, h. 159. 22 M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, h. 261. 2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan isteri, sekalipun isteri tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai isteri atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; 3. Untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya. Data-data statis menunjukkan bahwa di beberapa Negara Barat yang melarang poligami mengalami akibat merajalelanya prostitusi dan freesex kumpul kebo, yang mengakibatkan pula anak-anak zina mencapai jumlah yang cukup tinggi; 4. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di Negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum pria, misalnya akibat peperangan yang cukup lama.

B. Poligami dalam Undang-Undang Perkawinan