Ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian: analisis putusan pengadilan agama depok nomor.826/pdt.g/2009/pa dpk dan jakarta timur nomor.154/pdt.g/2009/pa jt

(1)

KETIDAKSANGGUPAN SUAMI DALAM MELUNASI HUTANG

ISTRI SEBAGAI SEBAB PENGAJUAN PERCERAIAN

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor.826/Pd.G/2009/Pa Dpk dan

Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT) Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat Mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

NAILATUL HIDAYAH 106044101431

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGAM STUDI AHWAL AL SAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

Jakarta Timur Nomor.154/Pdt.G/2009/Pa.JT)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

NAILATUL HIDAYAH 106044101431

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP.195003061976031001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif hidayatullah Jakarta

Jakarta, 09 Juli 2010


(4)

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala taufiq dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga sekripsi ini bisa terselesaikan sebagai syarat melengkapi gelar sarjana S1 pada Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian”. Studi analisis di pengadilan Agama Depok dan pengadilan Agama Jakarta Timur. Shalawat seta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penulis menyadari skripsi ini terselesaikan berkat dan dorongan bagi semua pihak. Oleh Karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terutama Bapak.

1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA, Ketua Prodi Akhwal Al-Syahsiyyah, sekaligus pembimbing dalam penulisan sekripsi ini. Yang telah meluangkan waktu dan tenaganya serta dengan sabar memberikan petunjuak dan bimbingan kepada penulis.

3. Kamarusdiana, S. Ag. MH, Sekretaris Prodi Akhwal Al-Syahsiyyah.

4. Ibunda tercinta Hj. Salamah, Ayahanda H. Khusnan (Alm), Kaka-kaka ku Hadi Lutfi dan Fauzan Arief. Saudara-saudara ku Bi Eungkus, Mang Didi, Wa Endjah, Teh IIm, Ust. Djajuly, Dinda Aisy, K Ipeh, K Iyan, yang tercinta serta


(5)

kakanda Bachtyar Rifa’i yang semunya selalu mendoakan dan memberikan motivasinya kepada penulis agar tercapai cita-citanya.

5. Teman-teman seperjuangan, konsentrasi Peradilan Agama (B) angkatan 2006, khusus buat Nur’aida, Jamilah, Imam Hanafie, Qisty, Luqman, Wahyu Pa (A), Mustafidz, Pipih, K Yani, Rika, Milqi, Wawad, Cahya, Teh A’I, silvie, Zumi yang selalu berbagi cerita suka dan duka bersama-sama serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Rekan-rekan dekat ananda di Kosan.Murni, Tika Lina, Ifah, semoga persahabatan kita langgeng selamanya.

7. Dosen-dosen yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati, berharap semoga kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa sekripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dikemudian hari dan memberikan manfaat bagi semua pihak serta rekan-rekan yang membacanya, dan semoga yang telah penulis lakukan mendapat ridha Allah SWT. amin

Jakarta, Juni 2010 M Jumadil Akhir 1431 H

Penulis


(6)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Studi Review ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN... 18

A. Pengertian dan Dasar Hukum perceraian... 18

B. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian... 28

C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat ... 31

D. Prosedur Perceraian... 34

BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA ... 40

A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur... 40

B. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok Dan Jakarta Timur ... 42

C. Struktur Organisasi ... 45


(7)

iv

BAB IV PUTUSAN PENGADILN AGAMA DEPOK DAN JAKARTA

TIMUR ... 49

A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok ... 49

B. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 58

C. Analisis Penulis... 65

BAB V PENUTUP... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 84

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 87

1. Surat Permohonan Data/Wawancara... 88

2. Surat Keterangan Observasi... 89

3. Pedoman Wawancara ... 91

4. Hasil Wawancara ... 92

5. Putusan Perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA.Dpk ... 98


(8)

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang mana satu dengan yang lainnya saling membutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia itu sendiri, tentunya dengan cara yang telah disahkan menurut Undang-Undang atau aturan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hamba-Nya yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai makhluk yang terhormat dibandingkan makhluk ciptaan lainnya. Allah telah menjanjikan kepada hamba-Nya yang melaksanakan perkawinan akan diberikan anugerah yang berlipat ganda.

Perkawinan juga merupakan jalan untuk menyalurkan naluri manusia untuk memenuhi nafsu syahwatnya yang telah mendesak agar terjaga kemaluan

1

Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan (Bandung: Fokusmedia,2005),Cet.Ke-1,h.1.


(9)

2

dan kehormatannya, jadi perkawinan adalah kebutuhan fitrah manusia yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Begitu pentingnya perkawinan dalam Islam, Rasulullah SAW pun sangat menekankan kepada umatnya untuk melaksanakan perkawinan seperti yang terkandung dalam hadis Rasulullah.

Pada hakikatnya, seseorang melakukan akad pernikahan adalah saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati satu dengan yang lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang diinginkan. Tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum Islam atau yang biasa disebut dengan KHI, pada Pasal 3.2

Islam sendiri menghendaki di capainya suatu makna yang mulia dari suatu perkawinan atau kehidupan berumah tangga. Di sini lembaga perkawinan harus dipandang sebagai sesuatu yang bernilai luhur dan harus mencari makna dan esensinya, seperti ketenangan dan ketenteraman hidup. Tujuan lain dari perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga, sejahtera artinya tercipta ketenangan karena terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga.

Selain untuk membangun suatu kehidupan (berumah tangga) yang penuh rasa kasih sayang, tenggang rasa, toleransi, solidaritas dan kesempurnaan akhlak

2

Direktorat Pembinaan Badan Peradialan Agama Deprteman Agama, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. (Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departeman Agama, 1992).


(10)

yang kesemuanya akan membawa seseorang pada keimanan dan ketakwaan yang sempurna.3 Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dinamis, tidak lepas dari perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dengan istri. Kenyataan hidup seperti itu membuktikan bahwa memelihara kelestarian dan kesinambungan hidup bersama suami istri bukanlah perkara yang mudah untuk dilaksanakan, bahkan dalam banyak kasih sayang dan kehidupan yang harmonis antara suami istri tidak dapat diwujudkan.

Seringkali pasangan suami istri mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan atau cita-cita dari perkawinannya, di mana masalah yang menyebabkan rasa ketidakcocokan antara suami istri pun sangat komplek. Secara umum masalah yang ada itu berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah ekonomi.

Nafkah yang harus dipenuhi oleh seorang suami kepada istrinya.4 Agama mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, oleh karena dengan adanya ikatan perkawinan yang sah itu seorang istri menjadi terikat semata-mata kepada suaminya, dan tertahan sebagai miliknya, karena ia berhak menikmatinya secara terus menerus. memelihara dan mendidik anak-anaknya, sebaliknya bagi suami ia berkewajiban memenuhi kebutuhannya, dan memberi belanja kepadanya, selama

3

Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fikih. (Jakarta : Departeman Agama,1985),h.62

4


(11)

4

ikatan suami istri masih berjalan, dan istri tidak durhaka atau karena ada hal-hal lain yang menghalangi penerimaan belanja.5

Nafkah merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Mewujudkan keseimbangan hak dan kewajiban suami istri harus dilandasi dengan komitmen bersama.

Islam mewajibkan laki-laki sebagai seorang suami untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya, namun hal itu tidak menggugurkan kewajiban perempuan sebagai seorang istri yang secara moral adalah untuk membantu suaminya mencari “nafkah”, sebagai nafkah tambahan. Karena secara realitas banyak laki-laki (suami) yang penghasilannya tidak memenuhi tuntutan kebutuhan pokok yang menjadi standar hidup layak di tengah-tengah masyarakat. Perselisihan yang terjadi antara suami istri karena faktor ekonomi secara langsung sangat berpengaruh dengan jalannya bahtera rumah tangga tersebut.

Namun terkadang dalam mencari nafkah tidak serta-merta mulus terus dalam perjalanannya, terkadang untung ataupun rugi, itu hal yang biasa dalam mencari nafkah (bekerja). seperti yang terjadi pada kasus di Pengadilan Agama Depok. Si istri membantu suaminya mencari nafkah tambahan dengan bekerja di Show Room. karena ingin mendapatkan untung banyak maka si istri yang berniat membantu suaminya mencari nafkah, dia mencoba melisingkan BPKB di tempat ia bekerja. Berniat mencari keuntungan malah mendapat kebuntungan (rugi).

5


(12)

karena usahanya merugi maka si istri mempunyai hutang yang banyak. Awalnya suami tidak tahu masalah ini ternyata si istri memiliki hutang yang sangat besar dan untuk menutupi hutang tersebut, si suami telah menjual seluruh hartanya yang si suami miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman si suami, sampai akhirnya si suami tidak punya tempat tinggal lagi dan masih memiliki hutang. Pada bulan Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga mereka, si suami sudah tidak sanggup lagi membayar hutang si istri tersebut, malah si suami sering didatangi oleh orang-orang yang menagih hutang si istri tersebut ke rumah kontrakannya. Suami sudah tidak sanggup lagi membayar hutang si istri yang begitu besar. Perceraian tersebut telah dimusyawarahkan keluarga, akan tetapi hal tersebut tidak berhasil. Keunikan dari Perkara Nomor. 826/Pdt.G/2009/PA Dpk. Yaitu alasan tergugat karena indikasi perbedaan pendapat (cekcok) akibat si istri terlilit hutang yang sangat besar, sampai-sampai si suami tidak mampu lagi membayarnya.

Dari penjelasan di atas penulis tergugah untuk meneliti kasus perkara dengan alasan suami tidak mampu membayar hutang istri sebagai penyebab terjadinya perceraian. Maka dari itu penulis mengambil objek penelitian di Pengadilan Agama yang notabenenya merupakan lembaga Peradilan yang menangani kasus bagi orang yang beragama Islam. Khususnya dibatasi di Pengadilan Agama kota Depok. karena latar belakang di atas penulis mengambil skripsi dengan “ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai


(13)

6

sebab pengajuan perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk dan Jakarta Timur Nomor. 154/Pdt.G/2009/PA.JT)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah. Maka penulis membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal-hal yang berkenaan dengan masalah tanggung jawab suami, khususnya kewajiban membayar hutang. Karena dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) Pasal 80 seharusnya suami melakukan tanggung jawabnya namun pada kasus ini suami tidak melakukan tanggungjawabnya. Penulis melakukan penelitian Dengan objek penelitian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah

Kewajiban suami tehadap istri telah dijelaskan dalam al-Qur’an, Hadis Undang-Undag dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), kenyataan nya dilapangan banyak suami yang tidak melaksanakan kewajiban nya. Oleh karena itu penulis dalam penulisan skripsi ini terfokus untuk mengetahui hal-hal yang menyakut kewajiaban suami terutama dalam ketidak sanggupan seorang suami dalam melunasi hutang istri.

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.


(14)

a. Apakah suami tidak sanggup melunasi hutang istri dapat menjadi suatu alasan perceraian?

b. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perceraian karena suami tidak sanggup melunasi hutang istri?

c. Mengapa hakim memberikan putusan dalam bentuk thalak satu raj’i ? Dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, diharapkan skripsi ini dapat menjelaskan sesuai dengan tema yang penulis ambil dalam judul skripsi ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan beberapa permasalahan sebagi berikut :

a. Untuk mengetahui perspektif Hukum Positif tentang Perkawinan dan Perceraian.

b. Dapat memahami hak dan kewajiban suami kepada istri menurut Hukum Positif

c. Mengetahui masalah perceraian menurut Hukum Acara Peradilan Agama. d. Dapat mengetahui cerai talak akibat ketidaksanggupan suami dalam

melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian khususnya di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur .


(15)

8

2. Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Untuk penulis: memberikan wawasan kepada penulis, dalam rangka meningkatkan disiplin ilmu, yang akan dikembangkan menjadi profesi penulis sebagai mahasiswa, sesuai dengan bidang studi yang merupakan mata kuliah pokok dan sebagai ilmu yang dimiliki penulis yang akan diperdalam lebih lanjut melalui studi-studi lain yang serupa dengan disiplin ilmu tersebut.

b. Untuk kalangan akademis: seperti mahasiswa dan para pengamat akademis dengan adanya skripsi ini yang menyajikan wacana pemikiran, dan juga biasa dijadikan informasi untuk dibahas lebih lanjut dan bahan untuk didiskusikan.

c. Untuk Ilmu pengetahuan: memberikan sumbangan khususnya bidang Ilmu Fikih Munakahat sehingga mengetahui tantang pandangan Hukum Islam mengenai ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur.

D. Metode Penelitian

Metode yang penulis tempuh dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Pendekatan

Pendekatan Kualitatif yaitu dengan melakukan analisa isi, menguraikan dengan cara mendeskripsikan isi dari putusan yurisprudensi, yang penulis


(16)

dapatkan di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur. Kemudian menghubungkan dan menganalisis fakta-fakta sebuah putusan yang disebabkan karena ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri yang berakibat perceraian. Sehingga ditemukan kesimpulan objektif, sistematis sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam penulisan ini.

a. Sumber data penelitian

Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber penelitian. Sumber-sumber hukum dapat dibedakan menjadi Sumber-sumber-Sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.6 1) Sumber data primer: merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Sumber Data Primer di sini adalah putusan Nomor 826/pdt/2009/PA Dpk. Dari Pengadilan Agama Kota Depok Jawa Barat dan Putusan Nomor. 154/Pdt.G/2009/Pa.JT dari Pengadilan Jakarta Timur.

2) Sumber Data Sekunder: Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah al-Qur’an, Hadis buku-buku Karangan Ilmiah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

6


(17)

10

1975 Hukum Acara Peradilan Agama dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan judul penelitian serta data arsip di Pengadilan Agama Kota Depok yakni tentang ketidak sanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagi sebab terjadinya perceraian.

b. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:

1) Menganalisa, dan menafsirkan khususnya Putusan Nomor 826/pdt/2009/PA Dpk dan Putusan Nomor 154/Pdt.G/2009/Pa.JT dalam rangka memahami proses mencari bukti-bukti data otentik yang berkaitan dengan ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab terjadinya perceraian di Pengadilan Agama.

Sebelum analisis dilakukan, data tersebut disusun terlebih dahulu untuk mempermudah analisis. Penyusunan data dapat dalam bentuk table atau membuat coding untuk analisis dengan menggunakan bantuan komputer. Sesudah data dianalisis, maka dilakukan interpretasi atau penafsiran terhadap data tersebut.7

2) Wawancara adalah percakapan dengan tujuan untuk menganalisis data kebenaran dari dua pihak8, yaitu pewawancara membenarkan

7

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005) Cet. Ke-7, h.54.

8


(18)

pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya dengan kejadian yang sebenarnya agar data tersebut dapat diterima lalu diolah dengan menggunakan metode pendekatan statistik kuantitatif dan hasilnya dapat disimpulkan dan diinformasikan kepada khalayak yang membutuhkan dari data yang sudah diolah tersebut.

c. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan teknik analisis data ini peneliti menggunakan cara mengumpulkan data–data yang sudah ada di Pengadilan Agama, adapun tahap yang dilakukan pertama kalinya adalah dengan cara mengambil data yang sudah ada contohnya berupa putusan dan hasil dari hasil putusan itu dianalisis, diolah datanya dengan metode tertentu dan ditarik kesimpulannya. Dan hasil laporan yang sudah di dapat bisa diinterpretasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian yang berguna untuk khalayak orang banyak yang membutuhkan dari data penelitian tersebut.

Membandingkan antara perbandingan hukum yang bersifat deskriftif komparatif yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi dan perbandingan hukum terapan yang mempunyai sasaran tertentu.9 dalam kasus ini peneliti menganalisa putusan, yaitu putusan yang di peroleh dari pengadilan Agama depok dan pengadilan Agama

9

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005), Cet.ke-7,h.70.


(19)

12

Jakarta Utara dengan dilihat dari Hukum Islam dan Hukum Positifnya. Kemudian menghubungkan dan menganalisis fakta-fakta sebuah putusan, sehingga di temukan kesimpulan yang objektif dan sistematis.

d. Teknik Penulisan Data

Sesuai dengan buku PPS (Pedoman Penulisan Skripsi) yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007 dan UIN Jakarta Press. Dengan pengecualian: penulisan terjemah al-Qur’an dan Hadis ditulis satu spasi, dalam daftar pustaka al-Qur’an ditulis di awal.

E. Studi Review

1. Disebabkan oleh gangguan pihak ketiga, gangguan pihak ketiga merupakan Judul skripsi : Faktor Pemicu Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama Singaraja, BALI.

Disusun oleh : Muhammad Ridwan Tahun : 2003

Skripsi ini berisi bahwa latar belakang pemicu terjadinya perceraian salah satu penyebab terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang kalau tidak segera diselesaikan akan menyebabkan semakin runtuhnya rumah tangga. Karena dalam hal ini pihak ketiga lah yang mempengaruhi ekonomi rumah tangga, karena dengan datangnya pihak ketiga pastinya pendapatan yang akan diterima oleh pihak istri akan berkurang sedangkan kebutuhan dari waktu sewaktu terus merangkak naik. Adapun perceraian karena pihak ketiga


(20)

ini maksudnya ada pihak luar selain suami istri yang berperan dalam menyebabkan perceraian adalah:

Perselingkuhan ditemukan bahwa ada orang ketiga, seperti Pria Idaman lain, dan Wanita Idaman lain yang hadir dalam kehidupan rumah tangga yang akan sangat berpotensi terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang akhirnya istri atau suami merasa terlecehkan dan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.

a. Mengenai kekurangan dari isi penulisan skripsi ini, sayangnya penulis tidak melakukan penelitian lapangan ( metode wawancara atau interview ) kepada objek atau orang yang terkait penulis hanya berpedoman terhadap teks dari buku-buku yang ada. Karena kalau kita tinjau lagi fungsi dari kita menginterview objek atau orangnya langsung maka kita dapat memperoleh informasi yang lebih akurat. Tanpa kita harus atau bermaksud menyinggung perasaan orang yang sedang mengalami permasalahan tersebut.

2. Judul skripsi : Ketidak Harmonisan yang terjadi di Kehidupan Rumah Tangga Sebagai Pemicu perceraian di Wilayah Pengadilan Agama, Jakarta Selatan. Disusun oleh : Ety F

Tahun : 2005

Dalam tulisannya menjelaskan bahwa: “Faktor terjadinya perceraian salah satu penyebab adalah faktor ekonomi, faktor perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ), dll. Adapun ketidakharmonisan yang terjadi


(21)

14

dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya percekcokan dan pertengkaran yang berakhir dengan pelaporan gugatan cerai di Pengadilan Agama Jaksel. Dan ketidakharmonisan bisa disebabkan karena adanya sikap-sikap dan prilaku yang tidak baik di antara mereka berdua, salah satunya adalah:

a. Ketidaktaatan, adapun salah satu kewajiban istri terhadap suaminya ialah taat terhadap perintah suaminya selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW, karena dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 83 ayat 1 disebutkan:

“ kewajiban utama bagi suami istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam garis-garis yang dibenarkan oleh hukum Islam”

b. Penyebab yang kedua adalah penganiayaan . suami telah melakukan penganiayaan dan pemukulan kepada pasangannya atau istrinya. Dan istri tersebut merasa tidak diperlakukan dengan baik sebagaimana perintah agama, dan dari point ini atau penganiayaan dapat dianalisiskan sebagai kategori tindakan KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga ) yang berupa kekerasan fisik, psikis, ekonomi, maupun dalam kekerasan SEX. Yang pada akhirnya kedua belah pihak sepakat mengakhiri hubungan suami istri di hadapan muka persidangan Pengadilan Agama Jaksel.

3. Dari beberapa penganalisaan beberapa skripsi yang saling ada hubungannya dengan faktor pemicu perceraian.


(22)

Pertama : Awalnya karena disebabkan ketidak jujuran di antara pasangan suami istri tersebut dalam memahami sikap kejelekan yang dimiliki keduanya pada saat pacaran, dan sang istri pun tidak mengetahui lebih jauh pekerjaan tetap yang dilakoni oleh calon suaminya, dan apabila calon istri pun tahu latar belakang pekerjaan dan bisa menerima secara ikhlas calon suaminya dengan permasalahan ekonomi, maka dapat hal-hal yang menyebabkan perceraian yang di karenakan faktor ekonomi dapat dihindari.

Kedua ; Adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) yang berupa kekerasan fisik , psikis, ekonomi, maupun kekerasan Sex. Yang dilakukan oleh pihak suami ke pihak istri. Dan bisa dilihat dari pihak wanita dengan cepatnya pengambilan keputusan dalam mengambil waktu berlangsungnya pernikahan karena tanpa dipikirkan secara lebih mendalam lagi, bagaimana dan seperti apa karakteristik calon suaminya kelak. Yang pada akhirnya pada awal-awal pernikahan kedua pasangan tersebut timbul konflik-konflik yang diakhiri dengan pelaporan gugatan cerai dan diselesaikan dalam putusan “Cerai” di depan muka persidangan Pengadilan Agama Jaksel.

Dari dua Tinjauan Review atau Kajian Terdahulu yang sudah dibahas di atas maka penulis ingin lebih mengkhususkan judul skripsi penulis yakni: Ketidak Sanggupan Suami Dalam Melunasi Hutang Istri Sebagai Sebab Pengajuan


(23)

16

Perceraian ( Analisis Studi di Pengadilan Agam Kota Depok Jawa Barat Nomor Putusan 826/pdt.g/2009/PA Dpk dan Jakarta Timur Nomor 154/Pdt.G/2009/Pa.JT). Oleh karena itu kita dapat lebih terkonsentrasi lebih mendalam mengenai latar belakang dari permasalahan yang terjadi oleh kedua pasangan yang disebabkan oleh karena dari faktor finansial atau faktor ekonomi.

Maka di sini terlihatlah perbedaan dalam pembahasan judul yang sudah dibahas dan ditulis oleh para kakak kelas penulis yakni Muhammad Ridwan, dan Etty F. karena di dalam karyanya para kedua penulis itu membahas judul yang tidak spesifik, maka untuk menspesifikkan kembali maka penulis mengajukan judul yang sudah tertera. Dan mohon izinkan penulis diberikan kesempatan untuk membahas dan meneliti kembali dari judul yang sudah penulis tetapkan.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang meliputi sebagai berikut:

BAB KESATU PENDAHULUAN; Membahas tentang masalah yang melatarbelakangi skripsi ini yang meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Studi Review serta Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA KAJIAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN; membahas tantang pengertian dan dasar hukum perceraian, Sebab-sebab


(24)

terjadinya perceraian, perbedaan cerai thalak dan cerai gugat, prosedur perceraian.

BAB KETIGA POTRET PENGADILAN AGAMA ; Membahas tentang sejarah singkat Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur,Yurisprudensi pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur, Struktur pengadilan Agama Depok dan Jakarta Timur

BAB KEEMPAT PUTUSAN PENGADILN AGAMA DEPOK DAN

JAKARTA TIMUR; Membahas Tentang Duduk Perkara Pengadilan Agama Depok, dan Duduk Perkara Pengadilan Agama Jakarta Timur, Analisa Penulis.

BAB KELIMA PENUTUP; yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran, penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian dan Dasar Hukum perceraian

1. Pengertian Perceraian

Kata perceraian atau talak dalam bahasa Arab berasal dari tholaqo-yathluqu-tollaqo yang bermakna melepaskan atau menguraikan tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat konkret seperti tali pengikat kuda atau unta maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan.1 Dalam Al-munawir kamus Arab Indonesia, cerai adalah terjemahan dari bahasa arab “Thalaqa” yang secara bahasa artinya melepaskan ikatan.2 Dalam kamus Ensiklopedia Islam dijelaskan bahwa kata talak adalah melepaskan ikatan, meninggalkan, dan memisahkan. Di Zaman jahiliah istilah talak digunakan untuk memisahkan hubungan suami istri.3 Pada Ensiklopedi Islam Indonesia diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami istri secara sepihak dengan menggunakan kata “Talak” atau seumpamanya.4 Dalam kamus istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan dengan kata-kata

1

Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta, Ilmu Fikih, ( Jakarta : Departemen Agama, 1985 ), Cet.ke-2, h.226

2

Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, ( Surabaya : Pustaka Progresif, 1997 ) Cet Ke-14, h.207

3

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta : PT.Ikhtiar baru Van Hoeve,1997 ), Cet.Ke-4,h.53

4

Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1987) Jilid 3, h.940


(26)

jelas atau sarih, atau dengan kata-kata sindiran atau kinayah.5 Selanjutnya mazhab Syafi’I mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu. Sedangkan Mazhab maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.6

Kata talak menurut Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa perceraian atau talak adalah penghapusan perkawinan dengan putusan atau tuntutan salah satu pihak dari dalam perkawinan itu.

Dalam istilah agama talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.7 Sedangkan menurut istilah, thalak adalah melepas ikatan pernikahan, atau menghilangkan ikatan pernikahan pada saat itu juga (melalui thalak ba’in) atau pada masa mendatang setelah iddah (melalui thalak raj’i ) dengan ucapan tertentu.8

Pada Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI), talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang terjadi salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 129,130, dan 131 Ayat (1) dan (2).9 Dan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, talak adalah seorang suami yang

5

Salahuddin Khairi Sadiq, Kamus Istilah Agama, ( Jakarta : CV.Sient Tarama,1983 ),h.358 6

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Talak” Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997 ), Cet. Ke-4,h.53

7

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid3, Pena Pundi Aksara : 2007, h.135 8

Abu Malik bin Sayyid Salim, Fikih Sunnah Untuk Wanita, Al-I’Tisham, Jakarta : 2007 9


(27)

20

beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.

Menurut H.A Fuad Said mendefinisikan perceraian adalah putus hubungan perkawinan antara suami dan istri.10 Dari definisi-definisi di atas, maka dapatlah dipahami bahwa talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan dalam arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak Raj’i.11

Jadi dari beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa talak merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan talak menggunakan lafal-lafal tertentu, namun penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya suami istri, dalam arti putusnya hubungan perkawinan.

10

H.A Fuad Said. Perceraian Dalam Hukum Islam ( Jakarta : Pustaka Al-Husna,1993 hal 1) 11

Sri Mulyani, Editor, Relasi Suami Istri Dalam Islam, Pusat Studi Wanita, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 2004, Hal 16-17


(28)

2. Dasar Hukum Perceraian

Akad perkawinan dalam hukum islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci (Mitsaqan Galizan) yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan. Karena untuk itu syaria’at islam menjadikan pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, Firman Allah Q.S An-Nisa(4): 21

⌧ ⌧

)

ءﺎﺴﻨﻟا

/ 4 : 21 (

Artinya: bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. dan mereka (istri istrimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.(Q.S. An-Nisaa/4:21)

Oleh karena itu suami istri wajib menjaga terhubungnya tali pengikat perkawinan dan tidak sepantasnya pasangan suami istri berusaha merusak dan memutuskan tali tersebut dan perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera dapat terwujud.12 Bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan dan jika dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudharatan, maka islam membuka pintu untuk dapat terjadinya perceraian. Agama Islam telah menetapkan kebolehan perceraian jika

12

H.Amiur Nuruddin, Hukum Pardata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, Undang-Undang Nomor 1/1974 Sampai KHI, ( Jakarta : Kencana,2006),h.206


(29)

22

hubungan perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan dengan terjadinya pertengkaran (siqaq) yang terus menerus. Hasan Bin Ziyad meriwayatkan dari Imam Ja’far Shadiq, beliau berkata : “Seseorang pria tidak boleh menceraikan istrinya tanpa alasan, kemudian dirujuk dan diceraikan kembali. Ini merupakan suatu bentuk penganiayaan yang dilarang Allah SWT kecuali apabila dia menceraikan dan merujuknya kembali dengan tujuan menahan diri dari sesuatu. Apabila kita menilik besarnya tuntutan mencegah perceraian dalam kondisi tertentu, perceraian merupakan perbuatan terlarang dan dosa. Misalnya, apabila dengan perceraian itu dapat merusak kehidupan agama dan kehormatan wanita. Bertolak dari sini, sudah seharusnya bagi siapa saja yang akan melakukan perceraian, terlebih dahulu harus benar-benar mempertimbangkan baik dari segi cara, waktu maupun risiko yang akan ditimbulkannya sebelum akhirnya berani memutuskan untuk bercerai, agar perceraian tersebut menjadi perceraian yang baik.13 Adakalanya perceraian tersebut terjadi tanpa adanya alasan yang kuat, hal inilah yang menyebabkan lahirnya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Selain itu juga untuk mewujudkan suatu perkawinan yang bahagia, kekal dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang ada dalam penjelasan umum Undang-Undang Perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian.14 Dalam hal ini agama Islam telah terlebih dahulu mengatur sedemikian rupa masalah

13

Ali Husaian Muhammad Makki Al- Amili, Perceraian Salah Siapa ?, ( Jakarta : Lentera, 2001), h.37

14


(30)

perceraian ini dengan menurunkan ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi yang berkenaan dengan perceraian tersebut sehingga mempunyai dasar hukum dan aturannya tersendiri. Di antaranya yaitu Q.S Al-Baqarah (2) : 228

☺ ☺ ☺ ☯ ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 228 (

Artinya: wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang di ciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-Baqarah/2 : 228)

Demikian pula disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2)229

⌧ ☺ ☺ ⌧ ☺ ⌧ ☺ ⌧ ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 229 (


(31)

24

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

Dilanjutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 230

⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ☺ ☺ ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 230 (

Artinya: “kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,

diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Q.S

Al-Baqarah/2 : 230)


(32)

Artinya: “apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya mereka Barang siapa berbuat demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-Baqarah/2 : 231)

Dilanjutkan dalam Q.S Al-baqarah (2) : 232

⌧ ☺

)

ةﺮﻘﺒﻟا

/ 2 : 232 (

Artinya: apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang di nasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Al-Baqarah/2 : 232)


(33)

26

Serta dalam Q.S At-Thalaq (65) : 1

)

قﻼﻄﻟا

/ 65 :

1 (

15

Artinya: Hai nabi, apabila kamu menceraikan Istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S At-Thalaq/65 : 1)

Namun demikian pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah usul fikih disebut MAKRUH. Hukum makruh ini dapat dilihat adanya usaha pencegahan terjadinya talak itu dengan berbagai penahapan. Beberapa ayat al-Qur’an mengantisipasi kemungkinan terjadinya perceraian itu.

Namun demikian para ulama sepakat membolehkan talak. Ini melihat bahwa bisa saja sebuah rumah tangga mengalami keretakan hubungan yang mengakibatkan runyamnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam

15


(34)

keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak membawa keuntungan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk menghindari dan menghilangkan berbagai hal negatif tersebut yaitu dengan cara talak.

Lalu tentang hukum cerai ini, ulama fikih berbeda pendapat. Pendapat yang paling benar di antara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang” kecuali karena alasan yang benar. Ini menurut golongan Hanafi dan Hambali. Alasannya adalah sabda Rasulullah SAW

ﻦﻋ ﻦْا ﺮ ﻋ -ﻲ ر ﱠﻟا ﺎ ﻬْﻨﻋ -لﺎ : لﺎ لﻮ ر ﱠﻟا ρ : ﻐْأ لﺎ ْﻟا ﺪْﻨﻋ ﱠﻟا قﺎ ﱠﻄﻟا ) . اور ﻮ أ دواد , ﻦْاو ْ ﺟﺎ , ﱠ ﺻو آﺎ ْﻟا , ﱠﺟرو ﻮ أ ﺗﺎ ﻟﺎ ْرإ ) .16

Artinya: Dari Ibnu Umar semoga Allah Swt meridhoi keduanya berkata: Rasulullah SAW bersabda: perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT ialah talak. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim, serta dikuatkan oleh Abu Hatim

B. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Suatu perkawinan dimaksudkan untuk menciaptakan kehidupan suami istri yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina keluarga yang sejahtera dan bahagia sepanjang masa. Setiap pasangan suami istri selalu mendambakan agar hubungan yang diikat oleh akad perkawinan itu semakin kokoh terpatri sepanjang hayat.

16

Muhammad ibn Ismail Al Amir As-Shan’ni, Subul As-Salam Al Musholah ila Bulugh Al Maram, Juz 3(Kairo: Dar Ibn Al Jauzi, 1428 H), h.156


(35)

28

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 38 disebutkan ada 3 (tiga) hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan,yaitu:17

(1) Karena Kematian; (2) Karena Perceraian ; dan (3) Karena Putusan Hakim.

Dalam hal ini, penulis akan menguraikannya secara gamblang. 1. Karena Kematian

Putusnya perkawinan karena kematian tidak menimbulkan banyak persoalan, karena dengan sendirinya ikatan perkawinan keduanya menjadi putus. Apabila pihak suami atau istri yang masih hidup ingin menikah lagi maka bisa saja asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan dalam Hukum Islam.18

2. Karena Perceraian

Peraturan pemerintah menggunakan kata perceraian ini dengan istilah “cerai talak” untuk membedakannya dengan pengertian perceraian atas Putusan Pengadilan menggunakan istilah “cerai gugat”.19

Sebagai ketentuan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perceraian Pasal 39 Ayat 1 disebutkan bahwa : “perceraian hanya dapat

17

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 18

Lili Rasidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, ( Bandung : Remaja Rosdakarya,1991),h.194

19

Arso Sostroatmodjo, et.al., Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta ; Bulan Bintang, 1981),h.60


(36)

dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak”.20

Menurut hemat penulis, maksud di hadapan sidang Pengadilan Agama ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak suami istri tersebut, sebagaimana hal tersebut dikaitkan dengan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa : “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan per Undang-Undangan yang berlaku”.

Maksud apabila perkawinan harus dicatatkan, begitu pula bila terjadi perceraian antara keduanya. Jadi, ketika menikah suami istri tentu memiliki akta nikah sebagai bukti otentik perkawinannya dari Kantor Urusan Agama. Namun, apabila terjadi perceraian akta nikah diganti dengan akta cerai yang diberikan oleh Pengadilan Agama yang menangani kasus perceraian suami istri yang bersangkutan.

3. Karena putusan Pengadilan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perceraian yang terjadi karena putusan pengadilan terjadi di luar kehendak suami atau istri, yaitu apabila majelis hakim berpendapat atau menilai bahwa perkawinan

20


(37)

30

keduanya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, bentuknya berupa fasakh ( pembatalan perkawinan).21

Fasakh perkawinan adalah sesuatu yang merusak akad ( perkawinan) dan bukan merupakan talak, fasakh bisa terjadi karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada waktu akad nikah atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan dapat mendatangkan kelangsungan perkawinan.22 Contoh fasakh adalah seperti baru diketahui bahwa pasangannya adalah saudara kandung maka perkawinannya batal demi hukum.

Adapun menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Pasal 39 Ayat (2) dijelaskan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa pasangan tersebut tidak dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 116 menjelaskan alasan-alasan terjadinya perceraian yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat penjudi, dan lain sebagai nya yang sukar di sembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain (suami atau istri) selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa mendapat izin dari pihak lain

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima ) tahun, atau lebih berat setelah perkawinan berlangsung

21

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,h.197

22


(38)

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak lain

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

g. Suami melanggar taklik talak

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya perceraian ketiak rukunan dalam rumah yang.

B. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat

Cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan atas kehendak suami. Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perceraian pada Pasal 66 Ayat (1) yaitu : “Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak”.23

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 117 yaitu : Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah

23


(39)

32

pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.24

Cerai talak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang berhak untuk menalak istrinya, sedangkan istri tidak berhak menalak suaminya. Bagi suami yang mengajukan gugatan talak maka suami harus melengkapi persyaratan administrasi sebagai berikut :

1. Kutipan Tanda penduduk (KTP)

2. Surat keterangan akta talak dari Kepala desa atau lurah setempat 3. Kutipan Akta Nikah (model NA)

4. Membayar uang muka biaya perkara menurut peraturan yang berlaku

5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota TNI atau POLRI.25

Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak istri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perceraian pada Pasal 73 Ayat (1), yang berbunyi : “gugatan perceraian dilajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat”.26

24

Lihat Kompilasi Hukum Islam, Pasal 117 25

Sutarmadji Dan Mesraini, “ Administrasi Pernikahan Dan Menejemen Keuangan,(Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,2006).h149

26


(40)

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 132 Ayat (1) yaitu : Gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami ”.27

Dalam perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak gugat untuk bercerai dari suaminya, karena dalam cerai talak haknya hanya dimiliki oleh suami. Akan tetapi bukan berarti cerai gugat haknya mutlak milik istri. Dengan demikian masing-masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya menuntut perceraian.

Dalam Islam tidak mengenal istilah cerai gugat karena cerai gugat hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam hukum acara di Indonesia. Akan tetapi dalam Hukum Islam menganal khulu, yang mempunyai persamaan dengan cerai gugat,dan tetap ada perbedaannya yaitu jika dalam khulu itu ada Iwadl yang harus dibayar oleh istri, dan yang mengucapkan kalimat perceraian (Talak) adalah suami setelah adanya pembayaran Iwadl tersebut. Sedangkan cerai gugat tidak ada pembayaran Iwadl serta yang memutuskan perceraian adalah Hakim.28 Selain itu, dalam cerai talak apabila suami ingin mengajukan ikrar talak, ia (suami) tidak mengajukan gugatan melainkan mengajukan permohonan izin mengucapkan ikrar talak di Pengadilan Agama. Karena talak itu ada di tangan suami. Berbeda dengan

27

Lihat Kompilasi Hukum Islam,Pasal 132 Ayat (1) 28

M. Yasir Arafat, “ Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga.” (Skrpsi Fakultas Syariah dan Hukum, Unifersitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,2003),h.16


(41)

34

cerai gugat yaitu si istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam Islam istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan Iwadl kepada suami. Hal ini yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat.

Dalam perkara cerai gugat, adapun persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut :

1. Kutipan Tanda penduduk (KTP)

2. Surat keterangan untuk cerai dari kepala desa atau lurah setempat 3. Kutipan akta nikah (model NA)

4. Membayar uang muka biaya menurut peraturan yang berlaku

5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negeri Sipil (PNS) atau Anggota TNI atau POLRI

C. Prosedur Perceraian

Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan.

Awal surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke kepaniteraan pengadilan Agama (surat gugatan diajukan pada sub kepaniteraan gugatan sedangkan permohonan pada sub kepaniteraan permohonan). Undang-Undang membedakan antara perceraian atas kehendak


(42)

suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik Hukum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian.29

Sebelum perkara terdaftar di kepaniteraan, panitera melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian terhadap bentuk dari isi gugatan permohonan) sudah dilakukan sebelum perkara di daftarkan. Misalnya dalam membuat surat gugatan, kepaniteraan dibolehkan memberikan arahan pada penggugat apabila dalam gugatan yang dibuat tidak sesuai. Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan maka tidak boleh didaftarkan sebelum petitum dan positanya jelas, seperti ada petitum namun tidak didukung oleh posita berarti gugatan atau permohonan tidak jelas.30

Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut terlebih dahulu harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaliknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara, lalu berkas perkara beserta resume tersebut diserahkan kepada Ketua pengadilan (dengan buku ekspedisi lokal sebenarnya). Dengan disertai saran tidak misalnya berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan”. 31

29

Latif, Anaka Hukum Perceraian Di Indonesia, h.72 30

Mukti Arto, Peraktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama,(Jakarta: Pustaka Pelajar,2003),cet.ke-4,h.76

31

Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradialan Agama, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001),ed.ke-2,cet.ke-8,h.129


(43)

36

Kemudian penggugat atau pemohon kemeja I untuk menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan Pasal 193 Rbg / Pasal 128 Ayat (1) HIR / Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang meliputi:

1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai

2. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah 3. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain

4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut.32

Ketentuan di atas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu, penggugat atau pemohon menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat gugatan/permohonan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah dibayar. Setelah selesai, kemudian surat gugatan/permohonan tersebut di masukan

32

Pasal 90 Ayat (1), Unadng-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-Uandang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama,h.74


(44)

dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera.33

Setelah terdaftar, gugatan diberi nomor perkara kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan, setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan maka ia menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua menunjuk seorang hakim sebagai ketua majelis dan dibantu dua orang hakim anggota.34

Setelah itu hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua majelis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam persidangan. Pasal 121 HIR,35 untuk Membantu Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang dalam hal ini panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti.36

Tata cara pemanggilan di mana harus secara resmi dan patut, yaitu:

a. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi yang dipanggil di tempat tinggalnya;

33

M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Garfika,2004), Cet.ke-2,h.14

34

R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika,2004), Cet.ke-6,h.39

35

M. FAuzan, Pokok Pokok Acara Peradilan Agama, h.13 36


(45)

38

b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada Kepala Desa di mana ia tinggal;

c. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli warisnya;

d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah (tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil) kepada hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan;

e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai.37

Sedangkan proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 5438:

“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini”.

Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum, dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian, inisiatif

37

R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.40 38


(46)

perdamaian dapat timbul dari hakim. Penggugat ataupun tergugat. Hakim harus sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum dilanjutkan ke tahap pemeriksaan diawali membaca surat gugatan.39

Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui Hakim. Pada tahap replik penggugat kembali menegaskan isi gugatannya yang dilakukan oleh tergugat dan juga mempertahankan diri atas sanggahan-sanggahan yang disangkal tergugat. Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.40

Tahap Replik Duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap pembuktian, penggugat dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang dimiliki untuk mendukung jawabannya (sanggahan), masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya.

Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulkan dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa.41

39

R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.41-42 40

Ibid.,h.43 41


(47)

47

BAB III

POTRET PENGADILAN AGAMA

A. Sejarah Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur 1. Sejarah Pengadilan Agama Depok

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Depok yang berawal dari satu wilayah Kecamatan Depok berkembang menjadi sebuah Kota Administratif sebagai bagian dari Kab. Bogor kemudian menjadi Kota Madya, yang pada saat ini menjadi sebuah pemerintahan Kota Depok dibentuk pula Pengadilan Agama Depok berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002. Pembentukan Pengdilan Agama Depok ini bersamaan dengan di bentuknya 11 Pengadilan Agama lainnya sesuai KEPRES Pengadilan Agama Depok yang peresmian oprasional oleh Walikota Depok dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2003 di Balai Kota Depok mulai menjalankan fungsi peradilan sejak 1 Juli 2003, Di samping dasar pembentukan dan dasar oprasional sebagaimana tersebut di atas, yang menjadi dasar pertimbangan perlunya dibentuk Pengadilan Agama Depok adalah antara lain:

a. Depok telah menjadi sebuah pemerintahan Kota, yang berdiri sendiri lepas dari pemkab. Bogor yang perlu dibentuk/adanya sebuah Pengadilan Agama sesuai Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.


(48)

b. Perkara-perkara yang harus diselesakan oleh Pengadilan Agama Cibinong, 55% nya berasal dari penduduk yang berdomisili di Depok, sesuai hasil studi kelayakan.

c. Untuk melaksanakan asas cepat dalam penyelesaian perkara, karena Pemerintahan Kota Depok harus menempuh jarak yang jauh ke Pengadilan Agama Cibinong

2. Sejarah pengadilan Agama Jakarta Timur

Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 Tahun 1967 tertanggal 17 Januari 1967.

Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

Pada saat munculnya sebutan Pengadilan Agama Jakarta Timur di wilayah hukum DKI Jakarta, bermula dari sebuah proses. Ketika Lembaga Pengadilan Agama di wilayah hukum DKI Jakarta diberi nama dengan sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur lalu pada saat yang bersamaan lahir pula Pengadilan Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah hukum DKI Jakarta dalam lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur, yaitu :

a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan b. Pengadilan Agama Jakarta Barat c. Pengadilan Agama Jakarta Utara dan


(49)

42

d. Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah tercermin di dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967 tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Secara nyata pula dalam ke putusan tersebut ditegaskan bahwa Pengadilan Agama yang terletak di jantung Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki keistimewaan yaitu double/peran ganda dan atau dua sisi yaitu di satu sisi sebagai “Kantor Induk” dari 4 (empat) Pengadilan Agama yang berada di 4 (empat) wilayah yurisdiksi yang mengelilinginya, sedangkan pada sisi yang lain dalam operasionalnya adalah juga Pengadilan Agama yang berkedudukan di wilayah kekuasaan “Kota Jakarta Pusat”.

B. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok Dan pengadilan Agama Jakarta Timur 1. Yurisdiksi Pengadilan Agama Depok

Hukum Pengadilan Agama Depok adalah meliputi wilayah Pemerintahan kota Depok, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 62 tahun 2002 Pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa “ Daerah hukum Pengadilan Agama Depok meliputi wilayah pemerintahan Kota Depok Propinsi Jawa Barat”. 2. Yurisdiksi pengadilan Agama Jakarta Timur


(50)

Pembahasan tentang wilayah yurisdiksi ini bermuara dari istilah yang menjadi urat nadinya ke wenangan memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan.

Dalam istilah “ke wenangan” mengadili ini sebagaimana bersinonim dengan kata “kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan ke wenagnan dan kekuasaan dan atau pada HIR dikenal pula dengan istilah kompetensi. Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi kepada 2 (dua) aspek yaitu :

Kompetensi Absolut, yaitu ke wenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri.

Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama disebut pada Bab III yang berjudul KEKUASAAN PENGADILAN Pasal 49 Ayat (1) yang berbunyi “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara perkata di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan;

b. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. Wakaf dan Shodaqoh

d. Ekonomi Syari’ah

Kompetensi Relatif, yaitu ke wenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan


(51)

44

yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai berikut :

a. HIR Pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo Pasal 142 (2) dan

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 66 Ayat 1 s/d 5.

Tentang kompentensi relatif ini bagi Pengadilan Agama yang berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan pada saat kelahirannya yaitu dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain :

a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Utara.

b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Barat.

c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Selatan.

d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Timur.

e. Khusus untuk Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya ditetapkan sebagai Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, adalah juga sebagai Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan Kota Jakarta Pusat.


(52)

1. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kota Depok

Pengadilan Agama Depok merupakan Pengadilan Agama kelas II, karena ia baru dibentuk, yang saat ini dipimpin oleh seorang Ketua (Drs. Kurtubi Kosim, SH, M.Hum) dan seorang Wakil Ketua (H. Asril Nasution,SH,M.Hum) mempunyai struktur organisasi sebagai berikut1:

a. Pimpinan:

Ketua dan wakil ketua b. Tenaga Fungsional :

para hakim

c. Kepaniteraan/Kesekretariatan ; 1) Panitera dibantu oleh:

Wakil panitera, Panitera Muda Permohonan, Panitera Gugatan dan panitera Hukum serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita pengganti, sesuai dengan Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.

2) Sekretaris dibantu oleh :

Wakil Sekretaris sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang dilengkapi dengan :

Kepala Urusan Kepegawaian, Kepala urusan Keuangan dan kepala urusan Umum

1


(53)

(54)

40

2Se la ya ng Pa nda ng Pe ng a d ila n Ag a ma De p o k, 2005. h.15


(55)

47

2. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Adapun struktur organisasi pengadilan Agama Jakarta Timur adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan:

Ketua dan wakil ketua b. Tenaga Fungsional :

para hakim

c. Kepaniteraan/Kesekretariatan ; 1) Panitera dibantu oleh:

Wakil panitera, Panitera Muda Permohonan, Panitera Gugatan dan panitera Hukum serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita pengganti, sesuai dengan pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.

2) Sekretaris dibantu oleh :

Wakil Sekretaris sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang dilengkapi dengan :

Kepala Urusan Kepegawaian, Kepala urusan Keuangan dan kepala urusan Umum.


(56)

40 Gambar 3.2

Bagan Struktur Organisasi Peradilan Agama Jakarta Timur3

3 http :/ / www.p a ja ktim.g o .id / stuktur-o rg a nisa i.p hp /

KETUA

PANITERA/ SEKRETARIS

WAKIL WAKIL

SEKRETARIS PANITERA WAKIL KETUA

PANMUD PERMOHO

PANMUD GUGATAN

PANMUD HUKUM

STAF STAF

KASUB KEPEG

KASUB KEUANGAN

KASUB UMUM

STAF STAF STAF

JURU SITA PENGGANTI

JURU SITA PANITERA PENGGANTI

HAKIM

STAF


(57)

47


(58)

NOMOR:154/Pdt.G/2009/PA.JT

A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok

Nomor:826/Pdt.G/2009/PA Dpk

Berdasarkan para pihak dan saksi, dalam putusan Nomor.826/Pdt.G/2009/PA Dpk disebutkan bahwa pemohon adalah Herry Karnadi bin Drs. Pg Hirwanto, umur 38 tahun, Agama Islam, pendidikan S.2, pekerjaan PNS Pemda Kota Bogor, tempat tinggal di Telaga Golf Blok E.8B RT. 03 RW 08 No.2 Kelurahan Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Dengan termohon Sri Tuti Wartini binti MO. Sjahroni, umur 37 tahun, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan pegawai Swasta, , tempat tinggal di Telaga Golf Blok E.8B RT. 03 RW 08 No.2 Kelurahan Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Atas dasar surat gugatannya tertanggal 5 Juni 2009 yang didaftarkan di Kepanitraan Pengadilan Agama Depok pada tanggal itu juga dengan register perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk.

Menurut Pengakuan Pemohon, Pemohon adalah suami sah termohon, yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 14 April 1996, di Rego, Kodya Bandung, Kutipan Akta Nikah Nomor 31/31/IV/1996 tanggal 15 April 1996, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Rego, Kodya Bandung.


(59)

50

Selama berumah tangga antara pemohon dan termohon telah dikaruniai 2 orang anak bernama; Nadhira Nurul Afindandiva, perempuan, berusia 12 tahun, dan Hasan Nurul Aziza, perempuan, usia 5 tahun.

Semula rummah tangga antara pemohon dan termohon rukun dan harmonis, tetapi sejak April 2008 sampai sekarang antara pemohon dan termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, disebabkan tanpa sepengetahuan pemohon, termohon memiliki hutang yang sangat besar dan untuk menutupi hutang tersebut, pemohon telah menjual seluruh hartanya yang pemohon miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman Pemohon, sampai akhirnya Pemohon tidak punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang.

Pada Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon, Termohon memiliki hutang lagi yang jumlahnya besar, Pemohon sudah tidak sanggup lagi membayar hutang Termohon, malahan pemohon sering didatangi oleh orang-orang yang menagih ke rumah kontrakan Pemohon hingga saat ini Pemohon dan Termohon masih tinggal serumah. Keluarga telah berupaya mendamaikan Pemohon dan Termohon agar kembali rukun dalam membina rumah tangga, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

Dengan beberapa kejadian tersebut di atas, rumah Tangga antara pemohon dan Termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik lagi, sehingga rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah, tidak tercapai, Pemohon merasa menderita lahir batin.


(60)

1. Gugatan Pemohon

Mengenai isi dari tuntutan Pemohon, pemohon memohon kepada pengadilan Agama Depok kiranya dapat menjatuhkan putusan sebagai berikut:

a. Mengabulkan Permohonan pemohon

b. Menetapkan, memberikan Izin kepada Pemohon (Herry Karnadi bin Drs. PG Hirwanto) untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon (Sri Tuti Wartini binti MO.Sjahroni) di depan sidang Pengadilan Agama Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.

c. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.

d. Apabila Pengadilan Agama Depok berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Pada hari sidang yang telah ditetapkan Pemohon telah datang menghadap di persidangan, sedangkan Termohon telah tidak datang menghadap atau menyuruh orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap di persidangan, meskipun termohon telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sedang tidak ternyata ketidakhadiran Termohon disebabkan oleh sesuatu halangan sah menurut hukum. Majlis hakim telah menasihati Pemohon agar bersabar untuk rukun kembali dengan Termohon, namun tidak berhasil.

Bahwa sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, Pemohon telah memperoleh izin atasan untuk bercerai dari Termohon berupa Keputusan


(61)

52

Walikota Bogor Nomor: 474.2.45-126 Tahun 2009 tentang Pemberian Izin perceraian An.Drs. Herry Karnadi, M.Si., dikeluarkan oleh Walikota Bogor tanggal 4 Agustus 2009.

Kemudian dibacakanlah surat Permohonan pemohon tersebut dalam persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon dengan penjelasan lisan bahwa saat ini Termohon berada dalam tahanan kepolisian Pulogadung untuk keperluan penyidikan oleh karenanya Pemohon tetap menunjuk alamat Termohon seperti dalam surat permohonan cerai pemohon tersebut sebagai domisili Termohon.

2. Pembuktian

Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya telah mengajukan bukti tertulis berupa foto copy buku Kutipan Akta Nikah Nomor 31/31/IV/1996 Tanggal 15 April 1996, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Rego kodya Bandung; telah dinazegelen, setelah dicocokkan dengan aslinya dan diparaf oleh ketua Majlis, selanjutnya diberi kode P.

Majlis Hakim telah memerintahkan Pemohon untuk menghadirkan saksi-saksi untuk di dengarkan keterangannya dan untuk itu Pemohon telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi sebagai berikut:

a. P. G Hirwanto bin Djo Semito, dengan di bawah sumpahnya memberikan keterangan sebagai berikut:


(62)

2) Saksi tahu antara Pemohon dan Termohon adalah suami istri dan telah dikaruniai 2 (dua) orang anak.

3) Saksi tahu antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi

pertengkaran disebabkan Termohon banyak mempunyai hutang

4) Semula saksi tidak tahu kalau Termohon terlibat hutang, tetapi sejak Agustus 2008 Pemohon mencari pinjaman uang kepada keluarga saksi katanya untuk membantu Termohon membayar hutang.

5) Saksi tahu sejak tahun 2009 hutang yang dibuat Termohon semakin menjadi-jadi sampai harta yang dimiliki Pemohon dan Termohon terjual untuk membayar hutang.

6) Saksi tidak tahu Termohon berhutang untuk keperluan apa, bahkan saat saksi tanyakan kepada Pemohon juga tidak tahu.

7) Saksi tahu sejak bulan Mei 2009 Termohon berada di tahanan polisi karena dalam penyelidikan kasus penipuan yang dilakukan Termohon, yaitu melisingkan BPKB orang (Termohon bekerja di show Room). 8) Saksi sudah mengupayakan untuk membicarakan masalah rumah

tangga Pemohon dengan Termohon dengan pihak besan di Bandung, tetapi pihak besan tidak ada solusi.

9) Saksi sudah berupaya merukunkan Pemohon dan Termohon, namun tidak berhasil


(63)

54

10)Saksi tidak sanggup lagi untuk merukunkan Pemohon dan Termohon, karena keadaan Pemohon sudah memprihatinkan tercemar nama baiknya di lingkungan tempat tinggal dan di kantornya.

b. A. Syahroni bin Utari Byli dengan di bawah sumpahnya memberikan keterangan sebagai berikut:

1) Saksi kenal dengan Pemohon sejak tahun 2005 sebagai teman sekantor tetapi sekarang sudah berbeda bagian, saksi juga kenal Termohon sebagai Istri Pemohon dan Perkawinan Pemohon dengan Termohon sudah dikaruniai 2 (dua) orang anak.

2) Saksi tahu saat ini Termohon berada di rutan karena terlibat hutang piutang.

3) Pada mulanya saksi mengenal Pemohon dan Termohon biasa saja, tetapi sejak tahun 2008 saksi membantu Pemohon untuk pinjam uang di kantor, tetapi semakin lama pinjaman Pemohon semakin besar. 4) Saksi tahu ternyata Pemohon pinjam uang untuk menutupi

hutang-hutang Termohon.

5) Saksi pernah beberapa kali melihat Pemohon bertengkar dengan Termohon melalui HandPhone (HP).

6) Saksi tidak sanggup lagi untuk merukunkan Pemohon dan Termohon. Bahwa atas keterangan 2 (dua) orang saksi tersebut Pemohon membenarkan seluruh keterangannya.Kemudian Pemohon mengajukan kesimpulan yang pada pokok isinya tetap pada pendiriannya untuk bercerai


(64)

dengan Termohon, selanjutnya mohon putusan.dengan keterangan dan bukti-bukti tersebut di atas, Majlis Hakim telah menganggap cukup untuk mempertimbangkan perkara ini.

3. Pertimbangan Hukum

Maksud dan tujuan dari permohonan Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas. Bahwa Majlis Hakim telah menasihati Pemohon agar berdamai dengan Termohon, namun tidak berhasil. Sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, Pemohon telah memperoleh izin untuk melakukan perceraian dari atasannya berupa surat keputusan Walikota Bogor, sebagaimana terurai di atas, dengan demikian ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, telah terpenuhi.

Ternyata termohon meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut untuk datang menghadap di persidangan ternyata ketidakhadirannya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah menurut hukum, maka Termohon harus dinyatakan tidak hadir dan permohonan pemohon dapat diperiksa dengan tanpa kehadiran Termohon tersebut.

Dengan ketidakhadiran Termohon tersebut, Majlis Hakim berpendapat Termohon telah melepaskan hak jawabnya dan berarti pula mengakui kebenaran dalil-dalil permohonan Pemohon.

Yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalah sejak dan pertengkaran yang terus menerus, disebabkan tanpa sepengetahuan Pemohon. Termohon memiliki hutang yang sangat besar dan untuk menutupi hutang


(65)

56

tersebut, Pemohon telah menjual seluruh harta yang pemohon miliki dan juga meminjam uang ke saudara dan teman-teman Pemohon, sampai akhirnya Pemohon sudah tidak punya tempat tinggal lagi dan memiliki hutang. Pada bulan Mei 2009 merupakan puncak perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon, Termohon memiliki hutang lagi yang jumlahnya besar, Pemohon sudah tidak sanggup lagi membayar hutang Termohon, malahan Pemohon sering didatangi oleh orang-orang yang menagih ke rumah kontrakan Pemohon.

Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya Pemohon telah mengajukan bukti tertulis P dan 2 orang saksi sebagaimana tersebut di atas. Dari bukti P berupa foto copy kutipan akta nikah atas nama Pemohon dan Termohon, memperkuat fakta bahwa antara Pemohon dan Termohon terkait dalam perkawinan yang sah. Dari 2 (dua) orang saksi Pemohon diperoleh keterangan yang saling bersesuaian bahwa Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan Termohon terlibat hutang yang jumlahnya besar bahkan melakukan penipuan yang mengakibatkan Termohon ditahan polisi.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas yang diperkuat dengan keterangan saksi-saksi Pemohon yang menyatakan sudah tidak sanggup untuk merukunkan Pemohon dan Termohon; Majelis Hakim berpendapat bahwa hubungan antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga sudah tidak harmonis sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana maksud dari al-Qur’an Surat ar-Rum Ayat 21 dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor


(66)

1 Tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (INPRES Nomer 1 Tahun 1991). Dalam kondisi tidak harmonis tersebut Majelis Hakim berpendapat ikatan perkawinan antara Pemohon dan Termohon telah pecah yang disebabkan oleh hal-hal- sebagaimana tersebut di atas, sehingga antara Pemohon dan Termohon tidak mungkin untuk dapat dirukunkan kembali untuk membina rumah tangga bersama dan permohonan Pemohon telah memenuhi maksud Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan Pasal 19 Huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Huruf f Kompilasi Hukum Islam, dengan demikian permohonan Pemohon untuk bercerai dengan Termohon cukup beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga permohonan tersebut dapat dikabulkan dengan mengizinkan kepada pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Depok

Oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, berdasarkan Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perkawinan, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon. Perkara ini dipertimbangkan yang amarnya yaitu “Pasal 125 HIR dan segala peraturan per undang-undangan yang berlaku. Memperhatikan kaidah hukum syara’ yang berkaitan dengan perkara ini”.


(67)

58

B. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT

Berdasarkan para pihak dan saksi, dalam putusan Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT bahwa pemohon adalah. Patah Yasin bin Abu Sujak, umur 37 Tahun, Agama Islam, Pendidikan SD, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Kp. Jembatan No. 17 RT. 02 RW. 17 kelurahan panggilingan, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Dengan termohon Muawiyah binti Muhdi, umur 32 Tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Kp. Jembatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Atas dasar surat gugatannya tertanggal 27 Januari 2009 yang didaftarkan di Kepanitraan Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal itu juga dengan register perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA JT. Telah mengajukan hal-hal sebagai berikut:

Pada hari selasa tanggal 19 Desember 1995, telah berlangsung pernikahan antara pemohon dan termohon, tercatat di PPN KUA Kecamatan Lebak Wangi, Kuningan, Jawa Barat dengan Akta Nikah Nomor: 67134/XII/1995 tanggal 19 Desember 1995. Setelah menikah kehidupan rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam keadaan rukun, dan telah berhubungan badan sebagaimana layaknya suami istri, dan bertempat tinggal bersama di Rawa Tarate selama 3 Tahun, dan dikaruniai 2 orang anak bernama: Rini Apriani, lahir tanggal 03 April 1997 dan Fitri Amelia, lahir tanggal 27 April 2001.


(1)

2. Pertimbangan Majlis Hakim dalam memutus perkara Nomor 826/Pdt.G/2009/PA Dpk dan perkara Nomor 154/Pdt.G/2009/PA.JT. Awalnya adalah untuk mendamaikan kedua belah pasangan suami istri yang bercerai sesuai PERMA ( Peraturan Mahkamah Agung) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi, keterlibatan Pengadilan Agama sebagai alasan yang dapat dijadikan dasar perceraian merupakan langkah ke arah menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang terjadi benar-benar sah, sehingga tidak ada lagi yang dirugikan. Dan Majlis Hakim pun dalam melakukan pertimbangan mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan perkawinan bahwa: “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah”.

Dan yang terakhir adalah surat An-Nisa ayat 35. Oleh karena itu demi kemaslahatan bersama maka perceraian pun dapat dikabulkan oleh Majlis Hakim.

3. Bahwa talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah ikatan perkawinan itu istri tidak halal lagi bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak Raj’i, sedangkan dalam arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua menjadi satu menjadi hilang hak talak itu talak merupakan pemutus hubungan suami


(2)

80

dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan talak menggunakan lafal-lafal tertentu, namun penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya suami istri, dalam arti putusnya hubungan perkawinan.

B. Saran

Berdasarkan kenyataan yang sudah di uraikan di atas, maka penulis menyarankan:

1. Kepada lembaga pengurus perkawinan yakni Kantor Urusan Agama (KUA) terutama kepada Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) supaya lebih mengintensifkan kembali tentang pemahaman berumah tangga kepada para calon pengantin yang ingin mendaftarkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama, agar dapat menghayati perlunya membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah yang merupakan tujuan dari kehidupan berumah tangga itu sendiri.

2. Hak suami istri perlu perlu di sosialisasikan melalui khotib jum’at, kualiah subuh, jurnal dan lain-lain

3. Hak suami istri tersebut di berikan kurikulum kepada anak-anak madrasah tsanawiyah dan aliyah dengan kurikulum ilmu Fikih.


(3)

Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Dirja Binbag Islam. 1992

UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Peraturan Pemerintah Nomer 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Perkawinan

Ahmad,Zubair. relasi suami istri dalam islam,PSW UIN Syahid Jakarta Rosdakarya,2004

Al-Amili, Ali Husaian Muhammad Makki , perceraian salah siapa ?, Jakarta : Lentera, 2001

Arafat, M. Yasir. “ perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga.” (skrpsi Si Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri syarif Hidayatullah Jakarta, 2003

Arto, Mukti. Praktek perkara Perdata pada peradilan Agama, Jakarta: pustaka pelajar,2003

As-Shan’ni, Muhammad ibn Ismail al Amir. Subul As-Salam Al Musholah ila Bulugh Al Maram, Juz 3 Kairo: Dar Ibn Al Jauzi, 1428 H

Daud,Sunan Abi Bab thalaq, Bairut : Daru Ibn Hizam, 1998

Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana dan sarana Perguruan tinggi IAIN, 1987

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT.Ikhtiar baru Van Hoeve,1997

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh. Jakarta : Departemen Agama,1985

Djalil, Basik,Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana Media Group, 2006 Fauzan, M. Pokok-pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah

Di Indonesia, Jakarta: Sinar Garfika,2004

Ismail, Suher Sidik. Ketentraman Suami Istri, Surabaya: Dunia Ilmu,1999


(4)

82

Mahmud, Peter Marzuki. penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005

Meoleong, Lexy . J, , Metodologi Penelitian, Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004 Mesraini, dan Sutarmadji, “Administrasi Pernikahan dan Menejemen

Keuangan,(Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,2006

Mulyani, Sri editor. Relasi suami istri dalam islam, Pusat studi wanita, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 2004

Munawir, Ahmad Warsan , Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997

Nuruddin, H.Amir, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI, Jakarta : Kencana,2006

Proyek pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fikih, Jakarta : Departemen Agama, 1985

Rahman, Bakti A., Hukum Perkawinan menurut Hukum Islam,UU Perkawinan dan Hukum Perdata, Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1981

Rasidi, Lili. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung : Remaja Rosdakarya,1991

Rasyid, Raihan A. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo persada,2001

Sabiq,Sayyid. Fiqih Al Sunnah, Cet.4. Bairut: Dar Al-Fikr, 983.

Sadiq, Salahuddin Khairi. Kamus Istilah Agama, Jakarta : CV.Sient Tarama,1983 Said, H.A Fuad. Perceraian dalam hukum Islam Jakarta : Pustaka Al-Husna,1993 Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia Jakarta : Ghalia Indonesia, 1978 Satroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta:Bulan Bintang, 1981 Sayyid Salim bin Abu Mali, Fiqih Sunnah untuk Wanita, Al-I’Tisham, Jakarta : 2007 Soeroso, R. Praktek Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan,


(5)

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada,2005

Wawancara Pribadi Dengan Nasrul.Pengadilan Agama Jakarta Timur. 30 Mei 2010 Wawancara Pribadi Dengan Sulkha Harwiyanti, Pengadilan Agama Depok. 02 Juni


(6)

91

PEDOMAN WAWANCARA

1. Menurut Bapak/Ibu, benarkah ketika seorang suami tidak mampu dalam membayar hutang istri merupakan salah satu factor penyebeb terjadinya perceraian?

2. Apa dasar hukum seorang hakim dalam memutuskan perkara ini?

3. Bagaimana proses penyelesaian perceraian karena suami tidak mampu membayar hutang istri?

4. Apa saja yang menjadi alasan-alasan cerai thalak di Pengadilan Agama?

5. Dalam hal tidak mampunya seorang suami dalam membayar hutang istri, menurut Bapak/Ibu, Apakah seorng hakim wajib memutuskan hubungan suami istri(cerai)? 6. Menurut bapak/Ibu,apakah ada solusi untuk mempertahankan hubungan