16
BAB II POLIGAMI DAN GANGGUAN JIWA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Poligami
a. Pengertian
Ada tiga bentuk poligami, yang pertama poligini, yaitu sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita
sebagai isterinya di waktu yang bersamaan. Kedua, poliandri yaitu sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari
satu orang dalam waktu yang bersamaan dan ketiga, poligami yaitu sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan
jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
1
Walaupun dalam pengertian di atas ditemukan kalimat “salah satu pihak”, akan tetapi istilah perempuan yang mempunyai banyak suami dikenal
dengan poliandri, maka yang dimaksud poligami di sini adalah ikatan perkawinan seorang suami yang mempunyai beberapa orang isteri sebagai
pasangan hidupnya dalam waktu yang bersamaan. Kata poligami berasal dari bahasa yunani, poly atau polus yang berarti banyak dan gamein atau gamos
yang berarti kawin atau perkawinan. Jadi secara bahasa, poligami berarti “suatu perkawinan yang banyak” atau “suatu perkawinan yang lebih dari
seorang”, baik pria maupun wanita. Dalam bahasa Arab poligami dikenal
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, Edisi Ketiga, h. 885.
dengan istilah Ta’adudu Zaujah yang artinya berbilangnya isteri.
2
Adapun kebalikan dari bentuk perkawinan seperti ini adalah monogami yaitu
perkawinan di mana suami hanya memiliki satu orang isteri.
b. Dasar Hukum
Islam membolehkan poligami berdasarkan Firman Allah SWT
÷βÎuρ ÷Λäø Åz
āωr θäÜÅ¡øè?
’Îû 4‘uΚ≈tGu‹ø9
θßsÅ3Ρsù tΒ
zsÛ Νä3s9
zÏiΒ Ï|¡ÏiΨ9
4o_÷WtΒ
y]≈n=èOuρ yì≈tâ‘uρ
÷βÎsù óΟçFø Åz
āωr θä9ω÷ès?
¸οy‰Ïn≡uθsù ÷ρr
tΒ ôMs3n=tΒ
öΝä3ãΨ≈yϑ÷ƒr 4
y7Ï9≡sŒ
’oΤ÷Šr āωr
θä9θãès? ﺀﺎﺴﻨﻝﺍ
: ٣
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya,
Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka
kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. QS. An-Nisa:3
Ayat tersebut diturunkan segera setelah perang Uhud usai 3H628M, ketika itu laki-laki muslim banyak berguguran di medan perang. Tujuannya
adalah untuk melindungi kaum perempuan dan anak-anak yatim yang ditinggal wafat oleh suami dan ayah yang merawat mereka serta memelihara
mereka dari perbuatan yang tidak diinginkan. Pada saat itu para pengasuh
2
Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, cet.ke-5, h.107.
anak yatim mengawini anak-anak yang mereka asuh bukan karena menyayangi atau mencintai anak yatim tersebut, melainkan hanya tertarik
pada kecantikan atau harta mereka, inilah yang memicu para pengasuh anak yatim tidak dapat berlaku adil kepada mereka anak yatim. Maka itulah
Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka, tetapi jika merasa takut akan menelantarkan mereka dan tidak sanggup memelihara harta anak yatim
tersebut, maka dibolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat orang.
3
Dalam ringkasan Ibnu Katsir dikatakan bahwa maksud dari “Apabila kamu takut tidak akan dapat berlaku adil…” adalah jika ada perempuan
yatim dalam perlindunganmu dan kamu khawatir tidak dapat memberinya mahar yang memadai maka beralihlah kepada wanita lainnya, sebab wanita
lain juga masih banyak dan Allah tidak mempersulitnya. Sedangkan “dua, tiga atau empat” nikahilah wanita yang kamu kehendaki selain anak yatim.
Jika kamu mau nikahilah dua, tiga atau empat. Sunnah Rasulullah SAW yang menerangkan informasi dari Allah SWT menunjukkan bahwa seorangpun
tidak boleh selain Rasulullah SAW, menikahi lebih dari empat orang wanita, sebab yang demikian itu merupakan kekhususan untuk Rasulullah SAW.
4
Imam Asy-Syafi’i berkata, “sunnah Rasulullah SAW yang memberikan penjelasan dari Allah menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan
3
Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 1999, jilid I, cet.ke-3, h.1187.
4
Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasasan Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet-1, h. 649.
bagi seseorang selain Rasulullah untuk menghimpun lebih dari empat isteri”. Pendapat yang dikemukakan oleh Asy-Syafi’i ini telah disepakati oleh para
ulama kecuali pendapat dari sebagian penganut Syi’ah yang menyatakan bolehnya menggabung isteri lebih dari empat hingga sembilan orang. Bahkan
sebagian mereka berpendapat tanpa batas.
5
Menurut Quraish Shihab ayat poligami ini tidak membuat peraturan baru tentang poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh
penganut berbagai syari’at agama serta adat-istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Ayat ini tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkan
poligami, tetapi ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat amat
membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan.
6
s9uρ þθãè‹ÏÜtFó¡n
βr θä9ω÷ès?
t÷t Ï|¡ÏiΨ9
öθs9uρ öΝçFô¹tym
Ÿξsù θè=ŠÏϑs?
¨≅à2
È≅øŠyϑø9 yδρâ‘x‹tGsù
Ïπs‾=yèßϑø9x. 4
βÎuρ θßsÎ=óÁè?
θà−Gs?uρ χÎsù
© tβx.
Y‘θà xî
VϑŠÏm§‘ ﺎﺴﻨﻝﺍ
:
١٢٩
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
5
Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, h. 144-145.
6
Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 2003, cet-1, h. 270.
Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. An-
Nisa:129 Firman Allah Ta’ala “dan sekali-kali tidak akan dapat berlaku
adil…” menurut penafsiran Ibnu Abbas dan sejumlah tabi’in, bahwa manusia tidak akan mampu berlaku secara sama terhadap isteri-isterinya dalam segala
aspek walaupun gambaran lahiriahnya sama, misalnya setiap isteri mendapat giliran satu malam untuk masing-masing, pastilah hal itu mengandung
perbedaan dalam hal cinta, syahwat dan jimak.
7
Quraish Shihab menafsirkan, ayat ini memberikan kelonggaran kepada para suami sehingga keadilan yang dituntut bukanlah keadilan mutlak.
Ditegaskan juga bahwa para suami sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil, yakni tidak dapat mewujudkan dalam hatinya secara terus-menerus, keadilan
dalam hal cinta di antara isteri-isteri, walaupun sangat ingin berbuat demikian, karena cinta di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya, karena itu
berbuat adillah sekuat kemampuan yakni dalam hal-hal yang bersifat material dan kalaupun hati lebih mencintai salah seorang di antara mereka isteri,
maka sedapat mungkin suami mengatur perasaan, sehingga tidak terlalu cenderung kepada isteri yang lebih dicintai, dan membiarkan isteri yang lain
terkatung-katung, sehingga tidak merasa dilakukan sebagai isteri dan tidak
7
Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasasan Tafsir Ibnu Katsir, h. 813.
juga dicerai. Jika suami setiap saat berkesinambungan mengadakan perbaikan dengan menegakkan keadilan yang diperintahkan Allah dan bertakwa, yakni
menghindari aneka kecurangan serta memelihara diri dari segala dampak buruk, maka Allah akan mengampuni pelanggaran-pelanggaran kecil yang dia
lakukan, karena sesungguhnya Allah selalu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
8
Selain terdapat dalam Al-Qur’an, ketentuan poligami juga terdapat dalam hadits Nabi, salah satunya mengenai batas jumlah isteri adalah sampai
empat orang saja.
ﻥﻋ ﺎﺴ
ﹴﻡِﻝ ﻥﻋ
ﹺﺒﹶﺍ ﻴ
ﻪ ﻲﻀﺭ
ﷲﺍ ﻪﻨﻋ
ﻥﹶﺍ ﻥﹶﻼﻴﹶﻏ
ﻥﺒﺍ ﹶﺔﻤﹶﻠﺴ
ﻡﹶﻠﺴﹶﺍ ﻭ
ﻪﹶﻝ ﺭﹾﺸﻋ
ﺓﻭﺴﻨ ﻥﻤﹶﻠَﺴﹶﺎﹶﻓ
ﻪﻌﻤ َﹶﺎﹶﻓ
ﻩﺭﻤ ﻲﹺﺒّﹶﻨﻝﺍ
ﻰّﹶﻠﺼ ُﷲﺍ
ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻭ
ﻡﹶﻠﺴ ﻥﹶﺍ
ّﻴﹶﺨﹶﺘّﻴ ﺭ
ّﻥﻬﹾﻨﻤ ﺎﻌﺒﺭﹶﺍ
ﻭﺭ ﺍﻩ
ﺍ ﺩﻤﺤ
ﺫﻤﺭﺘﻭ ﻯ
9
Artinya : “Dari Salim dari ayahnya RA bahwasannya Ghailan binti Salamah masuk Islam sedang ia mempunyai sepuluh orang isteri dan mereka
pun masuk Islam bersamanya maka Nabi SAW menyuruh agar ia memilih empat orang dari isteri-isterinya.”
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Ciputat: Lentera Hati, 2000, cet-1, h. 581.
9
Muhammad bin Ismail Shan’ani, Subulu al-Salam, al-Maram min Jami’adillah al- Hakam, Kairo: Dar Ibnu Jauziyah, 2008, juz 6, h. 66.
B. Sebab-Sebab Terjadinya Poligami