Subjek Pelaku Taklif KLASIFIKASI PENYEBUTAN BERDASARKAN

13 bisa disandang oleh makhluk-makhluk-Nya. Secara tegas, Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai dirinya Allah. firman Allah:            هط ٠٢ : ٤١ Artinya: Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan yang hak selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku . QS. Thaha: 14 Selain itu Allah juga bertanya dalam al-Quran, Firman Allah:              ميرم ٤۹ : ٥٦ Artinya: Tuhan yang menguasai langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia yang patut disembah. QS. Maryam: 65 Ayat ini dipahami oleh para pakar al-Quran bermakna apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang bernama seperti nama ini? Atau apakah engkau mengetahui sesuatu yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan sebagaimana pemilik nama itu Allah? atau bermakna apakah engkau mengetahui ada nama yang lebih agung dari pada nama ini? Juga dapat berarti apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia yang patut disembah? Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung makna sanggahan ini, kesemuanya benar karena hanya Tuhan Yang Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut, sedangkan lain-Nya tidak ada bahkan tidak boleh. Selain itu kata Allah itu sendiri tidak terambil dari satu akar tertentu, 14 tetapi Ia adalah nama yang menunjuk pada Zat yang wajib wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan yang kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan memohon. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa kata Allah asalnya adalah هلإ Ilâh yang dibubuhi huruf alif dan lâm dan dengan demikian Allah merupakan nama khusus disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad, ila ẖ a ini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan ali ẖ ah dalam bentuk jama disebut ulang sebanyak 34 kali, karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya. Sedang Ilâh adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jamak plural ةهلأ Alihah. Dalam bahasa Ingris baik yang bersifat umum atau khusus, keduanya diterjemahkan dengan god, demikian juga dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kata Tuhan dalam bahasa Arab adalah Ilah هلإ disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad, ilaha ini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan alihah dalam bentuk jama disebut ulang sebanyak 34 kali alif dan lâm yang dibubuhkan dalam pada kata Ilâh berfungsi menunjukan bahwa kata yang dibubuhi itu dalam hal ini kata Ilâh merupakan sesuatu yang telah dikenal dalam benak mereka adalah Tuhan Pencipta, berbeda dengan tuhan- tuhan alihah, bentuk jamak dari Ilâh yang lain. Selanjutnya hamzah yang berada antara dua lâm yang dibaca i pada kata هلاا al-Ilâh tidak dibaca lagi sehingga berbunyi ها Allah, dan sejak itulah kata ini seakan-akan telah merupakan kata baru yang tidak memiliki akar kata, sekaligus sejak itu pula kata Allah menjadi nama khusus bagi pencipta dan pengatur alam raya yang wajib wujud-Nya. 3 3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Ciputat: Lentera Hati, 2009, cet-1, jil-1., hal.22 15 Kata Allah sendiri mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki kata lain, ia adalah kata yang sempurna hruf-huruf dan maknanya serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya sehingga kata itulah yang dinamai Ism Allah al-azam nama Allah yang paling mulia, yang bila diucapkan dalam doa, Allah akan mengabulkannya. Dari segi lafadz terlihat keistimewaannya ketika dihapus huruf-hurufnya. Bacalah kata Allah ها dengan menghapus huruf awalnya, akan berbunyi ه Lillâh dalam arti milikbagi Allah. kemudian hapus huruf awalnya dari kata Lillâh itu akan dibaca هل Lahu dalam arti bagi-Nya. Selanjutnya hapus lagi huruf awal dari kata lahu, akan terdengar dari ucapan Hû yang berarti Dia menunjuk Allah, dan bila ini pun dipersingkat maka akan terdengar kata Âh yang sepintas atau pada lahirnya mengandung makna keluhan, tetapi pada hakikatnya adalah seruan permohonan kepada Allah. karena itulah kata Allah terucap oleh manusia sengaja atau tidak sengaja, suka atau tidak suka. 4 Firman Allah:         ....  رمزلا ۹۹ : ۹٨ Artinya: dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?, niscaya mereka menjawab: Allah. QS. Az-Zumar: 39 Dari segi makna dapat dikemukakan bahwa kata Allah mencakup segala sifat-sifat-Nya, bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut. Karena itu jika berkata Ya Allah, semua nama-nama serta sifat-sifat-Nya telah dicakup oleh kata tersebut. Di sisi lain jika berkata ar-Rahîm Yang Maha Pengasih, 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Ciputat: Lentera Hati, 2009, cet-1, jil-1., hal. 21 16 sesungguhnya yang anda maksud adalah Allah, demikian juga jika berkata al- Muntaqim Yang Membalas Kesalahan, namun kandungan makna ar-Rahîm tidak mencakup pembalasan atau sifat-sifat yang lain-Nya. Seperti contohnya ketika mengucapkan Asyhadu an Lâ Ilâha Illa Allah, dan tidak dibenarkan mengganti kata Allah tersebut dengan nama-nama-Nya yang lain seperti Asyhadu an Lâ Ilâha Illa ar-Rahîm . 5 Jika menyebut nama Allah, pasti akan menjadikan hati kita tenang demikian pula dengan penyebutan Asmâ al-Husna. Firman Allah             دعرلا ٤۹ : ٠٨ Artinya: yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram .QS. Ar-Raad: 28 Ketentraman dan ketenangan itu lahir bila anda percaya bahwa Allah adalah penguasa Tunggal dan pengatur alam raya. Ketenangan itu akan dirasakan bila menghayati sifat-sifat, kudrat dan kekuasaan-Nya dalam mengatur dan memelihara segala sesuatu. Demikian itu Allah SWT. karena itu tidak heran jika ditemukan sekian banyak ayat al-Quran yang memerintahkan orang-orang beriman agar memperbanyak zikir menyebut nama Allah, dan karena itu setiap perbuatan yang penting hendaknya dimulai dengan menyebut nama Allah. 5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Ciputat: Lentera Hati, 2009, cet-1, jil-1., hal. 24 17 2. Kata Ganti Kami ݍحݎ Di dalam Al-Quran, penggunaan kata ganti juga diterapkan untuk lafadz Allah SWT, ada kata ganti pertama singular anâ, dan ada kata ganti pertama plural nahnu, terkadang membahasakan Allah dengan kata ganti Dia huwa, di mana makna aslinya adalah dia laki-laki satu orang. Tetapi kita tahu bahwa Allah SWT bukan laki-laki dan juga bukan perempuan atau banci. Kalau ternyata Al- Quran menggunakan kata ganti Allah dengan lafadz huwa, dan bukan hiya untuk perempuan, sama sekali tidak berarti bahwa Allah itu laki-laki. Juga tak terkecuali kata nahnu, yang meski secara penggunaan asal katanya untuk kata ganti orang pertama, jamak lebih dari satu, baik laki-laki maupun perempuan, namun sama sekali tidak berarti Allah itu berjumlah banyak. Sama dengan tata bahasa lainnya. Dalam ilmu bahasa arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Karena Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi. Selain kata ganti tersebut ada juga kata „antum’ yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian jamak. Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan „antum’, maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan anta. Khusus k ata „nahnu` tidak selalu bermakna banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah. Contoh: Dalam bahasa kita ada juga penggunaan kata “Kami” tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang Kepala Sekolah dalam pidato sambutan 18 berkata,”Kami sebagai kepala sekolah berpesan…. Padahal Kepala Sekolah hanya dia sendiri dan tidak banyak, tapi dia bilang “kami”. Lalu apakah kalimat itu bermakna bahwa Kepala Sekolah sebenarnya ada banyak, atau hanya satu ? Kata “kami” dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa diserap oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa atau mungkin juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu. 6 Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang ada pada tiap-tiap diri hamba-Nya. Oleh karenanya bentuk penggunaan kata ganti kami bukan tanpa alasan atau sebab begitu saja tanpa adanya maksud tertentu yang tersirat. Ada pun maksud dari penggunaan kata ganti kami yang terdapat dalam al-Quran bertujuan untuk: 1. Sebagai kata kami nahnu bermakna bahwa dalam mengerjakan tindakan tersebut Allah melibatkan unsur-unsur makhluk selain diri-Nya sendiri dalam kasus nuzulnya al-Quran makhluk-makhluk yang terlibat dalam pewahyuan dan pelestarian keasliannya ialah sejumlah malaikat terutama jibril, kedua; Nabi Muhammad sendiri, ketiga; para pencatatpenulis, keempat; para huffadz penghafal, dan lain-lain. Kalau diperhatikan kebanyakan ayat-ayat yang bercerita tentang turunnya al-Quran, Allah selalu menggunakan kata kami nahnu. 7 2. Selain itu ayat yang menggunakan kata kami biasanya menceritakan sebuah peristiwa besar yang berada di luar kemampuan jangkauan nalar 6 Sumber: http:adiabdullah.wordpress.com20081202kata-aku-dan-kami-dalam- 7 Ibnu Taimiyyah, Al Furqon Baina ‘l Haq wa ‘l Bathil Dar Ihyai‟t Turotsi „l Arabi: tth, hal 67 19 manusia, seperti penciptaan Adam penciptaan bumi, dan langit. Di sini, selain peristiwa itu sendiri yang bernilai besar, Allah sendiri ingin mengukuhkanmemberi kesan Kemahaan-Nya kepada manusia agar manusia dapat menerimamengimani segala sesuatu yang berada di luar jangkauan nalarrasio manusia. Seperti contoh berikut:                 ا ا فارع ۷ : ١١ Artinya Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu Adam, lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada Para Malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam, Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak Termasuk mereka yang bersujud .QS. Al-Araf: 7 3. Kata ganti Tuhan Allah dalam al-Quran berbentuk tunggal dan jamak, itu menunjukkan pihak-pihak yang berperan atau terlibat aktif dalam prosesi berlangsungnya kata kerja. Tugas-tugas seperti mencipta jin dan manusia, kata ganti tunggal Aku yang dipilih, itu artinya bahwa hanya Dia, dan tidak ada campur tangan pihak lain, yang terlibat dalam tugas penciptaan itu. Adapun tugas sepeti menurunkan rejeki, menjaga otentisitas al- Quran dan sebagainya, digunakan kata ganti jamak Kami, itu berarti bahwa benar Dialah yang pada tingkat hakiki menurunkan rejeki, namun pada tingkat lahiriah manusia individu yang bersangkutan ikut pula menentukan apakah ia akan memperolehnya dengan segala kualitas dan kuantitasnya atau tidak. 8 8 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, al-Aqidah at-Tadmuriah Beirut: ttp, tth, hal. 109. 20 Lafadz ا إ dan ح atau selainnya termasuk bentuk jamak, tapi dapat diucapkan untuk menunjukkan seseorang yang mewakili kelompoknya, atau dapat pula mewakili seseorang yang agung. Sebagaimana dilakukan oleh sebagian raja apabila mereka mengeluarkan keputusan atau ketetapan, maka dia berkata, “Kami tetapkan” atau semacamnya, padahal dia yang menetapkan itu hanyalah satu orang. Akan tetapi diungkapkan demikian untuk menunjukkan keagungan. Dengan kata lain ketika Allah menggunakan kata “Kami”, pada saat itu Allah sedang menunjukkan kebesaran, keagungan, dan kemahaan-Nya. Sehingga kata- kata “Kami” banyak digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan seperti penciptaan alam semesta, atau ketika Allah mengatakan mengenai ayat-ayat tanda-tanda-Nya yg berada di alam. Atau ketika Allah mengatakan “Kami maafkan”, saat itu Allah sedang mengagungkan Diri-Nya sebagai Maha Pemaaf. Sedangkan ketika Allah menggunakan kata “Aku”, Allah sedang menegaskan ketunggalan-Nya, hanya Dia, keunikan-Nya. Jadi ketika Allah men gatakan “ayaati ayat-ayat-Ku di beberapa tempat dalam Al-Qur‟an, bukannya “ayaatiina ayat-ayat Kami” sebagaimana yang digunakan di banyak tempat yg lainnya dalam Al- Qur‟an, Allah ingin menegaskan bahwa semua tanda- tanda, semua ayat-ayat itu adalah milik-Nya semata. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasannya Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi, tak heran jika dalam hal ini al-Quran pun sering terdapat perubahan dan pengulangan di sebagian ayatnya dari segi bentuknya, yaitu penggunaan kata kerja, baik fiil madhi atau fiil mudhari. 21 Penggunaan kata kerja masa lampau fiil mâdhi dan kata kerja masa kini fiil mudhari pun mengandung pemahaman yang jauh berbeda. Kata kerja masa lampau, misalnya menunjuk kepada peristiwa yang terjadi pada masa lampau, sedangkan kata kerja masa kini menunjuk kepada peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang. 9 Seperti contoh berikut: ….                                 ... رط ۴ف ٦ ۹ : ۹ Artinya: Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi QS. Fathir: 35 Berdasarkan kaidah yang demikian pula, maka para ulama memahami lafal yarzuqu dalam kalimat di atas, bahwa Allah memberikan rizki kepada makhluk- Nya secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Artinya pekerjaan memberi rizki itu telah menjadi perilaku-Nya secara terus menerus. Itulah sebabnya Allah        di Dzariyat di sebut Razzâq. Dalam ayat 58 Dengan begitu dapat dimengerti bahwa Razzâq atau Râziq adalah sifat yang tetap dan tidak berubah-ubah, sementara yarzuqu menggambarkan suatu sikap yang terlaksana secara berulang-ulang dan berkesinambungan, tapi bukan sikap yang menetap pada dirinya. Contoh lain yang sejalan dengan ini, misalnya kosa kata infâq. Dalam al-Quran dalam rangka mendorong umat agar berinfak Allah selalu menggunakan fiil mudhari dalam berbagai konjugasinya ,قف ت ,قف ي وقف ت , وقف ي dan lain-lain, tidak menggunakan isim kata benda. Itu berarti kata 9 Al-Suyûthi, al-Itqan Fî Ulûm Quran Beirut: Dâr al-Fikr, tth, Juz-II., hal. 322 22 berinfak harus dilakukan secara berulang kali dan berkesinambungan secara terus menerus, misalnya Allah berfirman: ةبح لث ك ها ليبس يف مهلاومأ وقف ي يذلا لثم ...لب ا س عبس تتب أ . Allah tidak berkata يقف لا لثم karena yang dikehendaki ialah agar mereka berinfak secara berulang-ulang dan terus menerus dan sifat mau berinfak itu tidak perlu menyatu dalam diri mereka secara menetap. Berbeda dengan iman, takwa, syukur dan lain-lain. Bentuk kosa kata tersebut dalam fiil mudhari dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa sifat-sifat tersebut harus diperbarui secara terus menerus dan berkesinambungan. 10 Kata kerja fiil mudhari menunjukan pada sesuatu yang dilaksanakan secara berulang-ulang tapi belum merupakan sifat yang menyatu dalam diri pelakunya, serta pemakaian kata kerja masa lampau fiil mudhari pula tidak memberikan pemahaman yang spesifik karena ia menjelaskan kejadian suatu peristiwa pada masa lampau. Pemakaian kata kerja pada masa lampau juga memberitakan peristiwa yang akan terjadi di masa depan mengandung makna bahwa peristiwa itu pasti akan terjadi, cepat atau lambat dan tidak dapat ditolak oleh siapapun. 11 Apabila suatu ayat menggunakan fiil mudhari tetapi yang ditunjukkannya sudah lampau, dinisbatkan kepada Allah, maka hal itu menunjukan terus menerus. 12 Selai itu menunjukan pengertian yang sebenarnya dan itu berarti kata tesebut memiliki makna yang menjadi fokus utama ayat al- 10 Nashruddin Baidan, Wawasan Ilmu Tafsir Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, cet-1., hal. 322-323 11 Nashruddin Baidan, Wawasan Ilmu Tafsir , hal. 325 12 Rachmat SyafeI, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2006 hal.,239 23 Quran ini. kandungannya memiliki keberlangsungan sepanjang zaman, masa sekarang dan masa mendatang 13 . Dari uraian di atas jelaslah bahwa pemakaian satu lafal dalam al-Quran bukan secara kebetulan, melaikan sengaja dibuat dengan sedemikian rupa agar membawa pesan yang dimaksud dengan tepat dan mengenai sasarannya dengan jitu dalam membingbing umat ke jalan yang benar demi memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.

B. Objek Pelaku Taklif

1. nafs Kata nafs سفݎ dalam bentuk mufrad disebutkan 77 kali tanpa idhâfah dan 65 kali dalam bentuk idhâfah. Kata tersebut terdapat dalam surat al-Baqarah ayat: 48, 233, 281, 286, 30, 185; surat al-Imrân ayat: 25, 28, 93; surat an-Nisa ayat: 1, 79, 83 dan lain-lain. Kata nafs dalam bentuk jamak mengikuti pola wazan afal dalam al-Quran disebutkan 184 kali, diantaranya ialah, al-Baqarah ayat: 155, an- Nisa ayat: 128, an-Nahl ayat: 16, az-Zumar ayat: 42. Untuk mengetahui makna kata secara morfologis leksikal yang paling mudah dilakukan adalah dengan melihat kamus Mujam al-Wajiz memberi padanan kata nafs dengan ruh dan zat subtansi sesuatu. 14 Kata nafs adalah bentuk mashdar. Kata ini diderivasi dari kata nafusa- yanfusu-nafs indah; berharga nafisa-yanfisu-nafs kikir; melahirkan ketika kata ini menempati bentuk mashdar, memiliki berbagai makna, seperti mengandung 13 H.D. Hidayat, al-Balaghah al-Jamiah wa asy-syawahid min kalami al-Badi, Semarang: PT: Karya Toha Putra Bina Masyarakat Qurani, tth, hal. 95, 14 Anonymous, al-Mujam al-Wajîz Majma al-Lughah al-Arabiyyah, hal. 627 24 pengertian mata, jahat, jasad, darah, tubuh, semangat, hasrat, kehendak, pendapat, kemuliaan, hawa, hisapan, mufakat, orang, ruh, tegukan, model, ruh, akal, zat, dan esensi. 15 Dari pendapat Ali Atabik, kata nafs tampaknya memiliki banyak makna. Dengan kata lain jenis kata tersebut dapat dikatakan sebagai jenis kata musytarak lafdhi atau sebuah kata yang memiliki banyak makna. Ar-Râghib al-Ashfahâni, menjelaskan kata nafs dengan memberikan padanannya yaitu dengan kata rûh. حورسلا :سفݏلا Abdul Khamid Zahwan memberikan penjelasan makna kata nafs dengan ruh, tubuh, nyawa, diri seseorang, darah, niat, orang dan kehendak 16 . Ibrahim Anis dalam Mujam al-Wasith memaknai kata nafs dengan kata ruh, seperti dalam kalimat kharajat nafsuhu ruhnya keluar artinya ia telah mati. 17 Manurut Abu Husen Ahmad bin Faris bin Zakariya kata nafs berasal dari kata huruf nun-fa, dan sin. Kata ini mengandung pengertian bagaimana keluarnya sesuatu yang lembut seperti, angin dan sebagainya ruh dan darah. 18 Kata nafs dalam al-Quran disebutkan dalam bentu-bentuk kata jadian seperti nafs, anfus, nufûs, tanâfasa, yatanâfasu, dan mutanâfisan. Kata nafs dalam bentuk kata kerja hanya disebutkan dua kali. Satu dalam bentuk fiil mâdhi, dan yang satu dalam bentuk fiil mudhâri. Kedua kata nafs tersebut sudah mengalami perubahan pola wazan atau telah mengalami proses afiksasi yaitu tanaffasa 15 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, al-Mujam al-Ashri, Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1999, hal. 1932-1933., Lihat Muhammad Idris Abd al-Rauf al-Marbawi Idris al-Marbawi , Juz-1, karya Indonesia: Karya Insani, hal. 334 16 Ar-Raghib al-Ashfahani, Mujam Mufradat al-Fadl al-Quran Beirut: Libanon, Dâr al- Fikr, tth, hal. 522 17 Abdul Khamid Zahwan, Kamus al-Kamil: Arab-Indonesia-Arab Maktabah wa Mahbaah Usaha Keluarga: ttp, tth, hal.549 18 Ibrahim Anis, al-Mujam al-Wasith Maktabah wa Syirkah Makhfa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu: ttp, 1972, cet-II, Juz-II., hal. 360 25 سفݏت dan yatanâfasu سفاݏتي. Dalam bentuk tanaffasa artinya bernafas, menarik nafas dan bersenang diri. 19 Ibn Mandhûr memaknai kata tanaffasa dengan padanan kata minum syariba, terbit thala, atau menyinari nawwara. 20 Sedangkan dalam bentuk yatanâfasu سفاݏتي maknanya adalah بغر يف menyukai. 21 Adapun kata nafs yang mengalami perubahan bentuk hanya satu kata yaitu al-Mutanâfisûn ݌وسفاݏت݋لا kata jadian ini terdapat dalam surat al-Muthaffifin ayat 26. Secara leksikal kata tersebut merupakn bentuk ism fail dan fiil mâdhi سفاݏت سفاݏتي jadi kata al-Mutanâfisûn bermakna orang yang menyukai. 22 Walaupun kata itu berasal dari kata nafasa dan nafisa tetapi kata jadian tersebut terlalu jauh dari makna kata dasarnya. Ada pula kata jamak dimana suatu benda yang berjumlah dua atau lebih. Dalam pendekatan semantik jika sebuah kata berbentuk jamak, tetapi belum bergabung dengan kata lain maka tetap disebut kata tunggal. Semua kata nafs dalam al-Quran yang berbentuk jamak adalah bermakna kullytarkiby karena sudah bergabung dengan kata lain. Kata nafs dalam al-Quran yang menunjukan jumlahnya lebih dari dua disebutkan sebanyak 160 kali. Al-Quran menyebutkan dua kali dalam bentuk nufûs yang mengikuti pola bentuk jamak لوعف dalam bahasa Arab seperti dalam surat at-Takwir ayat 7 dan al-Isra ayat 25; dan 158 dalam bentuk anfus mengikuti pola bentuk jamak لعفأ. Seperti di bawah ini: 19 Abdul Khamid Zahwan, Kamus al-Kamil: Arab-Indonesia-Arab Maktabah wa Mahbaah Usaha Keluarga: ttp, tth, hal. 549 20 Ibn Mandzur, Lisân al-Arab Dâr al-Maarif: ttp, tth, jil-VI.,hal. 237 21 Muhammad Abd al-Lathif al-Sabaki, al-Mukhtâr min Shihhah al-Lughah, hal. 533 22 Muhammad Abd al-Lathif al-Sabaki, al-Mukhtâr min Shihhah al-Lughah, hal. 533