Harta Anak Yatim BERKAITAN DENGAN TAKLIF: TINJAUAN NORMATIF

58 adalah kedua orang tuanya maka anak tersebut dinamakan yatim piatu. Oleh karenanya anak yatim membutuhkan bimbingan, pengawasan dan kasih sayang untuk kemajuan masa depannya.     ,     ,      ,   ... وعا لا ٣١۹ : - ٣ Artinya: Tahukah kamu orang yang mendustakan agama, Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. QS. Al- Maun: 1-4 Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap muslim harus memperhatikan dan menyayangi anak-anak yatim kerena mereka merupakan titipan kepada umat yang harus diberikan santunan, diurus, dan didik dengan baik, sehingga mereka dapat merasakan yang sama sewaktu masih ada orang tuanya. Akan tetapi jika ada yang menelantarkan dan memberlakukannya dengan sewenang-wenang serta memakan harta anak yatim, maka diterangkan dalam sebuah hadits bahwa pada hari hisab ada sebagian orang yang akan dibangkitkan dalam keadaan api dinyalakan di mulut mereka. Mendengar hal ini sebagian sahabat ra bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah mereka ini?” Rasulullah saw menjawab dengan membaca ayat al-Quran berikut:               ءاسنلا : ٣١ Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala neraka. QS. An- Nisa: 10 59 Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pesoalan anak yatim adalah persoalan yang sangat besar dan setiap orang bertanggung jawab untuk menjaga harta anak yatim dengan hati-hati dan berusaha memberikan manfaat dari harta anak yatim itu kepadanya dan menjaga jangan sampai kita memakan harta anak yatim. Selain itu Allah melarang siapa saja menggunakan secara tidak sah harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik sehingga dapat menjamin keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan secara baik itu berlanjut hingga ia, yakni anak yatim itu, mencapai kedewasaannya dan menerima dari kamu harta mereka untuk mereka kelola sendiri. 34 Artinya Allah SWT. melarang mendekati harta anak yatim ketika ia masih kecil, kecuali dengan cara yang paling baik, sampai ia menginjak dewasa, jika ia telah dewasa hendaknya sang wali tetap mengawasinya, Allah SWT. melarang mendekatinya dengan maksud agar berhati-hati dan menjaga harta tersebut hingga tiba saatnya ia dewasa. Jadi, setiap tindakan terhadap anak yatim atau terhadap hartanya yang tidak termasuk dalam lingkaran “yang lebih baik dan lebih bermanfaat” adalah dilarang. Maka memakan hartanya dengan tamak dan dengan maksud menindasnya merupakan sesuatu yang diharamkan dan dilarang. Membekukannya dan tidak mengembangkannya dengan pertanian, perindustrian atau perniagaan adalah haram. Berlebihan mempergunakannya, meskipun untuk kepentingan anak yatim, tetapi untuk hal-hal yang tidak baik, adalah haram. Meremehkan anak 34 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, jil. 3., cet. 1., hal. 734-735 60 yatim dan tidak menjaganya, sehingga memungkinkan orang lain untuk merampok hartanya dan menguasainya adalah haram. 35 Adanya pelarangan itu diharapkan dapat meredam dorongan untuk mengulurkan tangan dalam usaha merusak harta anak yatim. Mengingat bahwa harta termasuk barang yang menjadi kejaran semua orang dan tidak terkecuali semua kalangan, sebagai pemenuhan syahwat dan digandrungi oleh hawa nafsu, maka larangan itu diarahkan kepada usaha untuk mengendalikan dorongan- dorongan itu, memeranginya dan usaha melucutinya. Berkaitan dengan kalimat, ا ن ف ن ف ًس إ ا َا س ع ا ath-Thabari berpendapat: Janganlah mempersulit dalam perkara ini, sebab Allah SWT. Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya, bahwa banyak di antara mereka yang jiwanya sempit untuk berbuat kebaikan kepada orang lain dengan sesuatu yang tidak diwajibkan baginya. ” 36 Oleh karena itu, Allah SWT. memerintahkan kepada pemberi untuk memenuhi pemberiannya kepada yang berhak anak yatim, karena itu adalah miliknya, dan Allah SWT. tidak membebaninya dengan tambahan disebabkan kesempitan jiwanya, serta memerintahkan kepada orang yang berhak agar mengambil haknya dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang lebih sedikit dari yang sebenarnya ia miliki, sebab adanya hak yang berkurang dapat menimbulkan kesempitan jiwanya. Oleh karena itu, Allah SWT. tidak memberi 35 Mahmud Syaltut, Tafsir al-Quran al-Karim: Pendekatan Syaltut dalam Menggali Esensi al-Quran Bandung: Diponegoro, 1990, cet-1., hal.764 36 Abu Jafar Muhammad bin Jarir ath- Ṯabari, Tafsir ath-Ṯabari, tahqiq: Akhmad Affandi, Benny Sarbeni, Abdul Somad Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, jil. 10., hal. 687 61 beban kecuali dengan sesuatu yang tidak mempersulit dan mempersempit jiwanya. Syaikh Abdul Aziz rah.a. menulis dalam tafsirnya bahwa dua jenis kebaikan dapat dilakukan kepada anak-anak yatim. Yang pertama adalah apa yang wajib bagi ahli waris, misalnya, menjaga harta anak-anak yatim, mengembangkan hasil dari tanahnya agar keuntungannya dapat dipergunakan untuk memenuhi keperluan anak itu, pakaian dan pendidikan sopan santun akhlak. Yang kedua bersifat umum, yaitu jangan membiarkan anak yatim dalam kesusahan, berilah kasih sayang kepadanya. Di dalam majelis berilah tempat duduk yang terhormat. Usaplah kepalanya dengan perasaan kasih sayang, perlakukan ia seperti kepada anak sendiri, lahir dan batin. Karena apabila seorang ayah meninggal dunia, sehingga anaknya menjadi yatim, Allah SWT. memerintahkan kepada hamba- hamba-Nya untuk menyayanginya seperti seorang ayah kepada anak kandungnya, agar ia tidak terlalu merasakan kesedihan dan duka cita yang berlatut-larut setelah kematian ayahnya. Menurut syariat anak yatim harus dianggap sebagai keluarga sendiri. 37 Islam sedemikian detailnya memperhatikan serta memberikan kepedulian yang sangat besar terhadap kondisi anak yatim, hal ini menandakan betapa besarnya perhatian Allah SWT. kepada anak yatim dan tentunya merupakan tuntunan yang harus dipatuhi oleh manusia. Betapapun beratnya menyantuni anak yatim atau menyayangi, tetapi lebih berat lagi bahaya yang ditimbulkan akibat membiarkannya hidup terlantar tanpa ada seorang pun yang mempedulikannya. 37 Maulana Abdul Wahib, Fadhilah Sedekah , hal.161 62 Karena membangun anak yatim identik dengan membangun masa depan bangsa secara nyata, yaitu dengan menenamkan harapan para anak yatim dimasa kini agar dapat menuai masa depan mereka yang lebih cerah. Selain itu pemerintah harus bertanggung jawab terhadap nasib-nasib mereka, karena bagaimanapun pemerintah adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari anggota masyarakat di suatu Negara. Sebagaimana tertera dalam Undang-undang Dasar 1945 yaitu. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

E. Jihad

Kebajikan dan keburukan sama-sama bersanding dalam jiwa setiap manusia. Artinya setiap manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukan. Seperti itu jugalah sifat masyarakat dan negara yang terdiri dari banyak individu. Keburukan mendorong pada kesewenang-wenangan, kebajikan berseru dan merintih untuk mencegahnya. Dari sanalah lahir perjuangan, baik ditingkat individu maupun ditingkat masyarakat dan negara. Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan atau dengan melontarkan yang hak kepada yang batil hingga mampu menghancurkannya. Akan tetapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan. Bumi adalah tempat untuk berjihad menghadapi musuh. Istilah al-Quran untuk menunjukan perjuangan adalah kata jihad. 63                          ءاسنلا : Artinya: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. Mudah-mudahan Allah SWT. menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaanNya. QS. An-Nisa: 84 Ath-Thabari mengatakan dalam tafsirnya berkaitan dengan ayat di atas bahwa 38 ; “Allah tidak akan membebanimu dengan kewajiban berjihad melawan musuh-Nya dan musuhmu pada semua yang telah disyariatkan untukmu, dan itu adalah Islam. Kecuali apa yang telah terbebani kepadamu dari hal itu, bukan apa yang menjadi beban pada selain dirimu. Artinya, kamu hanya mengikuti apa yang telah kamu dapatkan, bukan apa yang telah didapat oleh orang lain, dan dengan apa yang telah Aku bebani kepadamu, bukan apa yang Aku bebani kepara orang lain. Maka perangilah mereka sekalipun kamu sendirian”. Rasulullah SAW. bersabda: ها سر اي ت اق ا نا ا ع ها يضر ةشئاع نع اق جن افا مع ا ضفأ ا ج ا رن را ب ا ا ر ر ربم جح ا ج ا ضفأ ن Artinya:“Diriwayatkan dari Aisyah ra. Bahwa beliau berkata kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, telah ditunjukkan kepada kami bahwa jihad adalah amal yang paling utama; apaka h kami tidak berjihad?” Rasulullah menjawab, “untuk kalian, jihad yang paling utama adalah haji mabrur.” Al-Bukhari. 39 38 Abû Jafar Muhammad bin Jarir ath- Ṯabari, tahqiq: Ahmad Abdurraziq al-Bakri, Muhammad Adil Muhammad, Muhammad Abdul Latif Khalaf, Mahmud Mursi Abdul Hamid, Tafsir ath- Ṯabari, jil. 19., hal. 395-396 39 Al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 12 64 Dapat kita ketahui dari dalil-dalil di atas tersebut menunjukkan jihad. Secara etimologis, kata jihad itu sendiri berasal dari kata kerja jahada yang berarati bersungguh-sungguh dan bekerja keras. 40 Kata jahada juga berarti upaya, kesungguhan, keletihan, kesulitan, penyakit, dan kegelisahan. Al-Quran menyebut kata jihad 40 kali, dan maknanya bermuara pada upaya mencurahkan seluruh kemampuan atau menanggung pengorbanan 41 . Secara terminologis, makja jihad adalah mengoptimalkan usaha dengan mencurahkan segala potensi dan kemampuan, baik perkataan, perbuatan, atau apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Al-Quran menjelaskan makna jihad dalam konteks beragam, di antaranya yang terkait dengan perjuangan untuk mewujudkan as-salam, as-salamah, as-salah dan al-ihsan. Menurut al- Ragib al-Asfahani, jihad berarti mengerahkan segala kemampuan untuk mempertahankan diri dari musuh. Berangkat dari pemahaman demikian ini, ia membagi jihad menjadi tiga, yaitu: jihad terhadap musuh yang tampak, jihad terhadap setan, dan jihad terhadap diri sendiri. 42 M. Qurasih Shihab menjelaskan, jihad adalah cara untuk mencapai tujuan, dan metodenya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan modal yang tersedia. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, dan pamrih. Mujahid adalah yang mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengan