Ancaman Pidana Perjudian PERJUDIAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG

berlaku lagi semua peraturan perundang-undangan tentang perjudian yang bertentangan dengan peraturan pemerintah. Pasal 3: Hal-hal yang berhubungan dengan larangan pemberian izin penyelenggaraan perjudian yang belum diatur di dalam peraturan pemerintah ini akan diatur tersendiri. Pasal 4: Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 36

D. Ancaman Pidana Perjudian

Sesuai pada bab yang kedua, penyusun menerangkan tentang pengertian hukum pidana menurut syariat Islam, maka pada ketiga ini, penyusun akan menerangkan pengertian pidana menurut hukum positif, sebelum membahas tentang ketentuan-ketentuan pidana perjudian. Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. 36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian Pasal 1- 4. Oleh karena itu pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau definisi dari para sarjana sebagai berikut : 1 Prof. Sukarto, SH : Yang dimaksud dengan pidana ialah, pengertian yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 2 Prof. Roeslan Saleh :Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. 37 Dari kedua definisi tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut : 1 Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenalan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. 2 Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan yang berwenang. 3 Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut Undang-undang. 38 37 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung : Alumn Bandung, 2005, h. 2. 38 Ibid.,, h. 4. Sedangkan pada pasal 1 ayat 1 KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut : 1 Ada suatu norma pidana tertentu. 2 Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-undang. 3 Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi. Dengan perkataan lain, tak seorangpun karena sesuatu perbuatan tertentu, bagaimanapun jahatnya, dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan Undang-undang terhadap perbuatan itu. 39 Jadi dalam hal pidana, fokusnya adalah pada perbuatan salah atau tindak pidana yang tlah dilakukan oleh pelaku. Dengan perkataan lain, perbuatan itu mempunyai peranan yang besar, dan merupakan syarat yang harus ada, kita juga boleh mengharap atau berpikiran bahwa orang yang dikenakan pidana akan menjadi lebih baik, tetapi bukan karena hal itu kita berbuat demikian, tujuan utamanya adalah melakukan pencegahan terhadap perbuatan salah dan bukan perbaikan terhadap diri pelaku sepanjang perhatian kita ditunjukkan pada : 1 Aktivitas seseorang di masa yang akan datang, untuk sesuatu yang telah dilakukannya pada masa lalu. 2 Perlindungan terhadap orang lain, daripada perbaikan terhadap diri pelaku. 40 39 Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum delik, Cet.III, Jakarta : Sinar Grafika,2006, h 3. 40 Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta,2000, h.6-7. Perbuatan pidana adalah, perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum. Larangan selalu disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, dapat juga dikatakan perbuatan pidana adalah, perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang, sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman ada hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan yaitu, suatu pengertian abstrak, menunjuk kepada dua keadaan kongkrit; pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, sehingga dapat menimbulkan kejadian itu. 41 Di dalam kitab Undang-undang hukum pidana yang dapat diancam pidana menurut pasal 303 KUHP ialah : 1 Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi. Sebagai mata pencaharian, yang dimaksud disini misalnya, seorang bandar atau orang lain yang membuka perusahaan judi tanpa izin dari yang berwajib. 41 Ibid.,, h.54. 2 Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian, dengan atau tanpa izin, atau cara dalam hal memakai kesempatan tanpa izin. 3 Orang yang turut serta main judi sebagai mata pencaharian. Orang yang mengadakan perjudian, seperti diterangkan di atas ini diancam menurut pasal ini, sedang yang turut berjudi diancam menurut pasal 303 Bis. 42 Jika melihat penjelasan dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa unsur atau ketentuan perjudian yang dapat dianggap melawan hukum adalah, dengan sengaja melakukan permainan judi atau memberi kesempatan judi sebagai mata pencaharian atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan tanpa izin yang berwajib. Adapun menurut hukum pidana Islam, unsur perjudian yang dapat dianggap melawan hukum adalah, setiap permainan judi yang dilakukan baik mendapat izin pemerintah maupun tanpa izin pemerintah. Jadi kejahatan perjudian menurut hukum Islam semua permainan judi. Walaupun perjudian tersebut diadakan oleh pemerintah atau program pemerintah, seperti misalnya : SDSB, KSOB, dan sebagainya, semua ini sesuai dengan ayat al-Quran, surat al-Maidah ayat 90 dan al-Baqarah ayat 219. Adapun perjudian yang dilakukan dengan cara membonceng nomor SDSB atau undian yang secara resmi diadakan oleh pemerintah, merupakan perbuatan yang berlatar belakang politik, dalam arti luas yaitu, karena menyangkut kebijakan politik pemerintah dalam bidang sosial budaya dalam pembangunan di bidang olahraga dan 42 R. Sugandi, KUHP Dengan Penjelasannya, h. 323. di bidang kesejahteraan sosial. Artinya untuk meningkatkan mutu dan prestasi olahraga, serta membantu menanggulangi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Tujuan pemerintah mengadakan SDSB atau sumbangan dana sosial berhadiah merupakan, politik pemerintah dalam upaya meningkatkan pembangunan di bidang olahraga dan membantu menanggulangi berbagai permasalahan sosial dari kepentingan nasional. Dan dengan adanya perjudian yang dilakukan dengan cara SDSB itu, mengakibatkan masyarakat dari segala lapisan terutama masyarakat ekonomi lemah terdorong untuk membeli lotre buntut, yang tidak resmi atau tanpa izin pemerintah. Harganya jauh lebih murah, sehingga mengakibatkan peredaran undian resmi atau SDSB terganggu yang mengakibatkan, dapat menghambat kebijakan politik pemerintah dalam pembangunan di bidang olahraga dan kesejahteraan sosial. Selain itu dengan adanya lotre buntut yang tidak resmi, dapat menyebabkan masyarakat di kota maupun di desa disibukkan dengan pemecahan ramalan sehingga menjadi kewajiban sehari-hari, yang pada akhirnya menjurus kepada perbuatan yang menimbulkan gangguan terhadap kehidupan masyarakat.

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN

Hukum memiliki jalinan sistem nilai-nilai yang didapat dari gambaran dua pasangan yang selalu bertentangan yakni keseimbangan atau ketimpangan dengan kepastian hukum akan tetap keduanya dapat dihubungkan dengan nilai-nilai kepentingan pribadi atau bagian billijkheid dan kepentingan umum ataupun keseluruhan veru Eropah kontinental 43 . Keberadaan suatu hukum telah jelas sebagi alat pembentuk pribadi atau golongan dimana ia hidup dengan berbagai sistem kehidupan yang akan mengatur dan sebagai titik tolak dalam menjalani kehidupan dan dalam pemecahan suatu sistem kehidupan, dengan demikian hukum teramat penting diperlukan oleh manusia, Van Apeldoorn mengatakan adanya objek ilmu hukum yaitu, hukum sebagai gejala kemasyarakatan, dan hukum juga sebagai hubungan antara gejala-gejala hukum dengan sosial lainnya, untuk itu digunakan metode sosiologis dan perbandingan hukum 44 : -Metode Sosiologi, untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. 43 Purwadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, Jakarta : PT.Rajawali Press, 1978 ,h.15 44 Arif Barda, Perbandingan Hukum, Jakarta : PT.Rajawali Press, 2000 , h.4