1
BAB II GAMBARAN UMUM
ISTI’ANAH
A. Term Isti’anah Dalam Al-Qur’an
Term isti’anah sebenarnya tidak disebutkan secara langsung dalam Al-
Qur‟an. Tetapi, kata jadian darinya yang memunculkan istilah tersebut banyak ditemukan dalam al-
Qur‟an. Isti’anah artinya meminta pertolongan atau bantuan Tuhan. Kata
isti’anah berasal dari Q.S. al-Fatihah1:5 Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, yang artinya hanya kepada-Mu kami
menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.
12
Kata isti’anah dalam kamus bahasa arab indonesia memiliki arti
permintaan bantuan atau pertolongan. Dalam kamus Al- Qur‟an kata isti’anah
memiliki arti meminta bantuan, pertolongan dan pendukung.
13
Kata isti’anah berasal dari kata
نوع
yang artinya membantu
14
, dan
نّوع
yang artinya membantu, menolong, membebaskan,
15
نواعت موقلا
artinya tolong menolong, kerja sama, gotong royong.
16
Jadi kata
ناعتساا
yang berasal dari kata
نوع
mempunyai arti permintaan bantuan, pertolongan. Dalam bentuk
isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja ista’ana-yasta’inu-isti’anan
12
Ahsin. W al-Hafidz, Kamus Ilmu al- Qur’an Jakarta: Amzah, 2006 h.126 cet.II
13
Budi Santoso. Kamus al- Qur’an Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008 h.3 cet.I
14
Al-Imam al- „Alamah Abi al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Mandzur
al-Afriqi al-Misr, Lisanul Arab. Beirut: Dar Shaadir h.298
15
Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif,1997 h.988
16
Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwir h.988
9
yang berarti yang meminta pertolongan dan musta‟an berarti dimohonkan pertolongannya.
17
Dalam ber isti’anah atau memohon pertolongan berarti kita tidak dapat
atau terhalang, atau sulit meraih apa yang kita mohonkan itu oleh satu dan lain sebab kecuali bila dibantu. Dalam Tafsir al-Misbah dikemukakan bahwa
bantuan adalah sesuatu yang dapat mempermudah melakukan sesuatu yang sulit diraih oleh yang memintanya, yaitu dengan jalan mempersiapkan sarana
pencapaiannya, seperti meminjamkan alat yang dibutuhkan, atau partisipasi dalam aktivitas, baik dalam bentuk tenaga atau fikiran, nasihat atau harta
benda.
18
Permohonan bantuan kepada Allah adalah permohonan agar Dia mempermudah apa yang tidak mampu dirai oleh orang yang bermohon dengan
upaya sendiri. Dari penjelasan diatas bahwa permohonan bantuan itu bukan berarti
berlepas tangan sama sekali, akan tetapi kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Muhammad Syaltuth mengemukakan dalam tafsirnya bahwa isti’anah
adalah meminta pertolongan sesudah melakukan usaha sekuat kemampuan. Orang yang berakal sehat tidak akan meminta pertolongan melainkan kepada
yang mampu memberikan pertolongan, tidak ada yang mampu memberikan pertolongan kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya menyeluruh,
tidak dapat dilemahkan oleh apapun. Dia yang menciptakan sebab, Dia pula
17
Departemen Agama RI. Al- Qur’an dan Tafsirnya. Tahun 2004. h.388
18
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Jakarta: Lentera Hati,2007 h.58 jilid.2
yang menyingkirkan halangan, dan dia yang memberi, menghendaki serta menolak.
19
Isti’anah adalah bagian dari ibadah. Karena itu tidak dibolehkan ber
isti’anah selain kepada Allah. Tidaklah mungkin mengharapkan isti’anah yang mutlak, yang meliputi segala sesuatu yang menyeluruh, melainkan hanya
kepada Allah semata.
20
Sebagaimana firman Allah swt.
Artinya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk yang lemah yang serupa juga dengan kamu. Maka Serulah
berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. Q.S Al-
A‟raf 7:194
Selanjutnya
Artinya : Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. Q.S Al-
A‟raf 7:197
19
Muhammad Syaltuth. Tafsir al- Qur’anul Karim. Terj. Drs. Herry Noer Ali Bandung:
Dipenogoro, 1990 h.64 jilid.1
20
Muhammad Syaltuth. Tafsir al- Qur’anul Karim. h.65
Istilah ibadah sudah sangat populer di kalangan kita. Ibadah ini adalah bentuk penghambaan kepada Allah. Dalam Islam prinsip utama dalam
beribadah adalah tauhid, jika terdapat syirik di dalam ibadah meskipun kecil maka ibadahnya akan tertolak dan batal. Tidak ada tawar menawar di dalam
beribadah. Ketauhidan dan keikhlasan dalam beribadah adalah suatu yang pokok dan mutlak. Tauhid yang dimaksudkan di sini adalah kesadaran diri
seorang hamba, bahwa apa yang ada pada dirinya bukan apa-apa karena semuanya bersumber dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Atau dengan
pernyataan lain semua yang ada pada dirinya adalah milik Allah swt.
21
Makna ibadah yang sangat luas dalam islam mencakup empat hubungan yang berbeda baik antara manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan manusia lainnya, manusia dengan dirinya dan manusia dengan lingkungan alam sekitar. Masing-masing dari hubungan tersebut terdapat dua
macam. Hubungan manusia dengan Tuhannya diwujudkan dengan, “Melaksanakan perintah-perintah-Nya dan manjauhi larangan-larangan-
Nya ”. Hubungan manusia dengan dirinya dapar diterjemahkan dengan
pemenuhan hak diri, makan minum jangan berlebihan, menjaga diri dari kebinasanaa. Adapun hubungan sesama manusia dapat diwujudkan dalam
bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa serta saling menjaga dari permusuhan dan dosa. Sedangkan hubungan manusia dengan alam dapat
ditempuh dengan intifa ‟, yaitu mengambil manfaat dari alam untuk
kesejahteraan hidup dan tidak iththirar yaitu tidak menjadikan alam sebagai
21
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an Tafsir al-Fatihah dan Awal al-Baqarah Jakarta: Taushia,2008 h.70
musuh yang membinasakan, dengan ishlah yaitu menjadikan alam sebagai harmoni, kedamaian dan tidak fasad atau berbuat kerusakan.
22
Secara tekstual term isti’anah dalam Al-Qur‟an terdapat pada 7 ayat
dalam 5 tempat. Dua diantaranya dalam satu surat. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kata
isti’anah terambil dari
ناع
atau نوع yang
memiliki arti pertolongan. Al- Qur‟an menyebutkan kata isti’anah pada
beberapa bentuk. Pertama, dalam bentuk
fi’il amr kata kerja perintah yang terdapat pada tiga tempat yaitu Q.S. al-Baqarah 2 ayat 45 dan ayat 153, dan Q.S. al-
A‟raf: 128. Yang dimaksud kata kerja perintah disini adalah perintah dari Dzat yang tinggi yaitu Allah kepada Dzat yang paling rendah yaitu manusia bukan
sebaliknya perintah dari yang rendah ke yang tinggi derajatnya. Kedua, dalam bentuk
fi’il mudhori yaitu kata kerja yang menunjukkan masa sekarang dan yang akan datang. Yang hanya terdapat pada satu tempat
yaitu Q.S. al-Fatihah 1:5. nasta’in yang berarti Kami memohon pertolongan.
Berarti dalam kata nasta’in yang dalam bentuk fi’il mudhori mengindikasikan
bahwa mulai sekarang sampai hinga waktu yang tidak bisa ditentukan untuk selalu beri
sti’anah memohon pertolongan hanya kepada Allah bukan kepada selain Allah.
Ketiga, dalam bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja
ista’ana-yasta’inu-isti’anan yang berarti minta pertolongan dan musta‟an
22
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an h.72
berarti dimohonkan pertolongannya.
23
Kata tersebut di dalam Al- Qur‟an
terdapat pada dua tempat yaitu Q.S. Yusuf:18 dan Q.S al-Anbiya:112. Dalam Al-
Qur‟an kata Isti’anah selau digandengkan dengan ibadah bahkan kata ibadah pun mengawali kata
isti’anah itu sendiri. Penggandengan kedua kata tersebut tidak dapat dipisahkan karena ibadah dan
isti’anah merupakan satu kesatuan yang utuh.
Isti’anah tidak bisa berdiri sendiri tanpa ibadah.
Ibnu QayyimAl-Jauziyyah memaparkan dalam kitab tafsrinya bahwa Isti’anah merupakan bagian dari ibadah tanpa ada pembalikan. Isti’anah
merupakan permohonan dari Allah dan ibadah merupakan tuntutan bagi Allah. Ibadah tidak terjadi kecuali dari orang yang mukhlis. Sementara
Isti’anah bisa berasal dari orang yang mukhlis dan tidak mukhlis.
24
Nabi Muhammad Saw adalah contoh tertinggi dalam ibadah dan beliau telah merealisasikan bentuk ibadah yang diinginkan dan dicintai Allah. Allah
mengiringi ibadah yang ikhlas dengan minta tolong kepada-Nya. Ia berkata “Kami tidak menyembah selain-Mu.” Ketika manusia meminta bantuan
kepada selain Allah, berarti ia telah meminta bantuan kepada Dzat yang memiliki kemampuan terbatas. Dengan meminta bantuan kepada Allah
manusia telah terbebas dari kehinaan dunia, dan memiliki kekuasan tanpa batas.
25
23
Departemen Agama RI. Al- Qur’an dan Tafsirnya. h.388
24
Ibnu Qayyim. Tafsir Ayat-ayat pilihan Jakarta: Darul Falah, 2000 h.72 cet.2
25
Syaikh Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi Kairo, Akhbar al- Yaum,1991 h.41 jilid.1
Dalam kaitannya dengan memohon pertolongan kepada Allah haruslah didahului dengan ibadah atau melakukan segala perintah dan menjauhi segala
larangannya dan mengesakan bahwa hanya Allah yang patut disembah dan dimintai pertolongan. Hal ini berkaitan dengan tauhid rububiyyah, yaitu
keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi, pencipta semua makhluk dan penguasa seluruh alam. Tidak ada sekutu dalam kekuasaann-Nya
dan tidak ada hakim dalam hukum-hukum-Nya selain Dia.
26
Tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan dalam beribadah, patuh dan taat secara mutlak kepada-Nya.
Tidak menghambakan diri kepada selain Allah dan tidak pula menyekutukan- Nya.
27
Dalam tauhid rububiyyah kita meyakini bahwa Allah yang menciptakan segala makhluk. Allah berfirman:
Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu.... Q.S. az-Zumar39:62.
Dia juga Tuhan maha pemberi rejeki bagi semua makhluk di muka bumi. Senada dengan firmannya:
Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata
28
pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi rezkinya... Q.S. Huud11:6
26
Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan Surabaya: Pustaka Progresif,1992 h.35 cet.1
27
Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan h.37 cet.1
28
Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang
Kemudian tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan Allah sebagai Tuhan, menyembahnya dalam beribadah dan tidak menyekutukannya. Tauhid
uluhiyyah ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir yaitu Muhammad saw
29
. Allah berfirman:
Artinya : Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut
30
itu... Q.S. an-Nahl16:36.
B. Antara Isti’anah dan Istinshar