1
BAB III PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN
A. Ibadah sebelum Meminta pertolongan
Dalam kehidupan kita sehari-hari ada kewajiban dan ada hak. Baik kewajiban kita kepada orang tua, kewajiban kita kepada negara maupun
kewajiban kita kepada agama dan kepata Tuhan Yang Maha Esa. Kadang kita terlalu mendahulukan hak kita dari pada kewajiban kita.
Dalam al- Qur‟an pun telah diterangkan bahwa ada kewajiban dan ada
hak. Kewajiban seorang muslim kepada muslim lainnya. Kewajiban muslim kepada agamanya. Kewajiban muslim kepada Tuhannya yang telah
menciptakan alam ini beserta segala isinya. Islam juga menjelaskan kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya dan mendahulukan kewajiban dari pada
hak. Sebagai mana Allah berfirman dalam surat al-Fatihah ayat 5 yang berbunyi:
Artinya : Hanya Engkaulah yang kami sembah
42
, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
43
.Q.S. al-Fatihah1:5
42
Nabudu diambil dari kata ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa
Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
43
Nastaiin minta pertolongan, terambil dari kata istiaanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri
23
Dalam surat ini al- Qur‟an memerintahkan kepada kita untuk
mendahulukan kewajiban kita kepada Allah dengan menjalankan yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang. Kewajiban ini disebut
dengan ibadah. Pengertian ibadah pun mencakup luas yaitu melakukan sesuatu perbuatan yang bernilai ibadah dan membawa keberkahan.
Ibadah, berarti tunduk tidak terhingga kepada kebenaran yang tidak terbatas.
44
Dalam beribadah kepada Allah kita tidak hanya melakukan ritual- ritual saja akan tetapi tunduk dan patuh dengan apa yang diperintah dan yang
dilarang. Karena Allah yang mempunyai hak mutlak menetapkan bentuk- bentuk ibadah
Pada surat al-Fatihah ini ada dua kalimat yang disebut kewajiban dan hak. Yaitu kata “na’budu” dan kata “nasta’in” yang artinya kami beribadah
dan kami meminta. Secara etimologi atau bahasa, redaksi kalimat “Iyyaka na’budu wa
iyyaka nasta’in” dengan maf’ul atau objek yang disebutkan terlebih dahulu daripada
fi’il kata kerja dan fa’il subjek biasa disebut dengan istilah takhshish, sebuah redaksi kalimat yang menunjukkan sebuah pengkhususan.
45
Ada sedikit perbedaan makna a ntara kalimat “na’buduka” dengan
kalimat “iyyaka na’budu”. Kalimat “na’buduka” mengandung arti, “Kami menyembah kepada-Mu
”. Dengan didahulukannya maf’ul bih objek, yaitu kalimat “iyyaka” dari fi’il dan fa’il-nya, yaitu kalimat “na’budu”, maka
kalimat “iyyaka na’budu” memiliki penekanan makna yang sedikit berbeda.
44
Muhammad Syaltut. Tafsir al- Qur’an al-Karim. h.64
45
Muhammad Mutawally as- Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. Penerjemah. Abdul
Syukur Abdul Razak Jakarta: Nahdhah Publiser, 2008 h.154
Arti kalimat tersebut tidak lagi “Kami beribadah kepada-Mu” tetapi menjadi “Hanya kepada-Mu kami menyembah”.
46
Dengan demikian, “iyyaka na’budu”, merupakan sebuah pernyataan yang mengandung makna pengkhususan ibadah hanya kepada-Nya. Tidak ada
Tuhan selain Allah dan tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia
47
. Disebutkan dalam al-
Qur‟an,
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka mahasuci Allah yang
mempunyai „Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” Q.S. al- Anbiya21:22
Kata “Na’budu” pada ayat ini di dahulukan menyebutkannya dari “Nasta‟iin”, karena menyembah Allah itu adalah suatu kewajibabn manusia
terhadap Tuhannya.
48
pertolongan dari Tuhan kepada seorang hamba-Nya adalah hak hamba. Maka disini seakan-akan Tuhan mengajarkan kita supaya
menunaikan kewajiban lebih dahulu, sebelum kita menuntut hak. Kata “Na’budu” dan kata “Nasta’iinu” Kami menyembah, Kami
meminta pertolongan, bukan “a’budu” dan “asta’iinu” Saya menyembah, Saya meminta pertolongan adalah untuk memperlihatkan kelemahan
manusia, dan tidak selayaknya mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah, seakan-akan penunaian
kewajiban menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah itu belum
46
Muhammad Mutawally as- Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.154
47
Muhammad Mutawally as-S ya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.156
48
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya. h.24
sempurna, hanya kalau di kerjakan bersama-sama.
49
Allang menginginkan ketika kita menyembah atau meminta kita harus bersama-sama atau
berjamaah. Penggunaan bentuk jamak pada kata “Hanya kepada-Mu kami
menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan ”. Kata kami
atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung beberapa pesan.
50
Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran agama Islam adalah seseorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak
sendirian, atau dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran sosial. Nabi bersabd
a: “Hendaklah kamu selalu bersama sama bersama jamaah karena serigala hanya menerkam domba yang sendirian”.
51
Keakuan seorang muslim harus lebur secara konseptual bersama aku- aku yang lain. Sehingga setiap muslim menjadi seperti yang di gambarkan
oleh Na bi “Bagaikan satu jasad yang merasakan keluhan, bila satu organ
merasakan penderitaan.
52
Kesadaran akan kebersamaan ini tidak terbatas hanya antara sesama manusia atau bangsa, tetapi mencakup seluruh manusia. Kesadaran tersebut
ditanamkan dalam diri setiap pribadi, atas dasar prinsip bahwa Semua manusia adalah satu kesatuan, “Semua kamu berasal dari Adam sedang adam
diciptakan dari tanah.
49
Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya. h. 25
50
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55
51
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55
52
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah.h.55
Rasa inilah yang menghasilkan “Kemanusian yang adil dan beradab”. Sehingga pada akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh sementara ahli,
“seseorang yang diperkaya dengan kesadaran menyangkut keterikatannya dengan sesamanya, tidak akan merasakan apa pun kecuali derita umat
manusia, serta tidak akan berupaya kecuali mewujudkan kesejahteraan manusia. Ia akan berkawan dengan sahabat manusia, seperti pengetahuan,
kesehatan, kemerdekaan, keadilan, keramahan dan dia akan berseteru dengan musuh manusia, seperti kebodohan, penyakit, kemiskinan, prasangka, dan
sebagainya. Kedua
, yang dikandung oleh penggunaan kata “Kami” dalam ayat “Hanya kepada-Mu kami mengabdi” diatas, berkaitan dengan bentuk ibadah
yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, yaitu hendaklah ibadah harus dilakukan secara bersama, jangan sendiri-sendiri.
53
Dalam Tafsir Departemen Agama RI surat al-Fatihah mengandung ayat munajat atau berbiaca dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan.
Maka hal ini merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap raka‟at dalam shalat. Karena jiwanya ialah munajat dengan menghadapkan
diri dan memusatkan ingatan kepada Allah.
54
Jika kita melakukannya sendiri- sendiri, maka kekurangan yang kita lakukan langsung disoroti dan kita sendiri
yang akan mempertanggung jawabkannya. Tetapi, jika kita melakukannya secara bersama-sama maka orang lain yang bersama kita akan dapat menutupi
kekurangan ibadah kita. Bukankah jika kita shalat berjamaah dan terlambat
53
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.56
54
Departemen Agama Ri. Al- Qur’an dan Tafsirnya. h. 16
mengikutinya, sehingga tidak dapat membaca surat al-Fatihah, maka bacaan imam menutupi kekurangan itu. Bukankah jika membeli buah hanya sebiji,
kita akan menelitinya dengan seksama, sehingga jika ada kekurangannya biar sedikitpun kita akan membatalkan pembelian atau meminta gantinya. Tetapi
jika kita membeli sekilo atau dalam jumlah yang banyak, maka ketelitian memeriksanya tidak secermat membeli sebuah, kekurangan yang kita temukan
pada satu atau dua buah dapat kita biarkan, karena sudah cukup banyak yang lainnya yang baik dari kumpulan buah yang kita beli. Ini bukan berarti
ketelitian Allah berkurang. Dia tetap mengetahui kekurangan masing-masing, hanya saja dia mentoleransi kekurangan itu. Karena rahmat dan kasih sayang-
Nya serta kecintaan-Nya kepada kebersamaan. Dengan berjamaah, jika bermohon kiranya kekeliruan kita dimaafkan karena adanya hal-hal yang
sempurna yang dilakukan oleh mereka yang bersama kita. Ibadah secara istilah adalah semua perkataan, perbuatan dan pikiran
yang bertujuan untuk mencari ridha Allah.
55
Dalam beribadah kepada Allah kita harus selalu melakukan yang diridhai Allah dan melakukan hal-hal yang
membuat Allah ridha terhadap apa yang kita lakukan. Imam Mutawally Sy
a‟rawi menegaskan dalam tafsirnya bahwa pada surat al-Fatihah ayat 5 ada dua bentuk penglihatan. Pertama, penglihatan mata
dan kedua penglihatan iman atau hati.
56
Penglihatan mata terjadi atas hal-hal yang dapat ditangkap oleh mata, kita tidak pelu mengatak
an “saya percaya karena saya melihat”. Penglihatan mata tidak perlu diyakini dan dipercayai,
55
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya h. 25
56
Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.43
karena sudah pasti tapi penglihatan iman membutuhkan keyakinan karena kita melihat sesuatu yang ghaib. Penglihatan seperti ini lebih diyakini
kebenarannya daripada penglihatan mata. Karena penglihatan hati berdasarkan iman dan mata hati.
Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan- akan kamu melihat-Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya maka yakinlah
bahwa Dia melihatmu.” Hadis ini merupakan keterangan penglihatan iman pada diri mukmin.
Ketika manusia mengaku telah beriman, maka ia harus melihat setiap problem dengan kaca mata iman. Ketika membaca ayat-ayat surga, ia seolah-olah
sedang mendapat nikmat, ketika membaca ayat-ayat tentang ahli neraka maka bergetarlah tubuhnya, seolah-olah ia melihat siksa api neraka.
Kaum sufi menjelaskan bahwa ada perbedaan antara ibadah pengabdian dan ubudiyah penghambaan diri kepada Allah. Ibadah adalah
melakukan hal-hal yang meridhakan Allah, sedangkan ubudiyah adalah meridhai apa yang dilakukan Allah swt.
57
Dengan demikian penghambaan diri kepada Allah lebih tinggi tingkatannya dari pada ibadah. Ibnu Sina membagi
motivasi ibadah menjadi tiga tingkatan. Pertama dan yang terendah, adalah karena takut akan siksaan-Nya. Motivasi yang demikian diibaratkan dengan
seorang hamba yang melakukan aktivitas karena dorongan takut dan bila merasa dilihat tuannya. Kedua, adalah karena mengharapkan surga yang
diibaratkan seorang pedagang yang tidak melakukan jual beli kecuali guna
57
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51
meraih keuntungnan. Dan yang ketiga, karena doronga cinta, bagaikan ibu terhadap bayinya, inilah yang dinamakan ubudiyyah.
58
Syaikh asy-Syanqithi menjelaskan dalam kitab tafsir Adhwa al-Bayan fi Idhah al-
Qur’an bi al-Qur’an dalam ayat 5 surat al-Fatihah terdapat dua makna yang pertama makna nafi atau peniadaan dan yang kedua adalah makna
isbath atau penetapan
59
. Makna nafi atau peniadaan adalah menghilangkan semua jenis penghambaan kepada selain Allah dalam melakukan segala
bentuk ibadah. Sebagaimana firman Allah.
Artinya : ...Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah
60
, padahal kamu Mengetahui. Q.S. al-Baqarah2:22
Selanjutnya
Artinya : Dan sungguhnya Kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut
61
itu... Q.S. an-Nahl16:36
Pada ayat ini Allah telah menegaskan makna isbat atau makna penetapan dengan firman-Nya: sembahlah Allah, lalu Dia menegaskan
58
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51
59
Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia Jakarta:Pustaka Azzam,2010 h.581
60
Ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhala- berhala, dewa-dewa, dan sebagainya
61
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
makna nafi atau makna peniadaan dari kalimat tersebut dengan firman-Nya: dan jauhilah thaghut.
Yang kedua makna isbat atau makna penetapan adalah menjadikan Tuhan langit dan bumi sebagai satu-satunya Dzat yang menjadi tujuan semua
ibadah.
62
Allah lalu mengisyaratkan makna isbat atau makna penetapan dari kalimat lailahaillallah dalam firman-Nya: kami menyembah. Allah telah
menjelaskan secara rinci tentang makna yang terkandung dalam lafaz tersebut pada ayat-ayat lain, diantaranya:
Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu ... Q.S. al-Baqarah02:21
Selanjutnya dalam surat al-anbiya21:25
Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan yang
hak melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. Q.S. al- Anbiya21:25
Surat al-Fatihah diturunkan di Makkah sebelum hijrah. Dalam beberapa riwayat menyebutkan al-Fatihah adalah surat pertama yang
diturunkan secara lengkap. Oleh karena itu al-mushaf secara tertulis dan al- Qur‟an secara hafalan dan bacaan diawali dengan al-Fatihah, maka surat ni
dinamai “Fatihatul Kitab” Pembuka al-Qur‟an. Ia memperoleh juga nama- nama lain, masing-masing nama disesuaikan dengan maksudnya, seperti;
62
Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia h.581
Ummul Kitab Induk al- Qur‟an, As-Sab’ul Matsani Tujuh yang terulang-
ulang, Suratul Hamdi Surat al-Hamdu dan sebagainya.
63
Surat ini juga diturunkan pada waktu pertama kali disyariatkan shalat dan diwajibkan membacanya di dalam shalat. Karena itu, ia adalah surat
pertama yang diturunkan secara lengkap. Dalam surat ini terdapat kesimpulan dari isi keseluruhan al-
Qur‟an.
64
B. Meminta dengan Sabar dan Shalat