pelakunya. Jelas tujuan yurisdiksi universal tersebut adalah untuk menjamin bahwa tidak ada tindak pidana semacam itu yang tidak dihukum.
63
Kejahatan-kejahatan yang telah diterima sebagai kejahatan yang tunduk pada prinsip yurisdiksi universal adalah pembajakan di laut
perompakan dan kejahatan perang. Yurisdiksi universal terhadap perompak telah diterima cukup lama oleh hukum internasional. Setiap negara dapat
menahan dan menghukum setiap tindakan pembajakan di laut. “all states shall co-operate to the fullest possible extent in the
repression of piracy on the high seas or in any other place out side the jurisdiction of any state”
64
2. Yurisdiksi Pengadilan Yang berlaku Tehadap Pembajakan.
Pembajakan di laut piracy merupakan kejahatan internasional international crime
yang memberikan yurisdiksi kepada negara manapun untuk mengambil langkah tegas terhadapnya. Kovensi Hukum Laut Tahun 1982
UNCLOS 1982 yang mendefinisikan “Piracy” sebagai pembajakan laut yang dilakukan diluar yurisdiksi negara disebut sebagai pembajakan di laut bebas
piracy dimana yurisdiksi bersifat universal universal yurisdiction dan
pembajakan laut yang terjadi di dalam wilayah suatu negara yang lebih dikenal dengan istilah “perompakan di laut” sea armed robbery dimana yurisdiksinya
berada di bawah negara pantai.
63
Ibid. hal 304
64
Lihat isi pasal 100 United Nation Convention on the Law Of the Sea.
Dalam hal perompakan yang terjadi di Somalia sebenarnya pemerintah Somalia mempunyai yurisdiksi untuk memberantas pembajakan laut tersebut
karena pembajakan terjadi disekitar Teluk Aden. Maka yurisdiksi Negara Somalia dapat diterapkan bagi tindak pidana perompakan yang terjadi di negaranya.
Tetapi mengingat hukum di Somalia telah mati sejak runtuhnya pemerintahan tahun 1991, di karenakan didudukinya pemerintahan oleh para pemberontak pada
saat itu. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa aksi perompakan yang dilakukan perompak Somalia terhadap kapal-kapal asing yang sedang melakukan
perlayaran telah mengakibatkan kerugian bagi negara pemilik kapal. Hal ini dikarenakan para perompak telah menyandera kapal beserta ABKnya dan
meminta uang tebusan kepada pemilik kapal sebagai syarat agar kapal dapat dibebaskan. Tentu saja aksi seperti ini mengganggu keamanan internasional,
khususnya dunia perkapalan. Kejahatan yang dapat disebut juga dengan tidak pidana kadangkala tidak
saja menyangkut kepentingan satu negara, tetapi juga menyangkut kepentingan lebih dari satu negara. Peristiwa itu juga dapat terjadi pada dua negara atau
serentak atau secara beruntun. Misalnya, peristiwa yang terjadi di dalam suatu negara tetapi menimbulkan akibat di negara lain. Hal ini merupakan hal yang
sama seperti yang dilakukan perompak Somalia. Perompak Somalia melakukan perompakan di Perairan Somalia, tetapi akibat perompakan yang dilakukannya
berakibat atau menimbulkan kerugian bagi negara lain negara pemilik kapal.
Oleh karena itu negara yang dirugikan oleh perompak Somalia berhak menangkap dan mencampuri kedaulatan di suatu negara. J.G. Starke menyatakan
bahwa : “perompakan merupakan suatu tindak pidana yang berada di yurisdiksi semua
negara dimanapun tindakan itu dilakukan, tindakan pidana itu merupakan bertentangan dengan kepentingan masyarakat internasional, maka tindakan
dipandang sebagai delik Jure gentium dan setiap negara berhak menangkap dan menghukum semua pelakunya”
Turut campurnya negara lain yang merasa dirugikan untuk memberantas perompak Somalia, dinilai telah sesuai dengan prinsip yurisdiksi universal, bahwa
tindakan pembajakan dianggap telah mengancam masyarakat internasional secara keseluruhan. Sehingga seluruh negara berhak menerapkan hukum nasionalnya
kepada para perompak. Melihat dari sifat gangguan keamanan yang ditimbulkan akibat aksi pembajakan, hal ini dapat di atasi atas dasar aut punire, aut dedere,
yaitu para pelaku perompakan dihukum oleh negara dimana wilayah mereka ditangkap atau di ekstradisi kepada negara yang memiliki kewenangan dan
berkewajiban untuk melaksanakan yurisdiksi terhadap mereka.
65
Jika para perompak di kenakan yurisdiksi dimana wilayah para perompak ditangkap, maka hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara pantai
Somalia karena aksi pembajakan yang dilakukan pada umumnya di lakukan di perairan Somalia. Akan tetapi apabila para perompak yang ditangkap oleh Kapal
65
J.G Starke, Op.cit., hal 305
Perang dari Angakatan Laut bersenjata dari sebuah negara, maka hukum yang berlaku bagi para perompak ialah hukum bendera kapal.
Terhadap yurisdiksi yang berwenang atau hukum negara mana yang dapat mengadili para pelaku perompakan, terdapat beberapa opsi untuk menghukum
para perompak tersebut jika pengadilan Somalia sendiri tidak mampu atau pun tidak memilki pengadilan yang dapat menghukum pelaku perompakan, yaitu :
1 Apabila para perompak tidak memungkinkan untuk diadili di negara Somalia
karena ketidak mampuan untuk menegakkan hukumnya, makan negara tetangga yang memiliki kepentingan dalam rangka meningkatkan keamanan
dan memiliki peraturan mengenai kejahatan perompakan berhak untuk mengadili para perompak. Hal ini telah dilakukan oleh Angkatan Laut Inggris
yang menyerahkan pelaku perompakan kepada pengadilan Kenya. 2
Apabila perompak ditangkap oleh Angkatan Laut dari suatu negara, maka para perompak berada dibawah yurisdiksi dari hukum bendera kapal. Dan
apabila negara yang menangkap tersebut telah memiliki peraturan atau undang-undang tentang pembajakan dan berkeinginan untuk mengadilinya.
Maka pera palaku perompakan akan diadili sebagai individu negara itu sesuai dengan hukum nasional yang berlaku di negara tersebut.
66
3 Apabila perompak ditangkap oleh Angkatan Laut dari sebuah negara, tetapi
negara tersebut didak memiliki hukum atau undang-undang yang mengatur tentang pembajakan maka negara tersebut dapat menyerahkan pelaku
66
I Wayan Partiana, Hukum Pidana Internasional. CV. Yarama Widya; 2006, hal. 78
perompakan kepada negara lain yang memiliki undang-undang tentang perompakan, untuk diadili menurut hukum di negaranya.
Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa yurisdiksi yang berwenang untuk mengadili perompak Somalia
ialah yurisdiksi negara Somalia dan negara-negara yang melakukan penangkapan terhadap perompak Somalia. Tetapi melihat situasi pemerintahan Somalia yang
tidak memungkinkan untuk mengadili dan menghukum perompak Somalia karena kekacauan yang terjadi dan tidak adanya hukum yang diakui oleh warga
negaranya sendri, maka untuk itu berlakulah perinsip universalitas. Dengan prinsip universalitas, maka negara-negara dapat menghukum perompak Somalia
dengan hukum nasional yang berlaku di negaranya, atau pun dapat meyerahkan perompak tersebut kepada negara lain yang memiliki undang-undang yang dapat
memberikan hukuman kepada para perompak.
C. Peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk