D. Manfaat Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yaitu memberikan sumbangan pemikiran, menambah khasanah ilmu hukum serta memperkaya
kajian hukum di bidang Hukum Tata Negara khususnya mengenai kedudukan dan kewenangan Lembaga Ombudsman dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia. 2.
Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada :
a. Kalangan akademisi untuk menambah wawasan khususnya dalam bidang
Hukum Tata Negara yang menyangkut pada perkembangan kedudukan dan kewenangan Lembaga Ombudsman dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia. b.
Masyarakat umum yang ingin mengetahui bagaimana kedudukan dan kewenangan Lembaga Ombudsman dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, penelitian mengenai “kedudukan dan kewenangan Lembaga Ombudsman dalam
33
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia” ini belum pernah dilakukan baik dalam judul maupun permasalahan yang sama khususnya di Program Magister Ilmu Hukum
USU seperti yang telah dirumuskan. Sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena
dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Berikut ini akan diuraikan pemikiran-pemikiran serta teori yang akan menjadi dasar kerangka bagi penelitian ini yang awalnya lahir dari adanya hubungan antara
negara, rakyat dengan pemerintahan.
a. Teori Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari perkataan “constitution” bahasa Jerman, “constitution” bahasa Inggris dan Perancis, “constitution” bahasa Latin yang
berarti Undang-undang Dasar atau Hukum Dasar, atau Dasar Susunan Badan. Konstitusi yaitu susunan bagian organ-organ yang masing-masing mempunyai
kedudukan dan fungsinya sendiri-sendiri, tetapi bersama-sama merupakan satu rangkaian kerja sama yag harmonis, demikian halnya dengan negara.
Konstitusi menurut makna katanya berarti “dasar susunan badan politik” yang bernama negara. Pertama-tama konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem
34
ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis
sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis. Walaupun peraturan-peraturan ini tidak merupakan undang-undang, tetapi tidak berarti tidak
efektif dalam mengatur negara. Istilah konstitusi dalam perkembangannya mempuyai dua pengertian, yaitu :
32
1 Dalam pengertian yang luas, konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-
ketentuan dasar atau hukum dasar 2
Dalam pengertian yang sempit terbatas konstitusi berarti piagam dasar atau Undang-undang Dasar, ialah suatu dokumen lengkap mengenai
peraturan-peraturan dasar negara, misalnya Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787;
Konstitusi Perancis tahun 1789; Konstitusi Konfederasi Swiss tahun 1848. Jadi konstitusi dalam arti yang sempit terbatas berarti sebagian dari
hukum dasar, yang merupakan satu dokumen tertulis yang lengkap.
b. Teori Fungsi Negara
Teori fungsi negara yang digunakan yaitu teori fungsi negara menurut Montesquieu. Tiga fungsi negara menurut Montesquieu ialah :
33
1. Fungsi Legislatif, membuat undang-undang.
2. Fungsi Eksekutif, melaksanakan undang-undang dan
32
Samidjo, Ilmu Negara, CV. Armico, Bandung, 1986, hal. 297-299.
33
Abu Daus Busroh, Ilmu Negara, Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 85-87.
35
3. Fungsi Yudikatif, untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati fungsi
mengadili, yang popular dengan teori Trias Politika. Oleh Montesquieu fungsi federative disatukan dengan fungsi eksekutif, dan
fungsi eksekutif, dan fungsi mengadili dijadikan fungsi yang berdiri sendiri. Hal tersebut, dapat dimengerti bahwa tujuan dari Montesquieu untuk memperkenalkan
trais politika adalah untuk kebebasan berpolitik melindungi hak-hak asasi manusia yang hanya dapat dicapai dengan kekuasaan mengadili lembaga yudikatif yang
berdiri sendiri.
c. Teori Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan Negara
Ismail Sunny berpendapat; pemisahan kekuasaan secara material disebut separation ofpowers pemisahan kekuasaan, sedangkan dalam arti formal disebut
division of power pembagian kekuasaan. Pemisahan kekuasaan daam arti material dijumpai dalam pemerintahan Amerika Serikat, seangkan di Inggris dan Uni Sovyet
terdapat pemisahan kekuasaan dalam arti formal. Jhon Lock pada tahun 1690 menghasilkan karangannya “Two Triatises on
Civil Government”, di antaranya memuat teori kekuasaan negara yang harsu dibagi dalam tiga kekuasaan, yaitu:
1. Kekuasaan Legislatif, meliputi wewenang membuat undang-undang.
2. Kekuasaan Eksekutif, meliputi wewenang mempertahankan dan
melaksanakan undang-undang serta mengadili perkara. 36
Jhon Lock melihat wewenang mengadil itu sebagai suatu “pelaksanaan” karenanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif.
3. Kekuasaan Federatif, meliputi wewenang yang tidak termasuk dalam
kekuasaan legislatif dan eksekutif. Misalnya hubungan dengan luar negeri.
2. Konsepsi
Kerangka konsepsional ini penting untuk dirimuskan agar tidak tersesat kepemahaman yang lain di luar maksud di dalam penelitian ini. Konsepsional ini
merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping unsur lainnya seperti asas dan standart. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan
salah satu inti sari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan
dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis.
34
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefInisikan beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan. Adapun konsep yang dimaksud pada penelitian ini antara lain : 1.
Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN, serta badan swasta atau perorangan yang
34
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 48.
37
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN danatau APBD.
35
2. Tata kepemerintahan yang baik good governance merupakan suatu konsep
yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan
terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan.
3.
Pengawasan adalah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
36
4. Mal-administrasi, Soenaryati Hartono mengartikan mal-administrasi dengan
perilaku yang tidak wajar termasuk penundaan pemberian pelayanan, kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang
disebabkan penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau
diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta tidak termasuk akal, atau berdasarkan
tindakan undereasonable, unjust, oppresive, dan diskriminatif.
37
35
Pasal 1 Ayat 1 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman.
36
Sondang P.Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta 1970, hal.107
37
Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta : Laksbang Pressindo, 2008, cet. I, hal. 112, mengutip Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Seventh
Edition, West Group, St. Paul, 1999, p. 967, Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah
G. Metode Penelitian 1. Tipe atau Jenis Penelitian
Penelitian akan mengkaji pokok-pokok permasalahan sesuai dengan ruang lingkup dan identifikasi masalah sebagaimana yang telah disebut di atas melalui
pendekatan yuridis-normatif. Metode penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian doktrinal doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis
baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided by judge through judicial process.
38
Adapun sifat penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,
menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.
39
2. Pendekatan Penelitian
Di dalam kaitan dengan penelitian normatif, maka dipergunakan beberapa pendekatan keilmuan, yaitu pendekatan perundang-undangan statute approach dan
pendekatan konseptual conceptual approach, yaitu :
40
a Pendekatan Perundang-undangan statute approach
Populer, Arkola, Surabaya, 1994, hal. 451, dan Soenaryati Hartono, Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia, Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional, 2003, hal. 6.
38
Ronald Dwokrin, dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum dan Hasil pada Majalah Akreditasi, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara, 2003, hal. 2.
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hal. 6.
40
Ibid, hal.8.
39
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan statute approach. Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena menelaah
berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.
41
b Pendekatan Konseptual conceptual approach Analisa hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang
menggunakan pendekatan perundang-undangan, akan menghasilkan suatu penelitian yang akurat. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Ombudsman dalam Ketatanegaraan RI.
Pendekatan ini dilakukan berkenaan dengan konsep hukum yang mengatur perlindungan, kesejahteraan, kebebasan dan ketertiban yang harus diwujudkan oleh
para penyelenggara negara, agar mekanisme sistem ketatanegaraan dapat berjalan secara konstitual, serta upaya menegakkan keadilan sosial, ketertiban dan
perlindungan hukum terhadap warga negara dapat ditegakkan menurut UUD 1945.
3. Sumber Data Penelitian
Penelitian hukum normatif menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dan berdasarkan pada data sekunder. Untuk memperoleh hasil data yang akurat dan
signifikan, data dikumpulkan melalui studi pustaka yang dihimpun dan diolah dengan
41
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Malang : Penerbit Bayumedia, 2008, hal. 302.
40
melakukan pendekatan yuridis normatif.
42
Data sekunder merupakan bahan-bahan pustaka yang sudah tersedia dan dikumpulkan berdasarkan kebutuhan dari penelitian
ini, mencakup :
43
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, dan terdiri dari : 1 Norma dasar atau kaidah dasar, yaitu : Pembukaan UUD 1945
2 Peraturan Dasar : a Batang Tubuh UUD 1945 beserta perubahannya;
b Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat 3 Pertaturan perundang-undangan :
a Undang-undang dan peraturan yang setaraf; - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemda jo. Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. -
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
- Surat Keputusan Ketua Ombudsman Republik Indonesia Nomor 30
ORI –SK VIII 2009 tentang Kode Etik Ombudsman Republik Indonesia.
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di dalam Penelitian Hukum, Jakarta : Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979,
hal. 3.
43
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1985, hal. 13.
41
- Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2009
tentang Syarat, Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian serta Tugas dan Taggung Jawab Asisten Ombudsman.
- Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 002 Tahun 2009
tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.
b Peraturan Pemerintah yang setaraf; c Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia.
d Keputusan Menteri dan Peraturan yang setaraf; dan e Peraturan-peraturan Daerah.
4 Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan 5 Yurisprudensi
6 Traktat b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.
c. Bahan hukum tertier; bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus,
ensiklopedia dan lain-lain.
44
44
Ibid, hal. 14.
42
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data studi dokumen, yaitu dilakukan dengan menginventarisir berbagai
bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier melalui riset kepustakaan library research. Seluruh bahan
dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dipandang relevan dengan Kedudukan dan Kewenangan
Lembaga Ombudsman dalam Ketatanegaraan RI.
5. Analisis Data
Dengan mengkaji hukum normatif, analisis bahan hukum hakekatnya kegiatan untuk mengadakan sistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan kontruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu : a Memilih pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur
masalah eksistensi, kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangan Ombudsman. b
Membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu.
c Bahan hukum yang berupa peraturan perudang-undangan. 43
Selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap bahan hukum untuk menemukan asas, kaidah, doktrin, ataupun konsep hukum yang lebih umum, yaitu kepastian
hukum, keadilan hukum, perlindungan hukum, dan lain-lain. Analisis dilakukan secara holistik dan integral untuk menemukan hubungan
logis antara berbagai konsep hukum yang sudah ditemukan dengan menggunakan kerangka teoritis yang relevan dengan kedudukan dan kewenangan lembaga
Ombudsman dalam Ketatanegaraan RI, sehingga pokok permasalan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab dengan menggunakan logika ilmiah.
BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN LEMBAGA OMBUDSMAN
DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI
A.
Kewenangan Ombudsman 1. Implementasi Kewenangan Ombudsman secara Universal
Di dalam UUD Belanda dikatakan, bahwa Ombudsman nasional berwenang menentukan :
45
Di Inggris Parliamentary Commission menurut Parliamentary Commission Act 1967 berwenang:
Whether or not the administrative body concerned has acted properly in the matter of investigation memperhatikan atau tidak badan administrasi telah
bertindak secara pantas di dalam investigasi perkara. Maksudnya bahwa wewenang Ombudsman menentukan pantas atau tidak tindakan dari badan administrasi
negaranya yang dapat dilakukan investigasi
46
45
Daniel Jacoby: The future of the Ombudsman, dalam buku Linda C. Reif editor : The International Ombudsman Anthology, Kluwer Law International, The Hague, 1999, hal. 24-43.
to uphold complaints if and when he deems the authority subject to investigation to have been guilty of mal-administration in consequence of
which the complainant has suffered injustice untuk menangani laporan jika dan kapan dia menganggap subjek kekuasaan untuk menginvestigasi kesalahan dari mal-
administrasi di dalam konsekuensi di mana pihak Pelapor mendapat keadilan. Maksudnya bahwa wewenang Ombudsman Inggris memberikan keadilan kepada
pihak Pelapor yang mengalami mal-administrasi oleh kekuasaan negara.
46
Loc. Cit.
44