Penyelasaian Sengketa dalam Layanan Purna Jual

Dalam lingkup layanan purna jual inilah hak-hak konsumen sering terabaikan dan hak-hak itu antara lain:  Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa;  Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang danatau jasa yang digunakan;  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan Konsumen secara patut;  Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;  Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

C. Penyelasaian Sengketa dalam Layanan Purna Jual

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya sengketa atau konflik seringkali terjadi dalam suatu hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya, baik konsumen yang merasa dirugikan ataupun sebaliknya namun biasanya konsumenlah yang selalu dirugikan. Hal ini juga yang yang sering terjadi pada kegiatan pelayanan purna jual suatu barang. Keadaan ini dalam banyak kasus disebabkan oleh karena tidak terpenuhinya hak- hak konsumen, terabaikannya hak-hak konsumen, konsumen tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Konsumen merasa tidak puas atas layanan yang telah Universitas Sumatera Utara diberikan oleh pelaku usaha, terabaikannya hak untuk didengar keluhannya, pelayanan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjadi sengketa dalam layanan purna jual. Selain itu sengketa juga bisa terjadi jika dalam memproduksi barang pelaku usaha tidak menyediakan fasilitas layanan purna jual yang baru diketahui konsumen setelah membeli produknya. Sengketa-sengketa yang terjadi membutuhkan upaya penyelesaian yang dapat memberikan solusi atau keuntungan di kedua belah pihak. Upaya penyelesaian sengketa adalah upaya atau cara mengajukan tuntutan hak secara individu atau kelompok untuk menjamin terpenuhinya hak-hak konsumen. 71 1. pengadilan Sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat 1 UUPK yang menyatakan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Pasal 45 ayat 2 menyatakan penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Berdasarkan pasal tersebut diatas penyelesaian sengketa layanan purna jual dapat diselesaikan melalui dua cara yaitu melalui: 2. di luar pengadilan Ad. 1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan diatur dalam pasal 48 UUPK, yang menyatakan “Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu 71 Bagir Manan, Perspektif Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, makalah disajikan dalam seminar Perlindungan Konsumen dalam Era Pasar Bebas, Universitas 11 Maret Surakarta. Universitas Sumatera Utara pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45”. Merujuk pada Pasal 46 ayat 1 UUPK, bentuk gugatan yang dapat dilakukan melalui pengadilan ada 3 macam, yaitu: a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentinyan yang sama; c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; d. pemerintah danatau instansi terkait apabila barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. Dalam hukum perlindungan konsumen, secara umum proses beracara dalam menyelesaiakan sengketa konsumen dan pelaku usaha mengenal adanya tiga macam gugatan, yaitu: 72 a. Small Claim, jenis gugatan yang dapat dilakukan oleh konsumen, sekalipun dilihat secara ekonomis nilai gugatannya sangat kecil. Ada tiga alasan mengapa small claim diijinkan dalam menyelesaikan sengketa konsumen yaitu:  kepentingan dari pihak penggugat tidak dapat diukur semata karena nilai uang kerugiannya;  keyakinan bahwa pintu keadilan terbuka bagi siapa saja; 72 Shidarta, Op.cit., Hal 53-55. Universitas Sumatera Utara  untuk menjaga integritas badan-badan peradilan. b. Class Action, adalah gugatan konsumen dimana korbanya lebih dari satu orang atau gugatan yang dilakukan oleh sekelompok orang. Gugatan kelompok ini berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2002 dikenal dengan “gugatan perwakilan kelompok”. Dalam UU Perlindungan Konsumen gugatan kelompok ini diatur dalam pasal 46 ayat 1 b. Pertanyaan muncul apakah LSM dapat menjadi wakil dari para konsumen? dapat asalkan saja LSM tersebut juga berposisi sebagai korban. Apabila dia tidak sebagai korban maka berdasar pasal 46 ayat 1 c legal standing. Dalam Class Action wajib memenuhi empat syarat yang ditetapkan dalam pasal 23 US Federal Of Civil Procedure:  Numerosity, jumlah penggugat harus cukup banyak.  Commonality, adanya kesamaan soal hukum dan fakta antara pihak yang diwakili dan pihak yang mewakili.  Typicality, adanya kesamaan jenius tuntutan hukum dan dasar pembelaan yang digunakan antara anggota yang diwakili dan yang mewakili.  Adequacy o f Representation , adanya kemampuan klas yang mewakili dalam mewakili pihak yang diwakili. c. Legal Standing, adalah gugatan yang dilakukan sekelompok konsumen dengan menunjuk pihak LSM yang dalam kegiatannya berkonsentrasi pada kegiatan konsumen untuk mewakili kepentingan konsumen atau dikenal dengan Hak Gugat LSM. LSM tersebut haruslah berbadan hukum atau yayasan. Hal ini diatur dalam pasal 1 angka 9 UUPK dan secara teknis diatur dalam PP Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Universitas Sumatera Utara Ad. 2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui “lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha”. 73 Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut. Lembaga ini adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK yang tugasnya menyelesaikan sengketa konsumen di luar jalur pengadilan. Dalam Pasal 47 UUPK disebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentu untuk “menjamin” tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. 74 Ketentuan pasal 47 ini tidak jelas, apabila penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan, maka logika hukum akan menunjuk bentuk penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsultasi oleh BPSK dan bukan secara arbitrase oleh karena hasil akhir penyelesaian melalui arbitrase adalah putusan. 75 73 Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,Pasal 45 ayat 1. 74 Ibid., Penjelasan Pasal 47. 75 Miru dan Yodo, Op.cit., Hal.233. Universitas Sumatera Utara Dari sekian banyak cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, UUPK hanya memperkenalkan tiga macam yaitu arbitrase, konsiliasi dan mediasi yang merupakan bentuk atau cara penyelesaian sengketa yang dibebankan menjadi tugas BPSK. Penyelesaian ini tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian secara damai oleh pihak yang bersengketa. Pada umumnya dalam setiap proses penyelesaian sengketa selalu diupayakan untuk diselesaikan secara damai. Yang dimaksud penyelesaian sengketa secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan dengan undang- undang ini. Hal ini juga berlaku dalam sengketa pada layanan purna jual, biasanya pelaku usaha jika konsumen merasa pelayanan yang diberikan tidak sesuai jaminan, akan lebih dulu menawarkan solusi dengan mengadakan negosiasi dengan konsumen bahkan kadang lebih dahulu memberikan kompensasi kepada konsumen. Ini dilakukan karena terkait dengan reputasi produk yang dimiliki pelaku usaha dan pada akhirnya akan berpengaruh pada penjualan. Pelayanan purna jual saat ini merupakan hal yang penting dan diperhitungkan pada saat konsumen membeli suatu produk sehingga sekarang pelaku usaha tidak segan-segan mengucurkan dana untuk investasi pada layanan purna jual seperti yang dilakukan PT Ford Motor Indonesia FMI mengucurkan dana senilai Rp 35 milyar untuk memperkuat layanan purna jual after sales service. 76 76 Augusta B. Sirait, Oleh karena itulah dalam prakteknya pelaku usaha selalu lebih mengedepankan penyelesaian sengketa yang ada secara damai. http:www.inilah.comreaddetail426501perkuat-layanan-purna-jual , diakses pada tanggal 19 Agustus 2010. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN